BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penelitian ini penting dilakukan untuk menggambarkan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial secara ideal dan aktual melalui pendekatan antropologi
hukum1. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dimaksud tentunya
berlangsung berdasarkan aturan-aturan dalam mekanisme hukum. Beberapa
antropolog hukum sudah pernah menulis tentang penyelenggaraan kesejahteraan
sosial seperti Franz von Benda-Becman dan Keebet von Benda-Beckman (1991)
mengenai pemberian zakat pada massyarakat Islam di Hila Ambon. Penelitian
Sulistyowati Irianto (1989) mengenai penyelengaraan kesejahteraan sosial yaitu
wanita pengrajin ulos pada masyarakat Kristen di Tarutung, Tapanuli Utara,
Sumatera Utara (1989). Penelitian ini juga menggambarkan penyelengaraan
kesejahteraan sosial pada masyarakat minoritas Tamil Hindu yang terdapat di
Kota Medan.
Negara-negara berkembang biasanya menfokuskan pembangunannya pada
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dapat membantu negara dalam proses
pembangunan.. Komponen yang sangat penting adalah meningkatkan kualitas
sumber daya manusia pada negara tersebut. Manusia memiliki peran penting
sebagai sentral pembangunan, karena apabila hal itu tidak dapat terwujud maka
1
akan mempengaruhi sektor pembangunan yang lain.
Masalah yang ada pada negara Indonesia adalah menyangkut masalah
kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu faktor penghambat dalam
pembangunan suatu negara. Kesejahteraan sosial pada dasarnya memang
ditujukan kepada masyarakat-masyarakat miskin baik yang berada di perkotaan
maupun pedesaan. Semua upaya juga di lakukan pemerintah untuk meminimalisir
angka kemiskinan.
Sejak tahun 2004 sampai 2014 pemerintahan Indonesia sudah banyak
melaksankan kebijakan tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Setiap
kebijakan yang dibuat meliputi segala aspek seperti aspek ekonomi, aspek sosial
dan apsek kesehatan. Bentuk perlindungan sosial untuk keluarga miskin antara
lain pemberian beras miskin (Raskin) yang disalurkan melalui Badan Usaha
Logistik (Bulog). Penerima Raskin ini adalah rumah tangga yang berada pada
garis kemiskinan yang sudah terdata oleh Kementerian Koordinator Kesjahteraan
Rakyat. Dana Program Keluarga Harapan (PKH) juga diberikan pemerintah agar
dapat mengurangi dan menekan angka kematian bagi ibu hamil dan menyusui
yang disalurkan ke rekening masing-masing. Selanjutnya pemerintah juga
mengucurkan dana untuk masyarakat miskin yang di sebut Bantuan Langsung
Tunai (BLT) yang merupakan tranformasi dari Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM) yang diberikan kepada masyarakat miskin yang terdaftar di
Pada bidang kesehatan pemerintah juga sudah melakukan program seperti
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Program ini merupakan jaminan
kesehatan untuk warga Indonesia, yang bertujuan memberikan perlindungan
sosial dibidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin yang tidak mampu.
Iurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya dapat
terpenuhi. Kementerian Kesehatan juga telah membuat dan menjalankan program
yang berskala nasional yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS
Kesehatan.
Pemerintah juga memberikan jaminan pendidikan berupa Program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Program ini bertujuanuntuk
mengurangi beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka
belajar sembilan tahun yang bermutu. Pemerintah juga memberikan hunian tempat
tinggal bagi masyarakat miskin melalui Kementerian Perumahan Rakyat.
Pemerintah menyediakan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), rumah
swadaya, rumah khusus dan rumah bersubsidi.
Pada bidang usaha pemerintah telah melakukan program Kredit Usaha
Rakyat (KUR) yang memudahkan untuk akses permodalan bagi pelaku Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pedesaan juga mendapat perhatian dari
pemerintah dengan adanya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
(PNPM Mandiri) yang berbasis pemberdayaan masyarakat desa itu sendiri. Pihak
berbagai sektor. Baik itu menggunakan program Corporate Social Responsibility
(CSR2) maupun dengan pemberian dana kepada Lembaga Swadaya masyarakat
(LSM) yang bergerak dalam program penyelenggaraan kesejahteraan sosial itu
sendiri.
Acuan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah
Undang-Undang No 11 tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial membahas bahwa
kesejahteraan sosial itu berfungsi untuk melihat siapa yang pantas atau tidak
pantas untuk mendapatkan bantuan, karena yang menjadi prioritas dari
kesejahteraan sosial adalah mereka yang berada pada garis kemiskinan,
keterlantaran, ketunaan sosial, penyimpangan prilaku, korban bencana,
eksploitasi, keterpencilan dan diskriminasi.
Setiap program penyelengaraan kesejahteraan sosial pasti terdapat pelaku
dalam kesejahteraan sosial tersebut baik oleh institusi, lembaga formal dan non
formal maupun dari pihak swasta dan lembaga agama. Mereka tersebut memiliki
peran besar dalam penyelengaraan kesejahteraan sosial terutama pada
daerah-daerah yang memiliki banyak kelompok etnik.
Salah satu daerah yang memiliki intensitas suku bangsa yang beragam di
Indonesia adalah kota Medan. Kota Medan itu sendiri merupakan salah satu kota
besar yang ada di Indonesia yang berada di pulau Sumatera. Kota Medan
2The World Business Council of for Sustainable Development
memiliki daya tarik yang cukup kuat pada masa abad ke-19 karenna merupakan
kota yang tumbuh pesat pada sektor pertanian dan perkebunan pada saat itu.
Sebagai kota yang memiliki daya tarik tersendiri tersebutlah yang membuat kota
Medan menjadi kota yang berpenduduk majemuk baik itu dari kalangan
masyarakat pribumi maupun imigran dari kawasan Asia seperti Cina, India, Arab
dan imigran dari kawasan Asia Tenggara.
Menjadi salah satu kota yang memiliki keberagaman agama dan etnis yang
cukup banyak, membuat kota Medan harus dapat mencakup segala lini pada setiap
ras, agama, dan etnis yang beragam tersebut. Begitu banyak etnis yang mayoritas
di kota Medan, akan tetapi ada juga etnis yang minoritas di dalam etnis yang
mayoritas tersebut. Dari data agama yang tersebar di kota Medan kita dapat
melihat kuantitas masyarakat mayoritas dan minoritas di kota Medan ( Islam
1.422.237 Jiwa, Protestan 425.253 Jiwa, Katolik 37.552 Jiwa, Hindu 9.296 Jiwa,
Budha 184.807 Jiwa dan Khong Hu Chu 370 Jiwa dengan jumlah keseluruhan
2.097.610 Jiwa)3.
Data tersebut menggambarkan juga etnis yang memeluk agama pada
masyarakat kota Medan. Hindu merupakan salah satu agama yang minoritas yang
lebih besar dibandingkan dengan agama Khong Hu Chu, Pemeluk agama Hindu
terbanyak di kota Medan adalah masyarakat Tamil. Meskipun Hindu adalah
sebagai agama yang banyak di peluk oleh masyarakat Tamil, tetapi tidak sedikit
pula masyarakat tersebut yang memeluk agama Islam, Kristen Protestan maupun
3
Khatolik.
Kecamatan Medan Polonia menjadi lokasi penelitian penulis untuk
melihat program Pemerintah dalam bentuk bantuan baik berupa dana tunai
maupun pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pendamping dari pihak
pemerintahan. Program yang akan di dalami penulis yaitu Program Keluarga
Harapan (PKH). Kelebihan program tersebut tidak seperti program pemerintah
yang di jalankan saat ini yaitu fokus di pendidikan atau kesehatan. Program
Keluarga Harapan ini menitik beratkan langsung pada kedua masalah tersebut.
