• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Inflasi

2.3.1 Pengertian Inflasi

Inflasi (inflation) adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus. Venieris dan Sebold (1978) dalam Nanga (2005:241) mendefenisikan inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu (a sustained tendency for the general level of prices to raise over time). Berdasarkan defenisi tersebut, kenaikan tingkat harga umum (general price level) yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi.

Dari pengertian tersebut diatas, terdapat tiga hal penting yang ditekankan, yaitu:

1) Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat.

2) Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya.

3) Bahwa tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum.

2.3.2 Cara Menghitung Laju Inflasi

Secara umum, dikenal tiga cara yang digunakan untuk menghitung laju inflasi, yaitu:

1. Indeks Harga Konsumen (Consumen Price Index atau CPI )

Adalah suatu indeks harga yang mengukur biaya sekelompok barang-barang dan jasa-jasa di pasar, termasuk harga-harga makanan, pakaian, perumahan, transportasi, perawatan kesehatan, pendidikan, dan komoditi lain yang yang dibeli untuk untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Dalam indeks harga konsumen, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot tetap yang proporsional terhadap kepentingan relatif dalam anggaran pengeluaran konsumen.

Adapun rumus untuk menghitung IHK adalah:

� =

Dimana:

Pn = Harga sekarang

Po = Harga pada tahun dasar

Sehingga rumus untuk menghitung laju inflasi adalah:

� =

� − �

� %

Dimana:

IHKn = Indeks Harga Konsumen periode ini IHKo = Indeks Harga Konsumen periode lalu

2. Indeks Harga Produsen (Producer Price Index atau PPI) adalah suatu indeks dari harga bahan-bahan baku (raw materials), produk antara (intermediate

products), dan peralatan, modal dan mesin yang dibeli oleh sektor bisnis atau perusahaan. Jadi, PPI hanya mencakup bahan baku dan barang antara atau setengah jadi saja, sementara barang-barang jadi tidak dimasukkan dalam perhitungan.

3. GNP Deflator adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP riil dikalikan dengan 100. GNP riil adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan di dalam perekonomian, yang diperoleh ketika output di nilai dengan menggunakan tahun dasar (based year). Oleh karena itu, GNP riil juga sering disebut GNP berdasarkan harga tahun dasar (GNP at based year price). Sedangkan GNP nominal adalah GNP yang dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku (GNP at current market price). Adapun rumus untuk menghitung GNP Deflator adalah

�� � = �� �� ��

2.3.3 Macam-macam Inflasi

Ada beberapa macam inflasi yang dapat terjadi dalam perekonomian, tergantung pada tujuan apa yang ingin dicapai. Macam-macam inflasi tersebut antara lain:

1. Ditinjau dari parah tidaknya inflasi

Dalam pengelompokan ini yang perlu diperhatikan adalah berapa besarnya inflasi dalam suatu periode.

b. Inflasi Sedang : Inflasi yang besarnya 10 – 30 % per tahun c. Inflasi Berat : Inflasi yang besarnya >30 – 100 % per tahun d. Hiperinflation : Inflasi yang besarnya > 100 % per tahun 2. Ditinjau dari sumber atau sebab musabab inflasi

a. Demand Pull Inflation

Inflasi ini timbul karena permintaan dalam negeri (baik masyarakat maupun pemerintah) akan berbagai barang sangat kuat dan besar serta melebihi keluaran (output) yang ada dalam perekonomian tersebut.

Gambar 2.1 Demand Pull Inflation b. Cost Push Inflation

Pada jenis inflasi ini, kenaikan harga terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi (cost push inflation), atau dapat pula karena kenaikan buruh menuntut kenaikan upah (wage push inflation).

Gambar 2.2 Cost Push Inflation 3. Ditinjau dari asal inflasi

a. Domestic Inflation

Inflasi ini terjadi karena kenaikan harga akibat adanya kondisi “shock” (kejutan) di dalam negeri baik karena perilaku masyarakat maupun pemerintah yang mengakibatkan kenaikan harga.

b. Imported Inflation

Kenaikan harga-harga umum saja tidak dipengaruhi oleh harga dalam negeri, tetapi juga oleh harga-harga luar negeri yang tercermin pada harga barang-barang impor. Dengan demikian kenaikan indeks harga luar negeri akan mengakibatkan kenaikan indeks harga umum dan dengan sendirinya akan mempengaruhi laju inflasi.

