• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inflasi Tahunan Kota Tarakan

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI REGIONAL (Halaman 37-47)

V. Perkiraan

2.2. Inflasi Triwulanan (qtq)

2.3.3 Inflasi Tahunan Kota Tarakan

Tabel 2.8 Inflasi Tahunan Kota Samarinda Menurut Kelompok Barang & Jasa

Q4-09 Q1-10 Q2-10 Q3-10 Q4-10

BAHAN MAKANAN 5.97 6.52 7.66 11.88 11.81

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 7.57 9.86 7.95 6.52 7.74

PERUMAHAN 4.67 2.15 2.20 4.07 5.09

SANDANG 5.54 4.48 9.87 10.09 10.86

KESEHATAN 6.64 6.13 7.25 5.77 5.87

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAH RAGA 1.35 2.24 1.21 3.57 3.68 TRANSPORT & KOMUNIKASI -2.99 1.47 1.21 1.70 1.59

U M U M 4.06 4.65 4.99 6.51 7.00

KELOM POK In f l asi Yo Y ( % )

Sumber : BPS Kaltim, diolah

2.3.2 Inflasi Tahunan Kota Balikpapan

Laju inflasi tahunan di Kota Balikpapan pada triwulan laporan mencapai 7,38% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada triwulan III-2010 yang mencapai 8,35%. Laju inflasi tahunan Kota Balikpapan ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi tahunan nasional sebesar 6,96%. Laju inflasi tertinggi di kota ini tercatat terjadi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olahraga yaitu sebesar 18,79% (yoy), yang dipengaruhi oleh meningkatnya biaya pendidikan pada tahun ajaran baru 2010. Kelompok komoditas lainnya yang juga memiliki tingkat inflasi yang cukup tinggi pada triwulan IV-2010 adalah kelompok komoditas bahan makanan (16,54%). Sementara itu, inflasi terendah terjadi pada kelompok komoditas transportasi dan komunikasi, yaitu sebesar 2,04%. Tabel 2.9 Inflasi tahunan Kota Balikpapan menurut Kelompok Barang & Jasa

Q4-09 Q1-10 Q2-10 Q3-10 Q4-10

BAHAN MAKANAN -3.06 5.81 9.46 16.42 16.54

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 9.92 8.48 7.03 5.67 3.80

PERUMAHAN 5.08 4.55 3.85 3.50 2.94

SANDANG 3.22 1.97 3.35 4.35 4.92

KESEHATAN 3.07 3.02 2.60 2.61 2.22

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAH RAGA 19.80 20.80 20.53 21.72 18.79 TRANSPORT & KOMUNIKASI -1.55 3.23 3.21 3.57 2.04

U M U M 3.60 6.21 6.70 8.35 7.38

KELOM POK In f lasi Yo Y (% )

Sumber : BPS Kaltim, diolah

2.3.3 Inflasi Tahunan Kota Tarakan

Laju inflasi tahunan di Kota Tarakan pada triwulan IV-2010 mencapai 7,92% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan laju inflasi tahunan pada triwulan III-2010 yang sebesar 8,12%. Berdasarkan kelompok komoditasnya, kelompok komoditas pendidikan, rekreasi, dan olahraga merupakan kelompok komoditas dengan laju inflasi tertinggi yaitu sebesar 13,76% (yoy); diikuti oleh kelompok komoditas perumahan (9,91%). Faktor pendorong meningkatnya inflasi di Kota Tarakan secara tahunan masih dipengaruhi oleh ketergantungan yang tinggi terhadap suplai kebutuhan dari luar

28

beberapa barang kebutuhan yang sulit dipenuhi dan tingkat permintaan yang semakin meningkat. Sementara inflasi terendah terjadi pada kelompok komoditas transportasi dan komunikasi yaitu sebesar 1,16% (yoy).

