• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah."

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

REGULASI EMOSI DALAM MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA

KARYAWAN PRIA PEKERJA TUNGGAL DENGAN ANAK YANG

MASIH SEKOLAH

Studi Pada Mahasiswa Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Klaudia Herba Ilona

ABSTRAK

Pensiun merupakan hal yang wajar karena dialami oleh semua orang yang bekerja pada sebuah perusahaan atau institusi. Meskipun wajar, namun bagi sebagian orang pensiun dianggap sebagai beban karena hilangnya rutinitas yang telah dilakukan selama beberapa tahun serta berkurangnya pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara personal dengan tiga informan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif Analisis Isi Kualitatif (AIK) deduktif deskriptif. Uji kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Member Checking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses regulasi emosi modulasi respon tidak muncul pada ketiga informan karena ketiga informan tidak menyadari adanya pengaruh kecemasan terhadap fisiologisnya. Selain itu, karyawan yang belum mempersiapkan masa pensiun sejak jauh hari merasa lebih tertekan dan terbebani daripada karyawan yang telah mempersiapkan masa pensiun sejak jauh hari. Peran keluarga sangat penting karena karyawan pria yang menghadapi masa pensiun banyak berdiskusi dengan istri untuk mempersiapkan kehidupan setelah pensiun nanti. Selain itu, peran dari perusahaan juga dibutuhkan untuk memfasilitasi pelatihan dan pembinaan agar para karyawan lebih siap dalam menghadapi masa pensiun.

(2)

EMOTION REGULATION IN THE RELATION OF FACING PENSION

ON A MALE EMPLOYEE AS A SINGLE WORKER RAISING A CHILD

IN THE SCHOOL YEAR

A Study by a Psychology College Student

Sanata Dharma University

Klaudia Herba Ilona

ABSTRACT

Pension is a natural thing because it is experienced by everyone who is working at a company or an institution. Although it is reasonable, for several people pension is considered as a burden because of the disappear of daily routine which is done in numbers of years and the decreasing of the income. This study aimed to describe the regulation of the emotion which was faced by a male employee as a single worker raising a child in the school year. Qualitative data collection was done by conducting personal interview with three participants. This study used Content Analysis Qualitative (AIK) deductive descriptive method. Credibility test which was used in this study was Member Checking. The result of this study showed emotion regulation response modulation process did not appear in three interviewees because the interviewees were not aware of the existence of anxiety influence towards their fisiology. Besides, employee who did not prepare the pension time since a long time felt more pressures and burdens compared to employee who prepared the pension time since a long specified time. Family’s role was very important because male employee who faced pension time, discuss more with his spouse to prepare life afer pension. In addition, company’s role was also needed to facilitate training and development so that the employees would be much ready in facing pension time.

(3)

REGULASI EMOSI DALAM MENGHADAPI MASA

PENSIUN PADA KARYAWAN PRIA PEKERJA TUNGGAL

DENGAN ANAK YANG MASIH SEKOLAH

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Klaudia Herba Ilona

NIM: 129114039

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

What Goes Around Comes Back Around

Best Thing I never Had

Beyonce.

Some Were Born To Be Lucky. Some Were Born To Be Fighters

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk

(8)
(9)

vii

REGULASI EMOSI DALAM MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA

KARYAWAN PRIA PEKERJA TUNGGAL DENGAN ANAK YANG

MASIH SEKOLAH

Studi Pada Mahasiswa Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Klaudia Herba Ilona

ABSTRAK

Pensiun merupakan hal yang wajar karena dialami oleh semua orang yang bekerja pada sebuah perusahaan atau institusi. Meskipun wajar, namun bagi sebagian orang pensiun dianggap sebagai beban karena hilangnya rutinitas yang telah dilakukan selama beberapa tahun serta berkurangnya pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara personal dengan tiga informan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif Analisis Isi Kualitatif (AIK) deduktif deskriptif. Uji kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Member Checking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses regulasi emosi modulasi respon tidak muncul pada ketiga informan karena ketiga informan tidak menyadari adanya pengaruh kecemasan terhadap fisiologisnya. Selain itu, karyawan yang belum mempersiapkan masa pensiun sejak jauh hari merasa lebih tertekan dan terbebani daripada karyawan yang telah mempersiapkan masa pensiun sejak jauh hari. Peran keluarga sangat penting karena karyawan pria yang menghadapi masa pensiun banyak berdiskusi dengan istri untuk mempersiapkan kehidupan setelah pensiun nanti. Selain itu, peran dari perusahaan juga dibutuhkan untuk memfasilitasi pelatihan dan pembinaan agar para karyawan lebih siap dalam menghadapi masa pensiun.

(10)

viii

EMOTION REGULATION IN THE RELATION OF FACING PENSION

ON A MALE EMPLOYEE AS A SINGLE WORKER RAISING A CHILD

IN THE SCHOOL YEAR

A Study by a Psychology College Student

Sanata Dharma University

Klaudia Herba Ilona

ABSTRACT

Pension is a natural thing because it is experienced by everyone who is working at a company or an institution. Although it is reasonable, for several people pension is considered as a burden because of the disappear of daily routine which is done in numbers of years and the decreasing of the income. This study aimed to describe the regulation of the emotion which was faced by a male employee as a single worker raising a child in the school year. Qualitative data collection was done by conducting personal interview with three participants. This study used Content Analysis Qualitative (AIK) deductive descriptive method. Credibility test which was used in this study was Member Checking. The result of this study showed emotion regulation response modulation process did not appear in three interviewees because the interviewees were not aware of the existence of anxiety influence towards their fisiology. Besides, employee who did not prepare the pension time since a long time felt more pressures and burdens compared to employee who prepared the pension time since a long specified time. Family’s role was very important because male employee who faced pension time, discuss more with his spouse to prepare life afer pension. In addition, company’s role was also needed to facilitate training and development so that the employees would be much ready in facing pension time.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat,

kasih setia, serta curahan Roh Kudus yang telah diberikan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Regulasi Emosi

dalam Menghadapi Pensiun pada Karyawan Pria Pekerja Tunggal dengan Anak

yang Masih Sekolah. Penelitian ini diajukan kepada Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut memberikan bantuan, dukungan,

dan semangat hingga selesainya skripsi ini:

1.

Tuhan Yesus yang Maha Baik, atas segala berkat dan karunianya, yang

memberikan segala tantangan agar membentukku menjadi pribadi yang

lebih kuat dan tangguh namun tak pernah membiarkanku melewati segala

sesuatunya sendirian.

2.

Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3.

Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kepala Program Studi

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

(13)

xi

maafkan kalo saya di awal agak jarang bimbingan hehe, meskipun

banyak kerikil tapi Ibu tetap yang terbaik! Makasih banyak Buuuu :

)

5.

Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.Si.,

dan Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Psi., selaku dosen penguji.

Terimakasih banyak atas kritik dan saran yang membangun untuk skripsi

ini sehingga lebih layak untuk dipublikasikan.

6.

Ketiga informan saya beserta keluarga, terima kasih banyak. Tanpa

Bapak-Bapak sekalian, skripsi ini nggak akan ada. Tuhan memberkati,

Pak

7.

Pak Emanuel Satya dan Mas Ucil maLord atas bantuannya dalam

memecahkan kebingunganku. Upahmu besar si surga!

8.

Teruntuk

role model marriage goals. Lelaki yang tiada duanya di dunia

ini, Eusthasius Bambang Sutopo.!

And for his mate, yang katanya masih

muda kok anaknya udah gede, Yustina Sri Hernarita. Terimakasih atas

pelajaran hidupnya. This is for you guys, thank you so much!

9.

Lukianos Herbaian Ivory. Semakin dewasa kita semakin ngejaga satu

sama lain ya, Vor. Inget kita cuma berdua, kudu saling rukun yeay \m/

10.