Program Keluarga Harapan ini sendiri menggunakan data yang ada pada
Badan Pusat Statistik seperti yang dilakukan untuk program pemerintah lain
seperti BLT, BLSM, maupun Raskin. Data yang di dapatkan tersebut di gunakan
untuk mencari siapa yang layak menjadi penerima bantuan. Data yang ada di cari
oleh pendamping dan operator langsung kepada Rumah Tangga Sangat Miskin
(RTSM) atau Keluarga Sangat Miskin (KSM). Program ini menjadi tolak ukur
sejauh mana perhatian pemerintah kepada masyarakat minoritas.
Selain program pemerintah, tulisan ini juga sudah mendalami
program-program yang memang berpihak dan didapati oleh orang Tamil yang berada pada
garis kemiskinan. Baik itu program yang di jalankan oleh lembaga keagamaan,
lembaga kemanusiaan, maupun dalam bentuk bantuan hibah. Bantuan hibah yang
memang di peruntukan untuk masyarakat miskin khusunya orang Tamil di kota
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, kota Medan Memiliki 17.335
RTSM dari 21 Kecamatan dengan 91 orang pendamping yang akan diberikan
bantuan yang dimulai pada 15 Mei- 18 Mei 2013. Bantuan yang di berikan berupa
bantuan tetap senilai Rp 200 ribu, bantuan Rumah Tangga Sangat Miskin yang
diberikan kepada ibu hamil, dan mempunyai anak usia balita sebesar Rp800 ribu,
jika mempunyai anak SD diberikan senilai Rp 400 ribu, jika mempunyai anak
SMP diberikan senilai Rp 800 ribu. Jadi bantuan minimum yang diberikan per
RTSM adalah sebesar Rp 600 ribu dan maksimum adalah sebesar Rp 2,2 juta
yang akan disalurkan dalam 4 kali pembayaran dalam satu tahun. Untuk
verifikasi, dilaksanakan setiap 3 bulan sekali. Hasil verifikasi menjadi dasar
pembayaran bantuan yang akan diterima, yakni verifikasi pendidikan dan
kesehatan.
Kota Medan merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah penduduk
miskin yang tinggi. Pada tahun 2009, jumlah keluarga miskin di Kota Medan
berjumlah 393.147 KK. Berdasarkan hasil pencatatan Sensus Penduduk 2009,
jumlah penduduk Kota Medan adalah 2.121.053 orang, yang terdiri atas 1.049.457
laki-laki dan 1.071.596 perempuan4.
Para Pendamping Program Keluarga Harapan yang betugas untuk mencari
sebanyak 17.355 Keluarga Sangat Miskin (KSM) dari 393.147 Keluarga Miskin
di Kota Medan. Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) saja yang bisa menerima
program keluarga harapan dari pemerintah. Kecamatan Medan Polonia yang
menjadi lokasi penelitian penulis tentang program ini hanya memiliki tiga orang
pendamping saja. Para pendamping ini di pilih langsung oleh Dinas kesejahteraan
dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Masa kerja pendamping terhitung semenjak
mereka lulus menjadi Pendamping PKH di Sumatera Utara. Data di atas
menunjukan bahwa pembagian pendamping berdasarkan jumlah penduduk yang
ada pada kecamatan tersebut.
Penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi bagaimana sebenarnya
penyelenggaraan kesejahteraan sosial, baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun pihak swasta. Sebagai masyarakat yang tergolong sedikit di bandingkan
dengan masyarakat etnis lain, maka membuat masyarakat Tamil yang ada di kota
Medan menjadi masyarakat yang di anggap sebagai masyarakat yang
termarjinalkan di banding dengan kelompok masyarakat lain yang ada di kota
Medan.
Masih banyak masyarakat Tamil yang ada Kota Medan hidup di bawah
garis kemiskinan. Selama melakukan pengamatan, penulis melihat bahwa mereka
memiliki tempat tinggal yang tidak memadai dan dari segi ekonomi mereka
bekerja di sektor informal. Cuma segelintir dari mereka saja yang kehidupannya
bisa di katakan berada di atas rata-rata. Posisi tawar yang rendah dari masyarakat
Tamil itu sendiri membuat mereka tertinggal dari kelompok masyarakat yang
lain.
Adanya indikasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial antara pemberi dan
penerima beserta broker memiliki relasi kekuasaan yang sangat signifikan. Hal
pemberian bantuan kepada masyarakat minoritas. Masalah-masalah kesejahteraan
sosial yang ada pada masyarakat Tamil di kota Medan merupakan masalah yang
sangat komplek, karena mereka tidak mendapatkan perhatian pemerintah.
Kurangnya perhatian dari pemerintah membuat masyarakat Tamil di kota
Medan tidak mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat lain dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Terdapat ketimpangan pada pemberian
jaminan sosial yang tidak merata, membuat masyarakat Tamil di kota Medan
selalu hidup tanpa memnerima bantuan yang sama dari pemerintah.
Penulis ingin melihat bagaimana pluralisme hukum dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial antara pemerintah dan masyarakal Tamil
maupun antara pihak swasta dengan dengan masyarakat Tamil selaku masyarakat
minoritas. Minoritas dalam kajian majemuk merupakan hal yang di anggap
memiliki jumlah sedikit di bandingkan dengan jumlah yang lain, baik itu jumlah
etnis masyarakat tertentu maupun jumlah pemeluk agama pada kelompok
masyarakat tertentu pula. Permasalahan antara mayoritas dan minoritas membuat
kurang maksimalnya penyelengaraan kesejahteraan sosial tersebut.
Kelompok minoritas adalah kelompok-kelompok yang di akui berdasarkan
perbedaan ras, agama, atau sukubangsa, yang mengalami kerugian sebagai akibat
prasangka atau diskriminasi istilah ini pada umumnya di pergunakan bukanlah
istilah teknis, dan malahan ia sering di pergunakan untuk menunjukan pada
1978: 258-259)5.
Posisi Masyarakat Tamil yang ada di Indonesia dan Medan khususnya
hampir tidak lagi memiliki hubungan dengan pemerintah. Hanya beberapa orang
saja yang duduk pada lembaga pemerintahan maupun swasta yang bergerak pada
bidang penyelengaraan kesejahteraan sosial. Pemerintah kota Medan memang
menganggap bahwa semua penduduk itu sama. Negara harus menganggap semua
masyarakat yang berbeda suku bangsa sama di mata hukum
Meskipun dalam aturan negara sudah jelas bahwa semua masyarakat sama
di mata hukum, tetapi pada kenyataannya masih banyak masyaraat minoritas
khusunya masyarakat Tamil di kota Medan yang merasa terdiskriminasi6 dari
kelompok masyarakat yang lain.
Uraian masalah di atas memperlihatkan bahwa adanya diskriminasi
meskipun tidak terlihat secara jelas pada masyarakat minoritas tertentu.
Masyarakat minoritas tersebut tidak memiliki kekuatan yang mendominasi,
sehingga membuat mereka masih terkurung dalam konsep minoritas tersebut.
Sebagai kota majemuk sudah seharusnya Medan menjadi institusi yang
5 James Danandjaja : Diskriminasi terhadap minoritas masih merupakan masalah aktual di indonesia sehingga perlu di tanggulangi segera (http://www.lfip.org/english/pdf/bali‐ seminar/Diskriminasi%20terhadap%20minoritas%20‐%20james%20danandjaja.pdf) diakses 9 Juni 2014.
