• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Penyajian Data

4.2.4 Informan Keempat

Informan keempat yakni Ibu Artiningsih. Beliau bertempat tinggal di daerah kawasan Rumah Susun Wonorejo. Profesi beliau merupakan pengais sampah di seluruh kawasan rungkut dengan tingkat pendidikan akhir SLTP. Karena tidak memiliki biaya, beliau tidak dapat melanjutkan sekolah sampai ke tingkat SLTA. Ibu Arti merupakan pendatang dari Dusun Lekok Kabupaten Pasuruan. Dengan alasan hidup di kota itu lebih banyak mendapatkan penghasilan, akhirnya ia memutuskan untuk pindah ke Surabaya.

Namun pada kenyataannya, latar belakang pendidikan hanya sampai tingkat SLTP Ibu Arti hanya bekerja sebagai pengais sampah. Ibu Arti memiliki tiga orang anak. Anak pertama merupakan hasil dari pernikahannya yang pertama. Dan dua orang lagi merupakan hasil dari pernikahannya yang baru. Pada saat interview berlangsung beliau sangat aktif menjawab dan memberikan informasi tentang kehidupannya. Peneliti berkunjung ke rumah Ibu Arti pada tanggal 17 Juli 2011 pukul 15.01 WIB, sesuai yang telah ditentukan beliau karena paginya beliau harus bekerja dahulu. Namun beliau tidak berkenan untuk direkam suaranya karena pada saat itu beliau sedang kurang enak badan dan merasa kurang nyaman apabila suaranya direkam saat wawancara. Ibu Arti merasa isi slogan KB itu tidak membawa dampak apapun baginya. Yang penting saya bisa mencukupi kebutuhan anak-anak saya mbak, ujarnya saat wawancara.

Anggapan beliau memiliki anak itu dapat mendatangkan rezeki. Percaya atau tidak, walaupun saya berprofesi sebagai pemulung sampah namun ada saja rezeki yang mengalir. Apalagi anak laki-laki saya yang pertama juga ikut serta membantu saya mengais sampah.

4.2.5 Informan Kelima

Informan kelima adalah Ibu Sarinah. Beliau merupakan seorang janda yang tinggal di daerah Gubeng Masjid kawasan Surabaya Selatan. Ibu Sarinah lahir pada tanggal 22 Agustus 1982, namun pada usia yang masih tergolong muda suami beliau telah meninggal dunia sehingga sampai saat ini Ibu Sarinah terpaksa menghidupi seluruh kebutuhannya seorang diri. Ibu Sarinah memiliki empat orang anak. Anak yang pertama dan kedua masih duduk di bangku SLTP, sedangkan anak yang ketiga dan yang keempat masih duduk di bangku SD. Keadaan perekonomian keluarga yang sulit membuat anak-anak Ibu Sarinah ikut membantu bekerja. Setelah pulang sekolah mereka menyambi pekerja sebagai penjual koran di lampu pemberhentian kawasan menuju Delta Plaza.

Peneliti berkunjung ke tempat Ibu Sarinah biasa mangkal pada tanggal 19 Juli 2011 pukul 14.05 WIB. Sebelumnya peneliti tidak menentukan waktunya, karena setiap harinya Ibu Sarinah menjaga anak-anaknya di kawasan menuju jalan Pemuda Surabaya. Pada saat peneliti mengajukan permohonan untuk melakukan wawancara, beliau terlihat agak ragu untuk menjawab karena belum terbiasa. Namun setelah peneliti meyakinkan bahwa penelitian ini tidak akan disebarluaskan ataupun

dipublikasikan, peneliti meyakinkan wawancara ini hanya untuk kepentingan akademis semata. Akhirnya beliau menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti dengan sistematis meski terkadang beliau kurang sedikit paham dengan maksud pertanyaan peneliti.

Sebenarnya Ibu Sarinah ini tidak memiliki pengetahuan yang banyak mengenai KB, karena kata beliau untuk melanjutkan sekolah sampai bangku SLTP saja tidak sampai, apalagi untuk belajar yang aneh-aneh ujarnya. Selain itu almarhum suaminya tidak setuju apabila Ibu Sarinah menggunakan KB. Anak satu, empat, atau berapa jumlahnya beliau terima. Baginya anak itu merupakan rezeki dari Tuhan, jadi beliau sangat tidak menyetujui isi slogan KB bentuk apapun.