Maria Grasia Deivi paketan sama Wisnu Cahya Ardian yang tercinta dan

(14)

xii

ganteng tapi jomblo terus

I Gede Sudana Sunarapuja yang kalo pas

suwung mesti nyulik terus tapi kalo pas isi gebetan gak pernah ngajak

main lagi apalagi setelah sibuk berbisnis huh,

ibu peri yang sekarang

suka jahat mulutnya hahaha

Agnes Fitisia Bella K terimakasih, White

House Bugisan mempersatukan kita semua, tekyaaaaan

Yosua Cahyo

Putro bocah paling nyathukan dan tekyan sepanjang segala masa hih

semoga bsk rejekimu melimpah yos jangan malu-maluin ah ya,

miss

kecantikan ever after

Sonia Chandrikinnanti ditunggu kabar baik

pernikahan yang sakinah mawadah waromahnya,

yang tercantik dan

eksotis

Komang Mahadewi Sandiasih makasih ya omang dulu pernah

sama-sama menguatkan disaat sama-sama ditinggalkan hahaha, dan

si

gondes pakem Nicolaus Chrisna Yudaaaaa koe tetep idolaku sakmodare

luv. Masa kuliahku hampa tanpa kalian. Aku rapuh porak poranda tanpa

kalian. Love you all. See you on top!

11.

Temen-temen seperjuangan bimbingan Ibu Ratri, Gektri, Sekar, Teteh,

Audrey, Dimas, Ema, Eni, Mbak Ella, Mbak Retha, semuanya aja tetep

semangaaaaaaaaat! Makasih buat dinamikanya selama ini ❤

(15)

xiii

13.

Miciners sejati dan pejuang nyekrip bersama Aprek, Erlin, Zelda, Benny,

Grego, Ema, Yudha, Gempol, Sonyol, Ayne, Lia, Bincik, Gungis, Chika

kalian sumber rasa umami di hidupku!

14.

Temen-temen Psikologi USD 2009-2016 makasih banyak atas

pertemanannya selama ini, memorable.

15.

Teruntuk kawan sepermainan sejak SMA, Jessica Alviona, si cina calon

psikolog juga dari kota sebelah yang gak garap skripsi malah sibuk

bakulan. Katarina Dian Apriliani, the hottest girl in the world uhhh~ dan

Ibu Agatha Virgo Christe Dollorosa, buruan lulus kuliah, katanya mau

program punya anak lagi, kasih kita ponakan yang lucu-lucu yah! Mas

Rully

and his girl

Rara, Rara Felisitas dan Gutomo, serta temen-temen

PL 2012, Gumyak Bareng, Southside, NII, Geng Nero, semuanya

terimakasih banyak :*

(16)

xiv

17.

Semua teman dan sahabat yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu,

yang mengingatkan saya untuk tetap semangat meskipun begitu rumit

dinamika penulisan skripsi di fakultas ini, semoga kalian semua sukses

dan selalu dalam lindungan Tuhan. Amin!!

Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat dan

memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu psikologi. Penulis menyadari

skripsi ini masih memiliki banyak keterbatasan. Oleh karenanya, penulis

menerima kritik maupun saran yang dapat membangun skripsi ini menjadi lebih

baik.

(17)

xv

DAFTAR ISI

Skripsi ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 7

BAB II ... 8

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

(18)

xvi

1. Emosi ... 8

2. Regulasi Emosi ... 9

B. Masa Pensiun Karyawan Pria... 12

1. Masa Pensiun ... 12

2. Dampak Pensiun pada Karyawan Pria Pekerja tunggal dengan Anak

yang masih sekolah ... 16

C. Kerangka Berpikir ... 19

BAB III ... 21

METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 21

B. Fokus Penelitian ... 22

C. Informan Penelitian ... 23

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 24

E. Prosedur Penelitian... 27

F. Metode Analisis Data ... 28

G. Kredibilitas Penelitian ... 28

BAB IV ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 30

B. Gambaran Informan ... 32

1. Data Informan ... 32

2. Latar Belakang Informan ... 32

C. Hasil Penelitian ... 41

1. Informan 1 (SG) ... 41

(19)

xvii

3. Informan III (BY) ... 55

D. Pembahasan ... 66

BAB V ... 74

KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Kontribusi Penelitian ... 75

C. Saran ... 76

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 76

2. Bagi Karyawan Pria yang Menghadapi Masa Pensiun ... 77

3. Bagi Perusahaan dengan Karyawan yang Menghadapi Masa Pensiun .. 77

4. Bagi Keluarga Karyawan Pria yang Menghadapi Masa Pensiun ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Schwartz (Jahja, 2011) mengatakan bahwa masa pensiun mendorong

perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, serta perubahan secara

keseluruhan terhadap pola hidup individu. Pada masa pensiun, individu

diandaikan telah mencapai puncak karirnya sehingga dapat menikmati masa hidup

dengan lebih santai, rileks, tenang, dan bahagia karena tidak lagi terbebani dengan

berbagai tugas dan tanggung jawab dari instansi atau organisasi tempatnya

bekerja. Dengan berkurangnya tugas dan keterikatan terhadap organisasi ini, para

pensiunan memiliki lebih banyak waktu dan kesempatan bersama-sama dengan

keluarga atau pasangan, mengerjakan sesuatu yang disukai dan bukan pekerjaan

yang harus dikerjakan (Aidit, 2000; Handayani, 2013). Hadirnya waktu luang ini

bisa jadi membuka peluang bagi individu untuk memperhatikan kualitas

kesehatan dan meninjau ulang makna hidupnya (Aidit, 2000).

Perubahan-perubahan hidup tersebut tidak jarang mendatangkan rasa takut

pada individu yang menghadapi masa pensiun. Individu akan merasa berat untuk

meninggalkan pekerjaannya dan tidak mengetahui kehidupan macam apa yang

akan dihadapi selepas pensiun, sehingga menimbulkan kecemasan pada individu

dalam menghadapi masa pensiun (Sutrisno, 2013; Rini, 2001). Kecemasan itu

muncul karena ada tiga hal yang akan hilang saat pensiun, yaitu hilangnya

(21)

pendapatan dan status yang disandang (Handayani, 2013). Hasil penelitian dengan

subjek pegawai PT. Pos Indonesia menunjukkan bahwa pegawai yang

menghadapi masa pensiun merasa cemas karena nantinya mereka takut tidak

dapat memenuhi keingian keluarga dari sisi ekonomi. Penelitian yang dilakukan

oleh Yuliarti dan Mulyana (2014) juga menunjukkan bahwa pegawai yang

menghadapi masa pensiun merasacemas karena kurang mampu mengontrol

emosinya saat sedang marah.

Selain perubahan pola hidup, para pensiunan juga mengalami perubahan

dalam persoalan ekonomi (Suardiman, 2011). Uang jaminan pensiun yang mereka

terima jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan gaji biasa yang mereka

terima ketika masih aktif bekerja. Hal ini akan berdampak pada kebutuhan fisik

mereka. Mereka khawatir nantinya tidak dapat mencukupi segala kebutuhan fisik

keluarganya apalagi jika mereka merupakan satu-satunya orang yang bekerja

dalam keluarga. Ditambah lagi, beban ekonomi akan makin terasa apabila seorang

pensiunan masih harus membiayai pendidikan anaknya (Bradbury, 1987; Prastiti,

2005).

Budaya patriarki masih sangat kental di negara ini dimana pria memiliki

peran yang lebih mendominasi dibandingkan wanita (Nimrah & Sakaria, 2015).

Masyarakat berpandangan bahwa pria merupakan kepala keluarga dan pemimpin

keluarga yang semestinya mencari nafkah di luar rumah untuk memenuhi

kebutuhan keluarga, sedangkan wanita dianggap sebagai sosok yang mengurus

pekerjaan rumah tangga (Omara, 2006). Konteks budaya ini memungkinkan

(22)

tersebut akan terasa berat karena disaat pensiun mereka masih harus membiayai

pendidikan anaknya apalagi ketika dirinya mempunyai anak lebih dari satu.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nuraini (2013), diperoleh keterangan

bahwa subjek merasa cemas mengenai pendapatannya yang berkurang saat

pensiun sedangkan kebutuhan semakin meningkat dan anak masih memerlukan

biaya sekolah. Oleh karenanya, pensiun bukan hanya persoalan beban kerja yang

berkurang dan waktu luang yang lebih tersedia, namun bagi sebagian orang, masa

ini justru menciptakan permasalahan baru.

