• Tidak ada hasil yang ditemukan

INFORM ASI KEUANGAN

Dalam dokumen T2 932012004 Full text (Halaman 34-58)

3. M ETODE PENELITIAN

4.2 INFORM ASI KEUANGAN

4.2.1 Relevansi Informasi Keuangan

Hasil penelitian menyebutkan bahwa tidak semua UKM mempunyai laporan keuangan. Bagi UKM yang mempunyai laporan keuangan, BPR menggunakan informasi yang ada dalam laporan keuangan tersebut untuk pengambilan keputusan. Kebanyakan dari UKM hanya mencatat jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan, jumlah barang yang dibeli dan dijual, dan jumlah piutang atau utang. Namun, pencatatan itu hanya sebatas pengingat saja dan tidak dengan format yang dibutuhkan pihak bank. Hal ini menunjukkan sebagian besar UKM melakukan pencatatan berdasarkan cash basis. BPR melakukan wawancara langsung kepada pihak UKM untuk mendapatkan informasi keuangan dari UKM. BPR akan

sesuai dengan format masing-masing bank, karena apabila tanpa catatan atau bukti-bukti yang dikumpulkan maka akan kesulitan membuat laporan keuangan berdasarkan

cash basis.

BPR mengakui bahwa informasi keuangan UKM sangat berguna untuk memprediksi arus kas UKM di masa depan. Beberapa jawaban narasumber ketika diwawancarai adalah seperti dibawah ini:

“Dibandingkan dengan tahun yang lalu, ada istilahnya laba

ruginya itu ada peningkatan atau penurunan. Dari situ kita bisa membaca untuk naik turunnya transaksi ya. Kalau aku menggambarkan itu perkembangan usahanya kan kalau dari laporan keuangannya kan kita membaca dari angka-angkanya kan, nah dari angka-angkanya itu dari tahun yang lalu dengan tahun yang sekarang itu perkembangannya gimana. Dasarnya kan itu. Trus, kemudian kalau yang untuk prediksi tahun depan kan kita jelas tidak bisa memprediksikan secara pasti. Semuanya kan tetap cuma dikira-kira sebagaimana kita membuat anggaran, kita pun nggak bisa mmprediksikan untuk kedepannya mesti segini, cuma usaha untuk pencapaian itu kan ada. Jadi kalau dari calon nasabah, kita prediksikan untuk kedepannya kita lihat dari arus transaksi keuangannya. Kalau dasarnya di tempat kita selain dari laporan kan transaksi dari buku tabungan. Kan kita bisa membaca

alurnya untuk transaksi usahanya UKM bagaimana.”

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa informasi keuangan berguna untuk memprediksi arus kas di masa depan dengan cara membandingkan informasi keuangan UKM dengan tahun yang lalu apakah laba atau rugi mengalami peningkatan atau penurunan. Pernyataan diatas didukung juga dengan pernyataan narasumber berikut ini:

“Dari UKM kita tau nanti dilihat dari neracanya dulu, sehingga

kelihatan oh ternyata itu berkembang atau tidak, sehingga kita nanti bisa membuat grafiknya, disitu dapat dilihat grafik-grafik itu kadang kala ada yang naik ada yang turun. Nanti kalau memang ada yang naik brarti bisa

BPR dapat membuat grafik untuk melihat pertumbuhan usaha UKM sehingga dapat memprediksi cash

f low di masa depan. Di sisi lain ada BPR yang menganggap

informasi keuangan belum tentu dapat digunakan untuk memprediksi arus kas di masa depan, seperti yang diungkapkan salah satu narasumber yang menyatakan bahwa:

“Kalau usahanya itu memang selalu dicari orang, itu cash flownya

akan tetap masuk terus, kelontong itu pasti, warung makan, usaha kayu. Yang aku pakai acuan dari pertanyaan itu ya kelangsungan usahanya,

ini usahanya ga akan mati lah, nggak bakal tutup.”

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa BPR menganggap informasi keuangan belum tentu berguna untuk memprediksi arus kas di masa depan disebabkan karena BPR tersebut lebih fokus pada keberlangsungan usaha UKM. BPR lebih fokus melihat apakah jenis usaha yang dijalankan UKM tersebut diminati oleh masyarakat atau tidak. Jika jenis usaha tersebut diminati masyarakat maka dapat dipastikan UKM dapat berlangsung lama (survive).

