BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1 Sejarah Kota Medan
Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya
berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota
Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei
Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan
dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Pada mulanya yang membuka perkampungan
Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman
penjajahan orang sering merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah
zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur
lenyap sehingga akhirnya kurang popular. Dahulu orang menamakan Tanah Deli
mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat
sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya
tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut.
Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah
pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini
merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh
penelitian Vriens tahun 1910 bahwa disamping jenis tanah seperti tadi ada lagi
ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan
Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu
pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.
Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni :
Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada
bulan-bulan Oktober s/d bulan-bulan Desember sedang Maksimal Tambahan antara bulan-bulan
Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun
dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.
Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba
dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman
penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863
orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat
menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang
sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera
Utara.
Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama
"Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari
posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai
Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada
zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai,
sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal
Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan
isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang
pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di
Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani
menanam lada.
Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang
berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut
ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian
memperdalam tentang agama Islam ke Aceh. Keterangan yang menguatkan
bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang
mengutip melalui buku Deli In Woord en Beeld ditulis oleh N.Ten Cate.
Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini
merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis
berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai
Deli dan sungai Babura. Rumah Administrateur terletak diseberang sungai dari
kampung Medan. Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di
Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP
IX Tembakau Deli yang sekarang ini.
Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan,
Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama
Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin
baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan
memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan
Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung
Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas
Percut dan Sigara-gara.
Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli
dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah
terjadi perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah
Pahlawan. Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya
Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan
Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di
Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
Jhon Anderson seorang Inggris melakukan kunjungan ke Kampung Medan
tahun 1823 dan mencatat dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera
bahwa penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang
tapi dia hanya melihat penduduk yang berdiam dipertemuan antara dua sungai
tersebut. Anderson menyebutkan dalam bukunya “Mission to the East Coast of
Sumatera“ (terbitan Edinburg 1826) bahwa sepanjang sungai Deli hingga ke
dinding tembok mesjid Kampung Medan di bangun dengan batu-batu granit
berbentuk bujur sangkar. Batu-batu ini diambil dari sebuah Candi Hindu Kuno di
Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari
perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang
merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan
Deli memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van
Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara
erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Contoh tembakau deli.
Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji
kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi
untuk pembungkus cerutu.
Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys
mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi
perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan
Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada
tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas
dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke
Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi
semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal
Gambar 2.1 Peta Wilayah Kota Medan
Kota Medan sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi
Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan
strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota
Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan
penyelenggaraan pemerintah daerah.
Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab
berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat
dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia,
Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan
diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak
terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007
diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis
dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota
Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan
2.2 Kota Medan Secara Geografis
Gambar 2.2 Peta Kecamatan di Kota Medan
Kota Medan sebagai ibu kota propinsi Sumatera Utara dan
merupakan kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan yang
merupakan kota terbesar di daerah Sumatera Utara telah menjadi tumpuan pusat
perhatian bukan saja oleh penduduk Sumatera Utara, melainkan juga menjadi
pusat tumpuan harapan penduduk yang berada di luarnya seperti Aceh, Sumatera
dengan keadaan wilayahnya sangat strategis. Sebab berada pada berbatasan
langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara sehingga relatif dekat dengan
kota-kota/ negara maju seperti Pulau Penang Malaysia dan Singapura. Kalau kita
melihat kondisi sumber daya alam yang melimpah dari sektor pertanian,
perikanan dan perkebunan sehingga memungkinkan dapat berpotensi menjadi
pusat perdagangan.
Sedangkan secara geografis kota medan terletak di antara 3° 30' – 3° 43'
Lintang Utara dan 98 35' - 98 44' Bujur Timur, dengan ketinggian 2,5- 37,5
meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah sekitar 265, 10 km2.Kota
Medan mempunyai iklim tropis dengan kelembaban udara di wilayah ini
rata-rata 82-84% dan kecapatan angin rata-rata-rata-rata sebesar 1,38 m/sec.
Kalau melihat secara keseluruhan kota medan berbatasan dengan
Kabupaten Deli Serdang:
Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka
Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang
Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang
Berdasarkan surat keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara
Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7
Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan dan berdasarkan Peraturan
Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, dan secara
administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang
mencakup 151 Kelurahan. Kecamatan-keacamatan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Kecamatan Medan Tuntungan Kecamatan Medan Johor
Kecamatan Medan Amplas Kecamatan Medan Denai
Kecamatan Medan Area Kecamatan Medan Kota
Kecamatan Medan Maimun Kecamatan Medan Polonia
Kecamatan Medan Baru Kecamatan Medan Selayang
Kecamatan Medan Sunggal Kecamatan Medan Helvetia
Kecamatan Medan Petisah Kecamatan Medan Barat
Kecamatan Medan Timur Kecamatan Medan Perjuangan
Kecamatan Medan Tembung Kecamatan Medan Deli
Kecamatan Medan Labuhan Kecamatan Medan Marelan
Kecamatan Medan Belawan
Berdasarkan pembagian wilayah tersebut, untuk saat ini masyarakat
Tamil sangat dominan menempati wilayah di Kecamatan Medan Polonia dan
Kecamatan Medan Petisah. Basis masyarakat Tamil yang banyak tersebut di
buktikan dengan banyaknya bangunan kuil-kuil yang berada pada daerah
pemerintahan Kecamatan Medan Polonia dan Kecamatan Medan Petisah.
Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah
administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun
September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi
4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan
menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU
tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali
lipat.
Melaui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973
Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang
terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi
yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor
140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran
Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.
Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH
Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September
1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992
tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II
Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21
Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan
administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis
2.3 Kota Medan Secara Demografis
Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur
agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adapt istiadat. Hal ini
memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka.
Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa
transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu
keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana
tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang
mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir
masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor
perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.
Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini
mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat
kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian
rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor,
antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang
diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi.
Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat
dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk
mulai menurun.
Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian
untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.
Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai
dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural.
Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas),
meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi,
termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan
yang diterapkan.
2.4 Kota Medan Secara Kultural
Kota Medan sebagai pusat perdagangan baik regional maupun
internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan
agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang
berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat
menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri
menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan
berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar
dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian,
makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar
bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan.
Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu
primordialisme yang dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh
karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan
Masyarakat Tamil memperlihatkan budaya (cultere) mereka dengan cara
ritual religi yang sering mereka lakukan di kuil-kuil. Ritual religi yang mereka
lakukan selalu mengarah kepada penyembahan Dewa-Dewa pada setiap perayaan
hari besar. Meskipun ritual religi yang mereka lakukan jarang di ketahui
masyarakat umum, ritual tersebut dapat berjalan dengan baik.
