• Tidak ada hasil yang ditemukan

beberapa informan18 untuk mendapatkan informasi tentang penyelenggaran kesejahteraan sosial. Dimulai dengan penentuan informan yang tepat dan mampu memberikan informasi yang tepat untuk menentukan lancarnya pengumpulan data.

Penentuan informan biasa, dilakukan secara berantai dari satu informan ke informan yang lain. Pencarian informan dihentikan ketika wawancara yang dilakukan sudah merasa mendapatkan data yang jenuh dan tidak bervariasi lagi. Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini peneliti memiliki informan yang harus diwawancarai. Bagian-bagian tersebut memiliki tugas masing-masing dan tanggung jawab masing-masing di dalam setiap program yang mereka jalankan.

Awalnya mewawancarai pemegang program dari pemerintah sebagai informan kuncinya19. Setelah itu untuk menambah informasi tentang bantuan yang di berikan lembaga lain dan mewawancarai informan pokok lainnya di kuil Shri Mariaman sebagai pusat informasi ibadah masyarakat Hindu Tamil di kota Medan, antara lain Ketua Parisada Hindu Dharama Indonesia (PHDI), Ketua Perhimpunan Kuil, dan lembaga lain yang terikat beserta anggota dan masyarakat penerima bantuan.

1.7 Pengalaman Penelitian.

Pertama kali menginjakan kaki di kuil membuat penulis mengerti bahwa masyararat Hindu Tamil memiliki tata krama yang sangat baik, mungkin agak

18 Informan  adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang kata‐kata, frasa, 

dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan sumber informasi (Webster’ 

New Collegiate Dictionary, dalam Metode Etnografi, James S Spradley hal:39) 

19 Informan kunci adalah informan yang paling mengetahui akan data yang kita perlukan dalam 

penelitian dan yang paling kompeten dalam menjawab semua pertanyaan yang akan kita ajukan 

berbeda kalau melihat mereka dari fisik saja. Penelitian ke kuil untuk pertama kali meninggalkan kesan yang sangat menarik bagi penulis dan membuat penulis memiliki teman baru dan relasi baru dari etnis dan agama yang berbeda. Bahkan sampai sekarang penulis masih memiliki hubungan baik dengan petinggi kuil, ketua perhimpunan, bahkan dengan beberapa masyarakat-masyarakat etnis Tamil.

Pada saat penelitian, para mahasiswa di haruskan untuk bertanya kepada umat Hindu tentang kegiatan dan acara tersebut, dan bagaimana acara tersebut berlangsung dan sejak kapan acara tersebut di laksanakan. Pertanyaan demi pertanyaan di kami tanyakan langsung kepada umat hindu yang berada dikuil tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat kami saling mengenal lebih dekan dan bahkan membuat kami saling bertukang nomor handphone. Tidak sampai disitu saja hubungan yang kami jalani, kami juga saling berkomunikasi di media sosial dan saling bertukar informasi.

Setelah acara Deepavali di kuil, beberapa mahasiswa di ajak untuk datang kerumah beberapa orang Tamil oleh Bu Rytha. Hari Deepavali sama halnya dengan hari raya lainya bagi kita agama Islam maupun Kristen. Mereka juga menyambut tamu untuk datang kerumah mereka dan bersilahturahmi. Penulis menjadi terkesan melihat prilaku dan tindakan yang mereka lakukan kepada tamu tamu mereka yang datang kerumah mereka. Mengunjungi rumah mereka menjadi rutinitas penulis pada saat setiap hari Deepavali untuk selanjutnya.

Sejak penelitian pertama tentang masyarakat Tamil, membuat penulis terkesan dengan etnis tersebut. Penulis juga melakukan beberapa kali perjumpaan dengan pimpinan kuil seperti bapak Chandra Bose. Perbincangan kami tidak

sebatas tentang agama saja, kami juga membicarakan tentang relasi masyarakat Tamil. Relasi yang di bicarakan lebih mengacu kepada hubungan masyarakat Tamil dengan pihak pemerintah dan juga relasi orang Tamil dengan masyarakat dari etnis dan agama lain.