Berkaitan dengan penyajian informasi keuangan yang menunjukkan kondisi UKM saat ini pada saat mengajukan kredit, BPR menyatakan bahwa informasi keuangan UKM harus merupakan informasi keuangan tiga (3) bulan terakhir sebelum pengajuan kredit. Beberapa jawaban narasumber ketika diwawancarai adalah seperti dibawah ini:

“Laporan itu kan bisa dideteksi dan betul-betul baru, betul-betul valid, kalau dia nggak valid nggak mungkin dilaporkan. Kalau di dalam

UKM kebanyakan kan ada ketuanya, dari UKM mesti dia biasanya jujur. Dia tidak akan menutup-nutupi dari usahanya dia. Sehingga 3 bulan dia otomatis berkembang berkembang terus, sehingga kalau kami pakai 3

bulan aja.”

“Kita kan kalau meminta data laporan keuangan kalau untuk

nasabah kan 3 bulan terakhir. Dari rekening koran, dari rekening tabungan, terus dari transaksi atau faktur-faktur, kwitansi-kwitansi

penjualannya kan kita minta 3 bulan terakhir. Kan updatenya disitu.” “Laporan harus merupakan yang terupdate karena nanti itu akan jadi tombak atau putusan kredit, tapi bank harus jeli itu bener laporan nggak? Kadang ada yang direkayasa, harus dicocokkan dengan alur itu kemana, sinkron nggak dengan alur kas di tabungan. Nah itu yang paling penting. Bisa dilihat juga dengan stok barang. Kalo laporannya bagus,

tapi barangnya gak ada kan itu brarti mengada-ada.”

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa untuk memastikan informasi keuangan yang disajikan tersebut merupakan laporan terkini (update), BPR membuat laporan sendiri berdasarkan hasil survei ke lokasi usaha UKM. BPR sangat menekankan prinsip kehati-hatian atau kejelian dalam menganalisis laporan keuangan UKM, apakah informasi keuangan tersebut benar-benar sesuai dengan keadaan sebenarnya atau tidak. BPR melakukan pengecekan silang terhadap nilai persediaan barang yang terdapat di gudang UKM dengan informasi keuangan yang diperoleh BPR.

BPR menyatakan bahwa informasi keuangan UKM sangat mempengaruhi keputusan kredit. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa narasumber sebagai be rikut:

“Laporan keuangan untuk membuktikan usahanya bener-bener jalan, nggak bohong. Dan bagi dia sebetulnya laporan keuangan ini kan alat control dia. Kalau posisinya begini, kapan harus nambah stok,

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa informasi keuangan UKM digunakan untuk membuktikan bahwa usaha yang dijalankan berjalan baik. Selain itu informasi tersebut merupakan alat kontrol untuk UKM. Dengan melihat informasi keuangan UKM, BPR dapat melihat kemampuan bayar nasabah, sehingga informasi keuangan tersebut turut mempengaruhi keputusan BPR untuk memberikan kredit atau tidak. Seperti yang diungkapkan narasumber berikut ini:

“Lewat laporan keuangan akan muncul kemampuan bayar nasabah”

“Otomatis dilihat cash flow hariannya gimana, dia ada neraca

kecilnya sehingga kalau ada kredit bisa dicairkan.”

“Dilihat dari hasil perkembangannya laporan keuangannya itu

bagus kan otomatis usahanya masih jalan dan masih bonafit. Tapi kalau laporan keuangannya jelek kan usahanya mengalami penurunan. Laporan keuangan yang umum, dari usaha-usaha yang kita danai kebanyakan mereka ga punya laporan keuangan secara baku, makanya kita cuma lihat dari slip-slip transaksi dia sama buku tabungannya dia. Kan biasanya mreka kan pembukuannya sederhana, sekarang masuk penjualan ini, penjualan segini, kita kroscekkan aja omsetnya bulan ini

sama bulan kemarin, kan kelihatan.”

BPR menyatakan bahwa informasi keuangan berguna untuk mengevaluasi keadaan UKM di masa lalu. Seperti yang diungkapkan narasumber berikut ini:

“Laporan keuangan bisa jadi digunakan untuk mengevaluasi

keadaan di masa lalu, karena merupakan flash back kebelakang naik

turunnya usaha.”