Tabel 2.10 Inflasi tahunan Kota Tarakan menurut Kelompok Barang & Jasa

Q4-09 Q1-10 Q2-10 Q3-10 Q4-10

BAHAN MAKANAN 9.89 14.69 7.57 12.37 8.03

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 15.93 18.04 11.85 10.38 7.96

PERUMAHAN 2.64 3.58 3.48 5.04 9.91

SANDANG 10.62 7.33 9.82 7.60 5.54

KESEHATAN 6.72 7.18 7.52 8.25 9.67

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAH RAGA 3.51 3.26 1.12 0.27 13.76 TRANSPORT & KOMUNIKASI -3.28 1.11 0.21 1.58 1.16

U M U M 7.21 9.73 6.37 8.12 7.92

Inf lasi YoY (% ) KELOM POK

Sumber : BPS Kaltim, diolah

Apabila dilihat inflasi tahun kalender (Tabel 2.7) sampai dengan triwulan IV tahun 2010 inflasi kumulatif Kaltim sekaligus inflasi tahunan Kaltim mencapai 7,28%, lebih tinggi dari inflasi kumulatif/inflasi tahunan di 2009 (4,31%). Dibandingkan dengan inflasi kumulatif nasional sampai dengan triwulan IV tahun 2010 yang tercatat 6,96 (ytd), inflasi kumulatif Kaltim juga lebih tinggi. Dari ketiga kota di Kaltim, Kota Tarakan memiliki laju inflasi tertinggi di 2010 yaitu 7,92%, diikuti oleh laju inflasi Balikpapan (7,38%), dan Samarinda (7,00%).

Tabel 2.11 Perkembangan Inflasi Tahun Kalender Nasional, Kaltim, dan Kota

Smr Bpp Trk Kaltim Nasional 2006 6.50 5.52 - 6.04 6.60 2007 9.18 7.27 - 8.30 6.59 2008 12.69 11.30 19.85 13.06 11.06 2009 4.06 3.60 7.21 4.31 2.78 2010 7.00 7.38 7.92 7.28 6.96 TAHUN

INFLASI KALENDER JANUARI-DESEMBER

Sumber : BPS Kaltim, diolah

Komoditas yang memiliki andil inflasi terbesar selama 2010 di tiga kota di Kalimantan Timur mayoritas berasal dari kelompok komoditas bahan makanan diantaranya komdoitas beras, minyak goreng, bawang merah, bawang putih, berbagai jenis sayuran dan berbagai jenis ikan. Mayoritas faktor penyebab kenaikan harga berbagai komododitas tersebut adalah keterbatasan jumlah stock yang disebabkan oleh faktor cuaca yang menyebabkan gagal panen/berkurangnya jumlah produktifitas petani. Selain bahan makanan, kelompok lain yang memiliki andil inflasi cukup besar selama tahun 2010 adalah kelompok sandang yang berasal dari peningkatan harga komoditas emas perhiasan, serta dari kelompok perumahan yang disebabkan oleh kenaikan harga sewa rumah akibat kenaikan tarif dasar listrik pada bulan Juli 2010.

29

Tabel 2.12 Daftar Komoditas dengan Andil Inflasi Terbesar

BERAS BERAS BERAS

IKAN LAYANG IKAN LAYANG EMAS PERHIASAN CABE RAWIT GULA PASIR IKAN GABUS BAWANG MERAH CABE RAWIT SEWA RUMAH BAWANG PUTIH DAGING AYAM RAS DAGING AYAM RAS EMAS PERHIASAN BAWANG MERAH BAWANG MERAH ROKOK KRETEK FILTER TOMAT SAYUR TOMAT SAYUR IKAN KEMBUNG KETIMUN JAGUNG MANIS BANDENG BAWANG PUTIH CABE RAWIT

CABE MERAH, KANGKUNG TONGKOL, UDANG BASAH, BANDENG BAWANG PUTIH, CABE MERAH, LAYANG

: Muncul 5x atau lebih sebagai andil inflasi terbesar per bulan selama 2010 : Muncul 4x sebagai andil inflasi terbesar per bulan selama 2010 : Muncul 3x sebagai andil inflasi terbesar per bulan selama 2010

