• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Teori Pendukung

1. Inflasi

a. Pengertian Inflasi

Menurut Gilarso (2004: 259), Inflasi dalam arti asli adalah

terganggunya keseimbangan antara arus barang dan arus uang,

sedangkan menurut Boediono (2014: 155), inflasi adalah

kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus

menerus, dan menurut Fahmi (2015: 21), inflasi merupakan suatu

keadaan dimana menurunnya nilai mata uang pada suatu negara dan

naiknya harga barang yang berlangsung secara sistematis.

b. Jenis Inflasi

Menurut Pratama dan Mandala (2008: 365), inflasi terdiri dari dua

jenis yaitu:

1) Inflasi tekanan permintaan (demand-pull inflation)

Inflasi tekanan tekanan permintaan yang terjadi karena

dominasi tekanan permintaan agregat yang menyebabkan

output perekonomian bertambah disertai inflasi, dapat

dilihat dari makin tingginya tingkat harga umum.

2) Inflasi dorongan biaya (cost-push inflation)

Inflasi dorongan biaya (cost-push inflation) terjadi karena

kenaikan biaya produksi yang menyebabkan penawaran

8 c. Dampak Inflasi

Menurut Pratama dan Mandala (2008: 365), dampak inflasi di dalam

suatu perekonomian sebagai berikut:

1) Inflasi dapat menimbulkan efek redistribusi dari inflasi

(redistribution effect of inflation) yaitu dorongan redistribusi

pendapatan. Redistribusi pendapatan akan menyebabkan

pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang

lainnya jatuh.

2) Inflasi dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekonomi (economic

efficiency) yang terjadi karena inflasi mengalahkan sumberdaya

dari investasi yang produktif (productive investment) ke investasi

yang tidak produktif (unproductive investment) yang berakibat

pada pengurangn kapasitas ekonomi produktif.

3) Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam output

dan kesempatan kerja (employment).

d. Pengukuran Inflasi

Pengukuran inflasi di Indonesia menggunakan indeks harga

konsumen (consumer price index) sebagai basis perhitungan inflasi.

Menurut Rahardja dan Mandala (2008: 367), indeks harga konsumen

adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa

yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Indeks harga

konsumen menganalisis sumber inflasi menjadi lebih rinci kedalam

9

1) Indeks harga makanan

2) Indeks harga sandang

3) Indeks harga perumahan

4) Indeks harga aneka barang dan jasa

Angka Indeks Harga Kosumen (IHK) akan diperoleh dengan

menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi

masyarakat dalam satu periode tertentu.

Perhitungan tingkat inflasi menurut Indeks Harga Konsumen (IHK)

dapat dilakukan dengan formula sebagai berikut:

Keterangan:

π : inflasi tahun t

IHK : indeks harga konsumen tahun t atau t-1

2. Bank Indonesia Rate

a. Definisi Bank Indonesia Rate

BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau

stance kebijakan moneter yang diumumkan kepada publik. Respon

kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI rate (secara

konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Dalam

kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar

terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI rate dapat

dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps (Bank Indonesia:

10 b. Fungsi Bank Indonesia Rate

BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap

Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi

moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas

(liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran

operasional kebijakan moneter.

Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada

perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB

O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh

perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga

kredit perbankan.

Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam

perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI rate

apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah

ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI rate

apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang

telah ditetapkan (Bank Indonesia: 2017)

c. Penetapan Bank Indonesia Rate

Menurut Bank Indonesia (2017), penetapan respons (stance) kebijakan

moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme Rapat Dewan

Gubernur (RDG) Bulanan dengan cakupan materi bulanan.

1) Respon kebijakan moneter (BI rate) ditetapkan berlaku sampai

11

2) Penetapan respon kebijakan moneter (BI rate) dilakukan dengan

memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary

policy) dalam memengaruhi inflasi.

3) Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula,

penetapan stance Kebijakan Moneter dapat dilakukan sebelum

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan melalui Rapat Dewan

Gubernur (RDG) Mingguan.