“UKM biasanya memberi laporan, biasanya kalau kami survei dia

dimintai laporan 3 bulan kebelakang, jadi misalnya untuk desember kita minta okt nov des. nah itulah yang digunakan untuk survei. Itu nanti trus diambil rata-rata, oh ternyata UKM memang betul-betul berjalan atau

tidak, kan kelihatan gitu. Biasanya ada perbandingan. Kalau hanya 1-2

bulan kami nggak berani. Minimal 3 bulan.”

“Iya jelas, dari situ terekam semua transaksi-transaksinya, jadi kita mudah mengambil keputusannya, o transaksi tahun kemarin segini, transaksi bulan kemarin segini, kan tinggal jumlahkan, kita membuatnya kita terjemahkan sendiri, dari transaksi tabungan kita rekap sendiri setiap bulannya. Lalu kalau dari para pengusaha kan gak sampai pemikiran

sampe situ, kalo kita kan merekap satu per satu, lalu dibandingkan aja.”

Untuk mengetahui naik turunnya usaha yang dijalankan UKM, ada juga narasumber yang membandingkan informasi keuangan selama 1 atau 2 tahun sebelumnya. Selain itu salah satu BPR menyatakan bahwa ada UKM yang membuat evaluasi tentang usahanya sehingga ada perbandingan yang dapat dilihat BPR melalui evaluasi tersebut. Bagi nasabah yang tidak punya laporan keuangan, untuk nasabah baru, BPR mencari informasi tentang masa lalu UKM yang bersangkutan dengan melakukan wawancara ke supplier, kolega, rekan bisnis, maupun lingkungan sekitar UKM untuk mencari tahu sejarah usaha UKM yang bersangkutan. Untuk nasabah lama, BPR lebih mudah untuk mengevaluasi keadaan di masa lalu dengan melihat perkembangan usaha UKM dan apakah ada penambahan aset. Selain itu BPR juga menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki petugas BPR selama ini untuk menjadi lebih peka supaya bisa memutuskan apakah nanti proses pemberian kredit ini berakhir dengan baik.

Informasi keuangan juga sangat membantu BPR untuk memahami keadaan UKM di masa sekarang, seperti yang diungkapan narasumber sebagai berikut:

“Karena kita tau dari keuangan itu, sehingga perputarannya kelihatan, dilihat dari usahanya dari cash flownya kan kelihatan maju

dan tidaknya usaha.”

“Ya dari beberapa bulan transaksi itu kita simpulkan, o sekarang

kondisi usahanya gini.”

Dari pernyataan di atas, dengan melihat perputaran usaha dan cash f low UKM, bisa dilihat apakah UKM tersebut dapat mempertahankan usaha yang dijalankan dan mampu bersaing dengan usaha yang lainnya atau tidak. BPR mengakui informasi tersebut juga sangat membantu BPR untuk memperkirakan kejadian-kejadian seperti apa yang akan terjadi di masa mendatang. Seperti yang diungkapkan oleh narasumber sebagai berikut:

“Bisa juga ya atau tidak, kalau ya memang kan lihat perputaran

itu, kalau tidak, kan ada mungkin UKM selama ini banyak yang jujur tapi kan lihat dari ketuanya, tapi kalau UKM yang kecil-kecil kadang kala tidak jujur dalam laporannya, karena apa? Dia kadang kala kan nggak bisa membuat pembukuannya dari membuat neraca dll kan nggak bisa. Kalau

dia sudah ada pembukuannya lebih enak itu.”

“Itu nanti akan muncul prediksi-prediksi di kemudian hari, kira-kira bisa bayar gak nanti, tentang jangka waktu yang dia ajukan ke

bank.”

“Untuk masa depan kan kalau secara mikro nggak bisa secara

teoritis, akhirnya kita kadang feeling aja. Nggak bisa kita menentukan secara pasti. Kadang yang kita tentukan pasti, ditengah jalan ada

apa-apa.”