2.5 Kota Medan Secara Sosial
Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan,
keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan
penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana
pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi
masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh
pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya.
Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan
salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi
dimensional yang penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender
dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak
mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan
perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan
Penduduk Kota Medan per Kecamatan dan Jenis Kelamin tahun 2009 per Kecamatan
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Medan Tuntungan 34 153 35 919 70 073
Kota Medan 1 049 457 1.071.596 2.121.053
Tabel 2.1 Penduduk Kota Medan per Kecamatan dan Jenis Kelamin tahun 2009 per Kecamatan
2.6 Kecamatan Medan Polonia
Kecamatan Medan Polonia terletak di wilayah Selatan Kota Medan
dengan batas-batas sebagai berikut :
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Petisah
Kecamatan Medan Polonia dengan luas wilayahnya 8.92 Km2 Kecamatan
Medan Polonia adalah daerah pintu gerbang Kota Medan, yang merupakan pintu
masuk dari daerah lainnya baik Regional maupun Internasional melalui
transportasi udara, dengan penduduknya berjumlah : 53.427 Jiwa (2012).
Kecamatan Medan Polonia ini terdapat Bandara Internasional Polonia
sebagai pelabuhan udara yang mampu dilandasi jenis pesawat berbadan lebar
seperti Air Bus dan mempunyai jalur penerbangan keberbagai daerah/Kota secara
Regional maupun Internasional. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri di
Kecamatan Medan Polonia ini juga terdapat beberapa jenis usaha industri seperti :
Industri Perabot rumah tangga dari kayu, Houlding & Komponen Bahan
bangunan, Sepatu, Konveksi, Pengolahan kopi, Kerupuk ubi / kue-kue.
Sebagai informasi bagi investor dan masyarakat pada Kecamatan Medan
Polonia ini terdapat : 2 (dua) buah Hotel (Hotel Polonia & Hotel Tiara); Taman
Hiburan/Rekreasi di Tugu Ahmad Yani serta 1 (satu) unit Lapangan Golf Polonia
dan 1 (satu) buah Universitas Swasta (PT Harapan).
Jumlah Pegawai berdasarkan Golongan :
- Golongan IV : 0 Org. - Golongan III : 10 Org - Golongan II : 14 Org - Golongan I : 1 Org - Lainnya : 0 Org Jumlah Pegawai : 25 Org
2.7 Potensi Wilayah Kecamatan Medan Polonia
A.Data Umum
No Data Umum Keterangan
1 Luas 8,92 Km2
2 Jumlah Kelurahan 5 Kelurahan 3 Jumlah Penduduk 53.427 Jiwa 4 Panjang Jalan Aspal
B.Pelayanan Umum.
No Jenis Pelayanan Keterangan 1 Air Bersih 5684 Pelanggan 2 Listrik 11592 Pelanggan
3 Telepon
4 Gas 1274 Pelanggan
5 Lapangan Olahraga 6 Buah 6 Rumah Sakit 3 Buah 7 Rumah Ibadah 59 Buah 8 Puskesmas 1 Buah
C.Pendidikan
No Jenis Pendidikan Keterangan 1 SD/Sederajat 19 Buah 2 SLTP/sederajat 8 Buah 3 SMU/Sederajat 9 Buah
4 Akademi
5 Universitas 1 buah
D.Perdagangan
No Jenis Perdagangan Keterangan 1 Pasar Tradisional 3 Buah 2 Plaza/Mall 1 Buah 3 Pasar Grosir 7 Buah
2.8 Kelurahan Sari Rejo
Kelurahan Sari Rejo merupakan salah satu bagian dari pemerintahan
kecamatan kota medan yang mana merupakan sebagian kecil dari wilayah kota
medan. Kelurahan Sari Rejo merupakan pemekaran dari kelurahan Polonia. Pada
awalnya termasukdalam kecamatan Medan baru dimekarkan sesuai SK Gubsu
No.821:4/1991 tanggal 31 oktober 1991. Kecamatan Medan baru di mekarkan
menjadi kecamatan Medan Polonia, dan kecamatan Medan maimun kota
Kelurahan Sari Rejo terletak di bagian paling selatan dari wilayah
teritorial kecamatan Medan Polonia. Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sari
Rejo pada umumnya adalah masyarakat yang bekerja pada sektor informal yang
mana masyarakat kelurahan Sari Rejo memrupakan masyarakat yang multietnis
dan multikultural.
Kelurahan Sari Rejo berbatasan dengan wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan lapangan Golf kelurahan Suka Damai
(Bandara Polonia dan Pangkalan TNI AU Soewondo Kecamatan Medan
Polonia).
- Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan jalan Rel kereta Api
Kecamatan Medan Johor.
- Sebelah Timur berbatasan dengan perumahan Malibu Kelurahan Suka
Damai (Kecamatan Medan Polonia).
- Sebelah Barat berbatasan langsung dengan Sei Babura Kecamatan Medan
Gambar 2.4 Peta Kelurahan Sari Rejo (Foto Pribadi)
Letak yang strategis di wilayah kecamatan Medan polonia membuat
kelurahan Sari Rejo memiliki beberapa komplek perumahan dan pusat pertokoan
yang masih dalam tahap pembangunan dan pengembangan.
Jarak tempuh dari kota Medan sangat dekat yakni posisi kelurahan Sari Rejo
lebih kurang 5 (lima) kilometer (KM) dari kantor Pos Besar medan sehingga
masih dalam lingkup pusat kota. Akan tetapi siapa saja yang belum pernah
berkunjung ke kelurahan Sari rejo maka akan sulit mencari kelurahan tersebut
karena berada di bagian dalam (cincin kota), jika melewati jalan SMA II
seolah-olah kita berada di sekitar hutan belukar, sedangkan jika kita lewat dari Asrama
Haji kita tidak akan mengetahui keberadaan kelurahan Sari Rejo sehingga
bagaikan dalam tembok yang berbentuk cincin.
Untuk masuk ke Kelurahan Sari Rejo ada tiga jalur utama yaitu: yang
pertama melalui komplek Malibu/SMA 2 dari sisi lapangan Golf Lanud Medan
dari jalan Karya Jasa/Asrama haji dari depan SPBU, dan jalur ketiga dari SD
Negeri 064027.
