• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Hasil Penelitian

2. Informan II (NR)

Emosi positif yang dialami NR dalam menghadapi masa pensiun

adalah NR merasa tidak takut untuk pensiun dan siap untuk

meninggalkan pekerjaan yang sudah NR geluti selama bertahun-tahun.

NR berikhtiar bahwa masih ada waktu satu tahun untuk mencari

peluang usaha. NR berkeyakinan dapat melewati masa ini dan jika kita

berusaha maka kita akan mendapatkannya. NR menjadi semain rajin

untuk mencari hikmat dari atas dan bersemangat dalam mencari

pendapatan di usia yang lebih tua. NR mengungkapkan:

Kemudian yang kedua itu tadi jadi ada energi baru lebih

segar di otak ya lebih semangat aja meskipun di usia yang

lebih tua dalam mencari pendapatan lain yang lebih. (line

607-611)

Sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap keluarga, NR mencari

usaha dengan cara browsing. Meski begitu NR tetap harus berhati-hati

dan waspada. Dengan permasalahannya ini, NR menjadi tidak neko-

neko dan lebih bijaksana.

Meski begitu, NR juga merasakan emosi negatif dalam

menghadapi masa pensiun di mana NR cenderung merasa tertekan

dengan kewajibannya saat ini di mana setahun lagi NR pensiun namun

kedua anaknya masih duduk di bangku SMA dan SMP. NR juga merasa

tertekan dengan pola hidup setelah pensiun akan seperti apa dan

bagaimana caranya untuk mencapai standar hidup yang selama ini

sudah dijalaninya karena pendapatan dari usahanya belum bisa

mencukupi standar tersebut. Selain itu, NR juga merasa tertekan

bagaimana caranya untuk keluar dari permasalahan ini, ketika nanti

pendapatan tidak bisa meng-cover biaya kebutuhan yang naik. Rasa

tertekan yang dirasakan sangat berpengaruh ke kejiwaan di mana NR

menjadi sepaneng, emosi di luar kontrol sehingga tidak sabaran kepada

anak. NR bercerita:

Nah kalau tertekan masuk ke rasa ya banyak sekali

pengaruhnya ke kejiwaan, ya sok nggak sabaran ya sama

anak. Bicaranya A aja cukup tapi ndadak ABC gitu. (line

526-531)

Selain itu, perasaan NR menjadi tumpang tindih, galau, stres,

pusing, perasaan menjadi kelabu atau mengambang, tidak jelas, buram,

tidak senang, khawatir, kalut dan bingung. NR merasa mengapa hal ini

menimpa dirinya dan membuat perasaannya campur aduk sampai

kepala.

b.

Regulasi Emosi

Bentuk proses regulasi emosi pemilihan situasi (situation selection)

dalam menghadapi masa pensiun ditunjukkan dengan pandangan NR

mengenai pensiun. Menurut NR, pensiun hanya berpindah kerja. Jika di

ibaratkan perjalanan, maka pensiun adalah sebuah portal, jika portal

tersebut tertutup maka harus mencari jalan lain. Dalam mencari jalan

lain atau usaha lain, NR menghindari resiko tinggi. Menurut NR, bisnis

merupakan hal yang sulit dan orang tua sudah terlalu tua untuk

menanggung resiko tinggi seperti kerugian, jadi menurut pengalaman

yang bisa dilakukan adalah yang aman-aman saja. NR mengungkapkan:

Nyatanya kan persoalannya satu itu, sudah tua buat

menanggung resiko kerugian gagal di tengah jalan, kalau

orang tua harus safe-safe aman. (line 98-103)