Untuk memperkirakan kejadian di masa mendatang, BPR melihat perputaran usaha UKM, menanyakan tujuan

penggunaan dana pinjaman yang diajukan, dan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki petugas BPR selama ini untuk menjadi lebih peka supaya bisa memprediksi kejadian-kejadian di masa mendatang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa informasi keuangan yang diterima dari UKM relevan bagi BPR dalam pengambilan keputusan kredit. Informasi keuangan UKM digunakan untuk memprediksi keadaan UKM secara menyeluruh. Dalam hal ini yang dimaksudkan relevan adalah informasi keuangan sangat mempengaruhi pengambilan keputusan kredit UKM. Letak pengaruhnya ditunjukkan dalam analisis capital dan capacity yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Capital

Analisis modal (capital) bertujuan untuk mengukur kemampuan pemohon dalam menyediakan modal sendiri, yang mencakup: besar dan komponen modal, perkembangan laba usaha, angka rasio perbandingan antara utang dengan modal sendiri. Analisis yang dilakukan sebagai berikut:

a) Modal

Untuk mengetahui besarnya nilai modal, BPR membuat neraca sederhana. Bagi UKM yang sudah membuat laporan keuangan maka harus melampirkan laporan keuangan tersebut dan juga menyalin ke dalam formulir permohonan kredit

UKM yang tidak membuat laporan keuangan maka BPR menghitung sendiri dari hasil wawancara di lapangan dan dicatat dalam formulir permohonan kredit. Informasi keuangan yang dibutuhkan meliputi informasi harta atau kekayaan berupa kas, tabungan atau deposito, barang dagangan, piutang dagang, sawah atau pekarangan, bangunan, kendaraan, dan modal (investasi) serta hutang/kewajiban (hutang bank, hutang dagang, hutang lain-lain (koperasi/PKK/lainnya).

b) Laba usaha

Untuk mengetahui perkembangan laba usaha, informasi yang diperoleh dari UKM berupa informasi penerimaan dan pengeluaran. Sehingga dengan membandingkan penerimaan dan pengeluaran UKM, BPR dapat menilai laba rugi yang diperoleh karena sebagian besar UKM menggunakan cash basis. BPR membandingkan informasi keuangan UKM dengan tahun yang lalu apakah laba usaha mengalami peningkatan atau penurunan dengan membuat tren yang sangat berguna untuk menggambarkan informasi keuangan di masa yang akan datang. c) Rasio

Rasio yang dipakai BPR dalam penelitian ini antara lain Repayment capacity dan collateral. BPR tidak memperhitungkan rasio-rasio seperti yang

keuangan UKM tidak memenuhi syarat untuk perhitungan rasio. Pencatatan yang dilakukan UKM hanya sederhana mencakup harga beli, harga jual, kemudian diperoleh keuntungan. Sebagian besar BPR hanya menggunakan analisa cash f low. Analisa arus kas dinilai sangat penting karena kemampuan membayar nasabah bukan dari modal yang dimiliki atau besarnya laba yang akan diperoleh, tetapi dari kondisi kas yang ada. Sisa kas bersih juga menunjukkan besarnya angsuran yang mampu dibayar oleh nasabah. Dalam lingkup BPR, apabila penerapannya terlalu detail maka BPR akan kesulitan dalam mencari nasabah karena BPR akan dianggap mempersulit pengajuan kredit.

2. Capacity

Analisis kemampuan (capacity) dilakukan dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan mengembalikan kredit dari usaha yang dibiayai. Untuk mengukur tingkat kemampuan mengembalikan kredit, seluruh BPR melakukan analisis terhadap informasi keuangan UKM, yaitu dengan menghitung:

Penghasilan bersih (C):

Total pendapatan rata-rata tiap bulan – pengeluaran rata-rata tiap bulan

Kemampuan angsuran tiap bulan:

Plafond Kredit:

Taksiran Harga Pasar collateral (THP) x Collateral Coverage (CC)

*THP kendaraan 60%

*THP Sertifikat tanah 60-80% Angsuran:

Plafond kredit / jangka waktu = xxx Plafond kredit x bunga = xxx +

xxx

Misalnya penghasilan bersih UKM sebesar Rp 1.240.000,- maka:

Kemampuan angsuran tiap bulan:

Debit Service Ratio (DSR) x penghasilan bersih (C) 30% x Rp 1.240.000,-

Rp 372.000,-

Apabila diketahui Taksiran Harga Pasar jaminan sebesar Rp 7.500.000,- maka:

Plafond Kredit:

Taksiran Harga Pasar collateral (THP) x Collateral Coverage (CC)