4.2.6 Informan Keenam

Informan keenam adalah Ibu Yuni. Beliau tinggal di pemukiman Gubeng Masjid. Ibu Yuni tidak memiliki pekerjaan tetap, pekerjaannya hanya menunggu anak-anaknya berjualan Koran dan minuman di parkiran Delta Plaza. Ibu Yuni lahir pada tanggal 01 Agustus 1981. Beliau merupakan pendatang dari Trenggalek, karena suami beliau merupakan orang asli Surabaya.

Pada tanggal 20 Juli 2011, peneliti berkunjung ke tempat Ibu Yuni biasa berjualan. Sebelumnya peneliti tidak menentukan waktu dan harinya, karena beliau selalu ada di parkiran Delta Plaza. Awalnya Ibu

Yuni ragu-ragu untuk memaparkan semua jawaban dari pertanyaan yang peneliti berikan, namun hampir semua pertanyaan dari peneliti dapat Ibu Sentot jawab dengan baik.

4.3 Analisis Data

4.3.1 Persepsi Ibu-ibu di Surabaya Terhadap Isi Slogan “Dua Anak Lebih Baik” dalam Iklan Keluarga Berencana di Televisi

Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan bahwa pada dasarnya persepsi ibu-ibu di Surabaya terhadap isi slogan Dua Anak Lebih Baik dalam Iklan Keluarga Berencana di televisi dapat dianalisis melalui pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana ibu-ibu memaknai iklan program Keluarga Berencana ditelevisi ?

b. Bagaimana pemahaman ibu-ibu terhadap iklan Dua Anak Lebih Baik jika dikaitkan dengan profesi informan sebagai ibu rumah tangga ?

c. Bagaimanakah persepsi ibu-ibu atas hukum Islam mengenai program Keluarga Berencana ?

Ada perbedaan latar belakang pengalaman tersebut pada dasarnya menyebabkan timbulnya persepsi ibu-ibu di Surabaya terhadap isi slogan dua Anak Lebih Baik dalam iklan Keluarga Berencana di televisi yang berbeda pula. Seperti yang dikemukakan oleh Deddy Mulyana dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” (2005:171) bahwa beberapa hal atau faktor-faktor yang mempunyai persepsi pada individu antara lain adalah :

1. Latar belakang pengalaman yang berbeda

Semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki akan mempengaruhi persepsi. Hal ini terbukti pada pola pikir tiap-tiap informan yang berbeda. Pada informan pertama dan ketiga dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi yaitu sarjana ekonomi maka mereka menyikapi slogan Dua Anak Lebih Baik dengan pemikiran terbuka karena semua itu kembali pada individunya masing-masing. Selain itu informan juga menyatakan kesetujuannya terhadap slogan Dua Anak Lebih Baik karena beliau sendiri merupakan anak keempat dari tujuh saudaranya. Keluarga Ibu Munir merupakan keluarga besar, dan pengalaman tersebut menjadikannya untuk lebih sigap lagi dalam memiliki anak. Terutama untuk memiliki jumlah anak lebih dari dua, beliau tidak setuju. Pada informan keenam, Ibu Yuni juga mengutarakan hal yang sama. Beliau menyikapi slogan Dua Anak Lebih Baik ini dengan sikap terbuka. Semua kembali kepada personalnya, mau menyikapi bagaimana slogan tersebut ujarnya.

Lain halnya perbedaan yang sangat mencolok pada informan keempat (Ibu Artiningsih) dan informan kelima (Ibu Sarinah) yang menyikapi slogan Dua Anak Lebih Baik dengan jawaban yang telontar begitu saja, tanpa ada pemikiran yang terbuka karena hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berada didalam rumahnya maupun diluar rumah serta tingkat pendidikan (SMA) yang membuat beliau dangkal akan pemahaman Keluarga Berencana. Oleh sebab itu pendidikan dan

pengalaman dalam kehidupan sehari-hari yang berbeda akan menimbulkan persepsi yang berbeda pula.