Fasilitas transportasi angkutan yang melintasi keluahan Sari Rejo ada dua
Line, untuk line pertama terminalnya di jalan Cempaka, sedangkan Line kedua di ujung jalan karya bakti. Mengenai fasilitas sarana perkotaan lainnya seperti PLN,
Telepon, Air Bersih sudah di Nikmati oleh warga masyarakat Sari Rejo sejak era
reformasi bergulir. Jalan-jalan utama sudah diaspal beton (hotmix), kecuali jalan
di sisi komplek Paskhas/SD negeri 064027 dan jalan Mawar tembus kejalan
Karya Jasa sepanjang 800 Meter.
Dalam proses administrasi dan pemerintahannya Keluruhan Sari Rejo di
bantukan dengan lima orang pegawai yang berstatus sebagai Pegawai Negara
Struktur Pemerintahan Kelurahan Sari Rejo
Kelurahan Sari Rejo juga memiliki bangunan dan sarana ibadah juga
pendidikan dengan rincian sebagai berikut :
a. Sarana Ibadah :
Masjid : 6 (enam) Unit
Gereja : 2 (dua) Unit
Kuil : 2 (dua) Unit kuil Hindu Tamil
Alasan dasar pemilihan lokasi penelitian ini juga terletak dari bangunan
dan fasilitas ibadah umat Hindu yang relatif banyak. Jika di bandingkan dengan
daerah lain, kecamatan Polonia memang pada umumnya di anut oleh masyarakat
Tamil Hindu. Masyarakat Tamil pada umumnya tinggal dan bermukim di daerah
sekitar kuil tempat mereka beribadah. Mereka beranggapan bahwa jika kuil
berada dekat dengan rumah mereka maka akses mereka untuk beribadah kepada
Tuhan akan lebih dekat dan mendapat keberkahan dari Tuhan mereka. Saat ini
kelurahan tersebut tanpa pernah ada konflik.
b. Sarana Pendidikan
Paud : 1 (satu) Unit
TK : 3 (tiga) Unit
SD : 3 (tiga) Unit
SLTP : 3 (tiga) Unit
c. Sarana Lain
Perkuburan Islam : 2 (dua) lokasi
2.9 Perkembangan Kebudayaan Masyarakat Tamil Di Kota Medan
Masyarakat Tamil sebagai salah satu etnis pendatang di kota Medan tidak
terlepas dari sebuah historis yang cukup panjang. Ada beberapa pandangan dan
pendapat tentang kedatangan masyrakat Tamil di kota Medan. Takari (2013)
mengatakan pada masa sekarang terdapat empat negara bagian di India Selatan
yang penduduknya mayoritas termasuk kedalam rumpus bangsa dravida. Keempat
negara bagian itu adalah :
a. Tamil Nadu
Dengan memakai bahasa yang digunakan adalah bahasa Tamil,
b. Andrha Pradesh
Dengan memakai bahasa yang digunakan adalah bahasa Telugu,
c. Karnataka
Dengan memakai bahasa yang digunakan adalah bahasa Kannada atau
Kanaresse,
d. Kerala
Saat ini hanya ada dua etnik Tamil dari India Selatan yang eksis dan
memang mayoritas berada di tengah-tengah masyarakat Sumatera Utara khusunya
Kota Medan yaitu Tamil Nadu dan Andrha Pradesh. Kedua etnik Tamil ini hidup
menetap di kota Medan sejak jaman lintas perdagangan dan masa kolonial Hindia
Belanda.
Takari juga menjelaskan beberapa tulisan mengenai gelombang masuknya
orang Tamil ke tanah Deli20. Menurut sejarah, ekspansi Raja Iskandar Zulkarnain
dari masedonia ke india pada tahun 334-326 SM, mengakibatkan bangsa India
tercerai berai dan bnayak yang melarikan diri karena ketakutan. Penduduk di
daerah sungai indus lari ke bagian selatan india, dan bnyak yang terus lari ke
Nikobar, andaman, dan pulau Sumatera dalam Brahma Putro (1981). Bisa kita
lihat sendiri bahwa pernyataan di atas tidak langsung menjelaskan kedatangan
Etnis Tamil ke Sumatera khususnya ke Kota Medan.
Kedatangan Etnis Tamil ke tanah Deli dapat dipastikan pada abad pertama
Masehi. Keterangan tersebut didapti dalam bukut tua yang berjudul Manimegelei
karangan pujangga Sitenar yang aslinya terni pada abad pertama Masehi dan
sangat populer di India (Brahma Putro hal.38 dalam Takari). Dalam buku tersebut
disebutkan bahwa orang-orang India beretnik Tamil bersama rombonganya di
sebuah kampung yang bernama Haru (sekarang menjadi Karo).
Selain dua gelombang di atas, takari juga menjelaskan bahwa kedatangan
orang Tamil yaitu pada abad ke-14 oleh seorang Resi21 benama Megit dari kaum
20
Muhammad Takari: Makalah, Mengenal Kebudayaan Masyarakat Tamil di Kota Medan. hal 5.
21
Resi adalah orang yang memiliki keahlian dan pengetahuan dalam agama Hindu dan bertugas
Brahmana tersebut mendarat di pantai Sumatera Timur atau pantai Barat Sumatera
Utara dan masuk ke pedalaman di talun kaban (sekarang Kabanjahe Kabupaten
Karo). Takari juga menjelaskan bahwa Resi Megit Brahmana mengembangkan
agama Hindu ajaran Maharesi Brgu Sekte Siwa. Kemudian Resi Brahmana
mengawini seorang gadis dari penduduk setempat Bru Purba. Dari perkawinan
tersebut mereka mendapat tiga orang anak, yang laki-laki bernama Si Mercu dan
Si Mbaru yang perempuan bernama si Mbulan, ketiga anak mereka inilah
keturuna Merga Sembiring Brahmana di tanah Karo22.
Brahma Putro dalam bukunya “Karo dari Jaman ke Jaman” (1979) dalam
Zulkifili Lubis menjelaskan bahwa orang-orang Tamil yang terdesak dari barus
kemudian terasimilasi23 dengan suku karo yang tinggal di datarang Tinggi Tanah
karo (Pedalaman Karo), dan mereka-mereka inilah di kemudian hari yang menjadi
keturunan marga (klen) Sembiring (Maha, Meilala, Brahmana, Depari),
Sinulingga, Pandia, Colia, Capah dan sebagainya. Tetapi saya tidak sepakat
apabila orang India khusunya etnik Tamil telah terasimilasi secara keseluruhan.