Rp 7.500.000,- x 60% Rp 4.500.000,-

Misalnya jangka waktu pinjaman selama 30 bulan dan bunga pinjaman sebesar 2,5% maka jumlah angsuran yang akan dibayar calon nasabah dapat dihitung sebagai berikut:

Angsuran:

Plafond kredit / jangka waktu

Rp 4.500.000,- / 30 bulan = Rp 150.000,- (Pokok angsuran)

Plafond kredit x bunga

Rp 4.500.000,- x 2,5% = Rp 112.500,- + = Rp 262.500,-

Setelah melakukan perhitungan diatas, BPR membandingkan nilai angsuran sebesar Rp 262.500,- dengan kemampuan angsuran tiap bulan sebesar Rp 372.000,-. Perhitungan tersebut menunjukkan nilai angsuran tidak melebihi kemampuan angsuran tiap bulan, maka dapat disimpulkan bahwa calon nasabah layak diberi pinjaman dengan meyakini bahwa dana mencukupi untuk membayar angsuran tiap bulan. 4.2.2 Reliabilitas Informasi Keuangan

Hasil penelitian menemukan bahwa informasi keuangan UKM pada BPR di wilayah Salatiga tidak reliabel dalam pengambilan keputusan kredit (kurang dapat dipercaya). Pada umumnya usaha dalam skala besar menggunakan jasa audit untuk menilai tingkat reliabilitas informasi keuangan yang terkandung di dalam laporan keuangan. Dalam penelitian ini UKM termasuk dalam skala usaha kecil dan menengah yang laporan keuangannya jarang atau bahkan tidak pernah diaudit. Sebagian besar UKM masih kurang memahami pencatatan keuangan dan pencatatannya masih sederhana yaitu sebatas pencatatan

jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan, jumlah barang yang dibeli dan dijual, dan jumlah utang atau piutang. Oleh karena itu, BPR menjalankan peran sebagai auditor untuk menilai reliabilitas informasi keuangan UKM.

BPR menyediakan formulir untuk membuat laporan keuangan UKM. Hal ini menunjukkan bahwa formulir dianggap lebih reliabel karena informasi yang dimasukkan dalam formulir merupakan hasil penggalian informasi langsung dari calon nasabah. Formulir permohonan kredit yang dibuat BPR membantu untuk menganalisis indikator

5C (Character, Colateral, Capital, Capacity, Condition). Hal ini

dilakukan untuk meyakinkan BPR atas informasi keuangan yang diterima dari UKM.

Berdasarkan hasil wawancara, BPR menyatakan bahwa laporan keuangan UKM belum tentu menyajikan informasi yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (jujur). Beberapa jawaban narasumber sebagai berikut:

“Belum tentu UKM menyajikan laporan yang sesuai keadaan

sebenernya. Kadang orang kepengen goalnya ya, tapi kalau dia amatiran ya nanti akan kebaca oleh bank yang ngerti. Tapi kalo bank mungkin blm pengalaman ya nerima aja. Kita kan ada kroscek juga, kalo perdagangan di supplier, kalau jasa di rekanan gitu. Nanti kita kroscek, bener nggak ini usahanya, bener nggak kemampuannya kapasitasnya seperti ini, dan

seterusnya. Ada kroscek nanti.”

Jawaban narasumber diatas diperkuat dengan pernyataan narasumber lainnya yang diungkapkan sebagai berikut:

“Di dalam hal ini, kalo kita langsung taksasi kesana biasanya dia

memberikan nota-nota. Nah nota itu diberikan ini pak, seperti ini, penjualan ini, penjualan ini, sehingga kita nanti membuatkan neraca sederhana, sehingga kita kan bisa melihat kejujurannya dia dalam belanja, seperti itu. BPR turut membantu membuat neraca sederhana. Sehingga kebanyakan UKM kecil-kecil nggak punya pembukuan, jadi dibuatkan penyajiannya si ini, dan nanti biasanya bisa melanjutkan

sendiri.”

“Kita mengacunya pada bukti-bukti transaksi dia sama buku tabungan. Udah, mereka nggak punya pembukuan dobel itu. Yang jelas mereka Cuma punya buku-buku, nota-nota kayak gini, seperti nota-nota penjualan, buku rekapan, terus dikroscekkan dengan buku tabungan. Udah, kalau keluar masuk dari buku tabungan kan udah jelas itu memang

bener duit dia.”