2. Budaya yang berbeda

Keenam informan memiliki budaya dan tradisi dalam keseharian yang bebeda dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pada informan pertama (Ibu Istiqomah) menjawab hampir setiap kali menonton iklan Dua Anak Lebih Baik di televisi, menurutnya iklan tersebut sering sekali ditayangkan dan oleh karena beliau selalu memperhatikan iklan tersebut. Pada informan kedua (Ibu Munir) dan informan keenam (Ibu Yani) yang jawabannya hampir menyerupai dengan informan pertama, mereka mengaku sangat menyukai iklan Dua Anak Lebih Baik milik program Keluarga Berencana. Menurut mereka iklan tersebut sangatlah layak tonton, edukatif karena informasi yang disampaikan sangatlah mendidik. Jadi menurut merka tidak ada masalah jika iklan tersebut ditayangkan, sekaligus untuk mensosialisasikan mengenai slogan baru KB yakni Dua Anak Lebih Baik. Lain halnya dengan jawaban dari informan keempat (Ibu Artiningsih) dan kelima (Ibu Sarinah), keduanya mengutarakan ketidak setujuannya atas slogan Dua Anak Lebih Baik, oleh karena itu mereka hampir tidak pernah mau menonton iklan KB Dua Anak Lebih Baik ditelevisi. Informan keempat menganggap bahwa slogan dan iklan Dua Anak Lebih Baik sangatlah mendoktrin masyarakat untuk membatasi jumlah anak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan budaya juga dapat mempengaruhi persepsi dari setiap individu.

3. Suasana psikologis yang berbeda

Suasana psikologis yang berbeda yang dimaksud adalah pada masa tertentu tiap informan menyukai iklan KB Dua Anak Lebih Baik dengan alasan yang berbeda. Pada informan pertama (Ibu Istiqomah) menyukai iklan Dua Anak Lebih Baik karena menonton iklan di televisi itu dapat membantu beliau dalam merefresh kembali pikirannya akibat seharian bekerja di kantor. Pada informan kedua (Ibu Munir) mengaku sangat menyukai iklan Dua Anak Lebih Baik karena iklan tersebut sangatlah menari perhatiannya. Iringan musik serta bintang iklan yang menjadi idolanya mempengaruhi beliau untuk menonton iklan tersebut. Informan ketiga (Ibu Yani) yang merupakan wanita karir mengaku jarang sekali menonton iklan Dua Anak Lebih Baik, apalagi jika beliau sedang di kantor. Namun beliau mengaku jika sedang di rumah dan sedang menonton televisi, maka beliau menonton iklan Dua Anak Lebih Baik. Intensitas iklannya yang sering tayang di televisi menurutnya sangatlah bagus, karena sangatlah membantu KB dalam memberikan informasinya mengenai programnya.

Pada informan keempat (Ibu Artiningsih) menjawab dengan nada yang seadanya karena dari awal beliau sudah menunjukkan sikapnya yang kontras dengan program KB. Beliau tidak meyukai program KB ini karena memang menurutnta sangatlah tidak bermanfaat bagi dirinya serta keluarganya, dan jawaban yang sama dilontarkan oleh informan kelima (Ibu Sarinah). Beliau menganggap iklan tersebut sangatlah tidak

menguntungkan. Apalagi jika berbicara mengenai program yang menurutnya sangatlah tidak menarik. Lain halnya informan keenam ini (Ibu Yuni), beliau mengaku menyukai iklan Dua Anak Lebih Baik. Akan tetapi perlu di garis bawahi bahwa tidak sedikit orang yang pro dan kontra akan program KB dan oleh karena itu semua kembali pada individu masing-masing. Semua dimulai dari ketertarikan seseorang dalam memperoleh informasi mengenai KB, maka semua program baik sosialisasi serta penyuluhan akan berjalan dengan baik.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti kepada enam orang informan tersebut, menunjukkan bahwa persepsi yang diberikan informan cenderung menerima adanya slogan Dua Anak Lebih Baik dalam Iklan Layanan Masyarakat Program Keluarga Berencana di televisi dengan berbagai alasan yang berbeda-beda, karena cara berfikir ibu-ibu di Surabaya sekarang ini juga mengikuti dengan adanya perkembangan zaman. Perbedaan cara berpikir dalam menyikapi segala sesuatunya bergantung pada tingkat pengetahuan, kebudayaan, serta suasana psikologis yang berbeda-beda yang dimiliki oleh tiap informan.

