• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

3. Inflasi

a. Pengertian Inflasi

Inflasi merupakan gejala ekonomi yang menjadi sorotan diberbagai kalangan. Inflasi tidak hanya menjadi perhatian masyarakat umum, tetapi juga menjadi perhatian dunia usaha, bank sentral, dan pemerintah. Inflasi dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat dan perekonomian suatu negara. Bagi masyarakat umum, inflasi menjadi perhatian karena inflasi langsung berpengaruh terhadap kesejahteraan hidup, dan bagi dunia usaha laju inflasi merupakan faktor yang sangat penting dalam membuat berbagai keputusan bisnis. Inflasi juga menjadi perhatian pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan ekonomi untuk menjaga kestabilan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Suseno & Astiyah, 2009).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, inflasi didefiniskan sebagai merosotnya nilai uang akibat banyak dan cepatnya uang beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang (Kemendikbud, 2018). Menurut Sukirno (2015), inflasi diartikan sebagai naiknya harga-harga umum dalam suatu perekonomian dari satu periode ke periode lainnya. Menurut Karya dan Syamsuddin (2016), inflasi diartikan sebagai naiknya harga-harga secara terus-menerus untuk semua barang. Menurut Suseno dan Astiyah (2009), inflasi secara singkat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan meningkatnya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus. Menurut Syakir (2015) Inflasi adalah suatu gejala atau fenomena yang mana harga barang mengalami kenaikan secara umum dan terus-menerus, baik hal itu terjadi dikarenakan secara sengaja ataupun terjadi secara alami, dan hal tersebut terjadi secara menyeluruh dan menyebar di seluruh penjuru suatu negera atau bahkan dunia.

Dari beberapa definisi inflasi yang dipaparkan pada paragraf sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah suatu kondisi naiknya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus yang terjadi secara sengaja atau pun secara alami.

Misalnya, meningkatnya harga beras atau harga cabe merah saja belum dapat dikatakan sebagai inflasi, karena inflasi menggambarkan kenaikan harga pada sejumlah besar barang dan jasa yang dipergunakan (atau dikonsumsi) dalam suatu perekonomian. Saat menjelang hari-hari besar atau kenaikan harga sekali saja dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan juga tidak dapat disebut inflasi karena kenaikan harga tersebut bukan masalah kronis ekonomi (Suseno & Astiyah, 2009).

b. Jenis-jenis Inflasi

1) Jenis inflasi berdasarkan derajatnya:

a) Inflasi ringan di bawah 10% (single digit); b) Inflasi sedang 10% - 30%;

c) Inflasi tinggi 30% - 100%; d) Hyperinflation di atas 100%;

Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan golongan masyarakat manakah yang terkena imbas (yang menderita) dari inflasi yang sedang terjadi (Atmadja, 1999).

2) Jenis inflasi berdasarkan penyebabnya:

a) Demand pull inflation, inflasi yang disebabkan dari komoditas

hasil produksi pada pasar barang mengalami peningkatan

aggregate demand yang begitu kuat;

b) Cost push inflation, inflasi yang disebabkan meningkatnya

harga faktor-faktor produksi (Atmadja, 1999).

Inflasi yang begitu tinggi dapat mengancam perekonomian suatu negara. Indonesia mengalami dua kali tidak terkendalinya laju inflasi hingga membuat merosotnya perekonomian rakyat. Yang pertama pada tahun 1965, saat G 30 S/PKI terjadi, Indonesia mengalami inflasi ± 600% sehingga rakyat melakukan demonstrasi dengan membawa 3 tuntutan (Tritura) yang mana salah satunya adalah menuntut untuk menururnkan harga. Kemudian pada tahun 1997 hingga akhir 1998 inflasi besar-besaran kembali terjadi, yang mana pada tahun 1998, BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat inflasi pada saat itu mencapai sekitar 80% (lihat grafik 2) (Karya & Syamsuddin, 2016).

c. Faktor penyebab inflasi

Masalah inflasi yang terjadinya di berbagai negara diakibatkan oleh banyak faktor. Berikut faktor-faktor yang umumnya menjadi penyebab inflasi:

1) Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan-perusahaan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa;

2) Pekerja-pekerja di berbagai kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah;

3) Kenaikan harga-harga barang impor;

4) Kekacauan politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang kurang bertanggungjawab (Sukirno, 2015).

d. Cara menghitung inflasi

Tingkat inflasi dihitung dengan IHK (Indeks Harga Konsumen), angka IHK dihitung berdasarkan survei terhadap harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat (Suseno & Astiyah, 2009).