3. Nilai Tukar Rupiah

a. Pengertian Nilai Tukar Rupiah

Menurut Adiningsih, dkk (1998: 155), Nilai tukar rupiah adalah

harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar rupiah

merupakan nilai mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata

uang negara lain

b. Faktor Penentuan Nilai Tukar Rupiah

Menurut Arifin dan Hadi (2009: 84), ada dua faktor penyebab

perubahan nilai tukar :

1) Faktor penyebab nilai tukar secara langsung

a) Permintaan valas akan ditentukan oleh impor barang dan jasa

yang memerlukan dolar atau valas lainnya dan ekspor modal

12

b) Penawaran valas akan ditentukan oleh ekspor barang dan jasa

yang menghasilkan dolar atau valas lainnya dan impor modal

dari luar negeri ke dalam negeri.

2) Faktor penyebab nilai tukar secara tidak langsung

a) Posisi neraca pembayaran

Saldo neraca pembayaran memiliki konsekuensi terhadap

nilai tukar rupiah. Saldo neraca pembayaran defisit,

permintaan terhadap valas akan meningkat. Hal ini

menyebabkan nilai tukar melemah (terdepresiasi). Sebaliknya

jika saldo neraca pembayaran surplus, permintaan terhadap

valas akan menurun, dan hal ini akan menyebabkan nilai

rupiah menguat (terdepresiasi).

b) Tingkat inflasi

Nilai asumsi faktor-faktor lainnya tetap (cateris paribus),

kenaikan tingkat harga akan mempengaruhi nilai tukar mata

uang suatu negara. Sesuai dengan teori paritas daya beli

(purchasing power parity) atau PPP, yang menjelaskan bahwa

pergerakan kurs antara mata uang dua negara bersumber dari

tingkat harga di kedua negara itu sendiri. Menurut teori ini

penurunan daya beli mata uang (yang ditunjukkan oleh

kenaikan harga di negara yang bersangkutan) akan diikuti

dengan depresiasi mata uang secara proporsional dalam pasar

13

domestik (misalnya rupiah) akan mengakibatkan apresiasi

(penguatan mata uang) secara proporsional.

c) Tingkat bunga

Asumsi cateris paribus adanya kenaikan suku bunga dari

simpanan suatu mata uang domestik, akan menyebabkan mata

uang domestik itu mengalami apresiasi (penguatan) terhadap

nilai mata uang negara lain. Hal ini mudah dipahami karena

meningkatkan suku bunga deposito, misalnya orang yang

menyimpan asetnya di lembaga perbankan dalam bentuk

rupiah akan mendapatkan pendapatan bunga yang lebih besar

sehingga menyebabkan nilai rupiah terapresiasi.

d) Tingkat pendapatan nasional

Kenaikan pendapatan nasional (yang identik dengan

meningkatnya kegiatan transaksi ekonomi) melalui kenaikan

impor akan meningkatkan permintaan terhadap dolar atau

valas lainnya sehingga menyebabkan nilai rupiah terdepresiasi

dibandingkan dengan valas lainnya.

e) Kebijakan moneter

Kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi kegiatan

ekonomi dapat mempengaruhi pergerakan kurs, misalnya

kebijakan Bank Indonesia yang bersifat ekspansif (dengan

menambah jumlah uang beredar) akan mendorong kenaikan

14

mengalami depresiasi karena menurunkan daya beli rupiah

terhadap barang dan jasa dibandingkan dollar atau valas

lainnya.

f) Ekspektasi dan Spekulasi

Sistem nilai tukar yang diserahkan kepada mekanisme

pasar secara bebas, seperti halnya rupiah dan sebagian besar

mata uang negara-negara di dunia, perubahan nilai tukar rupiah

dapat disebabkan oleh faktor-faktor non ekonomi (misalnya

karena ledakan bom atau gangguan keamanan) akan

berpengaruh terhadap kondisi perekonomian di dalam negari.