Menurut hemat saya saat mengamati bahwa kotak budaya yang telah dilakukan
orang Tamil Kota Medan khususnya kota Medan, orang India beretnik Tamil yang
datang sebagai Resi, maupun migran yang di datangkan pada masa kolonial
Belanda yang mana mereka bertujuan datang sebagai penyiar agama, pekerja di
yang dimulai sejak awala abad pertama Masehi. Resi ini mula‐mula datang dari india, kemudaian emngangkat resi‐resi di kalangan pribumi nusantara dan saling bekerjasama. (dalam Takari 2013 hal 6)
22
Brahma Putro hal.44 (dalam Takari)
23 Terasimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas
kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Proses asimilasi itu ditandai oleh pengembangan sikap‐sikap yang sama, yang walaupun terkadang bersifat emosional, bertujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit untuk mencapai integrasi dalam organisasi dan
perkebunan, maupun ada yang bertujuan sebagai pedagang dalam hal ini mereka
melakukan interraksi budaya yang mana bisa di sebut sebagai Akulturasi24
Dari beberapa kutipan sejarah, Takari juga menjelaskan mengenai
kedatangan orang Tamil di Sumatera Utara, hanya gelombang terakhirlah yang
menyebutkan bagaimana proses kedatangan masyarakat Tamil ke Kota Medan.
Gelombang terakhir kedatangan orang tamil ke Deli Serdang yaitu pada tahun
1872 sebagai kuli kotrak perkebunan bersamaan dengan orang-orang jawa yang di
pekerjakan waktu itu sekitar ratusan orang jumlahnya.
Zulkifili Lubis (2005) menerangkan bahwa kedatangan orang India dalam
jumlah besar dan hingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di
berbagai wilayah Sumatera Timur dan Khusunya Medan baru terjadi sejak
pertengahan abad ke-19 yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di Tanah Deli.
Tengku Lukman Sinar (2001) dalam Zulkifli Lubis bahwa di tahun 1874 sudah
dibuka 22 perkebunan dengan memakai kuli bansa Cina 4.476 orang, kuli Tamil
459 orang, dan orang Jawa 316 orang. Perkembangan jumlah kuli semakin
meningkat pada tahun-tahun berikutnya, yang terbanyak adalah kuli Cina (53.806
orang pada 1890 dan 58.516 orang pada 1900) dan kuli Jawa (14.847 orang pada
1890 dan 25.224 orang pada 1900) sementara kuli Tamil bertambah menjadi 2.460
orang pada 1890 dan 3.270 orang pada tahun 1900.
Kedatangan orang Tamil sebagai pekerja di perkebunan di dukung oleh
pernyataan dari Takari bahwa mereka ini di datangkan dari India Selatan,
24 proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu di
hadapkan dengan unsur‐unsur dari kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur‐unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan di olah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa
Malasyia, dan Singapura untuk menutupi kekurangan tenaga kerja pada
perkebunan-perkebunan milik Belanda. Sebagian orang Tamil yang bekerja di
perkebunan banyak melarikan diri ke medan untuk mencari perlindungan di kala
jepang berkuasa. Kemudian pada tahun 1946 sebagian orang-orang Tamil kembali
ke negara asalnya. Bagi mereka yang menetap di Sumatera utara, khusunya
Medan, mereka tetap menjalankan kegiaatan-kegiatan yang berhubungan dengan
budayanya. Untuk melaksanakan kegiatan keagamaanya, orang-orang Tamil
kemudian mendirikan Perhimpunan Shri Mariaman Kuil sebagai kuil pertama di
kota Medan.
Hasil dari sebuah hasil wawancara dengan petinggi kuil Shri Mariaman
yang beliau juga Sekretaris Perhimpunan Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
wilayah Sumatera Utara.
bagi mereka yang menetap di tanah Sumatera khusunya tanah Deli membuat mereka memasuki kota Medan pada masa itu.Tetapi tidak dapat dipungkiri juga, selain ada orang Tamil yang kembali ke negara mereka dan ada juga yang bergerak kewilayah lain seperti kota-kota besar di Sumatera Utara seperti Medan, Binjai dan Tebing Tinggi. Sebagian kecil ada juga orang Tamil yang tetap berada di perkebunan perkebunan. Bapak Candra Bose juga menjelaskan alasan kenapa pada masa kolonial Belanda mereka mendatangkan orang Tamil dari India dan negara sekitarnya. Hal itu di lakukan karena pada masa itu tanaman tembakau tidak merupakan tanaman khas yang ada di tanah Deli. Maka para orang Tamil di datangkan khusus dari negara mereka untuk mengajari pekerja lain bagaimana cara menanam tembakau yang baik dan benar. Alasan tersebutlah yang membuat orang tamil memdapti posisi sebagai mandor maupun pimpinan buruh ataupun ada yang di bagian administrasi perkebunan.
(Wawancara dengan Bapak Candra Bosse)
Hasil dari wawancara diatas yang menyangkut soal persebarana orang
Tamil saat masa kolonial, dimana Zulkifli Lubis mengatakan bahwa orang-orang
tamil yang ada di sekitar kota Medan dan Sumatera Timur. Setelah masa
kemerdekaan, mereka pada umumnya berdiam di sekitar kota Medan, juga Binjai,
Lubuk pakam dan Tebing tinggi.
Pemukiman mereka yang tertua di kota medan terdapat di suatu tempat
yang dulu di kenal dengan nama kampung Madras, yaitu kawasan bisnis Jl. Zainul
Arifin (dulu bernama jalan Calcutta)25. Bila diamati lebih seksama kawasan
tesebut diatas sekarang dikenal dengan nama Kampung keling. Pemberian nama
kampung Keling sendiri tidak lepas dari yang namanya Etnis yang mendiami
wilayah tersebut. Ada daerah di Amerika maupun daerah lain yang memiliki
Etnis berbeda dengan pribumi pasti ada wilayah yang di beri nama sesuai etnis
25
atau yang menggambarkan tersebut seperti Pecinan untuk orang Etnis cina. Bisa
kita lihat juga di Malaysia ada sebuah daerah khusus untuk masyarakat India. Bu
Rytha Tambunan yang merupakan seorang Mahasiswa Program Doktoral di
University Sains Malaysia.