6 Maksud terdiskriminasi disini adalah dimana tidak adanya perlakuan yang seimbang terhadap perorangan maupun kelompok berdasarkan sesuatu. Biasanya bersifat kategorial, atau atribut‐atribut khas seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas‐kelas sosial. Dalam (James Danandjaja : Diskriminasi terhadap minoritas masih merupakan masalah aktual di indonesia sehingga perlu di taunggulangi segera(http://www.lfip.org/english/pdf/bali‐
menampung segala aspirasi masyarakatnya. Apabila hal tersebut tidak dapat di
lakukan maka membuat kelompok tertentu saja yang mendapatkan
bantuan-bantuan baik dari pemerintah maupun swasta karena kelompok minoritas tersebut
tidak memiliki kekuatan untuk mendapatkannya.
1.2. Tinjauan Pustaka
Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial
materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan
ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah-rohaniah dan
sosial sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat, dengan menjunjung
tinggi hak-hak, azas serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila7.
Kesejahteraan sosial sekarang merupakan salah satu penyelesaian masalah hukum
non sengketa yang di fokuskan pada pengkajian kemajemukan hukum. Griffith
(dalam Irianto, 1993), pengertian hukum dalam antropologi hukum adalah
aturan-aturan atau norma-norma yang benar berlaku dan di gunakan individu untuk
mengatur hubungan-hubungan dalam aktivitas-aktivitas sehari-hari tanpa peduli
hukum itu bersumber8.
Permasalahan hukum dimaksud diatas adalah permasalahan yang muncul
dari berbagai pranata hukum yang mendasari mekanisme penyelenggaran
7 (UU No.6/1979 pasal 2.1 dalam Kesejahteraan Sosial Dalam Sudut Pandang Pluralism Hukum Sulityyowati Irianto Edisi Antropologi Hukum sebuah Bunga Rampai)
kesejahteraan sosial yang bersifat konteksual dan bagaimana pranata-pranata itu
bekerja dalam realita. Hal tersebut menunjukan bahwa adanya aturam-aturan atau
hukum-hukum yang ada pada masyarakat tetapi tidak tercantum dalam hukum
yang tertulis negara tersebut. Berarti adanya sebuah situasi yang disebut juga
dengan kemajemukan hukum. Kemajemukan hukum berarti adanya lebih dari satu
sistem hukum yang hidup di dalam suatu arena sosial, yang hidupnya saling
berdampingan satu sama lain (Irianto,1993). Kesejahteraan sosial yang dimaksud
dalam peneilitan ini lebih fokus pada pelaku yang akan menerima bantuan dalam
bentuk langsung ataupun tidak langsung yang aturan hukumnya tidak hanya dari
pemerintah. Aturan pemerintah hanya menjadi acuan dalam pemilihan siapa
penerima bantuan yang pantas dan layak untuk mendapat bantuan tersebut.
Griffith, 1986:1 “By legal pluralism I mean the presence in a social field
of more than one legal order” Pluralisme hukum adalah adanya lebih dari satu
tatanan hukum dalam suatu arena sosial9. Kemudian Irianto menambahkan bahwa
Arena sosial itulah yang merupakan tempat dimana orang mengadakan transaksi
ekonomi, kontak-kontak kekerabatan dan sosial, hubungan-hubungan politik dan
keberagamaan, dan hubungan-hubungan lain. Semua dapat kita lihat bahwa
memang hukum yang berinteraksi adalah hukum yang ada pada masyarakat
tersebut. Kesejahteraan sosial yang terdapat dalam masyarakat minoritas seperti
masyarakat Tamil Hindu tersedia dalam hubungan-hubungan sosial: kelompok
kekerabatan, persahabatan, pertetanggaan dan patronage & brokarage.10
Pada tahun 1978 Holleman (dalam Irianto 2009) mengatakan bahwa di
wilayah urban di negara-negara berkembang, tumbuh bentuk-bentuk hukum baru
yang tidak dapat diberi label sebagai hukum negara, hukum adat, atau hukum
agama, sehingga disebut sebagai hybrid law, dan kebayakan pengarang lain
menyebutnya unnamed law. Letak dasar formulasi kesejahteraan sosial terletak
dalam berbagai pranata hukum, hukum kebiasaan, nilai, norma dan
kebiasaan-kebiasaan lain atau self regulation yang hidup dalam arena sosial tempat orang
berinteraksi (Irianto,1993:245). Pengguanaan hukum negara sebagai label untuk
mencari individu masyarakat yang pantas atau tidak menerima bantuan menjadi
otoritas pelaku yang mendapat wewenang dari negara untuk menjalankan tugas
tersebut.
Pada hakikatnya penyelenggaraan kesejahteraan sosial termasuk dalam
bidang-bidang sosial yang semi-otonomi,11 memberi kesan yang kuat bagaimana
10 Pengertian patronage sering diartikan sebagai hubungan yang melibatkan seseorang atau beberapa orang yang memiliki sumber‐sumber kesejahteraan itu di satu pihak (patron) dengan kelompok orang yang membutuhkan sumber‐sumber tersebut di pihak lain (client). Di antara kedua belah pihak itu terjadi ikatan yang bersifat saling memberi dan saling menerima. Boissevain mengartikan patron sebagai orang yang memiliki sumber pertama berupa tanah, kerja atau kesejahteraan, yang di gunakan untuk melindungi dan membantu client mereka (Boissevain 1969:385 dalam Kesejahteraan Sosial Dalam Sudut Pandang Pluralism Hukum Sulityyowati Irianto Edisi Antropologi Hukum sebuah Bunga Rampai). Orang atau orang yang di sebut broker adalah mereka yang memiliki sumber kedua. Jadi sebenarnya mereka merupakan perantara antara patron dan client. Pengertian hubungan brokerage dalam hal ini di terangkan oleh Bossevain, bahwa broker adalah orang yang menggunakan sumber kedua, dengan tujuan yang sama seperti pada hubungan patron‐client. Hubungan brokerage juga dapat di artikan sebagai hubungan dalam bidang ekonomki (bossevain 1969:385 dalam Kesejahteraan Sosial Dalam Sudut Pandang Pluralism Hukum Sulityyowati Irianto Edisi Antropologi Hukum sebuah Bunga Rampai)
berbagai proses yang memungkinkan aturan-aturan yang timbul dari dalam
menjadi efektif, juga seringkali merupakan kekuatan-kekuatan yang menetukan
cara tunduk, atau sebaliknya tidak kepada-kepada aturan hukum yang di buat
negara (Moore, 1993:152). Dasarnya semi-otonom itu tidak bisa bekerja sendiri,
melainkan membutuhkan bidang sosial lain untuk saling melengkapi antara satu
dengan yang lain agar tercipta suatu bidang yang saling mendukung dalam proses
pelaksanaannya tersebut.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial12 dalam masyarakat tentunya ada
pelaku yang dominan dan ada juga pihak yang inferior. Sccot (1976) menyebukan
bahwa dalam sebuah ikatan patron dan klien tentunya ada pihak yang lebih
dominan yaitu patron dan pihak yang inferior yaitu klien. Akan tetapi tidak
adanya pemerataan pembagian sumber daya membuat klien menjadi pihak yang
dirugikan. Menurut Sccot (1976) bagi klien hubungan yang dinyatakan sebagai
hubungan yang adil adalah pada saat patron dapat menyediakan jaminan sosial
dasar bagi kebutuhan substensi dan keamanan, jika hak-hak mereka mendapatkan
jaminan sosial dan keamanan gagal maka menurut pertimbangan klien hubungan
tersebut ialah hubungan yang tidak adil dan eksploitasi. Terjadinya hubungan
yang tidak seimbang dalam masyarakat membuat suatu kelompok minoritas pihak
dalam, tapi dipihak lain bidang tersebut juga rentan terhadap aturan‐aturan dan keputusan‐ keputusan dan kekuatan‐kekuatan lain yang berasal dari luar yang mengelilinginya.
yang dirugikan, sehingga apabila ada pihak yang dalam posisi yang tidak
seimbang ataupun terjadi ketimpangan maka akan membuat hubungan yang
harmonis dalam masyarakat suatu daerah akan terganggu.