Dalam hasil wawancara yang dilakukan oleh penelii, ketika peneliti menanyakan secara langsug bagaimana persepsi mereka terhadap isi slogan Dua Anak Lebih Baik dalam iklan layanan masyarakat program Keluarga Berencana mendapatkan jawaban yang beranekaragam. Hal tersebut di pengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pengalaman dimasa lalu. Pada saat peneliti menanyakan bagaimana pendapat mereka tentang

tayangan iklan Dua Anak Lebih Baik mayoritas jawaban yang disampaikan oleh para informan adalah sangat baik. Salah satunya adalah jawaban yang diutarakan oleh Ibu Istiqomah sebagai informan pertama yang menyatakan bahwa adanya iklan Dua Anak Lebih Baik sangatlah mendidik. Karena informasi yang diberikan oleh program Keluarga Berencana sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga masyarakat pada umumnya menganggap bahwa program Keluarga Berencana itu memberikan dampak yang positif bagi kelangsungan hidup berkeluarga.

4.3.2 Persepsi Ibu-ibu Surabaya Terhadap Isi Slogan Dua Anak Lebih Baik Jika Dikaitkan Dengan Profesi Sebagai Ibu Rumah Tangga

Slogan Dua Anak Lebih Baik merupakan slogan baru yang dikemas oleh BKKBN mengenai program Keluarga Berencana sejak masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Slogan ini bertujuan untuk menghimbau masyarakat agar tetap menggunakan program Keluarga Berencana dengan memiliki dua anak saja agar dapat menciptakan lingkungan keluarga yang kecil, bahagia dan sejahtera.

Berikut merupakan petikan wawancara penulis tentang bagaimanakah pemahaman mengenai slogan Dua Anak Lebih Baik jika dikaitkan pada profesi mereka sebagai ibu rumah tangga.

Informan pertama Ibu Istiqomah memaparkan pendapatnya untuk menyikapi slogan Dua Anak Lebih Baik jika dikaitkan dalam profesinya

“Pendapat saya sih setuju mbak, dala artian kita sebagi wanita terutama saya sebagai wanita karir perlu punya prinsip dalam berumah tangga. Apalagi dalam menentukan jumlah anak, prinsipil kalo saya.

“Dengan dua anak saya lebih bisa mengembangkan bakat yang saya punya. Maklum, selain profesi sebagai ibu rumah tangga saya merupakan pegawai bank jadi mau gak mau beban saya terbagi antara urusan rumah dengan urusan anak. Memiliki dua anak sih kalo menurut saya jauh lebih baik.”

(Wawancara : 14 Juli pukul 09.00 WIB)

Pada informan kedua Ibu Munir, memaparkan pendapatnya dalam menyikapi slogan Dua Anak Lebih Baik jika dikaitkan pada profesinya sebagai ibu rumah tangga sebagai berikut :

“Dari dulu saya tertarik denga isi slogan KB baik dua anak cukup maupun dua anak lebih baik, sama-sama tegas menurut saya mbak.”

“Dari slogan kan jelas KB menganjurkan jumlah anak yang tepat dalam sebuah keluarga adalah dua. Kebetulan saya memiliki dua anak saja, gak mau nambah-nambah lagi. Karena buat saya dengan dua anak itu saya dengan suami jauh lebih fokus dalam mengontrol pendidikan mereka. Apalagi ditambah dengan masukan dari suami saya untuk menggunakan program KB, jadi semakin tidak ragu saya dalam menggunakan program tersebut.”

Hampir sama dengan informan-informan sebelumnya, Ibu Yani memberikan persepsinya mengenai isi slogan Dua Anak Lebih Baik jika dikaitkan dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga sebagai berikut :

“Sebenarnya isi slogn KB yang lama dengan yang baru sih sama aja ya mbak, sama-sama menganjurkan dua anak. Tapi jika dikaitkan dengan profesi saya sebagai wanita pekerja, saya lebih tertarik dengan yang Dua Anak Cukup.”