Di Malaysia ada sebuah wilayah yang di khususkan untuk orang-orang India. Masyarakat India disana bebas melakukan apapun yang berhubungan dengan budaya mereka. Bu Rytha juga menjelaskan pengalamnanya selama melakukan studi Doktornya di malaysia, bahwa saat kita memasuki wilayah tersebut kita seolah-olah berada di di negara India secara langsung. Bagaiman tidak ! kita tidak perlu jauh-jauh harus ke India untuk meliha kebudayaan masyarakat India. Di daerah khusus yang di sediakan pemerintah Malaysia tersebut, bagaimana miniatur daerah India. Bahkan bisa kita lihat sendiri, mulai dari pernak-pernik, aksessoris, etnofood, bahkan hal-hal yang berhubungan dengan India ada sana.
(Hasil diskusi dengan Bu Rytha Tambunan)
Hal ini seharusnya menjadi sebuah simbol bahwa memang kota Medan
adalah daerah Multikultural, Multiagama dan Multietnis. Banyak orang yang
beranggapan bahwa kota Medan adalah miniaturnya Indonesia, hal tersebut di
buktikan karena negara Indonesia memang memiliki banyak Etnis,
Agama/kepercayaan, Budaya, Bahasa, maupun ciri fisik. Ungkapan Medan
sebagai Miniaturnya Indonesia tidak terlepas dari kerukungan masyarakatnya
yang tidak pernah bentrok dalam hal Agama, Etnis, Budaya maupun Bahasanya.
tamu-tamunya berasal dari Mancanegara. Ini sebenarnya kesempatan kita sebagai warga medan untuk mempromosikan daerah kita, tatapi malah pemerintah melarang acara tersebut dengan alasan takut mengundang kagudah publik dang menggangu masyarakat lain karena ada nya acara Baronsai dan bunyi Petasan. Akhirnya acaranya malah diadakan di Danau Toba . Kita sebagai warga Medan seharusnya Malu.
(Wawancara Bu Rytha Tambunan)
Bicara soal pesebaran dan pemukiman orang Tamil sudah menyebar di
sejumlah tempat di kota medan dan sekitarnya. Seperti yang di uraikan dalam
tabel berikut :
No Nama Lokasi Mayoritas Agama Rumah Ibadah
1 Jl. Teraratai, Jl. Dr
Cipto Hindu, Budha Kuil Shri Mariaman
2 Kesawan Hindu, Islam
Dulun ada kuil, tapi sudah di pindahkan ke Kuil Kaliaman sekarang
Kuil Muniadi di Jl. Muara Takus Chetty yang tinggal di Jl Mesjid); juga ada
masjid orang Tamil
5 Kampung Keling/Desa
Madras hulu Hindu
Kuil Shri Mariaman, Kuil Sikh
6 Kampung Kubur Hindu, Islam, Budha, kristen
Ada Vihara, ada Kuil, ada juga Gereja Tamil
Sukaraja, Kebun Sayur/ Dekat Kowilhan, Jl.
Mangkubumi
11
Jl. Pasundan, Jl. PWS, Sikambing, Jl.Sekip, Jl.
Karya Sei Agul, Jl Sei Sikambing
Hindu, Budha Ada kuil Guru Bakti, ada Kuil Shri mariaman
12 Kampung Durian/
Medan Timur Hindu
Ada Kuil Shri Mariaman
13
Jl. S. Parman/ G.Pasir, G Sauh/ Jl. Hayam Wuruk, Pabrik Es (Jl.
S.Parman/ dekat St. Thomas)
Budha, Hindu, Kristen Ada Kuil Shri Mariaman
14 Jl. Malaka, Jl. Gaharu,
Jl.Serdang Hindu
15
Glugur, Jl. Bilal, Pulo Brayan/ Lr 7, 21,22,23,
Sampali, Mabar
Hindu, budha Kuil Shri Mariaman
16
Pasar III Padang Bulan, Jl Sei Serayu karang Sari Polonia, Tanjung
Sari, Medan Sunggal
Hindu, Budha, Islam Ada Kuil Shri Mariaman
17 Desa Helvetia Hindu, Budha, Kristen,
Katolik Kuil Shri Mariaman
18 Kampung lalang, Diski Katolik, hindu, Budha,
Islam Kuil Shri Mariaman Tabel 2.2 : Konsentrasi Pemukiman orang Tamil di Medan dan Sekitannya
(Sumber: Zulkifli Lubis)
2.9.1 Bahasa
Masyarakat Tamil di Sumatera Utara khususnya kota tamil telah
beradaptasi dengan masyarakat yang pribumi dari kota medan. Hal itu
dapat dilihat dari mereka telah menguasi bahasa nasional Indonesia,
bahkan sebagian mereka ada yang bisa menguasi bahasa daerah atau
bahasa etnis lain selain etnis mereka di kota Medan.
Dalam keluarga masyarakat Tamil mereka pada umumnya
Takari menjelaskan bahwa bahasa Tamil memiliki tiga periode
perkembangan yaitu yang pertama bahasa Tamil Kuno antara tahun 200
SM sampai 700 M, kedua adalah bahasa Tamil Tengahan yaitu antara 700
M sampai 1500 M, sedangkan yang ketiga adalah bahasa Tamil Modern
antara tahun 1500 sampai sekarang.
Takari (2013) juga menjelaskan tentang keberadaan perkembangan
bahasa Tamil itu sendiri26. Bahasa dan aksara Tamil pada umumnya hanya
di kuasai oleh generasi tua. bila berkomunikasi antara sesama etnik Tamil,
masyarakat tamul generasi tua umumnya menggunakan bahasa Tamil,
sedangkan para generasi muda lebih cenderung menggunakan bahasa
Indonesia (dialek Medan). Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi
masyarakat Tamil sendiri bahwa bahsa Tamil akan mengalami
kepupusannya.:
Beliau sangat senang karena bisa datang ketanah kelahirannya yaitu Medan. Beliau selama ini tinggal di daerah jakarta dan berdinas di daerah Jakarta Utara di komplek TNI AL, dalam kesempatan itu beliau menyampaikan bahwa Bahasa Tamil sekarang sudah mulai luntur. Bagaimana tidak luntur, terkadang kita sebagai orang tua mulai lupa mengajari anak-anak kita untuk bebrhasa tamil dalam kehidupan sehari-hari. Beliau juga menyayangkan terjadinya hal tersebut, tidak dapat di pungkiri juga bahwa terkadang hal itu juga karena kita kesibukan orang tua “kata Weweka”. Bapak Weweka juga mengatakan bahwa hal itu juga terjadi pada keluarganya, karena beliau berdinas di luar daerah kota Medan dan Sumatera Utara. Membuta beliau juga tidak sempat mengajarkan bahasa Tamil kepada dua orang anak laki-lakinya. Pak Weweka memiliki sorang istri asli orang Betawi dimana tentu saja istrinya tidak bisa mengajarkan kepada anak-anak mereka bahasa tamil saat berada di
rumah. Tetapi Pak Weweka memiliki harapan besar agar kita selaku orang Tamil bada menuruskan budaya bahasa Tamil kepada anak dan cucu kita. Karena menurut beliau itu adalah sebuah identitas kita selaku orang Tamil.