Robert Archley (Santrock, 2002) mengatakan bahwa ada dua fase yang

dilalui individu sebelum masa pensiun tiba, yaitu fase jauh dimana individu mulai

memikirkan dan menyiapkan masa pensiunnya dan fase mendekat dimana

individu mulai berpartisipasi pada program menjelang pensiun. Menurut Tarigan

(2002) masa kritis terjadi pada fase mendekat yaitu saat 1 sampai 2 tahun sebelum

pensiun, sehingga perubahan-perubahan yang menimbulkan kecemasan,

kekhawatiran dan stres akan semakin dipikirkan. Selanjutnya, individu akan

berusaha untuk meregulasi emosi yang muncul dalam menghadapi masa yang

tidak bisa diperkirakan ini (Gross, 2014). Pengaturan emosi ini diharapkan dapat

membantu individu agar mampu mereduksi tekanan dalam kehidupannya. Dengan

mengatasi tekanan tersebut, maka kesiapan akan perubahan-perubahan baru saat

masa pensiun tiba akan cenderung lebih mudah dihadapi.

Regulasi emosi merupakan strategi individu untuk mengatur dirinya dalam

mengekspresikan dan mengungkapkan emosinya untuk menunjukkan kemampuan

(23)

2012; Widuri, 2012). Gross (2014) menunjukkan bahwa ada lima bentuk dalam

proses regulasi emosi, yaitu pemilihan situasi (situation selection), modifikasi

situasi (situation modification), penyebaran atensi (attentional deployment),

perubahan kognitif (cognitive change) dan modulasi respon (response

modulation).

Maider (dalam Coon, 2005) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi regulasi emosi seseorang adalah usia. Penelitian menunjukkan

bahwa semakin bertambahnya usia individu maka kemampuan regulasi emosi

akan semakin meningkat, di mana semakin tinggi usia individu semakin baik

kemampuan regulasi emosinya, sehingga dengan bertambahnya usia, ekspresi

emosi akan semakin terkontrol. Individu dengan usia paruh baya mampu

mempersiapkan diri dengan baik untuk mengatasi stres dibandingkan kelompok

usia lain karena mereka merasa memiliki kontrol diri yang stabil, sehingga dengan

kemampuan beradaptasi yang fleksibel dan kontrol emosi yang baik, mereka akan

melewati masa paruh baya dengan sukses (Lachman, 2004; Skaff, 2006;

Heckhausen, 2001; Klohnen, 1996; Lachman, 2004; Lachman & Firth, 2004,

dalam Papalia & Feldman, 2014). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jika

individu mampu menyesuaikan diri terhadap aspek keuangan dan pendidikan

anak-anaknya di masa pensiunnya, maka ia akan cenderung bahagia (Indrayani,

2013).

Selain usia, faktor lain yang mempengaruhi regulasi emosi adalah jenis

kelamin. Terdapat perbedaan tujuan antara pria dan wanita dalam

(24)

mengekspresikan emosi untuk menjaga hubungan interpersonal, sedangkan pria

untuk menunjukkan dominasi. Hal ini menunjukkan bahwa pria melakukan

regulasi terhadap emosi marah dan bangga, sedangkan wanita pada emosi takut,

sedih dan cemas (Fischer dalam Coon, 2005).

Dibandingkan dengan wanita, pria akan lebih sulit untuk melakukan

penyesuaian dalam memasuki masa pensiun (Hurlock, 2008). Hal ini dikarenakan

pria memiliki sedikit sumber pengganti yang dapat menghasilkan kepuasan, untuk

menggantikan kepuasan yang biasa diperoleh dari pekerjaannya dahulu daripada

yang dimiliki oleh wanita. Akibatnya, bagi mereka pensiun dirasa sebagai beban

mental dan mereka kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap

perubahan peran yang dijumpainya selama pensiun (Jahja, 2011).

Peneliti akan menggunakan metode kualitatif untuk mengungkap gambaran

regulasi emosi pada karyawan pria dalam menghadapi masa pensiun. Sementara

itu penelitian mengenai kecemasan dan stres pada masa pensiun lebih banyak

dibahas dalam metode kuantitatif, namun lewat penelitian kualitatif ini diharapkan

pengalaman menghadapi pensiun mampu digali lebih dalam. Metode analisis data

yang akan digunakan adalah Analisis Isi Kualitatif terarah atau deduktif yang

bertujuan untuk menguji kembali data yang sudah ada dalam sebuah konteks baru

(Catanzaro, dalam Supratiknya, 2015). Peneliti akan melihat teori proses regulasi

emosi yang diungkapkan Gross pada konteks karyawan pria pekerja tunggal

dengan anak yang masih sekolah dalam menghadapi masa pensiun.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti akan mencoba melihat gambaran proses

(25)

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pria yang menjadi pokok tulang

punggung keluarga dengan istri yang tidak bekerja dan tidak memiliki pendapatan

serta memiliki anak yang masih sekolah yang berada pada fase kritis yaitu 1-2

tahun menjelang pensiun. Karyawan dengan kriteria tersebut memiliki beban yang

lebih berat dibandingkan dengan karyawan pria yang istri dan anaknya bekerja,

serta dibandingkan dengan karyawan pria yang masih berada pada fase jauh

menjelang pensiun sehingga akan menimbulkan emosi negatif saat menghadapi

masa pensiun. Kemampuan regulasi emosi akan membantu individu untuk

mengurangi emosi negatif yang akan muncul karena beban ekonomi dari

pendidikan anaknya dan membantu menurunkan tingkat stres yang muncul karena

turunnya kondisi fisik dan psikis dari meningkatnya umur seseorang. Dengan

demikian, proses regulasi emosi akan menunjukkan bagaimana pola individu

dalam mengatur emosi mereka. Masa pensiun sendiri berada pada masa dewasa

akhir, sehingga dengan stresor yang terjadi dalam masa pensiun, individu

diharapkan dapat mengatur emosinya dengan lebih baik.

B.

Rumusan Masalah

Bagaimana regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan

(26)

C.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui regulasi emosi dalam menghadapi

masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih

sekolah.

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu psikologi

perkembangan, khususnya gambaran proses regulasi emosi dalam menghadapi

masa pensiun bagi karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih

sekolah.

2.

Manfaat Praktis

a.

Memberikan gambaran kepada karyawan pria secara umum mengenai

pengalaman dinamika emosi yang muncul karyawan pria yang berada dalam

fase dekat pensiun dalam menghadapi masa pensiun, sehingga mampu

membandingkan pengalamannya dengan pengalaman orang lain.

b.

Memberikan gambaran mengenai pengaruh dukungan dan peran keluarga

(27)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Regulasi Emosi

1.

Emosi

Emosi merupakan kecenderungan biologis maupun psikologis individu

untuk bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaannya (Goleman, 2007).

Menurut James (Safaria & Saputra, 2009) emosi adalah keadaan jiwa yang

nampak dari perubahan yang jelas pada tubuh. Emosi cenderung terjadi pada

perilaku yang mendekati (approach) atau menghindari (avoidance) terhadap

sesuatu. Perilaku tersebut umumnya disertai dengan adanya ekspresi fisik,

sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa individu sedang mengalami

emosi (Safaria & Saputra, 2009).