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa BPR perlu mengecek ulang (kroscek) dan melakukan survei lebih dari sekali untuk melihat keadaan UKM yang sebenarnya. Kroscek ini dilakukan dengan menghubungi pihak-pihak terkait seperti penduduk sekitar UKM dan mendatangi lokasi keberadaan agunan. BPR juga meminta data pendukung dari UKM antara lain buku rekening tabungan dan catatan transaksi yang dilakukan yang disertai dengan nota-nota. Bagi UKM yang belum melakukan pencatatan keuangan diminta menyerahkan dalam bentuk nota-nota transaksi, kemudian BPR akan membantu membuat laporan keuangan UKM secara sederhana, sehingga hal ini akan lebih meyakinkan BPR terkait kebenarannya. Seperti yang terjadi pada salah satu narasumber, apabila UKM tidak bisa membuat laporan keuangan maka UKM yang bersangkutan akan jujur menyampaikan kepada pihak BPR, sehingga BPR akan membantu membuatkan laporan keuangan sederhana yang didukung dengan nota-nota yang diserahkan UKM.

Informasi keuangan yang didapat dari nota-nota UKM dicatat dalam formulir yang berisi format laporan keuangan, sehingga sekaligus dapat digunakan UKM yang belum melakukan pencatatan keuangan ketika ingin mengajukan kredit.

Demikian halnya dengan penyusunan laporan keuangan berdasarkan konsep dasar akuntansi. Beberapa jawaban responden mengenai hal ini sebagai berikut:

“Mereka bener-bener nggak pakai laporan yang baku kayak debit kredit, jarang banget. Mereka cuma pemasukan hari ini segini, dulu dari tengkulak segini, brarti untung segini. Cuma dijumlah aja ooo labanya hari

ini segini. Cuma gitu… Trus laba segini dimasukkan setor tabungan, omset

yang diterima hari itu dimasukkan tabungan. Kalau mereka ditanya tentang akuntansi ya mereka memang nggak ngerti. Simpel penerimaan

pengeluaran untung rugi.”

“Banyak UKM-UKM biasanya diberi penyuluhan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM. Dia biasanya diberi garis besar atau pembelajaran dalam penyusunan pembuatan neraca dan laporan keuangan lainnya, sehingga dia kadangkala bisa membuat sendiri gitu. Itu kerap kali ada suatu pelatihan-pelatihan seperti itu di

UKM.”

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa UKM selama ini diberi penyuluhan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kota Salatiga tentang pembuatan neraca dan laporan keuangan lainnya. Dalam penyuluhan tersebut, UKM diberi garis besar atau pembelajaran penyusunan laporan keuangan supaya UKM bisa membuat laporan sendiri. Informasi keuangan yang terkandung di dalamnya dapat dipahami pembuat laporan keuangan dan BPR sebagai penggunanya. Pelatihan tersebut didanai oleh pemerintah dan dilaksanakan minimal dua (2)

kali dalam setahun. Dengan adanya pelatihan tersebut, UKM yang mengajukan kredit meskipun tidak banyak yang sudah menerapkan pelatihan tersebut, namun minimal sudah ada yang menerapkan dalam membuat laporan keuangannya dengan mencatat posisi debit, kredit, saldo. Pencatatan posisi debit kredit juga tergantung tingkat pemahaman pemilik UKM yang yang didasarkan tingkat pendidikan pemilik. Narasumber lain dalam penelitian ini menilai bahwa belum tentu laporan keuangan UKM telah disusun berdasarkan konsep dasar akuntansi, tergantung dari skala usahanya. Seperti yang diungkapkan berikut ini:

“Tergantung dari skala usaha. Kalau usaha mungkin menengah, mungkin masih sederhana, tapi kalau usahanya sudah diatas, mungkin

omset sudah bagus dan seterusnya, sudah secara akuntansi.”

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa skala usaha besar pada umumnya sudah disusun berdasarkan konsep dasar akuntansi, sedangkan skala usaha menengah kebawah masih disusun secara sederhana. Kebanyakan skala usaha menengah kebawah belum membuat laporan keuangan, sehingga BPR membantu dalam menyusun laporan keuangan UKM. Selain itu, dalam menyusun

Dalam dokumen T2 932012004 Full text (Halaman 34-58)

Dokumen terkait