(Ungkapan Bapak Weweka saat acara Deepavali tahun 2013)
Hal ini juga dapat terbukti pada saat penulis menghadiri acara
peresmian pada awal pertengan tahun 2014 lalu. Kuil Baru atau dapat di
sebut juga Kumbhabisegam. Menurut bapak Chandra Bosse
Kumbhabisegam adalah sebuah ritual penyucian kuil yang dilakukan
setiap sepuluh taun sekali. Bagi kuil yang baru pertama kali berdiri juga
harus melakukan ritual tersebut.
Kuil yang baru di bangun tersebut adalah kuil Hanuman. Hanuman
kuil adalah kuil Hanuman pertama yang dibangun di pulau Sumatera.
Dalam pelaksanaanya tersebut, kuil Hanuman di pimpin oleh seorang
pendeta yang berasa dari Srilangka. Menurut bapak Chandra Bosse, hal ini
di laukakan karena memang pada dasarnya yang menyucikan kuil harus
seorang pendeta yand dapat berbahasa Tamil dan juga menguasi
mantra-mantra berbahasa Tamil.
2.9.2 Sistem Pengetahuan
Pada saat masa kolonial Belanda, masyarakat Tamil itu sendiri
sengaja di datangkan dari berbagai negara seperti India, Srilangka maupun
Malaysia. Mereka memang sengaja di datangkan dari negara mereka untuk
membantu masyarakat pribumi maupun etnis lain seperti Cina maupun
Tamil dapat membagi dan menyalurkan kemampuannya dalam bercocok
tanam di perkebunan khusunya kebun tembakau.
Saat ini pengetahuan merupakan hal yang sangat penting. Karena
hal ini merupakan cikal bakal bagi seorang individuuntuk menentukan
bagaimana nanti masa depan mereka. Pada dasarnya masa depan seorang
individu itu sendiri merupakan hasil jerih payahnya saat dia muda.
Maksudnya disini adalah sebagai penentu masa depan membuat kita mau
tidak mau harus memiliki bekal yaitu bekal pengetahuan.
Tingginya tingkat kesadaran masyarakat Indonesia tentang
pentingnya pengetahuan bagi anak mereka membuat mereka ingin
memberikan pendidikan setinggi-tingginya kepada anak mereka baik itu
formal maupun informal. Hal ini juga membuat orang Tamil yang sudah
lama menetap di kota Medan tidak memiliki pilihan selain mengikuti trend
dalam hal pendidikan anak. Maksudnya disini bahwa orang Tamil harus
beradaptasi dalam pendidikan bagi anak mereka agar anak mereka tidak
tertinggal dalam bidang pendidikan.
2.9.3 Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial
Suatu etnis dimana pun mereka berada pasti akan membentuk
koloni-koloni baik itu dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah besar.
Koloni jumlah kecil bisa kita kategorikan dengan adanya hubungan
kekerabatan baik itu keluarga kecil maupun keluarga besar. Sedangkan
untuk koloni besar dapat kita lihat pada sektor perkumpulan, baik itu
yang memenag memiliki cakupan lebih besar.
Orang Tamil di kota Medan sekarang sudah mulai terbuka untuk
bergabung dengan organisasi masyarakat baik itu yang mereka bentuk
sendiri maupun bergabung dengan organisasi lain yang basisnya memang
berada pada etnis lain maupun orang pribumi. Hal ini di lakukan agar
mereka dapat ikut serta dalam setiap dinamika yang ada.
Bergabungnya orang Tamil dengan organisasi lain seperti Partai
Politik, Organisasi kepemudaan, maupun organisasi yang memiliki
pergerakan berbeda membuat mereka mengerti akan pentingnya untuk
ambil bagian dalam setiap kegiatan. Tetapi bagi orang Tamil khusunya
yang beragama Hindu membuat membuat mereka juga menjadi kokoh
dalam hal organisasi internal mereka. Bagi anak-anak muda ada juga
organisasi yang menaungi masyarakat Tamil di kota medan yang dikenal
dengan Prada (Persatuan Pemuda).
Zulkifli Lubis (2005) mengatakan bahwa pada saat ini orientasi
politik masyarakat Tamil di medan di masa lampau adalah Golkar, dan
sekarang cenderung ini kecendrungannya adalah PDIP. Pada masa pemilu
tahun 2014 lalu penulis mengamati gejala politik yang di ikuti oleh
masyarakat Tamil di kota Medan. Mereka lebih cenderung memilih partai
baru seperti Gerindra. Hal itu dapat di lihat adanya orang Tamil yang ikut
berpatisipasi dalam pemililahan umum sebagai calon legislatif tingkat
provinsi yang di wakili oleh bapak Hariram,ST. Alasannya di pilihnya
pimpinan masyarakat Tamil di provinsi Sumatera Utara partai Gerindra
lebih bisa mengusung calon untuk mewakili suara masyarakat Tamil di
Sumatera Utara..
Parisada Hindu Dharma Indosnesia atau bisa disingkat PHDI
meruapakan organisasi orang Hindu yang mana di dalamnya terdapat
orang Tamil. Bisa kita lihat dari struktur organisasi merka berdasarkan
tingkatan :
DAFTAR NAMA-NAMA PENGURUS & ALAMAT SEKRETARIAT PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA
Tabel 2.3 Pengurus Parisada Se-Sumatera Utara (Sumber Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Sumatera Utara)
NO DAFTAR PENGURUS PARISADA KETUA SEKRETARIS
1.
PHDI PROVINSI SUMATERA UTARA
JL. H.Z.ARIFIN NO.134 MEDAN NARAN SAMI,SH M.CHANDRA BOSE,S Sos
2.
PHDI KOTA MEDAN
JL DARAT NO.26/10B MEDAN S.SIWAJI RAJA,ST KALIDASEN
3. PHDI KOTA BINJAI
JL. A.YANI NO. 57 BINJAI
TIAGU RAJEN, PERGAS
4.