Kajian ini memiliki relevansi yang mana formulasi kesejahteraan sosial
terletak dalam berbagai bentuk prnata hukum, termuat dalam berbagai
perundang-undangan, peraturan, hukum kebiasaan, nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan
lain atau selg-regulation yang hidup dalam arena sosial tempat orang lain
mengadakan interaksi (Irianto,1993). Irianto juga menjelaskan gagasan F. Benda
Beckmann mengenai tingkatan abstraksi yang merujuk pada pengertian
kesejahteraan sosial. Dengan demikian relevansi mengkaji masalah kesejahteraan
sosial dalam pengkajian hukum adalah terletak pada tingkat abstraksi yang
pertama, istilah kesejahteraan sosial mengacu pada keberagaman nilai-nilai,
ideal-ideal, ideologi-ideologi dan dalam bentuknya yang konkret ialah tujuan-tujuan
kebijakan.
Bila dilihat lebih dalam lagi, maka suatu hubungan yang dilakukan oleh
patron maupun klien dan sebagai penengahnya seorang broker tidak lepas dari
namanya kekuasaan ataupun relasi kuasa. Pada dasarnya suatu hubungan tidak
akan lepas dari kebijakan yang di buat oleh seorang pembuat kebijakan. Seperti
diketahui selama ini, studi kebijakan kebanyakan menerima input dari ilmu
politik, administrasi publik, kebijakan sosial, kajian organisasi, hubungan
oleh banyak penulis memberi input terhadap kajian kebijakan.13Selama ini,
walaupun de facto antropologi kebijakan telah ada, tapi identitasnya sebagai
antropologi kebijakan tidak begitu jelas (lacking a clear identity); malahan sering
disebut dengan sesuatu yang lain, atau tidak langsung disebut dengan antropologi
kebijakan.14
Zuska (2005) mengatakan “bahwa kebijakan (policy) itu sebenarnya tidak
bisa dipisahkan dari pada isu kekuasaan. Dalam hal ini kebijakan dapat diartikan
dengan cara bagaimana pemerintah memainkan kekuasaan melalui
kebijakan-kebijakan. Kalau kita melihat kebijakan maka seringkali dikaitkan dengan
pemerintah sebagai alat atau instrument. Padahal kita ketahui bersama bahwa
pemerintah memainkan kekuasaannya yang terdapat di dalam relasi-relasi antara
pemerintah dan individu-individu (Fikarwin, 2005). Alat yang di gunakan dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial, baik yang bersifat individu maupun
kelompok tidak lepas dari namanya kebijakan yang di ambil oelh pemegang
kekuasaan.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di muka maka rumusan
masalah dalam Penyelenggaraana Kesejahteraan Sosial Masyarakat Minoritas
Khusunya Masyrakat Tamil di kota Medan, maka rumusan masalah dapat di
13Fikarwin Zuska, “Penghampiran Antropolgi atas Kebijakan dan Kekuasaan (Berefleksi dari
Kebijakan Otonomi Daerah),” Jurnal Antropologi Sosial Budaya, No. 3 (Desember, 2005), hal .157
14Fikarwin Zuska, “Penghampiran Antropolgi atas Kebijakan dan Kekuasaan (Berefleksi dari
uraikan dalam pertanyaan penelitian berikut ini :
1. Aturan-aturan seperti apa yang terjadi dalam penyelenggaran
kesejahteraan sosial tersebut ?
2. Bagaimana penyelenggaraan kesejahteraan sosial itu berlangsung ?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pluralisme hukum
mengenai hukum yang berlaku dalam penyelengaraan kesejahteraan sosial
masyarakat minoritas di kota Medan khusunya masyarakat Tamil yang merupakan
masyarakat yang ada di bawah aturan kota Medan. Penelitian ini juga melihat
aturan-aturan dalam penyelenggraan kesejahteraan sosial sudah tersentuh ke
segala lini atau tidak oleh pemerintah. Hal lain yang dilihat dalam penelitian ini
adalah untuk melihat penyelengaraan kesejahteraan sosial yang dilakukan
pemerintah maupun swasta dapat berlangsung dengan baik dan
berkesinambungan. Tersedianya data penelitian mengenai penyelenggaraan
kesejahteraan sosial di harapkan mampu memberikan gambaran dan masukan
mengenai penyelenggaraan kesejahteraan terhadap masyarakat minoritas
khususnya di daerah setempat dan di Indonesia pada umumnya. Penelitian ini juga
di harapkan dapat menjadi pedoman bagi agen-agen pemerintah yang terlibat
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah terbentuknya
kesadaran yang lebih besar bagi masyarakat minoritas agar kesejahteraan hidup
mereka terus dapat meningkat, sehingga masalah kesejahteraan masyarakat
perspektif antropologi dengan menggunakan pendekatan pluralisme hukum.
1.5. Lokasi Penelitian
Gambar 1.1 Peta Lokasi Penelitian Secara Spesifik
Lokasi penelitian yang di pilih oleh penulis adalah kota Medan. Kota
medan merupakan salah satu kota Metropolitan di Sumatera Utara dan juga kota
terbesar no tiga di Indonesia. Alasan pemilihan lokasi penelitian di kota Medan
karena Medan memang memiliki banyak keberagaman budaya, etnis, suku,
memang termarjinalkan dibandingkan dengan masyarakat etnis lain di kota
Medan yaitu orang Tamil. Kecamatan Polonia menjadi pilihan lokasi tempat
penelitan karena masyarakat Tamil tinggal memiliki basis masyarakat yang
lumayan besar dibandingkan kecamatan lain. Untuk memperkecil lokasi
penelitian agar mendapatkan hasil yang maksimal, maka fokus penelitian ini
berada di kelurahan Sari Rejo di kecamatan Medan Polonia kota Medan.
1.6. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat etnografis dengan penggambaran yang dilakukan
secara holistik. Memiliki fokus pada peyelenggaraan kesejahteraan sosial
masyarakat minoritas di kota Medan yang merupakan kota multikulturalisme di
Sumatera yang terdapat masyarakat Tamil di dalamnya. Dalam rangka hendak di
galinya pranata-pranata yang dihayati sebagai hukum15 oleh individu, kelompok
orang atau masyrakat, kasus-kasus sengketa dan non sengketa dikaji untuk dapat
memberikan pemahaman dan penjelasan dan nantinya dapat menggambarkan
mengenai hukum dalam pandangan antropologi hukum. Kemudian menurut
kasus-kasus yang di temukan di lapangan dapat di jembatani jurang antara pranata
hukum sebagai suatu yang ideal di suatu pihak, dengan keadaan yang nyata
berlaku, yang tercermin dalam prilaku sosial di pihak lain dan mengkaji berbagai
aspek di luar hukum (sosial, ekonomi, politik) yang mempengaruhi hukum secara
terintegrasi (Irianto 1993).
1.6.1 Teknik Observasi
Dalam observasi16 ini peneliti sudah mengamati langsung bagaimana
penyelenggaraan kesejahteraan sosial baik dalam bentuk bantuan dari pemerintah
maupun lembaga yang menaungi masyarakat Tamil di kota Medan. Serta dalam
pengamatan tersebut saya juga melihat aturan-aturan yang di gunakan pemberi
bantuan kepada masyarakat Tamil selaku penerima bantuan tersebut.