4. Saham

a. Pengertian Saham

Saham adalah tanda bukti penyertaan kepemilikan modal/dana pada

suatu perusahaan atau kertas yang tercantum dengan jelas nilai

nominal, nama perusahaan dan di ikuti dengan hak dan kewajiban yang

dijelaskan kepada setiap pemegangnya (Fahmi 2015: 67).

b. Jenis Saham

Jenis saham di pasar modal yang paling umum dikenal oleh

publik yaitu saham biasa (common stock) dan saham istimewa

(preference stock). Kedua jenis saham ini memiliki arti dan aturannya

masing-masing (Fahmi 2015: 67).

15

Common Stock (Saham Biasa adalah suatu surat berharga

yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal

(rupiah, dolar, yen, dan sebagainya) dimana pemegangnya diberi

hak untuk mengikuti RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan

RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) serta

berhak untuk menentukan membeli right issue (penjualan saham

terbatas) atau tidak, yang selanjutnya di akhir tahun akan

memperoleh keuntungan dalam bentuk dividen.

Common Stock (Saham Biasa) memiliki beberapa jenis

yaitu (Fahmi 2015: 68):

a) Blue Chip-Stock (Saham Unggulan)

Blue chip-stock (Saham Unggulan) adalah saham dari

perusahaan yang dikenal secara nasional dan memiliki sejarah

laba, pertumbuhan, dan menajemen yang berkualitas. Contoh

saham unggulan yang bisa dilihat di Indonesia adalah 5 (lima)

besar saham yang termasuk kategori LQ45. LQ45 adalah

likuiditas empat puluh lima buah perusahaan yang dianggap

memiliki tingkat likuiditas yang baik dan sesuai dengan

pengharapan pasar modal.

16

Growth stock adalah saham-saham yang diharapkan

memberikan pertumbuhan laba yang lebih tinggi dari rata-rata

saham-saham lain dan karenanya mempunyai PER yang tinggi.

c) Defensive Stock (Saham – saham defensif)

Defensive stock adalah saham yang cenderung lebih stabil dalam

masa resesi atau perekonomian yang tidak menentu berkaitan

dengan deviden, pendapatan, dan kinerja pasar.

d) Cyclical Stock

Cyclical stock adalah sekuritas yang cenderung naik nilainya

secara cepat saat ekonomi semarak dan jatuh juga secara cepat

saat ekonomi lesu.

e) Seasonal Stock

Seasonal stock adalah perusahaan yang penjualannya bervariasi

karena dampak musiman, misalnya cuaca dan liburan.

f) Speculative Stock

Speculative stock adalah saham yang kondisinya memiliki

tingkat spekulasi yang tinggi, yang kemungkinan tingkat

pengembalian hasilnya rendah atau negatif. Biasanya dipakai

untuk membeli saham pada perusahaan pengeboran minyak.

17

Preferred Stock (Saham Istimewa) adalah suatu surat berharga

yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal

(rupiah, dolar, yen,dan sebagainya) dimana pemegangnya akan

memperoleh pendapatan tetap dalam bentuk dividen yang akan

diterima setiap kuartal (tiga bulanan) (Fahmi 2015: 67).

Menurut Samsul (2015: 59), saham preferen merupakan jenis

saham yang memiliki hak terlebih dahulu untuk menerima laba dan

memiliki laba kumulatif. Hak kumulatif merupakan hak laba yang

tidak didapat pada satu tahun yang mengalami kerugian, tetapi akan

dibayar pada tahun yang mengalami keuntungan. Pemegang saham

preferen akan menerima laba sebanyak dua kali. Ketika perusahaan

mengalami kebangkrutan, pemegang saham biasa yang akan

menderita.

c. Manfaat Kepemilikan Saham

Bagi pihak yang memiliki saham akan memperoleh beberapa

keuntungan sebagai bentuk kewajiban yang harus diterima, yaitu

(Fahmi 2015: 73):

1) Memperoleh deviden yang akan diberikan pada setiap akhir tahun.

2) Memperoleh capital gain, yaitu keuntungan pada saat saham yang

dimiliki tersebut dijual kembali pada harga yang lebih mahal.