Cara menghitung IHK adalah dengan mengumpulkan data perubahan harga suatu barang, selain itu juga, harus menentukan

weightage (kepentingan relatif) setiap kelompok barang dalam

konsumsi masyarakat. Misalkan kumpulan barang A sangat penting Gambar 2.2 : Laju Inflasi yoy Di Indonesia, 1998-2008 (%)

dalam kehidupan masyarakat; pengeluarannya mencapai 50% dari pengeluaran keseluruhan masyarakat. Maka weightage barang A diberi sebanyak 50 (Sukirno, 2015).

Rumus untuk menghitung IHK:

( ) ( ) X 100%

Rumus untuk menghitung presentase tingkat inflasi adalah: HKn HK (n ) HK (n ) 𝑥 100%

Di mana:

IHKn = Indeks Harga Konsumen Periode ini

IHK(n-1) = Indeks Harga Konsumen Periode lalu

e. Dampak terjadinya inflasi

Ada beberapa masalah yang akan muncul, apabila terjadi inflasi: 1) Inflasi menyebabkan daya beli menurun karena pendapatan makin

rendah, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap;

2) Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak harapan masa depan para pelaku ekonomi. Bagi konsumen yang berpendapatan besar, mereka akan membeli barang dan jasa dalam jumlah yang besar, karena mereka berasumsi bahwa harga barang dan jasa akan naik lagi. Sedangkan konsumen berpenghasilan kecil, semakin hari akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena harga semakin naik. Bagi produsen inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya; 3) Bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada

akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup

mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut;

4) Melemahkan sikap menabung dan mendorong meningkatkan konsumsi belanja, khususnya untuk produk non-primer, mengarahkan investasi kepada non-produktif, seperti tanah/bangunan, logam mulia, dan mata uang asing (Parakkasi, 2016).

f. Kebijakan-kebijakan pengendalian inflasi

Baik inflasi maupun deflasi, keduanya merupakan masalah yang perlu dikendalikan, karena apabila tidak dikendalikan maka dapat terjadi ketidakstabilan perekonomian pada suatu negara. Maka dari itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut, pihak pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk mengatasi inflasi dan deflasi (Karya & Syamsuddin, 2016).

1) Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal meliputi langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam membuat perubahan di bidang perpajakan dan pengeluaran pemerintah dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat, pengeluaran agregat adalah pembelanjaan masyarakat atas barang dan jasa, yang mana hal tersebut menjadi faktor penentu tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara – ketika inflasi terjadi, maka pemerintah akan menaikkan pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah sehingga hal tersebut dapat menurunkan pengeluaran agregat dan mengurangi tekanan inflasi (Sukirno, 2015).

2) Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan pemerintah yang dilaksanakan oleh bank sentral (Bank Indonesia) untuk mengatur jumlah peredaran uang dalam perekonomian yang mana dapat mempengaruhi pengeluaran agregat (Karya & Syamsuddin,

2016). Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dengan mengendalikan tingkat suku bunga acuan (Sukirno, 2015).

3) Kebijakan Segi Penawaran

Kebijakan segi penawaran bertujuan untuk mempertinggi efisiensi operasional perusahaan-perusahaan sehingga dapat menawarkan produk-produknya dengan harga yang relatif lebih murah dan mutu yang lebih baik. Adapun kebijakan dari segi penawaran dapat dilakukan dengan:

 Mencegah kenaikan pendapatan pekerja yang berlebihan hingga melebihi kenaikkan produktivitas;

 Operasi pasar, dalam kondisi inflasi, pihak pemerintah akan berusaha menambah jumlah barang beredar di pasar agar mampu menurunkan harga barang (Karya & Syamsuddin, 2016).

4. Suku Bunga Bank Indonesia

Dokumen terkait