30

Boks 2. PERSISTENSI INFLASI KOTA SAMARINDA

Latar Belakang

Persistensi inflasi adalah kecepatan tingkat inflasi untuk kembali ke tingkat keseimbangannya semula setelah timbulnya shock atau goncangan terhadap barang tersebut. Persistensi inflasi ini menjadi penting artinya untuk dipelajari secara lebih lanjut karena besarnya manfaat yang diperoleh dalam pencapaian target inflasi yang rendah dan stabil. Inflasi dengan tingkat persistensi barang yang tinggi akan menyulitkan upaya otoritas moneter dalam mencapai target inflasi yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya preventif dan antisipatif terhadap perubahan perilaku inflasi yang terjadi baik yang timbul akibat perubahan substansial maupun akibat terjadinya shock dalam perekonomian. Shock yang terjadi dalam perekonomian dengan tingkat persistensi inflasi yang tinggi akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya moneter yang besar dalam upaya mengembalikan tingkat inflasi pada level yang diharapkan. Secara umum salah satu tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengukur tingkat persistensi inflasi di kota Samarinda. Persistensi inflasi dapat didefinisikan sebagai kecepatan tingkat inflasi untuk kembali ketingkat equilibriumnya setelah timbulnya suatu shock. Derajat persistensi yang tinggi menunjukkan lambatnya tingkat inflasi untuk kembali ke tingkat alamiahnya. Sebaliknya derajat persistensi yang rendah menunjukkan cepatnya tingkat inflasi untuk kembali ke tingkat alamiahnya (baseline) setelah terjadinya shock.

Pengukuran Tingkat Persistensi Inflasi

1) Autoregressive model

Sejalan dengan arah penelitian yang lebih difokuskan pada proses pembentukan inflasi, penelitian ini akan menggunakan metode yang lazim digunakan untuk mengestimasi persistensi inflasi, dengan melihat proses univariate autoregressive (AR) time series model. Marques (2004), menyatakan bahwa model AR merupakan pengukur persistensi inflasi yang cukup baik, serta berkaitan langsung dengan koefisien mean reversion sebagai alternatif pengukuran tingkat persistensi inflasi sebagaimana dijabarkan :

t

: tingkat inflasi bulanan pada saat t

: konstanta hasil proses estimasi

1 K j j      

: jumlah koefisien AR

t : random error term

Tingkat persistensi inflasi dihitung dengan menjumlahkan koefisien AR. Persistensi inflasi dikatakan tinggi apabila tingkat inflasi saat ini sangat dipengaruhi oleh nilai lag-nya, sehingga koefisiennya mendekati 1. Dalam hal ini, inflasi dikatakan mendekati unit root process. Untuk memperoleh hasil estimasi

, di

1

K

t j t j t

j

  

 

31

setiap series inflasi perlu ditentukan jumlah lag variable dependen yang sesuai. Dalam penentuannya, akan digunakan Akaike Information Criterion(AIC). Dalam mengukur persistensi dengan AR model, dapat dipertimbangkan pula persamaan ekuivalen berikut (Levin dan Piger, 2004):

t j t K j j t t



   

1 1 1

Dimana parameter dinamik

j merupakan transformasi sederhana dari koefisien AR dari persamaan (1).

2) Metode Rolling Regression dan Bootstrap

Untuk subsample dengan jumlah cukup banyak, teknik estimasi fungsi regresi dengan hanya menggunakan penjumlahan autoregressive menjadi tidak efisien lagi. Untuk menjawab kebutuhan ini, diperlukan suatu teknik regresi yang disebut sebagai regresi bergulir (rolling regression). Ide dasar dari rolling regression adalah ingin mengetahui stabilitas parameter estimasi (dalam hal ini adalah koefisien estimasi persistensi inflasi) untuk subsample (periode waktu) yang berbeda selama periode observasi. Dengan menggunakan metode roolling regression, kita dapat mengetahui stabilitas parameter estimasi untuk subsample yang berbeda (Indra, 2010). Kemudian untuk melengkapi uji kestabilan di atas, dilakukan juga uji robustness melalui bootstrapping, yaitu metode berbasis resampling data sampel dengan syarat pengembalian pada data dalam menyelesaikan statistic ukuran suatu sampel dengan harapan sampel tersebut mewakili data populasi sebenarnya.