Dalam pengamatan tersebut peneliti juga membangun Rapport17 dengan
orang-orang yang bersangkutan dan dengan para penyelenggara perhimpunan
maupun pimpinan kuil, tidak lupa juga dengan beberapa pegawai di pemerintahan.
Peneliti akan ikut dengan kegiatan yang berlansung dalam pemberian bantuan dan
meminta dokumen dan data yang dibutuhkan. Agar tidak sulit untuk melakukan
penelitian dengan beberapa masyarakat Tamil karena sudah memiliki acuan dan
data awal.
16Observasi adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu gejala atau tingkah laku dan peristiwa dengan cara mengamati. observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Minoritas Tamil di Kota Medan . Observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi, dimana mengamati suatu gejala dengan melibatkan peneliti untuk ikut serta dalam kegiatan sosial dari masyarakat yang akan diteliti.
17 Rapport adalah proses menjalin hubungan yang baik antara peneliti dengan masyarakat yang akan diteliti sehingga tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya.
1.6.2 Teknik Wawancara
Selain observasi, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam untuk
mendapatkan data dari informan. Wawancara digunakan untuk memperoleh data
dalam hunian mereka dengan panduan interview guide sebagai bahan untuk
mendapatkan data yang lengkap.
Wawancara mendalam (indepth interview) merupakan wawancara yang
terstruktur dan mendalam. Wawancara ini menggali informasi secara mendalam,
terbuka, tegas, bebas tetapi dengan tetap memperhatikan fokus dalam penelitian.
Untuk menjaga agar wawancara berjalan dengan lancar dan sesuai dengan struktur
interview guide. Sehingga dapat menemukan jawaban-jawaban atau informasi
yang diperlukan untuk mempertajam data yang dicari.
Penelitian ini, peneliti ikut berpartisipasi dalam program yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun lembaga terkait. Peneliti berpartisipasi
dengan mereka dalam segala hal yang memungkinkan untuk mendapatkan
informasi yang bersangkutan dengan masyarakat Tamil tersebut.
Selain menggunakan pedoman wawancara seperti interview guide, peneliti
juga dalam penelitiannya menggunakan kamera digital dan recorder atau perekam
suara. Penggunaan ini bertujuan untuk mencegah kurang tertangkapnya informasi
pada saat berlangsungnya wawancara sehingga dapat membantu penelitian untuk
mencegah kelupaan serta kamera digital untuk menangkap gambar sebagai
penguat data dari hasil wawancara dan observasi.
1.6.3 Informan Penelitian
beberapa informan18 untuk mendapatkan informasi tentang penyelenggaran
kesejahteraan sosial. Dimulai dengan penentuan informan yang tepat dan mampu
memberikan informasi yang tepat untuk menentukan lancarnya pengumpulan
data.
Penentuan informan biasa, dilakukan secara berantai dari satu informan ke
informan yang lain. Pencarian informan dihentikan ketika wawancara yang
dilakukan sudah merasa mendapatkan data yang jenuh dan tidak bervariasi lagi.
Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini peneliti memiliki informan yang
harus diwawancarai. Bagian-bagian tersebut memiliki tugas masing-masing dan
tanggung jawab masing-masing di dalam setiap program yang mereka jalankan.
Awalnya mewawancarai pemegang program dari pemerintah sebagai
informan kuncinya19. Setelah itu untuk menambah informasi tentang bantuan yang
di berikan lembaga lain dan mewawancarai informan pokok lainnya di kuil Shri
Mariaman sebagai pusat informasi ibadah masyarakat Hindu Tamil di kota
Medan, antara lain Ketua Parisada Hindu Dharama Indonesia (PHDI), Ketua
Perhimpunan Kuil, dan lembaga lain yang terikat beserta anggota dan masyarakat
penerima bantuan.
1.7 Pengalaman Penelitian.
Pertama kali menginjakan kaki di kuil membuat penulis mengerti bahwa
masyararat Hindu Tamil memiliki tata krama yang sangat baik, mungkin agak
18
Informan adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang kata‐kata, frasa, dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan sumber informasi (Webster’ New Collegiate Dictionary, dalam Metode Etnografi, James S Spradley hal:39)
berbeda kalau melihat mereka dari fisik saja. Penelitian ke kuil untuk pertama kali
meninggalkan kesan yang sangat menarik bagi penulis dan membuat penulis
memiliki teman baru dan relasi baru dari etnis dan agama yang berbeda. Bahkan
sampai sekarang penulis masih memiliki hubungan baik dengan petinggi kuil,
ketua perhimpunan, bahkan dengan beberapa masyarakat-masyarakat etnis Tamil.
Pada saat penelitian, para mahasiswa di haruskan untuk bertanya kepada
umat Hindu tentang kegiatan dan acara tersebut, dan bagaimana acara tersebut
berlangsung dan sejak kapan acara tersebut di laksanakan. Pertanyaan demi
pertanyaan di kami tanyakan langsung kepada umat hindu yang berada dikuil
tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat kami saling mengenal lebih
dekan dan bahkan membuat kami saling bertukang nomor handphone. Tidak
sampai disitu saja hubungan yang kami jalani, kami juga saling berkomunikasi di
media sosial dan saling bertukar informasi.
Setelah acara Deepavali di kuil, beberapa mahasiswa di ajak untuk datang
kerumah beberapa orang Tamil oleh Bu Rytha. Hari Deepavali sama halnya
dengan hari raya lainya bagi kita agama Islam maupun Kristen. Mereka juga
menyambut tamu untuk datang kerumah mereka dan bersilahturahmi. Penulis
menjadi terkesan melihat prilaku dan tindakan yang mereka lakukan kepada tamu
tamu mereka yang datang kerumah mereka. Mengunjungi rumah mereka menjadi
rutinitas penulis pada saat setiap hari Deepavali untuk selanjutnya.
Sejak penelitian pertama tentang masyarakat Tamil, membuat penulis
terkesan dengan etnis tersebut. Penulis juga melakukan beberapa kali perjumpaan
sebatas tentang agama saja, kami juga membicarakan tentang relasi masyarakat
Tamil. Relasi yang di bicarakan lebih mengacu kepada hubungan masyarakat
Tamil dengan pihak pemerintah dan juga relasi orang Tamil dengan masyarakat
dari etnis dan agama lain.
Pendalaman tentang etnis Tamil tidak hanya sampai disitu saja, penulis
juga memperhatikan gejala dan dinamika yang di alami oleh masyarakat Tamil
tersebut. Setelah diperhatikan dan di amati, ternyata masyarakat Tamil di kota
medan ini mendapat perlakuan yang tidak adil dengan etnis lain baik itu pribumi
maupun etnis pendatang lain. Pada saat memasuki semester enam, penulis banyak
berdiskusi dengan buk Rytha terkait judul yang akan di angkat oleh penulis pada
saat penulisan skripsi. Saat penulis berbicara tentang masyarakat Tamil, buk Rytha
sangat banyak memberi arahan dan masukan. Hingga pada akhrinya penulis
mendapat tema tentang kesejahteraan sosial masyarakat Tamil.
Diskusi dengan dosen Penasehat Akademik pun di lakoni oleh penulis.