3) Memiliki hak suara bagi pemegang saham jenis common stock

(saham biasa), seperti Rapat Umum Pemegang Saham dan Rapat

18

4) Ketika pengambilan kredit ke perbankan, jumlah kepemilikan

saham yang dimiliki dapat dijadikan sebagai salah satu pendukung

jaminan atau jaminan tambahan, tujuannya untuk membuat lebih

yakin pihak penilai kredit dalam melihat kemampuan calon debitur.

5. Harga Saham

a. Pengertian Harga Saham

Menurut Undang-Undang No 8 tahun 1995 tentang pasar modal,

harga saham adalah penerimaan besarnya pengorbanan yang dilakukan

oleh setiap investor untuk penyertaan dalam perusahaan.

Menurut Hartono (2008: 167), harga saham adalah harga suatu

saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan

oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran

saham yang bersangkutan di pasar modal.

b. Jenis-Jenis Harga Saham

Menurut Widoatmojo (2005: 54), jenis-jenis harga saham adalah

sebagai berikut:

1) Harga Nominal

Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan

oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.

Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena

dividen minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.

19

Harga pada waktu harga saham dicatat di bursa efek. Harga

pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi

(underwrite) dan emten.

3) Harga Pasar

Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan

investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatat

dibursa. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau

media lain adalah harga pasar.

4) Harga Pembukaan

Harga pembukuan adalah harga yang diminta oleh penjual

atau pembeli pada saat jam bursa dibuka. Bisa saja terjadi pada saat

dimulainya hari bursa itu sudah terjadi transaksi atas suatu saham,

dan harga sesuai dengan yang diminta oleh penjual dan pembeli.

Harga pembukuan bisa menjadi harga pasar, begitu juga sebaliknya

harga pasar mungkin juga akan menjadi harga pembukuan.

5) Harga Penutupan

Harga penutupan adalah harga yang diminta oleh penjual

atau pembeli pada saat akhir dari bursa. Pada keadaan demikian,

bisa saja terjadi pada saat akhir hari bursa tiba-tiba terjadi transaksi

atas suatu saham, karena ada kesepakatan antar penjual dan

pembeli. Kalau ini yang terjadi maka harga penutupan itu telah

menjadi harga pasar. Namun demikian, harga ini tetap menjadi

20

6) Harga Tertinggi

Harga tertinggi suatu saham adalah harga yang paling tinggi

yang terjadi pada hari bursa. Harga ini dapat terjadi transaksi atas

suatu saham lebih dari satu kali tidak pada harga yang sama.

7) Harga Terendah

Harga terendah suatu saham adalah harga yang paling rendah

yang terjadi pada hari bursa. Harga ini dapat terjadi apabila terjadi

transaksi atas suatu saham lebih dari satu kali tidak pada harga

yang sama.

8) Harga Rata-Rata

Harga rata-rata merupakan perataan dari harga tertinggi dan

terendah.

c. Faktor Penentu Harga Saham

Beberapa kondisi dan situasi yang menentukan suatu saham itu

akan mengalami fluktuasi, yaitu (Fahmi 2015: 74):

1) Kondisi mikro dan makro ekonomi.

2) Kebijakan perusahaan dalam memutuskan untuk ekspansi

(perluasan usaha).

3) Pergantian direksi secara tiba-tiba.

4) Adanya direksi atau pihak komisaris perusahaan yang terlibat

tindak pidana dan kasusnya sudah masuk ke pengadilan.

5) Kinerja perusahaan yang terus mengalami penurunan dalam setiap

21

6) Risiko sistematis, yaitu suatu bentuk risiko yang terjadi secara

menyeluruh an telah ikut menyebabkan perusahaan ikut terlibat.

7) Efek dari psikologi pasar yang ternyata mampu menekan kondisi

teknikal jual beli saham.