Gambaran Umum Inflasi Kota Samarinda

Berdasarkan data historis, inflasi kota Samarinda selalu memiliki kecenderungan berada dalam level yang tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata inflasi bulanan pada periode tahun 2000 sampai dengan bulan Juli tahun 2010 yang mencapai 0,75%(mtm) dan inflasi tahunan pada periode yang sama sebesar 9,04%(yoy). Sementara itu tingkat fluktuasi inflasi bulanan dan inflasi tahunan menunjukkan level yang tinggi tercermin dari nilai standar deviasi masing-masing sebesar 0,99(mtm) dan 3,78(yoy). Berdasarkan kelompok barang, inflasi paling besar disumbangkan oleh kelompok bahan makanan, diikuti oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang masing-masing memberikan sumbangan rata-rata sebesar 7,78% dan 2,32% (Grafik 4.4). Sementara itu, berdasarkan disagregasinya, inflasi volatile food memiliki tingkat fluktuasi yang lebih tinggi dibandingkan administered price dan core inflation.

32

Persistensi Inflasi Secara Umum & Menurut Kelompok Barang

Dari hasil estimasi seluruh sampel pengamatan/observasi dalam kurun periode Januari 2000 sampai dengan Juli 2010 dengan menggunakan pendekatan Autoregressive (AR), tingkat persistensi inflasi di kota Samarinda mencapai 0,772. Sementara itu, hasil perhitungan derajat persistensi inflasi pada tujuh kelompok komoditas menunjukkan persistensi inflasi yang tinggi pada kelompok transportasi dan komunikasi, dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga dengan derajat persistensi mencapai 0,905 dan 0,895.

Tabel B2.1 Parameter Persistensi Inflasi Menurut Kelompok Komoditas

OLS Rolling

Regress Bootsrap Std Dev Mean

Waktu Untuk Kembali ke Kesimbangan

Autokol Heteros White Noise Uji Stab

0.7724 0.7256 0.7507 3.78 9.04 3.39 V V V V 0.8095 0.8066 0.8357 6.56 9.04 4.25 V V V V 0.8763 0.8448 0.8645 4.08 11.23 7.08 V V V V 0.8673 0.8230 0.8503 4.08 9.12 6.54 V V X V 0.7763 0.7174 0.7806 4.13 7.41 3.47 V V V V 0.8406 0.8661 0.8338 3.60 6.98 5.27 V X V V 0.8950 0.7902 0.8850 5.32 8.36 8.52 V V V V 0.9053 0.8446 0.9028 9.16 7.76 9.56 V V V V KOMODITAS Umum

Per Kelompok Komoditi

Bahan Makanan

Makanan Jadi, Minuman, Rokok Perumahan, Listrik, Air Minum Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi, Olahraga Transportasi dan Komunikasi

Tingginya derajat persistensi inflasi pada beberapa kelompok komoditas yaitu kelompok komoditas transportasi dan komunikasi, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga, dan kelompok makanan jadi terkait dengan perubahan harga pada ketiga kelompok komoditas tersebut tidak sering terjadi (tidak fluktuatif) yang tercermin dari nilai standar deviasi pada tiga kelompok komoditas tersebut yang lebih rendah bila dibandingkan kelompok komoditas lainnya. Selain itu, karakteristik komoditas dalam kelompok dimaksud diantaranya ada yang merupakan komoditas administered price atau komoditas yang harganya ditentukan oleh pemerintah sehingga tidak terlalu sering terjadi perubahan harga. Namun demikian, karakter komoditas administered price yang bersifat strategis bagi masyarakat cenderung cukup signifikan memberikan efek multiplier terhadap komoditas lainnya, melalui jalur ekspektasi masyarakat yang menjadikan informasi kenaikan harga pada komoditas administered price sebagai acuan masyarakat dalam memandang tingkat kenaikan harga yang akan terjadi pada komoditas lainnya.

Waktu yang dibutuhkan oleh masing–masing kelompok komoditas untuk menyerap 50% shock yang terjadi sebelum kembali pada inflasi rata-rata (nilai keseimbangan) setelah terjadi shock atau gangguan pada tingkat harga tercermin oleh ke-3 kelompok komoditas dengan persistensi tertinggi dalam menyerap 50% shock berada dalam kisaran waktu 7-10 bulan, sementara sisanya akan diserap secara gradual dan semakin menurun hingga akhirnya dampak kejutan tersebut mengecil dan mendekati nol.

33

Persistensi Berdasarkan Disagregasi Inflasi Kota Samarinda

Pengukuran derajat persistensi inflasi selain dilakukan untuk kelompok komoditas, juga dilakukan pengukuran dan analisa persistensi inflasi berdasarkan disagregasi inflasi yang tercermin pada tabel di bawah ini.