Menurut dampak yang ditimbulkan, emosi dibagi menjadi dua kategori

umum yaitu emosi positif dan emosi negatif (Safaria & Saputra, 2009). Emosi

positif memberikan dampak yang menyenangkan dan menenangkan seperti

tenang, santai, rileks, gembira, lucu, haru, dan senang. Emosi negatif

memberikan dampak tidak menyenangkan dan menyusahkan seperti sedih,

kecewa, putus asa, depresi, tidak berdaya, frustasi, marah, dendam, dan

lain-lain.

(28)
(29)

2.

Regulasi Emosi

Emosi merupakan proses yang melibatkan banyak komponen dan bekerja

terus menerus sepanjang waktu. Regulasi emosi juga melibatkan perubahan

dalam dinamika emosi, waktu munculnya, besarnya dan lamanya, serta

mengimbangi respon perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi

dapat mengurangi, menguatkan atau memelihara emosi, tergantung pada tujuan

individu (Gross & Thompson, 2007).

(30)

dalam menentukan keberhasilan individu agar mampu berfungsi dengan baik

dalam proses adaptasi dan memberikan respon serta menjadi individu yang

fleksibel dalam kehidupannya (Salamah, 2007).

(31)

emosi. Respon tersebut dilakukan pada aspek fisiologis, seperti penggunaan

obat, alkohol, latihan, terapi, makan, dan relaksasi. Pengurangan perilaku

ekspresi emosi dikenal dengan istilah suppression.

(32)

semakin berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan (Krause

dalam Coon, 2005).

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi merupakan usaha

individu untuk mengatur emosi positif dan negatif yang dimiliki. Terdapat 5

rangkaian proses regulasi emosi yaitu pemilihan situasi (situation selection),

modifikasi situasi (situation modification), penyebaran perhatian (attentional

deployment), perubahan kognitif (cognitive

change) dan modulasi respon

(response modulation). Regulasi emosi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

usia, jenis kelamin dan religiusitas.

B.

Masa Pensiun Karyawan Pria

1.

Masa Pensiun

Masa pensiun merupakan masa saat seseorang mencapai batas maksimum

bekerja, sehingga tidak bekerja lagi secara formal pada sebuah perusahaan atau

instansi (Parkinson, dalam Sutrisno, 2013).

Schwartz mengatakan bahwa

pensiun dapat merupakan awal dari hidup baru. Pensiun selalu menyangkut

perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara

keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu (Jahja, 2011). Bagi karyawan

swasta, batas usia pensiun merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang berlaku

dalam perusahaan.

(33)

individu mulai sedikit demi sedikit melakukan kegiatan yang bertujuan untuk

mempersiapkan masa pensiunnya. Individu pada fase ini mungkin akan

melakukan penyangkalan bahwa fase pensiun akan terjadi. Pada fase

mendekat, individu mulai berpartisipasi pada program menjelang pensiun.

Program ini akan membantu individu untuk mempersiapkan pensiun dengan

mengikuti diskusi kesehatan fisik dan mental. Menurut Tarigan (2002) masa

kritis terjadi pada saat 1 sampai 2 tahun sebelum pensiun.

Masa pensiun berada pada masa dewasa akhir dimana individu akan

mengalami transisi dari usia produktif menjadi usia non produktif (Hurlock,

2008). Usia paruh baya merupakan masa persiapan yang penting untuk

memasuki masa dewasa akhir (Lachman, 2004 dalam Santrock, 2012). Pada

masa dewasa akhir, individu akan mengalami peristiwa besar seperti kematian

orang tua, persiapan untuk pensiun dan pensiun itu sendiri. (Deeg, 2005 dalam

Santrock, 2012). Pada masa ini pula, individu akan mengenal krisis paruh baya

dimana individu akan menghadapi periode penuh dengan stres yang dipicu oleh

kajian dan evaluasi kembali atas kehidupannya (Lahcman, 2004, dalam

Papalia, 2014). Para peneliti menemukan bahwa dari kasus-kasus krisis paruh

baya, sepertiga diantaranya dipicu oleh peristiwa hidup seperti kehilangan

pekerjaan atau masalah finansial (Lachman, 2004, dalam Santrock, 2012).

Masa paruh baya tersebut juga meningkatkan stres secara signifikan dalam hal

keuangan atau yang melibatkan anak-anak (Papalia & Feldman, 2014).

(34)

proses, bukan merupakan suatu peristiwa (Moen dalam Santrock, 2012). Hal

ini berarti bahwa baik pria maupun wanita yang menjelang usia paruh baya

harus menyesuaikan diri dengan masa pensiun yang akan segera datang.

Masalah yang paling serius dan umum dalam masa pensiun adalah penyesuaian

diri karena berkaitan dengan anggota keluarga dan berhentinya pencari nafkah

dalam keluarga yang akan mempengaruhi pola hidup mereka. Wanita akan

lebih mudah untuk melakukan penyesuaian dalam memasuki masa pensiun

dibandingkan dengan pria (Hurlock, 2008). Pria tidak memiliki banyak sumber

pengganti kepuasan yang biasa didapatkan saat bekerja dulu dibandingkan

dengan wanita. Karena itu, pensiun dirasa sebagai beban mental bagi sebagian

pria dan mereka kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap

perubahan peran yang dijumpainya selama pensiun (Jahja, 2011). Presentasi

konflik terbesar pada pria usia 50-60 menurut Perhitungan Burnemeister

mengenai konflik pekerjaan mencapai 29,70% (dalam Suardiman, 2011).

(35)

Sisi positif dari individu paruh baya adalah mereka mungkin lebih mampu

untuk mengatasi stres dibandingkan kelompok usia lain (Lachman, 2004,

dalam Papalia & Feldman, 2014). Banyak individu dewasa di usia paruh baya

merasa memiliki kontrol diri yang stabil di kehidupan mereka (Skaff, 2006,

dalam Papalia & Feldman, 2014). Mereka juga belajar strategi yang lebih

efektif untuk menghindari, meminimalkan, atau mengubah situasi yang

membuat stres, serta lebih mampu untuk menerima apa yang tidak dapat

diubah (Papalia & Feldman, 2014). Individu dengan kelenturan ego atau

kemampuan untuk beradaptasi secara fleksibel dan individu yang mampu

mengontrol emosi akan lebih mungkin untuk mengarahkan lintasan paruh baya

dengan sukses (Heckhausen, 2001; Klohnen, 1996; Lachman, 2004; Lachman

& Firth, 2004, dalam Papalia & Feldman, 2014). Hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa individu akan mendapatkan kebahagiaan apabila mampu

menyesuaikan diri terhadap aspek keuangan dan pendidikan anak-anaknya di

masa pensiunnya (Indrayani, 2013).

(36)

di bidang yang baru dan mulai aktif mengikatkan diri pada bidang tersebut.

Selain

itu,

individu

diharapkan

untuk

mulai

mengkomunikasikan

permasalahannya dengan keluarga.

2.

Dampak Pensiun pada Karyawan Pria Pekerja Tunggal dengan Anak

yang Masih Sekolah

Individu diharapkan merasa senang saat pensiun tiba karena telah

mencapai puncak karirnya, sehingga dapat menikmati masa hidupnya dengan

lebih santai, rileks, tenang, dan bahagia karena tidak lagi terbebani dengan

berbagai tugas dan tanggung jawab dari instansi atau organisasi tempatnya

bekerja. Selain itu, individu akan memiliki lebih banyak waktu dan

kesempatan bersama-sama dengan keluarga atau pasangan, mengerjakan

sesuatu yang disukai dan bukan pekerjaan yang harus dikerjakan. Hal ini

dapat berdampak pada meningkatnya kualitas kesehatan karena berkurangnya

tekanan beban kerja yang harus dihadapi, sehingga dapat memaknai

kehidupannya dengan penuh keoptimisan (Aidit, 2000).