Pendalaman tentang etnis Tamil tidak hanya sampai disitu saja, penulis juga memperhatikan gejala dan dinamika yang di alami oleh masyarakat Tamil tersebut. Setelah diperhatikan dan di amati, ternyata masyarakat Tamil di kota medan ini mendapat perlakuan yang tidak adil dengan etnis lain baik itu pribumi maupun etnis pendatang lain. Pada saat memasuki semester enam, penulis banyak berdiskusi dengan buk Rytha terkait judul yang akan di angkat oleh penulis pada saat penulisan skripsi. Saat penulis berbicara tentang masyarakat Tamil, buk Rytha sangat banyak memberi arahan dan masukan. Hingga pada akhrinya penulis mendapat tema tentang kesejahteraan sosial masyarakat Tamil.

Diskusi dengan dosen Penasehat Akademik pun di lakoni oleh penulis. Perjumpaan dengan buk Sabariah bangun akhirnya terjadi, penulis meminta izin dan meminta permohonan agar buk Sabariah mengizinkan penulis untuk mengambil judul tentang Penyelenggaraan Kesejahtraan Sosial Minoritas Tamil di Kota Medan dengan pembimbing yang di setujui oleh beliau saat itu adalah buk Rytha Tambunan. Pada tahap selanjutnya penulis menjumpai Ketua Departemen Antropologi yang tak lain adalah Bapak Fikarwin Zuska. Diskusi alot akhirnya terjadi, dimana bapak Fikarwin juga mengatakan kalau memang masyarakat Tamil ini salah satu masyarakat minoritas.

bagaimana sebenarnya proses penyelenggaraan kesejahteraan sosial itu. Akhirnya beliau menyetujui judul yang diajukan oleh penulis. Berbekal hasil lapangan yang telah penulis lakukan, membuat penulis melakukan tahap pertama dalam pembuatan proposal. Pembuatan proposal yang dilakukan penulis mendapat arahan dan masukan yang cukup banyak oleh pembimbing.

Penelitian awal secara resmi dilakukan penulis pada akhir bulan Juni, tepatnya pada tanggal 29 juni 2014. Awal bulan Ramadhan yang merupakan hari pertama puasa membuat peneliti bersemangat mengisi hari-hari demi penelitian. Peneliti diajak oleh bu Rytha untuk hadir pada acara kematian seorang warga tamil di daerah Pasar Empat Padang Bulan. Peneliti hadir dengan Jayanti yang memang rekan penelitian saat itu. Pukul 10:00 WIB peneliti sudah hadir dilokasi dengan Jayanti dan bu Rytha. Disana kami berjumpa dengan keluarga duka yaitu bapak Manugren. Bapak Manugren merupakan salah satu pengurus besar Parisada Hindu Dharma Indonesia atau disingkat dengan PHDI.

Pertemuan awal membuat peneliti mengerti tentang kondisi awal masyarakat Tamil secara singkat. Hubungan yang baik dilakukan penulis membuat penulis di ajak makan kedalam rumah beliau sebagai bentuk kekeluargaan. Tetapi penulis menolak karena pada saat itu penulis sedang menjalankan ibadah puasa.

Tata cara upacara kematian pada masyarakat Tamil di kota Medan ada dua cara, yaitu dengan dikremasi secara adat atau di kubur. Untuk lokasi pemakaman sendiri, masyarakat Tamil memiliki tempat perkuburan di daerah Lubuk Pakam.

(Wawancara dengan Bapak Manugren) .

mencapai penentuan program-program yang akan peneliti cari. Pada saat awal kuliah kami mahasiswa semester tujuh di harapkan untuk mengikuti Praktek Kerja Lapangan II atau biasa kami disebut Magang.

Penulis sengaja memilih tempat Magang yang memang berhubungan dengan skripsi yang akan penulis teliti. Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sumatera Utara menjadi sasaran Penulis. Saat menjalan proses magang selama dua bulan lamanya, penulis di tempatkan di salah satu seksi di tempat tersebut. Seksi bantuan sosial menjadi tempat penulis mencari data yagn di butuhkan. Saat berbincang-bincang dengan pegawai dinas bersangkutan, peneliti sempat menyinggu soal bantuan-bantuan apa saja yang seksi tersebut salurkan untuk masyarakat Medan khusunya orangt Tamil.