Q Q E E P P S S D

2.3.4 Teori-teori Terjadinya Inflasi

Ada 3 kelompok yang mengemukakan teori inflasi, masing-masing menyoroti aspek – aspek tertentu dari proses terjadinya inflasi. Adapun teori terjadinya proses inflasi adalah:

1) Teori Kuantitas

Teori ini menerangkan penyebab proses terjadinya inflasi yang melanda sebuah perekonomian. Pendapat teori kuantitas (teori kaum klasik) ini menyatakan bahwa proses terjadinya inflasi disebabkan oleh:

a) Volume Uang Yang Beredar

Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar dalam masyarakat (uang giral dan uang kartal). Penambahan jumlah uang yang beredar ini merupakan sumber utama penyebab inflasi, karena volume uang beredar lebih besar dari kesanggupan output untuk menyerapnya (volume uang lebih besar dari pendapatan nasional). Bila jumlah uang beredar tidak ditambah (dikurangi), maka inflasi akan berhenti secara otomatis apapun penyebab kenaikan harga-harga dalam perekonomian tersebut.

Bila masyarakat mengharapkan harga-harga naik di masa yang datang, maka penambahan uang yang beredar akan sepenuhnya diwujudkan dalam permintaan efektif di pasar. Sehingga dengan laju volume uang yang beredar diikuti dengan kenaikan permintaan barang-barang akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga atau inflasi.

2) Teori Keynes

Keynes menyoroti faktor inflasi melalui pendekatan teori ekonomi makro nya. Menurut teori yang dikeluarkan Keynes, inflasi akan terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan pendapatannya. Terjadinya inflasi melalui proses, ada sekelompok masyarakat yang ingin bersaing untuk merebut pendapatan nasional yang lebih besar daripada kemampuan kelompok ini untuk mendapatkan pendapatan nasional. Proses perebutan ini akhirnya diwujudkan dalam permintaan efektif, sehingga menyebabkan permintaan masyarakat akan barang-barang lebih besar dari barang-barang yang sanggup disediakan oleh kapasitas yang tersedia (pendapatan nasional). Hal ini akan menimbulkan inflasionary gaps yang timbul akibat golongan masyarakat yang berhasil merebut bagian pendapatan nasional (yang lebih besar) secara nyata diwujudkan dalam permintaan di pasar barang-barang. Dengan demikian akan menyebabkan naiknya harga-harga, sehingga timbullah inflasi.

3. Teori Strukturalis

Teori inflasi ini dikembangkan dari struktur perekonomian negara-negara berkembang, khususnya Amerika Latin. Inflasi dikaitkan dengan faktor struktur

perekonomian, dimana faktor struktur perekonomian hanya berubah secara bertahap dan dalam jangka panjang, sehingga inflasi ini disebut sebagai inflasi jangka panjang.

2.3.5 Dampak Inflasi

Inflasi yang terjadi di dalam suatu perekonomian memiliki beberapa dampak atau akibat sebagai berikut:

1) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat, dan inilah yang disebut efek redistribusi dari inflasi (redistribution effect of inflation).

2) Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi (economic efficiency). Hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat menglihkan sumberdaya dari investasi yang produktif (productive investment) ke investasi yang tidak produktif (unproductive investment) sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini yang disebut “efficiency effect of inflation”.

3) Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam output dan kesempatan kerja (employment), dengan cara yang lebih langsung yaitu dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini yang disebut “output and employment effect of inflation”.

4) Inflasi dapat menyebabkan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable environment) bagi keputusan ekonomi. Jadi sekiranya konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi di masa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang-barang dan jasa-jasa

secara besar-besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan bank atau lembaga peminjaman lainnya, jika sekiranya mereka menduga bahwa tingkat inflasi akan naik di masa mendatang, maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan (losses of real income and wealth) (Bradley, 1985 dalam Nanga, 2005).

2.3.6 Kebijakan Mengatasi Inflasi

Kebijakan menanggulangi inflasi berkaitan erat dengan berbagai pendapat mengenai teori inflasi. Dengan menggunakan persamaan Irving Fisher MV = PT, dapat dijelaskan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat daripada T, sehingga P naik. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya inflasi, maka focus perhatian harus ditujukan kepada tida variabel ini. Cara mengatur variabel M, V, dan T tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kebijaksanaan moneter, fiskal dan kebijaksanaan yang menyangkut kenaikan produksi (non moneter).

a. Kebijaksanaan Moneter, meliputi: 1) Politik Diskonto (Discount Policy)

2) Politik Pasar Terbuka (Open Market Policy) 3) Pengawasan Kredit Selektif

4) Politik Persediaan Kas (Cash Ratio Policy) b. Kebijakan Fiskal, meliputi:

1) Pengaturan Pengeluaran Pemerintah (APBN) 2) Peningkatan Tarif / Pajak

c. Kebijakan Non Moneter, meliputi: 1) Peningkatan Produksi

2) Kebijakan Upah 3) Pengawasan Harga

Dokumen terkait