“Jika dua anak cukup kan lebih jelas anjurannya, tegas. Jika yang dua anak lebih baik menurut saya kesannya pemerintah hanya memberikan solusi bukan anjuran, jadi masyarakatpun ragu akan slogan tersebutnya. Seharusnya pemerintah lebih tegas dalam mengusung slogan karena terkait dengan masyarakat yang sangat membutuhkan kepastian informasi mengenai program Keluarga Berencana.”

(Wawancara : 16 Juli pukul 11.12 WIB )

Sedangkan jawaban lain didapatkan oleh peneliti dengan mewawancarai informan keempat yaki Ibu Artiningsih yang berusia 31 tahun dengan tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Memaparkan pendapatnya untuk menyikapi slogan Dua Anak Lebih Baik jika dikaitkan dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga sebagai berikut :

“Saya tidak mendukung, daria awal memang saya tidak tertarik dengan programnya apa lagi slogan yang diusung oleh KB. Kenapa harus

ada penentuan jumlah anak di dalamnya ? Padahal kan banyak anak itu banyak rezeki, jadi kenapa harus dibatasi.”

“Bukannya anak merupakan titipan dari Allah, jadi ya kenapa kita tidak menjaganya ? Kebetulan saya memiliki anak lebih dari dua, yah kembali kepada individunya saja kalo menurut saya mbak”

(Wawancara : 17 Juli pukul 18.01 WIB)

Informan keempat ini cenderung tidak mendukung slogan Dua Anak Lebih Baik, apalagi jika dikaitkan dengan profesinya,. Karena dapat terlihat dari jumlah anaknya yang lebih dari dua, itu saja sudah menjelaskan bahwa beliau menentang program Keluarga Berencana termasuk slogannnya Dua Anak Lebih Baik.

Jawaban yang hampir sama dengan Ibu Artiningsih adalah informan kelima yakni Ibu Sarinah. Beliau memberikan persepsinya mengenai slogan Dua Anak Lebih Baik jika dikaitkan dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga sebagai berikut :

“Buat saya dua anak itu sama halnya mendoktrin para ibu-ibu untuk membatasi jumlah anak. Saya sama sekali tidak mendukung slogan tersebut, apakah dengan dua anak hidup kita akan sejahtera ? Bukannya sejahtera itu bisa dibentuk dengan anak berapa saja ya mbak ?”

(Wawancara : 19 Juli pukul 14.05 WIB)

Sedangkan dari informan keenam yakni Ibu Yuni menjelaskan tentang perspsinya mengenai slogan Dua Anak Lebih Baik jika dikaitkan dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga sebagai berikut :

“Mendukung sekali saya dengan slogan tersebut, karena dengan dua anak saya dapat melakukan sebuah perencanaan yang matang terhadap anak-anak. Baik dari segi pendidikan maupun moral mereka. Kebetulan anak saya juga sudah dua, oleh karena itu saat ini saya masih menggunakan program Keluarga Berencana.”

(Wawancara : 20 Juli pukul 13,15 WIB)

Jadi paparan yang telah disampaikan oleh keenam informan diatas tentang persepsi mengenai slogan Dua Anak Lebih Baik jika dikaitkan dengan profesi mereka sebagai ibu rumah tangga berbeda antara satu dengan yang lain dikarenakan tingkat pengalaman ataupun tingkat pengetahuan serta faktor lingkungan yang berbeda. Hal ini seperti yang telah penulis tuliskan diatas bahwa Deddy Mulyana mengaplikasikan dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” (2001:171) bahwa beberapa hal atau faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada diri individu antara lain adalah latar belakang pengalaman yang berbeda antara seseorang dengan orang lain, budaya yang berbeda, serta suasana psikologis yang berbeda juga dapat membuat perbedaan persepsi seseorang dengan orang lain dalam mempersepsikan sesuatu.

4.3.3 Persepsi Ibu-ibu Surabaya Mengenai Pandangan Hukum Islam Tentang Keluarga Berencana

KB secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan

mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, Kb juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam.