PHDI KABUPATEN LANGKAT JL. PURA NO. 6 CIPTA DARMA
LANGKAT
TERANG ATE
SURBAKTI NYOMAN SUMANDRO
5.
PHDI DELI SERDANG JL. PERINTIS KEMERDEKAAN NO.152 TJ.MORAWA-DELISERDANG
S.SIWAMURTI L.SOMUSUNDERAM
6. PHDI KOTA PEMATANG SIANTAR
JL.MALI PEMATANG SIANTAR DRS. I.G. MADE SUAR EDYSEN
7.
PHDI ASAHAN JL.PEKA MUKA NO.55 C
JL.ANGKATAN 66 NO.1 WOWOSARI AEK NOPAN
KRISNA DEWA NI WAYAN SEKEP
BUDIASIH
9.
PHDI KABUPATEN KARO JL.PENDIDIKAN NO. 26 KABAN
JAHE
JL. H.Z.ARIFIN NO.134 MEDAN
MANIKAM
2.9.4 Sistem Mata Pencaharian Hidup
Zulkilfi Lubis (2005) menerangkan bahwa pada masa lalu
pekerjaan orang-orang Tamil banyak di asosiasikan dengan pekerjaan
kasar, sperti kuil perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu dan
pekerjaan-pekerjaan lainya yang lebih mengandalkan otot. Meskipun hal
terebut berbeda dengan pendapat bapak Candra Bosse yang mengatakan
bahwasanya orang Tamil yang datang ke dataran Sumatera bekerja sebagai
mandor maupun kepala karyawan untuk masyarakat pribumi maupun etnis
lain yang dipekerjakan pada masa kolonial Belanda di perkebunan.
Menurut penulis mungkin saja yang di pekerjakan sebagai buruh maupun
pekerja yang mengandalkan otot pada masa kolonial adalah mereka orang
india yang beretnis Tamil yang memiliki status sosial yang rendah maupun
kasta rendah, sedangkan yagn bekerja pada ranah administrasi adalah
mereka yang berstatus menengah keatas atau merek yang memiliki kasta
yang lebih tinggi.
Pada masa sekarang ini banyak juga di antara masyrakat Tamil
yang bekerja sebagai buruh atau pekerja kasar seperti buruh angkut seperti
yang ada di pelabuhan Belawan. Mereka disana juga bekerja secara
berkelompok pelabuhan sebagai sebuah team. Untuk sektor pedagangan
juga banyak masyarakat Tamil yang berdagang, baik itu dagangan
musiman maupun dagangan yang berkelanjutan. Dagangan musiman dapat
kita liat pada saat hari-hari besar keagamaan atau juga menjelang tahun
seputaran jalan-jalan protokol di kota medan seperti jalan Zainul Arifin
yang merupak sebagai salah satu pusat bisnis di kota Medan. Dagangan
berkelanjutan atau bisa di sebut juga berdagang tetap tetap dapat kita lihat
pada sektor kuliner maupun barang-barang lain. Bidang kuliner dapat kita
lihat di wisata kuliner Pagaruyung yang mana meenang ada mereka yang
berjualan di wilayah itu, ada juga di seputaran Merdeka Walk yang
berjualan roti India pada malam hari. Hal yang paling menarik adalah
diaman adanya orang tamil yang berjualan kain-kain pakaian yang berada
di dalam Mall Sun Plaza, di Mall tersebut hanya ada satu orang yang Tamil
yang berjualan bahan textil di Mall tersebut.
Penulis juga mengamati masyarakat Tamil yang bekerja di sektor
Pemerintahan, baik itu bekerja sebagai Pegawai Negeri, Pegawai BUMN,
maupun TNI/Polri. Masayarakat Tamil di kota Medan sangat sedikit yang
berstatus sebagai pegawai negeri, sampai saat ini penulis belum ada
bertemu dengan orang Tamil yang berstatus tersebut. Salah satu orang
Tamil yang berstatus sebagai pegawai BUMN adalah bapak Candra Bosse.
Beliau merupakan salah satu pensiuanan dari Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Tritanadi.:
saya tidak memiliki rumah tetap, hingga pada akhirnya ada sebuah program yang di jalankan perusahaan tersebut untuk kesejahteraan pegawainya. Pada saat itu saya memiliki hubungan yang baik dengan pimpinan perusahaan sehingga saya juga mendapatkan program tersebut. Masa itu (tahun 1978) setiap karyawan yang hendak mengikuti program tersebut harus memnyetorkan uang sejumlah tiga juta rupiah kepada perusahaan, uang tersebut di peruntukan untuk membeli sebidang tanah. Kemudian para pegawai juga di beri kesempatan untuk meminjam uang kepada perusahaan maksimal sebanyak sepuluh juta rupiah. Dengan adanya bantuan program tersebut membuat saya dan keluarnya memiliki rumah yang layak huni. Hal itu tidak terlepas dari relasi dengan atasan. Ppada saat itu tidak semua karyawan yang mendapat kesemptan tersebut.
(Wawancara dengan Bapak Candra Bosse)
Penulis juga berkesempatan bertemu orang Tamil yang berstatus
sebagai TNI AL yang juga berprofesi sebagai Dokter. Kesempatan menjadi
dokter di angkatan laut di rasakan oleh bapak Kolonel dr.Weweka orang
Tamil yang lahir dan besar di kota Medan yang bertugas di daearah Jakarta.
Saya bisa menjadi seorang anggota TNI AL karena pada masa mudan saya memang sangat menyukai bidang-bidang dan hal yang berbau militer. Hal itu saya buktikan dengani tekunnya saya mempersiapkan diri menjadi anggota TNI. Saat selesai menyelesaikan studinya sebagai dokter, saya mengikuti program calon perwira yang di adakan pada masa saat itu. Pencapaian yang di rasakannya saat ini juga tidak lepas dari bantuan orang tua saya. Orang tua saya memang merupakan orang yang berstatus tinggi di Sumatera pada saat itu, sehingga saya memiliki relasi dan kesempatan yang lebih besar untuk menjadi anggota TNI AL pada masa itu.
(Wawancara dengan Bapak Weweka)
terbentuk sejak lama mempengaruhi kesempatan kerja dan penempatan kita
saat bekerja khusunya oang Tamil. Hal ini merupakan penyebab kenapa
banyak sekali orang Tamil yang bekerja di sektor informal. Mereka merasa
minder dalam hal persaingan dengan masyarakat pribumi dan mereka hanya
mau bersaing dengan masyarakat pribumi apabila memiliki relasi dalam hal
tersebut.