(37)

kehilangan interaksi dengan teman kerja dan individu akan kehilangan

sebagian pendapatan dan status yang disandang. Ketika pensiun, seseorang

akan mengalami perubahan kondisi karena sudah tidak aktif bekerja lagi

(Handayani, 2013). Individu akan mengalami beberapa perubahan dalam

hidupnya, seperti perubahan ekonomi (Suardiman, 2011). Uang jaminan

pensiun yang mereka terima jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan gaji

biasa yang mereka terima ketika masih aktif bekerja. Mereka khawatir nantinya

tidak dapat mencukupi segala kebutuhan keluarganya apalagi jika mereka

merupakan satu-satunya orang yang bekerja dalam keluarga.

Hasil penelitian mengenai hubungan antara kecemasan menghadapi

pensiun dengan semangat kerja pada pegawai PT. Pos Indonesia menunjukkan

bahwa kecemasan yang dirasakan pegawai yang menghadapi masa pensiun

berkaitan dengan ketakutan jika setelah pensiun nanti dirinya tidak bisa

sepenuhnya memenuhi semua keinginan anak maupun keluarganya dari segi

ekonomi, serta kurang bisa untuk mengontrol emosinya ketika sedang marah

(Yuliarti & Mulyana, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Nuraini (2013), diperoleh keterangan bahwa subjek merasa cemas akan

masalah pendapatan yang berkurang ketika sudah pensiun nanti, sementara

anak masih perlu biaya sekolah serta kebutuhan hidup yang terus meningkat.

(38)

tugas perkembangan untuk memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang

semakin meningkat, termasuk juga saat anak mulai mengikuti kursus atau

ekstrakulikuler untuk mengembangkan kemampuannya (Fredericks & Eccles

dalam Santrock, 2012).

(39)

C.

Kerangka Berpikir

(40)

dalam menghadapi masa pensiun. Peneliti akan melihat bagaimana pola karyawan

pria dalam proses meregulasi emosinya menggunakan 5 bentuk regulasi emosi

yang dikemukakan oleh Gross yaitu pemilihan situasi (situation selection),

modifikasi situasi (situation

modification), penyebaran perhatian (attentional

deployment), perubahan kognitif (cognitive change) dan modulasi respon

(response modulation).

Skema 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Masa Pensiun

Emosi Positif dan

Negatif

(41)

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah penelitian mengenai sebuah fenomena yang datanya diambil dari cerita

informan mengenai pengalamannya dalam menghadapi fenomena tersebut

(Supratiknya, 2015). Untuk menggali makna dari informan, peneliti akan terjun

langsung ke lapangan, untuk mengambil berbagai macam data, baik melalui

wawancara, observasi, maupun pengumpulan dokumen-dokumen. Secara umum,

penelitian kualitatif bersifat eksploratorik yaitu lebih mengandalkan data berupa

ungkapan atau penuturan dari para informan penelitian dalam mengeksplorasi

fenomena yang menjadi fokus penelitian (Supraktiknya, 2015).

Penelitian ini menggunakan desain Analisis Isi Kualtitatif (AIK). Hsieh &

Shanonn (Supratiknya, 2015) mendefinisikan AIK sebagai metode penelitian

untuk menguraikan data teks secara subjektif dengan cara mengklasifikasikan

secara sistematik menjadi sebuah kode, lalu dikelompokkan ke dalam tema atau

pola yang sesuai. Peneliti menggunakan Analisis Isi Kualitatif (AIK) dengan

pendekatan deduktif yang bertujuan untuk menguji kembali data yang sudah ada

dalam sebuah konteks baru, termasuk menguji kembali kategori, konsep, atau

hipotesis yang sudah pernah diperoleh (Catanzaro, dalam Supratiknya, 2015).

Pendekatan ini cocok diterapkan ketika sudah ada teori atau hasil penelitian

(42)

menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian

yang berusaha menggambarkan objek apa adanya (Creswell, 2010). Tujuan

penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara sistematsis fakta dan

karakteristik objek yang diteliti secara tepat (Sangadji & Sopiah, 2010).

Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan dengan analisis isi

deduktif deskriptif karena peneliti ingin menggambarkan proses regulasi emosi

dalam menghadapi masa pensiun yang dilakukan oleh karyawan pria pekerja

tunggal dengan anak yang masih sekolah secara sistematis berdasarkan

pengalamannya sendiri. Proses pengodean akan dilakukan dengan menggunakan

teori yang sudah ada mengenai proses regulasi emosi yang dijelaskan ke dalam

konteks baru yaitu dengan menggunakan informan karyawan pria pekerja tunggal

dengan anak yang masih sekolah.

B.

Fokus Penelitian

Fokus pada penelitian ini adalah proses regulasi emosi dalam menghadapi

masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih

sekolah. Ada lima rangkaian proses regulasi emosi yaitu pemilihan situasi

(

situation selection

), modifikasi situasi (

situation

modification

), penyebaran

perhatian (

attentional deployment

), perubahan kognitif (

cognitive change

) dan

modifikasi respon (

response modification

). Peneliti akan mengkaji bagaimana

karyawan pria pekerja tunggal dalam memproses regulasi emosi yang mereka

(43)

C.

Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah karyawan pria pekerja tunggal dengan

anak yang masih sekolah, dan berada dalam fase dekat pensiun, yaitu 1-2 tahun

menjelang pensiun. Informan merupakan karyawan swasta yang memiliki anak

yang masih sekolah dan belum bekerja, serta memiliki istri yang tidak bekerja dan

tidak berpenghasilan. Dalam penelitian ini, dibutuhkan 3 orang informan yang

jujur dan dapat dipercaya, bersedia mengikuti prosedur penelitian sesuai dengan

kesepakatan bersama, bersedia terbuka menjawab pertanyaan berkaitan dengan

topik penelitian, serta yang terpenting informan merupakan seorang karyawan pria

yang memiliki anak yang masih sekolah dan sedang menghadapi masa pensiun.

Peneliti menggunakan karyawan sebagai syarat informan karena peneliti

melihat bahwa karyawan merupakan orang yang menawarkan jasa atau tenaga

kepada sebuah lembaga dan cenderung terikat dengan kontrak, sehingga

cenderung akan pensiun jika sudah memasuki batasan usia non produktif menurut

perusahaan atau lembaga tempatnya berkerja. Karyawan pria dipilih karena pria

dianggap sebagai tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah. Karyawan

pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah menjelaskan bahwa

karyawan pria pekerja tunggalnya yang memiliki anak yang masih bersekolah.

Terdapat dua jalan dalam menemukan informan, yaitu keterangan orang yang

berwenang dan melalui wawancara pendahuluan (Prastowo, 2014). Peneliti akan

mengunakan dua cara tersebut dalam menemukan informan. Pertama, peneliti

(44)

selanjutnya peneliti akan melakukan wawancara pendahuluan terhadap orang

yang direkomendasikan tersebut.

D.

Prosedur Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk menggali pengalaman sadar

dari karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah mengenai

proses regulasi emosinya. Teknik wawancara yang akan digunakan adalah

wawancara semi terstruktur, dimana peneliti dan informan akan melakukan dialog

secara langsung. Pertanyaan yang telah disusun sebelumnya dapat dimodifikasi

menurut respon dari informan penelitian. Peneliti dapat menyelidiki dan menggali

lebih jauh wilayah-wilayah menarik dan penting yang dipaparkan oleh informan

penelitian (Smith, 2009)

.

Teknik ini akan memungkinkan peneliti untuk

mendapatkan jumlah data yang banyak, namun karena melibatkan aspek emosi,

maka dibutuhkan kerjasama yang baik antara peneliti dan informan (Sarwono,

2006).

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan peneliti

untuk mengumpulkan data, yaitu:

1.

Peneliti mencari informan yang sesuai dengan kriteria penelitian ini,

berdasarkan rekomendasi dari orang terdekat peneliti.

2.

Peneliti menyusun panduan pertanyaan sesuai dengan persetujuan dosen

(45)

3.

Peneliti melakukan wawancara pendahuluan terhadap informan, untuk

melihat apakah informan benar-benar sesuai dengan kriteria dalam

penelitian ini.