Bantuan-bantuan yang mereka lakukan hanya berupa pembinaan saja. Pembinaan yang dilakukan berupa bantuan sosial yang akan disalurkan sedangkan untuk bentuk bantuan nyata di urus oleh sub-sub bagian yang memang telah ada penanggung jawabnya. Beliau juga mengatakan bahwa mereka hanya membantu pemerintah dalam bidang publikasi saja. Seperti bantuan Raskin, pihak dinas menyerahkan kepada setiap kelurahan untuk proses pembagiannya. Itu urusan masing-masing kelurahan dek.Penulis menanyakan soal BLT dan BLSM, beliau mengatakan kalau itu sudah di urus oleh kelurahan untuk pendataan ulang. Data sudah di ambil dari BPS, pihak kelurahan melakukan validasi ulang. Validasi ulang berguna untuk mencari siapa yang benar-benar berhak mendapatkan bantuan. Setahu saya seperti itu dek.

(Wawancara dengan Bu Jenti Nadeak)

Keesokan harinya penulis juga bertanya kepada salah satu pegawai yang lain, ibu Ros juga menjadi salah informan penulis di dinas tersebut.

Sistem peberian bantuan, yang sebenarnya diberikan dinas tersebut lebih berupa teknis dan pelayanan kepada masyarakat saja, untuk bantuan fisik sangat jarang dilaksanakan pungkas beliau.

Tetapi tidak dapat di pungkiri juga kalau sebenarnya dinas juga berkontribusi, coba adek liha sendiri di depan piket. Pasti ada saja yang minta bantuan berupa uang, hal itu dapat di penuhi apabila sudah memenuhi persyaratan dek. Karena setipa uang yang kita keluarkan harus ada prosedurnya, agar kita tidak kena audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan maupun lembaga bersangkutan.

(Wawancara dengan Bu Ros)

Hari demi hari dilalu saat magang demi mencari data yang Real di instansi pemerintah. Pada hari jumat pada bulan oktober penulis sempat bebincang dengan ibu Tarigan yang merupakan salah satu staff khusus di seksi tempat penulis magang. Beliau memberikan buku Program Keluarga Harapan (PKH). Dalam buku tersebut di jelaskan bagaimana dana, anggaran, teknis pelaksanaan, kepersetaan, bahkan sampai input dan output yang di hasilkan program tersebut pun dijelaskan secara rinci dalam beberapa buku pedoman.

Pada akhir oktober penulis bertemu dengan salah satu penanggung jawab program keluarga harapan untuk wilayah provinsi Sumatera Utara. Pertemuan pertama tidak terlalu intensif karena hanya berupa tegur sapa saja. Kemudian seksi pembinaan bantuan sosial melakukan bimbingan pemantapan bagi pendamping dan operator program keluarga harapan (PKH). Penulis dapat kesempatan untuk hadir datang karena memang merupakan peserta magang saat itu.

Acara yang dilaksanakan di Wisma PHI Medan yang berada di Jl. Gatot Subroto merupakan awal mula penulis kenal dengan program tersebut secara langsung. Hadir saat acara tersebut bapak Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sumatera Utara yaitu Drs. Alexius Purba selaku pembuka acara.

karena memang pada dasarnya program ini merupakan program jangka panjang dan sangat besar efeknya bagi keluargan yang menerima program ini. Bapak Alexius Purba juga mengimbau kepada para pendamping agar bekerja keras dan sunggung-sungguh meskipun memang saat ini dinas sedang mengusahakan agar honor yang di dapat bisa di atas UMR.

(Peranyataan Bapak Alexius Purba)

Tanpa panjang lebar, lalu bapak Alexius Purba meninggal ruangan setelah menerima laporan resmi pembukaan acara oleh bapak Kawalta Ginting selaku kepala Seksi Pembinaan Bantuan Sosial pada saat itu. Pada acara tersebut terjadi diskusi yang langsung di pimpin oleh penanggung jawab PKH untuk provinsi Sumatera Utara yaitu Kak Ivo Nila Sari. Sebelum acara di mulai beliau mengucapkan salam memperkenalkan diri terlebih dahulu Kak Ivo Nila Sari mengingatkan.