Tabel B2.2 Parameter Persistensi Inflasi Menurut Disagregasi

OLS Rolling

Regress Bootsrap Std Dev Mean

Waktu Untuk Kembali ke Kesimbangan

Autokol Heteros White Noise Uji Stab

Core Inflation 0.8649 0.7136 0.872 2.48 7.32 6.40 V V V V Volatile Food 0.5709 0.5003 0.6335 5.92 10.79 1.33 V V V V 0.8969 0.6827 0.8767 10.47 11.30 8.70 V V V V Administered Price

KOMODITAS

Per Komponen Disagregasi

Hasil perhitungan derajat persistensi inflasi berdasarkan disagregasi inflasi terlihat bahwa derajat persistensi inflasi pada kelompok volatile food sebesar 0,570, cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok inflasi inti dan kelompok administered price dengan derajat persistensi yang masing-masing sebesar 0,864 dan 0,896. Komoditas-komoditas volatile food di kota Samarinda sebagian besar dipasok dari luar Kaltim seperti beras, minyak goreng, bawang merah, cabe, daging sapi, dan sebagainya sehingga perubahan harga yang terjadi pada komoditas-komoditas tersebut sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi di daerah sumber pasokan, faktor distribusi, sarana infrastruktur khususnya infrastruktur transportasi dan penunjangnya dan faktor cuaca yang turut menentukan.

Sementara itu untuk komoditas volatile food yang di suplai dari Kaltim sendiri seperti ikan layang dan kembung (ikan laut) juga menunjukkan tingkat persistensi yang tinggi sebagai akibat dari rantai distribusi yang panjang sehingga menyebabkan harga komoditas ikan tersebut cenderung selalu dalam level yang cukup tinggi. Selanjutnya tingginya derajat persistensi pada kelompok administered price memberikan konfirmasi bahwa sifat perubahan harga pada kelompok komoditas ini hanya dapat ditentukan oleh kebijakan pemerintah saja dan tidak berfluktuatif. Namun demikian, dampak yang ditimbulkan oleh tingginya persistensi pada administered price secara langsung maupun tidak langsung berpotensi tinggi dalam pembentukan ekspektasi inflasi masyarakat atas komoditas–komoditas lainnya.

Persistensi inflasi Berdasarkan Komoditas Terpilih

Dalam rangka mendalami karakteristik inflasi di kota Samarinda maka perhitungan persistensi inflasi tidak hanya dilakukan pada inflasi umum, kelompok komoditas dan disagregasi inflasi, namun juga diperlukan informasi mengenai karakteristik persistensi inflasi pada tingkatan komoditas. Dalam penelitian ini dipilih 31 (tiga puluh satu) komoditas yang memberikan sumbangan yang mencapai sebesar 54,15% dari inflasi di kota Samarinda. Komoditas–komoditas tersebut antara lain : beras, minyak goreng, rokok kretek filter, sewa rumah, minyak tanah, tarif listrik dan sebagainya.

34

Diperoleh hasil mayoritas komoditas memiliki derajat persistensi inflasi berada diatas tingkat persistensi inflasi umum yang mencapai 0,7724. Beberapa komoditas yang memiliki tingkat persistensi di bawah inflasi umum merupakan beberapa komoditas yang terdapat pada kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, antara lain daging ayam ras, ikan layang, ikan tongkol, cabe rawit, nasi, gula pasir dan rokok kretek. Waktu tertinggi yang dibutuhkan untuk menyerap 50% shock terdapat pada komoditas minyak goreng, emas dan tarif listrik yaitu masing-masing 16,7 bulan, 27,3 bulan dan 28,6 bulan.