Menurut Samsul (2015: 210), faktor-faktor yang mempengaruhi

harga saham yaitu berasal dari makro ekonomi dan mikro ekonomi,

yang dimaksud dengan faktor mikro ekonomi adalah faktor yang

mempengaruhi harga saham suatu perusahaan berasal dari dalam

perusahaan itu sendiri. Faktor-faktor mikro ekonomi yaitu laba per

lembar saham, laba usaha per saham, nilai buku per saham, rasio

ekuitas terhadap utang, ratio laba bersih terhadap ekuitas, dan cash flow

per saham. Faktor makro ekonomi merupakan faktor yang berada diluar

perusahaan tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau

penurunan kinerja perusahaan atau kinerja saham baik secara langsung

maupun tidak langsung, yang termasuk faktor makro ekonomi yaitu:

1) Tingkat bunga umum

Kenaikan tingkat bunga pinjaman sangat berdampak negatif bagi

setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan

menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih berarti penurunan

laba per lembar saham dan akhirnya akan berakibat pada turunnya

harga saham dipasar saham. Begitu juga sebaliknya, penurunan

tingkat bunga pinjaman atau deposito akan menaikkan harga saham

22

2) Inflasi

Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap

harga saham tergantung dari derajat inflasi. Inflasi yang tinggi akan

merugikan perekonomian secara keseluruhan. Hal ini berarti inflasi

yang tinggi akan menjatuhkan harga saham. Inflasi yang rendah

akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang sangat lambat,

yang pada akhirnya mengakibatkan harga saham bergerak secara

lambat pula.

3) Perpajakan

Kenaikan pajak penghasilan badan usaha akan memberatkan

perusahaan dan mengurangi laba bersih yang pada akhirnya dapat

menurunkan harga saham dan kinerja perusahaan.

4) Kebijakan pemerintah

Kebijakan-kebijakan khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah

berpengaruh positif atau negatif pada perusahaan tertentu yang

terkait dengan kebijakan tersebut.

5) Kurs valuta asing

Perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang

berbeda terhadap jenis saham. Artinya suatu saham dapat terkena

dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif.

6) Bunga luar negeri

Perubahan tingkat bunga uang dikeluarkan oleh FED (Federal

23

karena pada umumnya emiten yang mempunyai pinjaman dalam

valuta asing dibebani bunga yang berpedoman pada SIBOR

(Singapore Interbank Offered Rate) atau LIBOR (London

Interbank Offered Rate) atau prime rate US di Amerika Serikat.

7) Ekonomi internasional

Bagi perusahaan yang melakukan perdagangan internasional atau

kegiatan ekspor impor, kondisi negara counterpart (negara tujuan

ekspor atau negara asal impor) sangat berpengaruh terhadap kinerja

emiten di masa depan, untuk mengatahui kemajuan dan

kemunduran ekonomi negara counterpart secara umum, salah

satunya tercermin dalam perubahan indeks harga saham gabungan

perusahaan yang tercatat pada bursa efek negara counterpart.

8) Siklus ekonomi

Siklus ekonomi memiliki pengaruh terhadap harga saham untuk

masa yang panjang lebih dari lima tahun. Selama masa ekonomi

yang sedang bertumbuh, jenis saham yang mengalami kenaikan

adalah saham yang berasal dari emiten yang memproduksi

barang-barang tahan lama. Sebaliknya dalam siklus ekonomi yang

menurun, jenis saham yang harganya stabil atau bahkan megalami

kenaikan adalah saham yang berasal dari emiten yang

menghasilkan barang-barang yang tidak tahan lama.

24

Ketika jumlah yang beredar meningkat, maka tingkat bunga akan

menurun dan harga saham akan meningkat.

6. Indeks LQ 45

Indeks harga saham adalah harga saham yang dinyatakan dalam

angka indeks (Samsul 2015: 131). Indeks harga saham tersebut merupakan

catatan terhadap perubahan-perubahan maupun pergerakan saham sejak

mulai pertama kali beredar sampai pada suatu saat tertentu (Sunariyah

2011: 135).