Agar pada saat pengumpulan data kepersetaan PKH di kirim secepatnya kepada operator masing-masing wilayah. Agar cepat di proses oleh pusat dan dananya cepat di cairkan oleh pemerintah. Kak Ivo menegaskan kalau Medan merupakan salah satu kota yang sering bermasalah soal pengiriman data dan pelengkapan data selain daerah Nias.

Begitu lama diskusi yang disampaikan oleh kak Ivo pada saat itu, sehingga ada beberapa penanya dari pihak pendamping selaku peserta diskusi pada saat itu, lalu seorang Pendamping mengatakan.

Sesungguhnya pelaksaannya tidak akan lama buk, tapi saat melakukan verifikasi data dan mengajak para ibu-ibu untuk pemeriksaan ke posyandu sangat sulit, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk pengisian data. Pendamping yang bertanya tersebut juga mengatkan kalau mengecek data-data anak yang masih sekolah juga membutuhkan waktu. Karena memang pada dasarnya kami harus mencari anak tersebut di dalam sekolah dan melihat apakah memang rutin untuk pergi kesekolah.

apabila para pendamping dapat melakukan dengan sungguh-sungguh. Karena kalau saya lihat, pendamping untuk kota Medan sangat suka mengumpulkan data pada saat hari-hari terakhir. Padahal apabila di kumpul pada waktu akhir, sebenarnya akan mempersulit kota kita sendiri dan terutama para Operator yang memang membutuhkan waktu untuk pengirimapn dan pemasukan data.

(Tanggapan Kak Ivo Nila Sari mengenai pernyataan Pendamping)

Selesai acara bimbingan dan pemantapan tersebut, penulis menjadi tertarik dengan program yang di jalankan tersebut. Karena memang pada dasarnya program tersebut terstruktur dengan jelas. Setelah menyelesaikan magang pada akhir tahun. Penulis akhirnya fokus kembali mencari data tentang program tersebut setelah mendapat surat penelitian resmi dari kampus dan Balitbang kota Medan.

Pada awal bulan tiga tahun 2015 penulis kembali turun kelapangan secara resmi setelah mendapat surat lapangan dari Kecamatan Medan Polonia dan kelurahan Sari Rejo, pada saat itu penulis sempat berbincang dengan seorang pegawai kelurahan soal bantuan-bantuan untuk masyarakat yang di salurkan dari tingkat kelurahan.

Beliau mengatakan bahwa pemberian bantuan telah terdata di kelurahan dan memang sudah sesuai jalur. Kalau ada bantuan yang tidak melalui kelurahan saya tidak dek, karena kami hanya menjalankan tugas dari atasan saja. Beliau juga menambahkan bahwa tidak tahu menahu soal PKH tersebut. Saat penulis menanyakannya.

(Wawancara dengan pegawai kelurahan)

Penulis mencoba bertanya kemada masyarakat Tamil yang tinggal di daerah tersebut. Salah satu informan tersebut adalah Bu Prema.

Saya tidak tahu menahu soal Program Keluarga Harapan. Saya tidak tahu program itu dek, saya saja sudah lepas makan dan belanja anak sekolah saja sudah cukup. Karena suami saya hanya buruh harian lepas yang kadang dapat kdang tidak. Selama ini tidak ada sosialisasi dari pemerintah maupun perangkat kelurahan soal program yang kamu sebutkan tadi. Di kelurahan ini banyak orang yang hidup pas-pasan dek, tapi tidak tahu bagaimna proses penyaluran bantuan di lakukan kami sungguh tidak tahu sama sekali.

(Wawancara dengan Bu Prema)

Penulis kurang puas dengan jawaban informan tersebut hingga akhirnya penulis mencari informan yang lain.