Tabel B2.3 Parameter Inflasi Menurut Kelompok Komoditas Terpilih

OLS Rolling Regression Bootstrap Inflasi YOY Rata-rata Std Dev Waktu Kembali ke Rata-rata Keseimbangan 10101 Beras 0.8964 0.8862 0.8984 9.47 11.59 8.7

10209 Daging Ayam Ras 0.6485 0.5707 0.6620 6.28 13.67 1.8

10216 Daging Sapi 0.8566 0.5199 0.8618 9.86 4.97 6.0

10346 Layang 0.7698 0.5735 0.7651 10.51 26.13 3.3

10381 Tongkol 0.6926 0.7409 0.6579 11.88 16.61 2.3

10515 Telur Ayam Ras 0.8389 0.5934 0.8348 3.84 11.40 5.2

10904 Bawang Putih 0.8425 0.8655 0.8560 15.31 28.27 5.3 10930 Cabe Rawit 0.7149 0.7101 0.7284 29.53 32.17 2.5 11004 Minyak Goreng 0.9435 0.8649 0.9460 23.62 21.46 16.7 20121 Ikan Bakar 0.7819 0.7499 0.7844 19.87 15.60 3.6 20130 Kue Basah 0.8913 0.8834 0.8834 10.23 16.17 8.2 20133 Snack 0.8552 0.7381 0.8237 6.47 6.75 5.9 20138 Nasi 0.7633 0.5319 0.7664 6.98 5.37 3.2 20206 Gula Pasir 0.7261 0.6771 0.7148 11.10 13.79 2.7 20310 Rokok Kretek 0.7405 0.5574 0.7894 18.20 11.59 2.9

20311 Rokok Kretek Filter 0.8910 0.8659 0.8815 14.22 9.47 8.2

20312 Rokok Putih 0.8315 0.5778 0.8357 14.37 8.30 4.9

30154 Sewa Rumah 0.7979 0.4525 0.8229 8.92 8.66 3.9

30159 Tukang Bukan Mandor 0.8400 0.5807 0.8546 13.40 7.26 5.3

30216 Minyak Tanah 0.7958 0.8279 0.8075 31.24 50.35 3.9

30216 Kontrak Rumah 0.9156 0.5701 0.9201 9.21 6.58 10.8

30221 Tarip Listrik 0.9662 0.8224 0.9642 15.21 20.45 28.6

40405 Emas 0.9647 0.7714 0.9984 18.89 22.19 27.3

50109 Tarif Rumah Sakit 0.8314 0.5446 0.7404 13.11 37.24 4.9

60103 SLTP 0.9226 0.9226 0.9314 29.28 21.83 11.9

60104 SLTA 0.9292 0.8660 0.9353 20.81 20.30 13.1

60105 Akademi/Perguruan Tinggi 0.9325 0.8746 0.9497 4.44 3.21 13.8 70103 Angkutan Dalam Kota 0.8561 0.8410 0.8656 20.46 28.24 5.9

70108 Bensin 0.8469 0.6027 0.8769 23.75 37.34 5.5

70119 Sepeda Motor 0.8140 0.5807 0.8096 3.31 4.70 4.4

70208 Tarif Telepon 0.8307 0.7932 0.8296 7.21 12.29 4.9

KOMODITAS

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, Tembakau

Perumahan, Listrik, Air Minum

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Transportasi dan Komunikasi Bahan Makanan

35

Untuk mempermudah proses analisa hasil pengukuran derajat persistensi inflasi pada tingkat komoditas, maka dilakukan pengelompokan/mapping dari 31 komoditas terpilih dengan kriteria berdasarkan atas nilai derajat persistensi inflasi dan nilai rata-rata andil inflasi tahunan dari masing-masing komoditas. Mapping ini menggunakan treshold derajat persistensi inflasi umum (2000:01–2008:05) dengan nilai sebesar 0,7724 (membutuhkan waktu 3,4 bulan untuk menyerap 50% shock) dan andil inflasi secara prosentase diatas 1,5% terhadap inflasi secara umum.

Tabel B2.4 Mapping Komoditas Berdasakan Tingkat Persistensi dan Andil Inflasi

KEL MAPPING KOMODITAS

I Persistensi Tinggi – Andil Tinggi

Beras, Minyak Goreng, Rokok Kretek Filter, Tarif Listrik, Sewa Rumah, Kontrak Rumah, Minyak Tanah, Angkutan Dalam Kota, Bensin, Sepeda Motor, Tarif Telepon

II Persistensi Tinggi – Andil Rendah

Tarif Rumah Sakit, Rokok Putih, Telur Ayam Ras, Tukang Bukan Mandor, Bawang Putih, Snack, Daging Sapi, Kue Basah, SLTP, SLTA, Akademi/PT, Emas, Ikan Bakar