4.

Setelah mendapatkan informan yang sesuai dengan kriteria, peneliti

meminta persetujuan dan kesediaan informan untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini. Peneliti juga menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian ini

serta membangun raport dan mengatur jadwal wawancara dengan

informan.

5.

Peneliti mulai melakukan wawancara dengan informan.

Peneliti juga menggunakan beberapa media pembantu selama melakukan

wawancara, yaitu pedoman wawancara dan alat perekam dengan persetujuan

[image:45.595.87.513.237.748.2]

informan. Berikut pedoman pertanyaan yang digunakan:

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara

Aspek

Indikator

Pertanyaan

Emosi

Emosi

Tenang, santai, rileks,

gembira,

lucu,

haru,

senang.

Sedih, kecewa, putus

asa,

depresi,

tidak

berdaya, frustasi, marah,

dendam

Bagaimana perasaan anda saat

anda menyadari bahwa anda akan

pensiun dalam waktu dekat?

Regulasi Emosi

Pemilihan

situasi

Menghindari objek yang

meningkatkan emosi.

Menghindari objek yang

Apa yang anda lakukan saat anda

menyadari bahwa anda akan

(46)

mengurangi emosi.

Mendekati subjek yang

meningkatkan emosi.

Mendekati subjek yang

mengurangi emosi.

Apakah anda sempat menghindar

atau justru semakin berfokus pada

pekerjaan anda?

Perubahan

situasi

Mengubah situasi secara

langsung

untuk

mengalihkan emosi

Apa yang anda lakukan untuk

mengurangi dampak emosi yang

ditimbulkan dari permasalahan

ini?

Penyebaran

atensi

Memindahkan perhatian

dari sebuah situasi yang

dapat

menimbulkan

emosi ke situasi yang

tidak

menimbulkan

emosi

Memfokuskan perhatian

kepada

situasi

yang

menimbulkan emosi

Mengarahkan perhatian

secara berulang terhadap

perasaan yang dialami

dan konsekuensinya

Apakah

anda

pernah

melampiaskan

perasaan

anda

terhadap orang-orang atau hal-hal

yang

ada

di

sekitar

anda?

Terhadap siapa atau apa saja dan

apa yang anda lakukan terhadap

orang atau hal tersebut?

Saat

anda

mencoba

untuk

berfokus pada permasalahan anda,

apa yang anda rasakan? Apakah

anda akan merasa cemas dan

resah atau justru anda dapat

menemukan

cara

untuk

menyelesaikan

permasalahan

tersebut?

Perubahan

kognitif

Mengurangi

emosi

positif

Menambahkan

emosi

positif

Mengurangi

emosi

negatif

Bagaimana

anda

memandang

sebuah masalah? Apakah anda

pernah

mencoba

untuk

memandang permasalahan anda

(47)

Menambahkan

emosi

negatif

Perubahan

respon

Pengurangan

perilaku

emosi

Penggunaan

alkohol,

obat-obatan

Latihan, terapi, relaksasi

Makan

Bagaimana

cara

anda

untuk

meredam emosi saat menghadapi

masalah? apakah anda pernah

mengkonsumsi obat-obatan atau

alkohol?

E.

Prosedur Penelitian

Berikut ini merupakan prosedur penelitian yang dilakukan peneliti dalam

penelitian ini:

1.

Peneliti menentukan topik penelitian dan mengumpulkan data berkaitan

dengan penelitian ini untuk menyusun proposal penelitian.

2.

Peneliti berkonsultasi dengan dosen pembimbing dalam melakukan

penelitian ini.

3.

Peneliti menyusun pertanyaan wawancara.

4.

Peneliti mencari informan yang sesuai kriteria dengan cara melakukan

wawancara pendahuluan.

5.

Setelah mendapatkan informan yang sesuai, peneliti menjelaskan semua

hal yang berkaitan dengan penelitian ini, melakukan rapport, serta

melakukan pengisian

informed consent

sebagai persetujuan informan

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

6.

Peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan bantuan alat

(48)

7.

Peneliti melakukan verbatim rekaman data wawancara.

8.

Peneliti mulai melakukan koding dan intepretasi data untuk mendapatkan

hasil penelitian.

F.

Metode Analisis Data

Penulis akan melakukan analisis isi kualitatif terarah deduktif yang bertujuan

untuk memvalidasi atau menguji ulang sebuah teori (Hsieh & Shannon, dalam

Supratiknya, 2015). Untuk merumuskan pertanyaan dalam penelitian serta

menentukan skema pengodean untuk menentukan kategori secara deduktif,

peneliti menggunakan teori atau hasil penelitian yang sesuai.

Langkah awal yang dilakukan adalah membuat transkrip wawancara atau

verbatim dari rekaman selama wawancara. Setelah itu, peneliti membaca seluruh

transkrip wawancara dan menandai setiap bagian dari teks yang menunjukkan

proses regulasi emosi. Kemudian peneliti menentukan kode untuk teks yang sudah

ditandai menggunakan kode-kode yang sudah ada yaitu emosi positif dan emosi

negatif serta proses regulasi emosi yaitu pemilihan situasi (

situation selection

),

modifikasi situasi (

situation

modification

), penyebaran perhatian (

attentional

deployment

), perubahan kognitif (

cognitive change

) dan modulasi respon

(

response modulation

) (Hsieh & Shannon, dalam Supratiknya, 2015).

G.

Kredibilitas Penelitian

Moleong (2005) mengungkapkan bahwa uji kredibilitas digunakan untuk

(49)

kredibilitas

Member Checking

, yaitu pengecekan kembali pada partisipan

(Supratiknya, 2015). Tujuannya, untuk mengetahui seberapa jauh data yang kita

peroleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh informan. Jika data yang

ditemukan disepakati oleh para informan, berarti data tersebut valid sehingga

(50)

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat proposal hingga panduan

pertanyaan. Setelah itu peneliti melakukan diskusi dengan dosen pembimbing

untuk memastikan bahwa metode yang akan dilakukan sudah benar. Sembari

merumuskan panduan pertanyaan, peneliti mulai mencari informan penelitian

yang sesuai dengan kriteria, dibantu oleh orangtua peneliti dan teman peneliti.

Setelah mendapat persetujuan dari dosen pembimbing, peneliti mulai untuk

membuat janji dan melakukan rapport serta wawancara di satu hari yang sama,

karena peneliti sudah mengenal ketiga informan.

Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017.

Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk menggali pengalaman sadar dari

ketiga informan. Waktu dan tempat wawancara sesuai dengan persetujuan

informan dan peneliti. Sebelum melakukan wawancara, peneliti melakukan

rapport pada informan dan menjelaskan tentang prosedur dalam penelitian yang

dilakukan. Selain itu, informan juga memberikan persetujuan melalui

informed

consent

.

(51)

yang sedang dilakukan serta melakukan rapport. Selanjutnya peneliti memberikan

[image:51.595.89.512.232.755.2]

informed consent

dan mulai melaksanakan wawancara yang dilakukan di

kediaman SG pada hari Sabtu, 6 Januari 2017 pukul 11.00 hingga 14.30 WIB.

Informan II (NR) merupakan tetangga dari peneliti. Peneliti menemui NR untuk

menyampaikan tentang penelitian yang sedang peneliti lakukan dan menjelaskan

tentang kriteria yang peneliti cari. Lalu NR mengatakan jika memang sesuai maka

NR bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Selanjutnya pada hari

Senin, 8 Januari 2017 peneliti melakukan rapport dan pemberian

informed

consent

. Wawancara dilakukan di kediaman NR mulai pukul 18.00 hingga 21.00

WIB. Informan III (BY) merupakan teman dari ayah peneliti. Ayah peneliti

membuatkan janji dengan BY untuk bertemu dengan peneliti pada hari Minggu,

29 Januari 2017 pukul 11.00 hingga 13.00 WIB, sehingga peneliti dapat

menjelaskan tentang penelitian ini, menyampaikan kriteria yang dibutuhkan

dalam penelitian ini dan menanyakan kesediaan BY untuk terlibat dalam

penelitian ini, serta memberikan

informed consent

. Setelah membuat transkrip

wawancara dengan BY, peneliti merasa perlu melakukan wawancara tambahan

sehingga peneliti membuat janji untuk melakukan wawancara kedua pada hari

Selasa, 14 Maret 2017 pukul 19.00 hingga 20.30 WIB di kediaman BY.