Menurut pengalaman NR, ketika sudah memasuki usia limapuluhan

semangat kerja akan mengalami penurunan karena mungkin sudah ada

bayangan terpecah antara pekerjaan dengan kelanjutan hidup ke depan

akan bagaimana. Meski begitu, NR tidak lari dari kenyataan dan tetap

menghadapi serta membiarkan hidup mengalir saja. Dalam hal

pendidikan anak, NR ingin mendidik anak dengan kualitas yang baik

sehingga fasilitas juga harus baik. Jika sedang mengalami kesulitan

ekonomi, maka NR akan mencari berkat dengan mencari pinjaman uang

bukan hanya berdoa semalam suntuk meminta keajaiban. NR bercerita:

Ya jalannya ya kalau secara ekonomi ada yang namanya

pinjaman. Memang harus muter-muter untuk mencari berkat

tuh, nggak malah berdoa semalam suntuk minta keajaiban

turun 10 juta gitu. (line 470-474)

Ya kalau saya terus jadi setan kredit itu jadi banyak

pinjaman ya nggak papa, memang jalannya seperti itu sudah

menjadi bagian dari standar hidup, daripada kita munafik ya

kan wes jelas ra cukup wes malah ning gerejo ntar mukjizat

nggak pernah terjadi ntar malah kendo malah marah-marah

sama Tuhan. (line 480-488)

Bentuk proses regulasi emosi modifikasi situasi (situation

modification) dalam menghadapi masa pensiun ditunjukan NR dengan

memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan oleh kantor untuk

mencari pekerjaan atau usaha lain. NR banyak membaca tentang

motivator usaha karena di kantor tidak menyediakan fasilitas seminar

atau pelatihan usaha. Selain itu, NR menyiasati masa pensiun dengan

mulai mengurangi pola konsumtif dengan peran istri yang membantu

menurunkan kebutuhan yang tidak penting. NR juga mengurangi

hedonisme dengan mengarahkan anak ke sekolah yang tidak neko-neko

yaitu sekolah negeri dan lebih banyak mendorong anak ke lingkungan

yang minat hedonismenya rendah seperti kegiatan gereja, karena di

gereja tidak mungkin pesta pora. NR mengungkapkan:

Dunianya begini, dunia yang hedonis gini piye. Untung

saya bisa mengarahkan anak ke sekolah yang nggak neko-

neko. Kaya anak tak kasih sekolahin ke sekolah negeri gitu.

Itu strategi hidup juga. Artinya ketika kita kasih ke

lingkungan yang seperti itu kan minatnya hedonisme yang

rendah (line 375-382)

Kehidupan itu dia lebih banyak tak dorong ke gereja.

Mungkin kalau dia tak suruh bergaul di tempat les seperti

Elti katakanklah, wah itu juga ancur lagi. Ketika saya bilang

ekonomi saya kuat ya silakan saja, misalkan dia punya

komunitas di Elti gitu, tapi kalau enggak ya nggak usah,

habis dari Elti langsung di tarik pulang jangan banyak

berkumpul dengan mereka. Jadi tidak melulu di sekolah, tapi

komunitas hariannya, kalau kegiatan gereja kan nggak

mungkin to yo ning kono arep pesta pora (line 396-410)

Bentuk proses regulasi emosi penyebaran atensi (attentional

deployment) dalam menghadapi masa pensiun dilakukan NR dengan

fokus pada hal-hal yang menimbulkan emosi. NR merasa kebijakan

yang diberikan kantor ada untung dan ruginya, karyawan usia 50 tahun

sudah diberi kebebasan waktu untuk mencari usaha namun tidak

diarahkan atau diberi tau, karyawan diminta untuk mencari sendiri dan

akhirnya payah sekali. Hal yang menimbulkan emosi lainnya adalah NR

merasa sudah enak mapan namun tiba-tiba harus dicut di mana bisnis

juga belum bisa mengimbangi standar hidup sedangkan kebutuhan akan

semakin tinggi tapi pekerjaan hilang, penghasilan menurun sehingga

tidak bisa ter-cover. Meski NR memiliki cadangan, namun itu tidaklah

cukup untuk menghadapi dunia yang semakin hedonis, kenaikan gaji

pun tidak bisa mengikutinya. Kesulitan lainnya yang dihadapi NR

adalah tidak bisa mengendalikan kebutuhan keluarga yang meningkat.