Saya tidak tahu menahu soal program tersebut. Saya hanya hidup sendiri dek, suami saya sudah lama meninggal. Anak saya juga telah tiada saat dia masih kecil. Jadi saya hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan saya sendiri. Program yang kamu jelaskan kepada saya tadi tidak sesuai dengan saya, karena saya bukan ibu hamil ataupun ibu yang sedang memiliki anak balita apalagi anak sekolah. Saya sudah cukup makan saja sudah syukur kepada Tuhan. Kenapa program yang kamu sampaikan tidak ada salah satu kriterianya memberi bantuan kepada janda seperti saya dek.

(Wawancara dengan Bu Gauri)

Penulis menjadi bingung menjawab dan mengakhiri dengan terima kasih. Sebelumnya penulis menjelaskan bahwa program tersebut program pemerintah, saya hanya bertanya saja kepada ibu. Saat di jalan penulis berpapasan dengan seorang ibu yang memang di lihat dari bentuk fisiknya membuktikan beliau adalah orang Tamil di daerah tersebut. Beliau sedang menggendong anaknya yang masih balita.

Selamat siang bu. Iya selamat siang juga jawab beliau.nama saya Rifai. Iya dek, nama saya Dewi, ada yang bisa saya bantu dek. Iya ini buk, saya mau bertanya kepada ibu. Oh iya, silahkan. Mau tanya apa dek ?. Saya mau tanya, ibu warga sini ya ?. iya, kenapa dek ?. apakah ibu pernah dengar program PKH yang mana program tersebut memang menjangkau ibu-ibu hamil, nifas, memiliki anak

balita bahkan anak sekolah. Oh, saya tidak tahu dek. Memang nya program apa itu ? kenapa saya baru dengar ya. Kemudian penulis menjelaskan secara rinci. Kalau itu rasa nya tidak ada sosialiasi dek, saoalnya saya tidak pernah dapat program tersebut. Oh gitu ya bu, terima kasih sebelumnya ya bu. Oh iya dek, sama-sama.

(Penggalan Dialog)

Setelah beberapa bulan mencarai data, hampir semua seperti itu jawabn informan yang penulis tanyai. Hingga akhirnya penulis berhenti sejenak dan memikirkan kenapa hal tersbut bisa terjadi. Awal bulan sembialn penulis memutuskan untuk bertemu dengan kak Ivo selaku penanggung jawab untul wilayah Provinsi Sumatera Utara. Setelah membuat janji kahirnya penulis berkesempatan untuk bertemu dengan beliau.

Sebernarnya tidak ada pembatasan etnis maupun dari

agama soal program ini. Coba kamu liat Fai, di daerah Marelan setau saya banyak sekali orang Cina yang dapat bantuan ini. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya program ini tidak pandang bulu. Kan tidak mungkin orang BPS yang mana data BPS kita gunakan di semua program pemerintah memilih-milih orang miskin. Kan tidak mungkin juga kalau misalnya orang BPS tersebut survei mengatakan: ahh orang Cina, ngapain masuk ketempat mereka. Merekakan orang-orang kaya semua. Tentu saja orang BPS tidak melakukan hal tersebut. Coba aja kamu cari kembali, siapa tau nanti pasti ada kamu dapat. Setahu saya sih orang BPS memang memiliki data tanpa pilih-pilih.

(Wawancara dengan Kak Ivo Nila Sari)

Setelah mendapat masukan dan arahan, akhirnya penulis menemukan seorang informan yang memang mendapatkan bantuan tersebut. Beliau mau memberi tahu soal program tersebut asal penulis tidak menanyakan nama beliau. Karena beliau takut terkena Resterfikasi (pemeriksaan ulang).

Saya memang mendapatkan program tersebut, karena saya memang memiliki anak balita dan anak yang masih sekolah di bangku sekolah dasar. Saya sering di ajak oleh pendamping saya untuk ke posyandu sebagai bentuk persyaratan agara saya dapat dana program tersebut. Untuk anak sekolah saya juga dapat.