Saham LQ 45 adalah kelompok saham yang terdiri atas 45 emiten

dengan likuiditas tinggi, yang telah diseleksi dengan beberapa kriteria

tertentu. Selain itu pengelompokan saham-saham juga mempertimbangkan

kapitalisasi pasar. Saham-saham yang masuk dalam kelompok LQ45 akan

dilakukan perubahan dan dieveluasi setiap enam bulan sekali yaitu pada

awal bulan Februari dan Agustus (Sunariyah 2011: 140). Menurut Fahmi

(2015:45), Beberapa kriteria pasar untuk masuk dalam kelompok saham

LQ45 antara lain:

1. Selama 12 bulan terakhir, rata-rata transaksi sahamnya masuk dalam

60 saham terbesar di pasar regular.

2. Selama 12 bulan terakhir, rata-rata nilai kapitalisasi pasarnya masuk

dalam urutan 60 terbesar di pasar regular.

3. Telah tercatat di BEI paling tidak selama 3 bulan.

Indeks LQ45 pertama kali diluncurkan pada tanggal 24 Februari

25

100. Selanjutnya bursa efek secara rutin memantau perkembangan kinerja

masing-masing ke-45 saham yang masuk dalam perhitungan Indeks LQ45

(Tandelilin 2010: 87).

7. Kerangka Konseptual dan Perumusan Hipotesis a. Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham

Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif

tergantung derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang berlebihan dapat

merugikan perekonomian secara keseluruhan, dalam arti banyak

perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan. Hal ini berarti, inflasi

yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar. Inflasi yang

sangat rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi yang sangat

lamban, yang pada akhirnya mengakibatkan harga saham bergerak

secara lamban pula(Samsul 2015: 211).

Peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi

pemodal di pasar modal. Infasi meningkatkan pendapatan dan biaya

perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari

peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka

profitabilitas perusahaan akan turun. Apabila profitabilitas perusahaan

menurun akan mempengaruhi kebijakan pemberian deviden, yang

akan mempengaruhi keinginan investor untuk berinvestasi saham.

Ketika permintaan akan suatu saham menurun maka akan

26

Menurut penelitian Purnawati dan Werastuti (2013) dan

Raharjo (2009) menyatakan inflasi mempunyai pengaruh yang positif

terhadap harga saham. Taufiq dan Kefi (2015) menyatakan inflasi

berpengaruh negatif terhadap harga saham. Amperaningrum dan

Agung (2011) menyatakan bahwa hubungan inflasi terhadap harga

saham berpengaruh negatif. Firdiana (2016) menyatakan inflasi

berpengaruh negatif terhadap harga saham.

Berdasarkan uraian dan penelitian terdahulu yang telah

dikemukakan, maka dirumuskan hipotesis 1 sebagai berikut:

Ho1: Inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham. Ha1: Inflasi berpengaruh terhadap harga saham.

b. Pengaruh BI rate terhadap Harga Saham

Menurut teori investasi pengikut keynes menekankan bahwa

tingkat bunga bukan merupakan variabel kritis dalam menentukan

permintaan investasi. Menurut mereka yang menjadi variabel kritis

adalah variabel yang menentukan keuntungan yang diharapkan, dan

dikenal sebagai “Marginal Efficiency of Investment”. Mereka berpendapat bahwa permintaan investasi inelastik terhadap tingkat

bunga. Hal ini berarti bahwa perubahan tingkat bunga membawa

pengaruh kecil pada permintaan investasi (Iswardono 1996: 232).

Kenaikan tingkat bunga pinjaman sangat berdampak negatif

bagi emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan

27

per saham dan akhirnya akan berakibat turunnya harga saham di pasar.

Disisi lain naiknya tingkat bunga deposito akan mendorong investor

untuk menjual saham kemudian menabung dalam deposito. Penjualan

saham besar-besaran akan menjatuhkan harga saham di pasar. Oleh

karena itu kenaikan tingkat/suku bunga pinjaman ataupun tingkat

bunga deposito berdampak turunnya harga saham. Sebaliknya,

penurunan tingkat bunga pinjaman maupun tingkat bunga deposito

akan menaikkan harga saham di pasar. Penurunan tingkat bunga

pinjaman akan meningkatkan laba bersih per saham sehingga

mendorong harga saham meningkat. Penurunan tingkat bunga

deposito akan mendorong investor beralih investasi dari produk

Dokumen terkait