Perjumpaan dengan buk Sabariah bangun akhirnya terjadi, penulis meminta izin
dan meminta permohonan agar buk Sabariah mengizinkan penulis untuk
mengambil judul tentang Penyelenggaraan Kesejahtraan Sosial Minoritas Tamil di
Kota Medan dengan pembimbing yang di setujui oleh beliau saat itu adalah buk
Rytha Tambunan. Pada tahap selanjutnya penulis menjumpai Ketua Departemen
Antropologi yang tak lain adalah Bapak Fikarwin Zuska. Diskusi alot akhirnya
terjadi, dimana bapak Fikarwin juga mengatakan kalau memang masyarakat Tamil
ini salah satu masyarakat minoritas.
bagaimana sebenarnya proses penyelenggaraan kesejahteraan sosial itu. Akhirnya
beliau menyetujui judul yang diajukan oleh penulis. Berbekal hasil lapangan yang
telah penulis lakukan, membuat penulis melakukan tahap pertama dalam
pembuatan proposal. Pembuatan proposal yang dilakukan penulis mendapat
arahan dan masukan yang cukup banyak oleh pembimbing.
Penelitian awal secara resmi dilakukan penulis pada akhir bulan Juni,
tepatnya pada tanggal 29 juni 2014. Awal bulan Ramadhan yang merupakan hari
pertama puasa membuat peneliti bersemangat mengisi hari-hari demi penelitian.
Peneliti diajak oleh bu Rytha untuk hadir pada acara kematian seorang warga
tamil di daerah Pasar Empat Padang Bulan. Peneliti hadir dengan Jayanti yang
memang rekan penelitian saat itu. Pukul 10:00 WIB peneliti sudah hadir dilokasi
dengan Jayanti dan bu Rytha. Disana kami berjumpa dengan keluarga duka yaitu
bapak Manugren. Bapak Manugren merupakan salah satu pengurus besar Parisada
Hindu Dharma Indonesia atau disingkat dengan PHDI.
Pertemuan awal membuat peneliti mengerti tentang kondisi awal
masyarakat Tamil secara singkat. Hubungan yang baik dilakukan penulis
membuat penulis di ajak makan kedalam rumah beliau sebagai bentuk
kekeluargaan. Tetapi penulis menolak karena pada saat itu penulis sedang
menjalankan ibadah puasa.
Tata cara upacara kematian pada masyarakat Tamil di kota Medan ada dua cara, yaitu dengan dikremasi secara adat atau di kubur. Untuk lokasi pemakaman sendiri, masyarakat Tamil memiliki tempat perkuburan di daerah Lubuk Pakam.
(Wawancara dengan Bapak Manugren) .
mencapai penentuan program-program yang akan peneliti cari. Pada saat awal
kuliah kami mahasiswa semester tujuh di harapkan untuk mengikuti Praktek
Kerja Lapangan II atau biasa kami disebut Magang.
Penulis sengaja memilih tempat Magang yang memang berhubungan
dengan skripsi yang akan penulis teliti. Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi
Sumatera Utara menjadi sasaran Penulis. Saat menjalan proses magang selama
dua bulan lamanya, penulis di tempatkan di salah satu seksi di tempat tersebut.
Seksi bantuan sosial menjadi tempat penulis mencari data yagn di butuhkan. Saat
berbincang-bincang dengan pegawai dinas bersangkutan, peneliti sempat
menyinggu soal bantuan-bantuan apa saja yang seksi tersebut salurkan untuk
masyarakat Medan khusunya orangt Tamil.
Bantuan-bantuan yang mereka lakukan hanya berupa pembinaan saja. Pembinaan yang dilakukan berupa bantuan sosial yang akan disalurkan sedangkan untuk bentuk bantuan nyata di urus oleh sub-sub bagian yang memang telah ada penanggung jawabnya. Beliau juga mengatakan bahwa mereka hanya membantu pemerintah dalam bidang publikasi saja. Seperti bantuan Raskin, pihak dinas menyerahkan kepada setiap kelurahan untuk proses pembagiannya. Itu urusan masing-masing kelurahan dek.Penulis menanyakan soal BLT dan BLSM, beliau mengatakan kalau itu sudah di urus oleh kelurahan untuk pendataan ulang. Data sudah di ambil dari BPS, pihak kelurahan melakukan validasi ulang. Validasi ulang berguna untuk mencari siapa yang benar-benar berhak mendapatkan bantuan. Setahu saya seperti itu dek.
(Wawancara dengan Bu Jenti Nadeak)
Keesokan harinya penulis juga bertanya kepada salah satu pegawai yang
lain, ibu Ros juga menjadi salah informan penulis di dinas tersebut.
Tetapi tidak dapat di pungkiri juga kalau sebenarnya dinas juga berkontribusi, coba adek liha sendiri di depan piket. Pasti ada saja yang minta bantuan berupa uang, hal itu dapat di penuhi apabila sudah memenuhi persyaratan dek. Karena setipa uang yang kita keluarkan harus ada prosedurnya, agar kita tidak kena audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan maupun lembaga bersangkutan.
(Wawancara dengan Bu Ros)
Hari demi hari dilalu saat magang demi mencari data yang Real di instansi
pemerintah. Pada hari jumat pada bulan oktober penulis sempat bebincang dengan
ibu Tarigan yang merupakan salah satu staff khusus di seksi tempat penulis
magang. Beliau memberikan buku Program Keluarga Harapan (PKH). Dalam
buku tersebut di jelaskan bagaimana dana, anggaran, teknis pelaksanaan,
kepersetaan, bahkan sampai input dan output yang di hasilkan program tersebut
pun dijelaskan secara rinci dalam beberapa buku pedoman.
Pada akhir oktober penulis bertemu dengan salah satu penanggung jawab
program keluarga harapan untuk wilayah provinsi Sumatera Utara. Pertemuan
pertama tidak terlalu intensif karena hanya berupa tegur sapa saja. Kemudian
seksi pembinaan bantuan sosial melakukan bimbingan pemantapan bagi
pendamping dan operator program keluarga harapan (PKH). Penulis dapat
kesempatan untuk hadir datang karena memang merupakan peserta magang saat
itu.
Acara yang dilaksanakan di Wisma PHI Medan yang berada di Jl. Gatot
Subroto merupakan awal mula penulis kenal dengan program tersebut secara
langsung. Hadir saat acara tersebut bapak Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial
Provinsi Sumatera Utara yaitu Drs. Alexius Purba selaku pembuka acara.
karena memang pada dasarnya program ini merupakan program jangka panjang dan sangat besar efeknya bagi keluargan yang menerima program ini. Bapak Alexius Purba juga mengimbau kepada para pendamping agar bekerja keras dan sunggung-sungguh meskipun memang saat ini dinas sedang mengusahakan agar honor yang di dapat bisa di atas UMR.
(Peranyataan Bapak Alexius Purba)
Tanpa panjang lebar, lalu bapak Alexius Purba meninggal ruangan setelah
menerima laporan resmi pembukaan acara oleh bapak Kawalta Ginting selaku
kepala Seksi Pembinaan Bantuan Sosial pada saat itu. Pada acara tersebut terjadi
diskusi yang langsung di pimpin oleh penanggung jawab PKH untuk provinsi
Sumatera Utara yaitu Kak Ivo Nila Sari. Sebelum acara di mulai beliau
mengucapkan salam memperkenalkan diri terlebih dahulu Kak Ivo Nila Sari
mengingatkan.
Agar pada saat pengumpulan data kepersetaan PKH di kirim secepatnya kepada operator masing-masing wilayah. Agar cepat di proses oleh pusat dan dananya cepat di cairkan oleh pemerintah. Kak Ivo menegaskan kalau Medan merupakan salah satu kota yang sering bermasalah soal pengiriman data dan pelengkapan data selain daerah Nias.
Begitu lama diskusi yang disampaikan oleh kak Ivo pada saat itu, sehingga
ada beberapa penanya dari pihak pendamping selaku peserta diskusi pada saat itu,
lalu seorang Pendamping mengatakan.