III Persistensi Rendah – Andil Tinggi Daging Ayam Ras, Gula Pasir, Nasi IV Persistensi Rendah –Andil Rendah Tongkol, Layang, Cabe Rawit, Ikan Bakar

Hasil pengelompokan 31 komoditas terpilih menunjukkan hasil bahwa terdapat 4 kelompok komoditas dengan menggunakan kriteria derajat persistensi inflasi dan nilai rata-rata inflasi tahunan. Kelompok I merupakan kelompok komoditas yang harus menjadi perhatian karena merupakan kelompok dengan tingkat persistensi inflasi yang berada diatas level persistensi inflasi umum dan tingkat rata-rata andil inflasi tahunannya yang secara prosentase diatas 1,5%. Adapun komoditas yang termasuk dalam ketegori tersebut adalah komoditas beras, minyak goreng, rokok kretek filter, tarif listrik, sewa rumah, kontrak rumah, minyak tanah, angkutan dalam kota, bensin, sepeda motor, dan tarif telepon. Komoditas bahan makanan yang memiliki tingkat persistensi sangat tinggi pada kelompok ini adalah komoditas minyak goreng dengan tingkat persistensi inflasi mencapai 0,9435. Tingginya nilai persistensi inflasi dan andil inflasi tahunan rata-rata komoditas minyak goreng yang termasuk dalam kelompok volatile food ini disebabkan oleh fluktuasi harga yang terjadi pada komoditas ini cenderung rigid (dalam koridor yang sempit) dengan tingkat harga yang cenderung selalu berada dalam level yang tinggi sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk kembali pada tingkat rata-rata/keseimbangan.

36

3.1. Gambaran Umum

Kinerja kegiatan usaha perbankan di Kaltim pada triwulan IV-2010 secara umum masih menunjukkan peningkatan baik secara triwulanan (qtq) maupun secara tahunan (yoy). Hal ini tercermin dari pertumbuhan positif yang dialami sebagian besar indikator utama kegiatan usaha perbankan meliputi aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit perbankan.

Apabila dibandingkan dengan data nasional (s.d November 2010) menurut pertumbuhan triwulanan (qtq), indikator kegiatan usaha perbankan dari sisi pertumbuhan DPK dan penyaluran kredit di Kaltim dan nasional menunjukkan perkembangan yang searah. Jumlah DPK dan kredit yang disalurkan bank umum secara nasional mengalami pertumbuhan positif masing-masing sebesar 3,18% dan 2,85%, dimana pada periode yang sama bank umum di Kaltim mengalami peningkatan DPK dan pertumbuhan kredit masing-masing sebesar 1,11% dan 8,46%. Sementara itu dari sisi total aset secara nasional mengalami peningkatan 3.56%, berbeda dengan total aset di Kaltim yang secara triwulanan mengalami penurunan

0,30%. Apabila dilihat pertumbuhan secara tahunan (yoy) menunjukkan

perkembangan kinerja yang positif dan searah dimana jumlah aset, DPK dan kredit bank umum di Kaltim mengalami peningkatan yang cukup tinggi masing-masing sebesar 14,47%, 14,21% dan 30,25%, searah dengan pertumbuhan nasional yang mengalami peningkatan masing-masing sebesar 17,07%, 16,62% dan 22,11%.

Perkembangan kinerja BPR di Kaltim menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini terlihat dari pertumbuhan jumlah aset BPR yang mencapai 21,87% (yoy).

3.56% 3.18% 2.85% -0.30% 1.11% 8.46% -2% 0% 2% 4% 6% 8% 10% Aset DPK Kred it (Pertumbuhan qtq) Nas ional Kalt im Grafik 3.1

Kinerja triwulanan Kegiatan Usaha Perbankan Kaltim dan Nasional (qtq)

Sumber: LBU Bank Indonesia

17.07% 16.62% 22.11% 14.47% 14.21% 30.25% 0% 10% 20% 30% 40% Aset DPK Kred it (Pertumbuhan yoy) Nasional Kaltim Grafik 3.2

Kinerja tahunan Kegiatan Usaha Perbankan Kaltim dan Nasional (yoy)

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI REGIONAL (Halaman 37-47)

Dokumen terkait