Tabel 4.1. Pelaksanaan Wawancara

Kegiatan Informan I Informan II Informan III

Rapport, wawancara,

pengisian

Informed Consent

Sabtu, 6 Januari 2017 pukul 11.00-14.30 di kediaman SG

Senin, 8 Januari 2017 pukul 18.00 – 21.00 di kediaman NR

Minggu, 29 Januari 2017 pukul 11.00-13.00

di kediaman BY Selasa, 14 Maret 2017 pukul 19.00-20.30

(52)

Member Checking

Jumat, 17 Maret 2017 pukul 11.00-13.00 di kediaman SG

Kamis, 16 Maret 2017 pukul 18.00-19.30 WIB di kediaman NR

Minggu, 19 Maret 2017 pukul 11.00-12.30 di Kediaman BY

[image:52.595.84.514.136.654.2]

B.

Gambaran Informan

1.

Data Informan

Tabel 4.2. Data Informan

Keterangan Informan I Informan II Informan III

Nama Inisial SG NR BY

Usia 54 tahun 55 tahun 55 tahun

Pendidikan SMA S1 S1

Agama Katholik Kristen Islam

Jumlah Anak 2 2 1

Usia Anak 22 th dan 17 th 17 th dan 13 th 16 th

2.

Latar Belakang Informan

a.

Informan I (SG)

SG merupakan seorang

layout editor

di sebuah perusahaan media

cetak di Yogyakarta. SG berusia 54 tahun dan tinggal di Minomartani

bersama istri dan dua orang anak laki-laki. Anak pertama SG merupakan

mahasiswa semester 10 di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta

yang saat ini sedang menyelesaikan skripsinya. Anak kedua SG duduk di

bangku kelas 3 sekolah menengah atas di salah satu sekolah swasta di

Yogyakarta. Istri SG merupakan seorang ibu rumah tangga. Dulunya istri

SG merupakan seorang penjahit dan memiliki 2 orang pegawai, namun pada

saat krismon tahun 1998, usahanya mengalami kebangkrutan.

(53)

perkembangan media elektronik yang semakin pesat. Namun istrinya tidak

menyetujui keputusan SG untuk pensiun dini karena mumpung masih ada

pekerjaan yang bisa dikerjakan dan daripada menganggur di rumah. SG

memiliki kegiatan bersama istri yaitu memasak sayuran untuk dijual di

warung makan setiap pagi dan menerima pesanan

catering

. SG merasa

pemasukan dari usahanya bersama istri akan lebih baik jika dikembangkan

daripada terus mengandalkan pemasukan dari perusahaan.

SG ingin mengembangkan usahanya bersama istri dengan membuka

warung makan namun istri tidak setuju dan masih takut mengambil resiko

untuk mengontrak kios. Dengan modal berpikir yang SG miliki dan

kemampuan istrinya, SG yakin usaha tersebut bisa berkembang dengan

baik. SG sering mendiskusikan hal tersebut bersama istrinya bahwa SG

hanya memiliki waktu setahun-dua tahun lagi untuk bekerja.

Dalam menghadapi masa pensiun, SG merasa siap karena memang

sudah menjadi keinginannya sejak dulu karena merasa perusahaan sudah

tidak berkembang lagi. SG memiliki rencana untuk pensiun pada awal tahun

2017 sehingga SG meminta anak pertamanya untuk menyelesaikan skripsi

di tahun 2016. Namun kenyataannya anaknya tidak selesai dan akhirnya SG

membatalkan niatnya untuk pensiun dini. SG terkadang merasa marah

kepada anaknya karena program yang SG rencanakan tidak bisa berjalan.

SG merasa bahwa hal tersebut menjadi beban untuk dirinya.

(54)

sedikit. Istri juga meminta SG mencari kerja lagi untuk tambah-tambah. SG

mengatakan kepada istrinya bahwa SG mampunya segini, istri diajak usaha

bersama juga tidak mau dan SG merasa di usia yang sekarang ini tidak akan

ada yang mempekerjakan SG karena kualitas yang dimiliki, namun hanya

karena kasihan. Terkadang SG juga merasa bersalah karena saat menolak

saat diberikan tawaran untuk membantu cabang baru di luar pulau karena

sudah merasa nyaman di Jogja. SG tidak menyangka karirnya akan hancur.

Meski rencananya tidak bisa berjalan, SG tetap bersemangat dalam

bekerja. SG tidak merasa adanya perubahan dalam dirinya. Jika semangat

menurun maka teman-teman juga bisa

down

karena SG merasa menjadi

panutan bagi teman-teman kerjanya. Jika SG tidak masuk, SG merasa

kasihan dengan teman-temannya karena pekerjaannya akan ditanggung oleh

teman-temannya mengingat media cetak adalah pekerjaan yang dikejar

(55)

Ketika berada dalam masalah, SG cenderung akan pergi ke gereja

untuk berdoa atau pergi berziarah. SG merasa terbantu dan tenang jika

sudah ke Gereja. SG juga tidak pernah marah sampai meledak-ledak dan

memilih untuk pergi. SG merasa dalam hidup ini tidak perlu muluk-muluk,

yang terpenting masih bisa bekerja dan menghasilkan untuk anak, meskipun

keinginannya tidak dapat terpenuhi. SG juga menekankan kepada anaknya

bahwa tidak bisa memberikan harta, hanya mampu menyekolahkan. Jika

anak-anaknya bisa mendapatkan beasiswa itu merupakan nilai tambah untuk

anaknya. SG selalu mengupayakan supaya anaknya bisa sekolah sebagai

bekal hidup.

b.

Informan II (NR)

NR merupakan seorang karyawan swasta di salah satu lembaga. NR

tinggal di daerah Jombor bersama istri dan dua orang anak perempuannya.

Anak pertama NR duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas dan

anak kedua NR duduk di bangku kelas 2 sekolah menengah pertama. Istri

NR adalah seorang ibu rumah tangga dan dalam keseharian mengantar

jemput anaknya sekolah. Dalam mendidik anaknya, NR dan istri sangat

mengutamakan pendidikan sehingga NR memberikan semua fasilitas seperti

les dan kursus setiap hari agar anaknya menjadi pintar dan masuk ke

sekolah negeri favorit. Terbukti saat ini anak-anak NR bersekolah di sekolah

negeri favorit di DIY.

(56)

bagi karyawan yang sudah memasuki usia 50 diberikan kesempatan untuk

mulai mencari bisnis atau alternatif kegiatan lain yang bisa dilakukan saat

pensiun nanti. Karyawan bebas untuk izin ketika memang diperlukan atau

kerja 5 hari dalam seminggu.

Selama diberi kesempatan oleh kantor, NR mencoba untuk

memanfaatkannya dengan mencari-cari bisnis yang sesuai di

google

. Selama

ini NR merasa bisnis itu sulit, namun jika mau berusaha pasti akan

mendapatkan. Kesulitan yang dihadapi NR adalah ketika ditahun pertama

NR berminat di suatu bidang namun ketika digeluti hingga tahun kedua

ternyata berat, sehingga NR sudah kehilangan dua tahun. Menurut

pengalamannya, jika gagal dalam berbisnis memang mendapatkan

pembelajaran baru, namun untuk memulai kembali membutuhkan modal

lagi. Hal tersebut dirasa sulit dan terlalu beresiko tinggi bagi orang tua,

sehingga yang bisa NR lakukan adalah hal yang aman-aman saja, seperti

membuka kos-kosan di sekitar kampus di Yogyakarta.