Sesungguhnya pelaksaannya tidak akan lama buk, tapi saat melakukan verifikasi data dan mengajak para ibu-ibu untuk pemeriksaan ke posyandu sangat sulit, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk pengisian data. Pendamping yang bertanya tersebut juga mengatkan kalau mengecek data-data anak yang masih sekolah juga membutuhkan waktu. Karena memang pada dasarnya kami harus mencari anak tersebut di dalam sekolah dan melihat apakah memang rutin untuk pergi kesekolah.
apabila para pendamping dapat melakukan dengan sungguh-sungguh. Karena kalau saya lihat, pendamping untuk kota Medan sangat suka mengumpulkan data pada saat hari-hari terakhir. Padahal apabila di kumpul pada waktu akhir, sebenarnya akan mempersulit kota kita sendiri dan terutama para Operator yang memang membutuhkan waktu untuk pengirimapn dan pemasukan data.
(Tanggapan Kak Ivo Nila Sari mengenai pernyataan Pendamping)
Selesai acara bimbingan dan pemantapan tersebut, penulis menjadi tertarik
dengan program yang di jalankan tersebut. Karena memang pada dasarnya
program tersebut terstruktur dengan jelas. Setelah menyelesaikan magang pada
akhir tahun. Penulis akhirnya fokus kembali mencari data tentang program
tersebut setelah mendapat surat penelitian resmi dari kampus dan Balitbang kota
Medan.
Pada awal bulan tiga tahun 2015 penulis kembali turun kelapangan secara
resmi setelah mendapat surat lapangan dari Kecamatan Medan Polonia dan
kelurahan Sari Rejo, pada saat itu penulis sempat berbincang dengan seorang
pegawai kelurahan soal bantuan-bantuan untuk masyarakat yang di salurkan dari
tingkat kelurahan.
Beliau mengatakan bahwa pemberian bantuan telah terdata di kelurahan dan memang sudah sesuai jalur. Kalau ada bantuan yang tidak melalui kelurahan saya tidak dek, karena kami hanya menjalankan tugas dari atasan saja. Beliau juga menambahkan bahwa tidak tahu menahu soal PKH tersebut. Saat penulis menanyakannya.
(Wawancara dengan pegawai kelurahan)
Penulis mencoba bertanya kemada masyarakat Tamil yang tinggal di
Saya tidak tahu menahu soal Program Keluarga Harapan. Saya tidak tahu program itu dek, saya saja sudah lepas makan dan belanja anak sekolah saja sudah cukup. Karena suami saya hanya buruh harian lepas yang kadang dapat kdang tidak. Selama ini tidak ada sosialisasi dari pemerintah maupun perangkat kelurahan soal program yang kamu sebutkan tadi. Di kelurahan ini banyak orang yang hidup pas-pasan dek, tapi tidak tahu bagaimna proses penyaluran bantuan di lakukan kami sungguh tidak tahu sama sekali.
(Wawancara dengan Bu Prema)
Penulis kurang puas dengan jawaban informan tersebut hingga akhirnya
penulis mencari informan yang lain.
Saya tidak tahu menahu soal program tersebut. Saya hanya hidup sendiri dek, suami saya sudah lama meninggal. Anak saya juga telah tiada saat dia masih kecil. Jadi saya hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan saya sendiri. Program yang kamu jelaskan kepada saya tadi tidak sesuai dengan saya, karena saya bukan ibu hamil ataupun ibu yang sedang memiliki anak balita apalagi anak sekolah. Saya sudah cukup makan saja sudah syukur kepada Tuhan. Kenapa program yang kamu sampaikan tidak ada salah satu kriterianya memberi bantuan kepada janda seperti saya dek.
(Wawancara dengan Bu Gauri)
Penulis menjadi bingung menjawab dan mengakhiri dengan terima kasih.
Sebelumnya penulis menjelaskan bahwa program tersebut program pemerintah,
saya hanya bertanya saja kepada ibu. Saat di jalan penulis berpapasan dengan
seorang ibu yang memang di lihat dari bentuk fisiknya membuktikan beliau
adalah orang Tamil di daerah tersebut. Beliau sedang menggendong anaknya yang
masih balita.
balita bahkan anak sekolah. Oh, saya tidak tahu dek. Memang nya program apa itu ? kenapa saya baru dengar ya. Kemudian penulis menjelaskan secara rinci. Kalau itu rasa nya tidak ada sosialiasi dek, saoalnya saya tidak pernah dapat program tersebut. Oh gitu ya bu, terima kasih sebelumnya ya bu. Oh iya dek, sama-sama.
(Penggalan Dialog)
Setelah beberapa bulan mencarai data, hampir semua seperti itu jawabn
informan yang penulis tanyai. Hingga akhirnya penulis berhenti sejenak dan
memikirkan kenapa hal tersbut bisa terjadi. Awal bulan sembialn penulis
memutuskan untuk bertemu dengan kak Ivo selaku penanggung jawab untul
wilayah Provinsi Sumatera Utara. Setelah membuat janji kahirnya penulis
berkesempatan untuk bertemu dengan beliau.
Sebernarnya tidak ada pembatasan etnis maupun dari
agama soal program ini. Coba kamu liat Fai, di daerah Marelan setau saya banyak sekali orang Cina yang dapat bantuan ini. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya program ini tidak pandang bulu. Kan tidak mungkin orang BPS yang mana data BPS kita gunakan di semua program pemerintah memilih-milih orang miskin. Kan tidak mungkin juga kalau misalnya orang BPS tersebut survei mengatakan: ahh orang Cina, ngapain masuk ketempat mereka. Merekakan orang-orang kaya semua. Tentu saja orang BPS tidak melakukan hal tersebut. Coba aja kamu cari kembali, siapa tau nanti pasti ada kamu dapat. Setahu saya sih orang BPS memang memiliki data tanpa pilih-pilih.
(Wawancara dengan Kak Ivo Nila Sari)
Setelah mendapat masukan dan arahan, akhirnya penulis menemukan
seorang informan yang memang mendapatkan bantuan tersebut. Beliau mau
memberi tahu soal program tersebut asal penulis tidak menanyakan nama beliau.
Karena beliau takut terkena Resterfikasi (pemeriksaan ulang).
Tetapi karena program PKH anak saya tidak bisa mendapat dana bantuan operasional sekolah (BOS). Karena anak saya telah mendapat dana dari Kementerian Sosial berupa PKH. Karena mendapat penjelasan seperti itu saya tidak berani menuntut. Karena suami saya hanya seorang pekerja yang tidak cukup gajinya apabila kami makan. Sebenarnya program ini cukup membantu saya karena dengan begini saya bisa menyekolahkan anak dan anak saya paling kecil bisa mendapat gizi yang baik. Program ini sudah saya rasakan lebih dari lima tahun. Saya akan di cek ulang pada tahun ke enam, apakah saya pantas atau tidak untuk lanjut sampau tahun ke delapan dek.
(Wawancara dengan Informan)
Setelah mendengar pernyataan tersebut akhirnya penulis menyudahi
untuk mencari penerima PKH untuk orang Tamil. Pada saat menjelang akhir
tahun 2015 tepatnya bulan november tanggal 10, penulis kembali menghadiri
acara Deepavali yang diadakan di kuil Shri Mariaman yang saat itu di hadiri juga
oleh mahasiswa Antropologi angkatan 2014. Pada kesempatan itu penulis bertemu
kembali dengan bapak Narain Sami, bapak Candra Bose dan bapak Manugren.