Untuk menyekolahkan anak sampai ke bangku kuliah, NR menanyakan

pada dirinya sendiri apa bisa karena NR merasa kalau untuk kebutuhan

normal itu cukup tapi kalau ada kebutuhan sekolah baru akan kurang.

NR bercerita:

Saya sebagai orangtua nyekolahin anak minimal nanti

universitaslah katakanlah. Kan saya mikir duh sesuk duit e

koyo opo yo, 25 juta po iso. (line 451-455)

Kalau kebutuhan normal kita pas, tapi kalau ada kebutuhan

sekolah baru berarti kita kurang. (line 498-501)

NR merasa masalah ke depan tidak hanya itu, meskipun semakin

bertambah usia referensi penyelesaian masalah semakin banyak, namun

semakin tua masalah yang dihadapi juga semakin besar. Ketika NR

merenung, NR merasa sudah harus mencari usaha lain. Biasanya NR

akan merenung saat suasana sudah sunyi sehingga bisa berefleksi. Bagi

NR masa hening itu penting, seperti misalnya saat NR menjadi lebih

sensitif karena tertekan akan permasalahannya menjelang pensiun ini,

NR bisa berpikir meskipun NR merasa tertekan namun seharusnya tidak

bersikap seperti itu. NR bercerita:

Dorongan dari tertekan itu biasa, tapi ketika udah sunyi

gitu ketika semua sekolah itu kan bisa berefleksi ya, masa

hening itu penting ya. Ketika ada ruang keheningan itu

biasanya berpikir meskipun aku tertekan tapi nggak

seharusnya seperti itu. (line 531-537)

Berkaitan dengan kebutuhan anak, NR merasa ketika anak masih

kecil, anak bisa dikendalikan, kebutuhan dan keinginan keluarga juga

belum bervariatif. Namun menginjak usia tua, anak mulai remaja usia

17 tahun, harga diri dan keinginan anak mulai tampak. Kebutuhan

sekolah juga diikuti dengan kebutuhan lainnya seperti kendaraan.

NR berusaha untuk memanfaatkan kesempatan yang telah

diberikan oleh kantor selama 5 tahun untuk pandai-pandai mencari

usaha. NR memiliki hobi membaca, jadi ketika NR butuh penyegaran

dan pelampiasan, maka NR akan pergi ke toko buku untuk membaca-

baca buku. Tidak perlu membeli cukup masuk ke sana suasananya

sudah tenang dan dingin itu membuat NR merasa segar. Biasanya NR

akan mengambil buku lalu melihat daftar isi dan membaca yang sesuai

dengan suasana hati yang sedang NR rasakan saat itu. Namun NR

mengalami perubahan minat buku bacaan, dulu NR membaca buku

politik ekonomi, namun sekarang NR banyak membaca buku-buku

rohani karena merasa sudah tua dan sudah dekat dengan Sang Khalik

sehingga membaca buku-buku seperti itu. NR bercerita:

Tapi hobi saya kebetulan membaca dari dulu. Hobi

membaca jadi pelampiasan apapun pasti membaca. Misalnya

baca-baca buku tentang politik, ekonomi, ha itu udah tak

simpen, sekarang bacaannya buku-buku rohani. Orang tua

ya biasanya karena dia udah dekat dengan Sang Khalik

yaudah bacaannya yang kaya gitu-gitu. Untungnya saya

memang sejak dulu sukanya baca. Jadi pelampiasannya baca

aja, nggak pake biaya.” (line 308-319)

Selain membaca, pelarian NR adalah ke gereja atau jalan-jalan naik

motor. NR jalan-jalan untuk mengusir rasa tertekan yang NR rasakan

saat memikirkan tentang usaha yang harus NR lakukan saat pensiun

nanti. Meski begitu, NR merasa beruntung karena Tuhan memberikan

otak yang pelupa pada manusia sehingga NR bisa memindahkan

perhatiannya sementara dari rasa tertekannya. Saat NR lupa dengan

permasalahannya itu, maka NR bisa happy.