Ketika peneliti menanyakan lebih lanjut pada para informan mengenai pandangan hukum Islam tentang Keluarga Berencana maka para informan yang secara keseluruhan adalah mereka yang beragama islam mayoritas mengutarakan kesetujuannya. Namun ada pula dari sebagian informan yang menyatakan tidak setuju terhadap program Keluarga Berencana terlebih lagi pada slogannya Dua Anak Lebih Baik. Hal ini disebabkan tingkat pengetahuan yang berbeda antara satu informan dengan informan yang lainnya ketika mereka memaparkan pendapatnya dalam penelitian ini.

Pada informan Ibu Istiqomah, beliau mengaku mengetahui akan pandangan hukum Islam tentang program Keluarga Berencana. Beliaupun mengaku sependapat dengan pandangan tersebut. Berikut merupakan petikan wawancara peneliti dengan informan pertama :

“Menurut pengertian saya KB juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi jika KB itu dibolehkan dalam agama Islam.”

(Wawancara : 14 Juli pukul 09,00 WIB)

Dan pada informan kedua, Ibu Munir memaparkan persepsinya atas hukum Islam tentang Keluarga Berencana. Berikut merupakan kutipan wawancara dengan Ibu Munir :

“Kalo sepengetahuan saya Keluarga Berencana yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan atau penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara.”

“Lagian kebolehan KB dalam batas pengertian diatas sudah banyak difatwakan, baik oleh individu ulama maupun lembaga-lembaga ke Islaman tingkat nasional dan internasional, sehingga dapat disimpulkan bahwa kebolehan KB dengan pengertian atau batasan ini sudah hampir menjadi Ijma`Ulama. Jadi buat saya dan keluarga sih KB syah-syah saja.” (Wawancara : 14 Juli pukul 14.35 WIB)

Pada informan ketiga jawaban mengenai hukum Islam atas program Keluarga Berencana adalah sebagai berikut :

“ Sepengetauan saya Keluarga Berencana (KB) yang dibolehkan adalah suatu usaha pengaturan atau penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri untuk kepentingan keluarga. Dan suami sayapun mendukung kok mbak, jadi ya halal buat saya dan keluarga.”

Sedangkan informan keempat mengaku tidak setuju atas hukum Islam yang difatwakan mengenai program Keluarga Berencana. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan Ibu Artiningsih :

“Buat saya KB itu tidak masuk akal, apalagi slogannya. Karena menolak anak itu sama halnya dengan menolak rezeki yang telah diberikan oleh Allah SWT. Anak kalo menurut saya adalah rezeki mbak.”

(Wawncara : 17 Juli pukul 18.01 WIB)

Pada informan kelima Ibu Sentot, peneliti mendapatkan jawaban yang hampir sama dengan informan sebelumnya. Berikutr adalah kutipan wawancara dengan Ibu Sentot :

“Fatwa yang ada sih buat saya gak berarti apa-apa mbak. Biasa saja saya menanggapi fatwa tersebut. Membatasi jumlah anak sama saja menolak rejeki dari Allah, dan saya lebih memilih mengambil sikap tidak setuju.”

(Wawancara : 19 Juli pukul 14.05 WIB)

Dan informan terakhir adalah Ibu Yuni. Beliau mengutarakan persepsinya mengenai hukum Islam atas program Keluarga Berencana sebagai berikut :

“Maksud dari KB kan bagus mbak, yakni menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Jadi sesuai dengan yang difatwakan, menurut saya KB itu sifatnya halal-halal saja.”

5.1 Kesimpulan

Dari hasil kegiatan wawancara yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa isi slogan Dua Anak Lebih Baik dalam iklan layanan masyarakat program Keluarga Berencana di televisi mendapatkan respon yang positif oleh sebagian ibu-ibu di Surabaya. Namun ada sebagian informan yang kurang setuju dengan isi slogan Dua Anak Lebih Baik dalam iklan layanan masyarakat program Keluarga Berencana karena pada dasarnya pengetahuan mereka mengenai program Keluarga Berencana sangatlah minim. Dengan tingkat pendidikan yang berbeda-beda, pendapat yang mereka kemukakan sangatlah berdasar. Bagi mereka, isi slogan Dua Anak Lebih Baik itu sangat bertentangan dengan pemahaman yang mereka.

Dokumen terkait