Pada kesempatan itu penulis dan bu Rytha kembali bersilaturahmi dengan
kenalan-kenalan yang memang sebelumnya telah di kenal oleh penulis melalui bu
Rytha. Bapak Manugren kemudian menjelaskan kepada kami bahwa beberapa
yang lalu ada acara pasar murah yang diadakan oleh Parisada Hindu Dharma
Indonesia bersama pemerintah pusat melalui Kementerian Koperasi dan UKM.
Saat mendengar hal tersebut, lalu penulis mulai bertanya kepada
masyarakat Tamil yang berada di dekat kuil Shri Mariaman. Kemudian penulis
bertanya kepada seorang pendeta kuil yang mana kuilnya berada di daerah
Polonia.
pasar murah yang di maksud pak Manugren. Loh, memang nya ada. Kapan memangnya Fai. Kata beliau seminggu yang lalu bang !. loh, saya kok tidak tahu, saya tidak mengetahui hal itu Fai. Padahal kan bantuannya ribuan bang, masak abang tidak dapat satupun. Jangankan dapat bantuannya Fai, infonya saja abang baru dengar dari kamu barusan. Loh lucu kali abang sampai gag dapat, seharusnya abangkan dapat!!. Abang beneran gag dapat loh Fai. Oh yaudah kalau begitu bang, nanti Fai kabari lagi kalau Fai butuh bantuan sama abang ya. Ok Fai.
(Wanwancara dengan Bang Arul)
Setelah penulis bertanya, kemudian penulis menghampiri bu Rytha.
Sebelum pulang kami menjumpai bapak Manugren kembali. Ternyata beliau
mengajak Bu Rytha untuk hadir pada acara pernikahan yang diadakan tanggal 29
november 2015.
Tanggal 25 november menjadi hari bahagia bagi pasangan Sashi Rekha
dan Krisna Murti yang menikah. Sangat jarang penulis melihat orang Tamil
melaksanakan resepsi pernikahan di gedung, apalagi ini menikah di dekat gedung
kuil yang pada dasarnya memang membayar uang sewa. Saat accara penulis dan
bu Rytha bertemu dengan bapak Manugren. Beliau menjelaskan kembali tentang
bantuan dari Kementerian Sosial tersebut. Tetapi beliau enggan banyak bicara,
soalnya beliau tidak mau salah bicara. Karena yang menanggung jawabin program
dan kegiatan tersebut adalah bapak Narain Sami. Jadi beliau mengarahkan agar
penulis dan bu Rytha menemui beliau saja di kantornya saat hari kerja.
Kemudian selang beberapa minggu penulis bersama bu Rytha dan Denny
datang menuju kantor Parisada yang berada di Jl. Zainul Arifin. Kami masuk
melalui pintuk depan kuil. Saat sampai di dekat kantor kami masuk lewat pintu
memasuki ruangan kami di sambut baik oleh para staf dan pegawai yang bekerja
di PHDI yang memang mereka semua adalah umat Hindu. Di ruangan tersebut
kami bertemu dengan bapak Manugren dan bapak Narain Sami. Kemudian bapak
Narain Sami mengatakan.
Ayo masuk-masuk. Gimana ruangan kita, lebih nyaman dari sebelumnya kan ungkap beliau. Sebelum kita turun dan tidak menjabat lagi, kalau bisa memang ruangan yang kita tinggalkan harus nyaman, agar mereka yang mengantikan kita bisa semangat bekerja. Lalu beliau bertanya, jadi apa yang mau kalian tahu sekarang. Jadi begini Pak! Kami pernah ingin tahu soal pasar murah dari Kementrian. Aduhhh !! bagaimana ya, saya pun tidak tahu darimana datangnya itu. Hahahahhahaaa. Sembari tertawa, bu Rytha mengatakan, ayolah Pak, kasih tahu kami dulu. Oh iy iy, sebenarnya begini. Bantuan ini sebenarnya ada teman yang memberikan info dari Dinas Koperasi Provinsi Sumatera Utara. Teman saya disana Haikal mengatakan kalau sekarang Menteri Koperasi orang Hindu, siapa tahu dapat bantuan Pak. Itu kata Haikal waktu sama saya. Jadi saya masukanlah Proposal dan Surat Permohonan. Akhirnya mendapat tanggapan walau seminggu lagi mau Deepavali. Gapapalah telat, sebelumnya kita juga sudah mengadakan kegiatan ini beberapa minggu yang lalu. Tetapi itu hanya bantuan dari teman-teman masyarakat Tamil yang berekonomi lumayan dan di bantu dari beberaoa teman yang lain.Pada saat acara Pasar Murah pertama itu kita hanya mendapat 300 bingkisan. Bingkisan tersebut berisi sembako seperti beras, gula, minyak, sirup. Untuk proses pembagiannya kita memberikan sebuah kupon atau voucer yang kita jual senilai lima belas ribu rupiah. Sebenarnya harga sembako itu enam puluh ribu rupiah, tapi hanya kita jual lima belas ribu rupiah melalui kupon tersebut. Kupon tersebut kita bagikan bagi masyarakat miskin yang benar-benar tidak mampu. Lalu kemudian kita mendapat bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM yang memang sangat beruntung kita. Karena Menterinya dari orang kita Hindu, jadi begitu di lihatnya logo Parisada, mungkin dia langsung hormat dan memberikan bantuan kepada kita. Dari 1500 paket yang kita minta untuk pasar murah, mereka memberikan bantuan 1250 paket. Tapi harus kita sendiri yang menentukan perusahaannya, agar dari pihak kementrian memberikan langsung dana tersebut kepada perusahaan agar menyediakan barang senilai enam puluh ribu rupiah. Dengan harga segitu pihak Kementerian berharap tidak ada pengurangan isi dari sembako tersebut.
Setelah berbicara tentang kegiatan tersebut, bapak Narain Sami kemudian
menceritakan hal lain yang sebenarnya tidak berhubungan dengan pertanyaan.
Kemudian setelah berbicara dengan bapak Narain Sami, kemudian penulis
menghampiri bapak Manugren.
Pak saya bisa lihat contoh kuponnya tidak pak, oh iya tunggu sebentar. Lalu beliau menyuruh stafnya untuk mengambilnya. Oh tidak ada lagi pak, kemarin beberapa hari yang lalu masih ada. Tapi karena terlalu banyak dan tidak terpakai lagi, maka saya buang saja pak. Lah, jadi gimana ini!. Waduh Pak, tolonglah carikan Pak. Begitulah yang di katakan oleh Bu Rytha. Setelah dicari akhirnya kupon itu di dapatkan dalam bentuk FILE di dalam komputer PHDI. Lalu penulis meminta data penerima pasar murah tersebut kepada bapak Manugren. Tetapi beliau tidak mengetahui dimana berkas tersebut diletakan. Hanya pendeta yang mengurus hal tersebut yang mengetahui dimana berkas tersebut di letakan. Setelah pendeta itu kembali membeli alat tulis kantor, lalu pak Manugren berkata, dimana kita tarok berkas kemaren itu Pak tentang pasar rakyat. Tunggu sebentar, dengan santai tapi pasti akhirnya data tersebut dapat kami lihat. Kemudian Bu Rytha meminta Denny untuk mengfoto copy seluruh berkas tersebut.
(Wawancara dengan Bapak Manugren)
Setelah mendapat data tersebut, lalu kami kembali pulang ke rumah
masing-masing. Pertengahan bulan Desember 2015 kemaren penulis melihat
kondisi rumah fisik penerima bantuan Pasar Rakyat. Melakukan survei secara
acak berdasarkan data yang di terima, membuat penulis sedikit terkejut setelah
melihat rumah penerima. Hampir sebagian besar walaupun tidak semuanya,
rata-rata mereka memiliki rumah yang layak huni dan bisa di kategorikan tidak miskin