Tetapi karena program PKH anak saya tidak bisa mendapat dana bantuan operasional sekolah (BOS). Karena anak saya telah mendapat dana dari Kementerian Sosial berupa PKH. Karena mendapat penjelasan seperti itu saya tidak berani menuntut. Karena suami saya hanya seorang pekerja yang tidak cukup gajinya apabila kami makan. Sebenarnya program ini cukup membantu saya karena dengan begini saya bisa menyekolahkan anak dan anak saya paling kecil bisa mendapat gizi yang baik. Program ini sudah saya rasakan lebih dari lima tahun. Saya akan di cek ulang pada tahun ke enam, apakah saya pantas atau tidak untuk lanjut sampau tahun ke delapan dek.

(Wawancara dengan Informan)

Setelah mendengar pernyataan tersebut akhirnya penulis menyudahi untuk mencari penerima PKH untuk orang Tamil. Pada saat menjelang akhir tahun 2015 tepatnya bulan november tanggal 10, penulis kembali menghadiri acara Deepavali yang diadakan di kuil Shri Mariaman yang saat itu di hadiri juga oleh mahasiswa Antropologi angkatan 2014. Pada kesempatan itu penulis bertemu kembali dengan bapak Narain Sami, bapak Candra Bose dan bapak Manugren. Pada kesempatan itu penulis dan bu Rytha kembali bersilaturahmi dengan kenalan-kenalan yang memang sebelumnya telah di kenal oleh penulis melalui bu Rytha. Bapak Manugren kemudian menjelaskan kepada kami bahwa beberapa yang lalu ada acara pasar murah yang diadakan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia bersama pemerintah pusat melalui Kementerian Koperasi dan UKM.

Saat mendengar hal tersebut, lalu penulis mulai bertanya kepada masyarakat Tamil yang berada di dekat kuil Shri Mariaman. Kemudian penulis bertanya kepada seorang pendeta kuil yang mana kuilnya berada di daerah Polonia.

Penulis bertanya kepada pendeta tersebut yang mana namanya adalah Arul. Bang Arul, apakah abang tahu tentang pasar murah itu bang. Maksud kamu apa sih Fai, itu loh bang

pasar murah yang di maksud pak Manugren. Loh, memang nya ada. Kapan memangnya Fai. Kata beliau seminggu yang lalu bang !. loh, saya kok tidak tahu, saya tidak mengetahui hal itu Fai. Padahal kan bantuannya ribuan bang, masak abang tidak dapat satupun. Jangankan dapat bantuannya Fai, infonya saja abang baru dengar dari kamu barusan. Loh lucu kali abang sampai gag dapat, seharusnya abangkan dapat!!. Abang beneran gag dapat loh Fai. Oh yaudah kalau begitu bang, nanti Fai kabari lagi kalau Fai butuh bantuan sama abang ya. Ok Fai.

(Wanwancara dengan Bang Arul)

Setelah penulis bertanya, kemudian penulis menghampiri bu Rytha. Sebelum pulang kami menjumpai bapak Manugren kembali. Ternyata beliau mengajak Bu Rytha untuk hadir pada acara pernikahan yang diadakan tanggal 29 november 2015.

Tanggal 25 november menjadi hari bahagia bagi pasangan Sashi Rekha dan Krisna Murti yang menikah. Sangat jarang penulis melihat orang Tamil melaksanakan resepsi pernikahan di gedung, apalagi ini menikah di dekat gedung kuil yang pada dasarnya memang membayar uang sewa. Saat accara penulis dan bu Rytha bertemu dengan bapak Manugren. Beliau menjelaskan kembali tentang bantuan dari Kementerian Sosial tersebut. Tetapi beliau enggan banyak bicara, soalnya beliau tidak mau salah bicara. Karena yang menanggung jawabin program dan kegiatan tersebut adalah bapak Narain Sami. Jadi beliau mengarahkan agar penulis dan bu Rytha menemui beliau saja di kantornya saat hari kerja.

Kemudian selang beberapa minggu penulis bersama bu Rytha dan Denny datang menuju kantor Parisada yang berada di Jl. Zainul Arifin. Kami masuk melalui pintuk depan kuil. Saat sampai di dekat kantor kami masuk lewat pintu

Dokumen terkait