Pada akhirnya NR menyerahkan semua permasalahannya kepada

Tuhan. Ketika sedang merasa sulit, NR kembali menggunakan sisi

rohaninya bahwa hidup mati tergantung yang punya hidup dan tidak ada

yang mustahil. Kembali ke rohani memang bukan tempat paling aman

namun itu merupakan tempat yang nyaman. Jika sudah tidak kuat, maka

NR akan berdoa bilang pada yang punya hidup dan NR percaya akan

adanya roh penghibur yang akan menguatkannya. NR mengungkapkan:

Ya satu kita kembali ya sisi rohaninya digunakan bahwa

hidup mati orang kan tergantung pada yang punya hidup.

(line 138-141)

Ya kembali ke sini aja, paling apa ya bukan paling aman

tapi nyaman (line 156-158)

Kalau saya nggak kuat ya bilang aja sama yng punya hidup,

ya jadinya sok supranatural ya hahaha (line 582-584)

Selain itu untuk mengurangi tekanan yang dirasakan, NR biasanya

akan curhat kepada istri. Namun terkadang NR juga menyimpan sendiri

perasaan dialaminya karena NR merasa itu merupakan masalah dan

tanggungjawab kepala keluarga.

Bentuk proses regulasi emosi perubahan kognitif (cognitive

change) dalam menghadapi masa pensiun ditunjukkan dengan

pandangan NR mengenai pensiun. Menurut NR pensiun adalah besok

sudah tidak ke kantor lagi. Kalau PNS pensiun bisa menikmati hari tua

namun bagi karyawan swasta tidak ada kata pensiun karena untuk hidup

harus bekerja. Pensiun bagi karyawan swasta berarti berpindah kantor,

meninggalkan satu pekerjaan tapi masih ada pekerjaan lain. NR

bercerita:

Saya bilang orang swasta gak boleh pensiun, kalau pensiun

nggak makan. Ya cuma pindah kantor aja sih. Yang saya

rasakan Cuma itu setelah 50 tahun itu kesana kemari

mencari usaha itu ya saya pekerjaannya banyak sekali ada

ABC, setelah 55 besok A nya tak tinggalin, tapi nggak

pensiun wong masih ada BC. (line 729-737)

NR juga mengambil makna positif bahwa NR yakin menurut

kepercayaan orang hidup ada penggembalanya. NR percaya bahwa apa

yang dikhawatirkan itu biasanya malah nggak terjadi. Dari pengalaman

NR, hal yang dikira nggak mungkin ternyata mungkin dan

kekhawatiran itu memang harus ada supaya kita waspada. Selain itu NR

merasa bahwa orang tua lebih bisa mengatur hati dan perasaan tapi

untuk bisa menyelesaikan sebuah permasalahan, tergantung seperti apa

masalah itu. NR juga memiliki pendapat mengenai perbedaan pria dan

wanita dalam menyelesaikan permasalahan. NR berpendapat jika pria

dari otak turun ke hati sedangkan wanita dari hati ke otak. Kalau dari

otak akan diam untuk mengolah dan menganalisis dan kemungkinan

besar lebih valid solusinya. Tapi kalau dari hati itu sudah perasaan

panas jadi tidak bisa berpikir jernih. Namun menurut NR jika disatukan

akan lebih baik.

Bentuk regulasi emosi modulasi respon (response modulation)

dalam menghadapi masa pensiun tidak muncul dalam pengalaman NR

karena NR tidak menyadari apakah ada perubahan yang berkaitan

dengan kebutuhan fisiologis ketika NR sedang dalam masalah.

3.

Informan III (BY)

Dokumen terkait