(57)

dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain, sehingga NR tidak merasa berat

untuk meninggalkan kantor saat pensiun nanti.

(58)

Saat NR mengingat tentang kewajibannya sebagai pencari nafkah

dalam keluarga yang berada dalam masa pensiun dengan anak yang masih

sekolah, NR merasa kok ini menimpa diriku, susah, galau, kelabu, khawatir,

kalut, bingung, dan sepaneng. Ketika merasa tertekan, NR menyadari bahwa

hal itu berpengaruh pada perilakunya sehari-hari, di mana sebenarnya NR

bisa membicarakan hal cukup A saja namun menjadi ABC. Ketika sudah

sunyi, NR bisa berefleksi dan menyadari tindakannya yang di luar kontrol

dan seharusnya tidak seperti itu.

Namun NR juga beruntung diberikan otak yang pelupa oleh Tuhan

sehingga NR tidak sepanjang waktu memikirkan hal ini. Terkadang NR bisa

lupa dan merasa

happy

namun ketika teringat kembali, perasaan NR

menjadi tumpang tindih. Ketika merenung, NR menyadari bahwa NR sudah

harus mencari ide, padahal selama ini NR merasa sudah mencari setengah

mati.

(59)

dan memberikan ketenangan saat NR merasa sulit. Selain berdoa dan

membaca, ketika NR merasa tertekan, NR biasanya akan pergi

berjalan-jalan naik motor.

NR terbiasa menjadikan istrinya sebagai tempat curhat untuk

mengeluarkan tekanan-tekanan besar yang dirasakannya. NR mengatakan

kepada istrinya kalau kebutuhan normal kita cukup, tapi kalau ada sekolah

baru kebutuhan kita kurang. NR juga meminta kepada istrinya agar tidak

dituntut lebih. Untuk menyiasati kekurangannya, NR mengurangi pola

konsumtif. NR tidak akan menuntut istrinya untuk memikirkan ide kegiatan

apa yang bisa dilakukan saat NR sudah pensiun nanti karena NR merasa itu

adalah tugasnya sebagai kepala keluarga, istri sudah terlalu sulit untuk

mengatur keuangan dan NR tidak mau menambah beban istrinya. NR

merasa istrinya memiliki peran yang besar pada kehidupan harian dan

nyatanya segala kesulitan dan kekurangan selalu berhasil NR lewati.

c.

Informan III (BY)

BY merupakan seorang karyawan di perusahaan LPG di Yogyakarta.

BY tinggal di daerah Sleman bersama istri dan seorang anak perempuannya.

Anak BY saat ini duduk di kelas dua sekolah menengah atas dan istri BY

merupakan seorang ibu rumah tangga. Mendekati masa pensiun, BY

membuka bisnis pangkalan LPG di rumahnya dan istrinya yang mengurus.

(60)

dilakukan sejak anaknya baru lahir. BY dan istri mendapatkan anak setelah

17 tahun pernikahan. Hal ini membuat BY menyadari bahwa ketika BY

pensiun nanti anaknya masih sekolah. Ketika anaknya lahir, BY

mendaftarkan anaknya untuk asuransi dan tabungan.

BY berharap semua yang sudah BY persiapkan akan cukup untuk

anaknya hingga lulus kuliah dan bahkan hingga anaknya berumahtangga.

BY memang merasa khawatir namun sejak awal sudah menyadari sehingga

BY membagi kekhawatirannya tersebut ke asuransi. BY sudah berusaha

menjalankan tanggungjawabnya sebagai orang tua. Meski begitu BY tetap

merasa bingung dan khawatir karena ketika pensiun nanti BY tidak lagi

melakukan rutinitas yang selama ini BY lakukan. BY juga merasa lebih

sensitif untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dimasukkan ke hati

namun BY masukkan ke hati. BY juga merasa was-was mengenai

kehidupan setelah pensiun nanti. Ketika perasaan itu muncul, BY akan

jalan-jalan melihat-lihat produksi di pabrik atau jika di rumah BY akan

melihat-lihat kolam di belakang rumahnya.

(61)

Allah. BY juga merasa sudah berusaha untuk memenuhi tugas dan

tanggungjawabnya sebagai orangtua.

BY sudah merasa siap menghadapi masa pensiun karena secara

finansial, BY sudah berusaha mempersiapkan semua kebutuhan. BY merasa

belum ada pengaruh pada kehidupannya karena masih ada

support

dana. BY

juga menyadari adanya

post power syndrome

namun BY merasa tidak

mengalaminya karena BY sudah menyiapkan dana, menyiapkan kegiatan

yang akan dilakukan untuk mengisi hari tuanya yaitu bisnis pangkalan LPG,

inventaris rumah, membantu memberikan pinjaman dengan tambahan

pendapatan, serta mencari kegiatan yang positif seperti mengikuti pengajian

dengan berbagai kelompok.

C.

Hasil Penelitian

Hasil wawancara menunjukkan bahwa emosi positif dan emosi negatif

muncul pada ketiga informan dalam menghadapi masa pensiun. Untuk mengatur

emosi-emosi tersebut, ketiga informan melakukan regulasi emosi dengan lima

bentuk yaitu pemilihan situasi (

situation selection

), modifikasi situasi (

situation

modification

), penyebaran atensi (

attentional deployment

), perubahan kognitif

(

cognitive change

), dan modulasi respon (

response modulation

). Kelima bentuk

dalam proses regulasi emosi tersebut dapat terjadi secara bersamaan dan bisa juga

tidak semua terjadi. Berikut merupakan pemaparan pada setiap informan:

(62)

Emosi positif yang dirasakan oleh SG dalam menghadapi masa

pensiun adalah SG merasa tidak takut untuk pensiun dan ingin keluar

dari pekerjaannya. Saat memiliki masalah, SG merasa tenang dan

terbantu ketika sudah ke gereja. SG mengatakan:

Merasa terbantu, meskipun saya nggak bisa berdoa yang

khusyuk ya saya kalau udah ke gereja gitu saya tenang,

kalau

sampe nggak bisa ke gereja gitu ya saya gelo

(line

1.110-1.114)

Sedangkan emosi negatif yang dirasakan SG yaitu sudah merasa

jenuh dan ingin keluar dari pekerjaan yang telah puluhan tahun

digelutinya. SG merasakan adanya penyesalan dalam dirinya karena

saat ditawari untuk membantu cabang baru di luar Pulau SG menolak,

jika SG mau ikut pasti hidupnya tidak akan seperti ini. Penyesalan

tersebut juga membuat SG menyalahkan diri sendiri karena dulu

menolak

Gambar

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara
Tabel 4.1. Pelaksanaan Wawancara
Tabel 4.2. Data Informan
Tabel Hasil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sari, D.F 2012, Efektivitas Pelatihan Persiapan Pensiun Terhadap Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Pada Karyawan Perum Damri Semarang.. Universitas

Sikap menerima muncul karena individu yang bersangkutan telah mempersiapkan diri untuk menghadapi pensiun dan merasa wajar saat masa pensiun datang... merasa bahwa

yang harmonis akan dibutuhkan untuk menghadapi transisi memasuki masa pensiun agar ia mendapatkan kesejahteraan di masa tua. Untuk itu peneliti.. ingin mengetahui

Dengan diketahui perbedaan sikap antara pria dan wanita dalam menghadapi masa pensiun pada Pegawai Negeri Sipil Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi D.I.Y

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi masa pensiun adalah keadaan atau perasaan tidak menyenangkan karena adanya kekhawatiran, bingung, ketidakpastian

yang mempengaruhi kecemasan menghadapi masa pensiun, berupa:.. Kepuasan kerja

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh negatif antara penerimaan diri dan kecerdasan emosi dengan kecemasan pada pegawai yang akan menghadapi masa pensiun

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada tingkat regulasi emosi pekerja sosial sebelum dan sesudah