2.9.5 Sistem Religi
Pada umumnya orang Tamil beragama Hindu, nama ada juga dari
mereka yang beragama Islam, Kristen, Khatolik maupun Budha.
Napitupupulu, 1992 dalam (Zulkifli Lubis, 2005) menyebutkan bahwa
penduduk tamil yang berjumlah kira-kira 30.000 ribu orang jiwa di Medan
dan sekitarnya, terbagi atas 66% yang menganut agama Hindu, 28%
agama Budha, 4.5% beragama Islam.
Untuk tempat ibadah sendiri, masyarakat Tamil telah memiliki
rumah ibadah masing-masing sesuai dengan agama yang mereka anut.
Mereka yang beragama hindu terhimpun dalam wadah kuil yang di kota
medan secara kultural menyatu dalam Perhimpunan Shri Mariaman Kuil
(Zulkifli Lubis, 2005). Zulkfili Lubis menyebutkan bahwa Kuil Shri
Mariaman yang terletak di kampung Kelind keling di bangun pada tahun
1884, dan berfungsi sebagai “Payung” bagi kuil-kuil lain yang terdapat di
sejumlah tempat lain di kota Medan. Dia juga menambahkan bahwa
hampir setiap kuil pemukiman warga Tamil di bangun sebuah kuil, yang
Nama Tempat Ibadah Masyarakat Hindu Di Medan
No Nama Tempat Ibadah Lokasi Tempat Ibadah
1 Perhimpunan Shri Mariaman Kuil Jl. Teuku Umar No.18 Medan 2 Shri Kaliamman Kuil Jl. Taruma Belakang No.2-A Medan 3 Shri Thendayuthabani Jl. Kejaksaan
4 Shri Mariamman Kuil Jl. Kangkung No.75 Medan 5 Shri Muniandi Kuil Muara Takus Medan
6 Shri Mariamman Kuil Teratai Pasiran
7 Shri Mariamman Kuil Jl. Mangkubumi Medan 8 Shri Mariamman Kuil Kebun Sayur Medan 9 Sitti Vinayagar Kuil Karang Sari Medan 10 Shri Parmeswary Kuil Pasundan
11 Guru Bakti Gg.Delima Pasundan
12 Shri Mariamman Kuil Kampung Durian Medan 13 Shri Mariamman Kuil Helvetia P.Brayan
14 Shri Maha Visnu Kuil Jl. Bunga Wijaya Kesuma Medan 15 Shri Karumariamman Kuil Tuntungan
16 Shri Mahalaksmi Kuil Glugur Rimbun 17 Shri Mariamman Kuil Sunggal 18 Shri Mariamman Kuil Psr.V Kp.Lalang 19 Shri Mariamman Kuil Gaperta K.Lima 20 Shri Mariamman Kuil Tanjung Jati
21 Shri Kaliamman Kuil(Supiah) Jl. Karya Gg.Aman 22 Shri Mariamman Kuil (Cukli) Jl. Karya Gg.Aman 23 Shri Mariamman Kuil(Jayram) Jl. Karya
24 Shri Kaliamman Kuil Gaharu 25 Shri Karumariamman Kuil Di Jemadi 26 Shri Mariamman Kuil (Kisen) Polonia 27 Shri Kaliamman Kuil Jl. Sei Blutu 28 Shri Sanggar Mariamman Jl. Timur Baru 29 Nagintheran Kuil Jl. Darat 30 Shri Mariamman Kuil Tanjung Gusta
31 Hanuman Kuil Karang Sari
32 Shiva Sakti Karang Sari
33 Shri Muruga Karang Sari
Tabel 2.4 Tempat Ibadah Umat Hindu di Kota Medan
Selain digunakan sebagai sebagai tempat beribadah dan tempat
menjalakan ritual keagaman lain seperti pernikahan, kuil juga digunakan
sebagai sarana menghimpun pemudadan pemudi untuk aktif di kuil dalam
Perhimpunan Muda-Mudi Kuil.
Masyarakat Tamil kota Medan selalu aktif mengadakan acara
keagamaan, setiap jemaat selalu di berikan selebaran undagan untuk
Hari besar Agama Hindu Tahun 2015
16 30 kamis Mathurai Shri Minaci Tirukalyaman3 17 Mei 3 Minggu Shri Kallagar Ethirsevei
18 4 Sennin Shri Kallagar Wigai Elunthorelal
19 29 Jumat Agni Naccatire Niwarthi
20 Juni 1 Senin Waigasi Wisagam
26 September 1 Selasa Shri Maha Sanggedaha Sathurti
27 5 Sabtu Kogulastami
28 17 Kamis Shri Vinayagar Sathurti
29 13 Selasa Navaratteri Arambam
30 21 Rabu Saraswathi Pujai, Ayul Pujai
31 22 Kamis Vijaya Thasami
32 Nopember 10 Selasa Deepavali Pandigai
33 17 Selasa Kantha Sasti
34 25 Rabu Kharthigei
35 Desember ... ... ...
Tabel 2.5 Hari Besar Umat Hindu Tamil
(Sumber : Mading Perhimpunan Shri Mariaman Kuil Jl.Teuku Umar No.18 Medan)
Keterangan:
Mereka yang beragama budha terhimpun dalam wadah Vihara dan
organisasi yang disebut Adi-Dravida Sabah dan untuk kaum muda mudi
atau remaja ada organisasi bernama Muda-Mudi Budha Tamil (Zulkifli
Lubis, 2005). Dia juga mengatakan bahwa kaum Buddhis tamil juga
memiliki sejumlah Vihara sebagai tempat beribadah, di antaranya adalah
vihara Bohdi gaya dan Vihara Lokasanti di Kampung Anggrung serta
Vihara Ashoka di kawasan Polonia, dan sejumlah vihara tempat-tempat
lain. Zulkifli Lubis juga menambahkan bahwa secara kelembagaan
menyatu dalam Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi) dan pusatnya
adalah Vihara Borobudur.
Selain masyarakat Tamil yang beragama Hindu dan beragama
Budha yang memiliki tempat ibadah, masyarakat Tamil yang beragama
Khatolik juga memiliki tempat ibadah sendiri. Gereja Khatolik Tamil di
bangun pada tahun 1912, yang mana sebagian besar anggotanya juga
tergolong Tamil Adi-Dravida (Zulkifli Lubis 2005). Tengku Lukman Sinar
(2001:76) dalam Zulkifli Lubis menyebutkan bahwa sejak tahun 1912
telah ada misionaris Khatolik yang khusus untuk datang unruk
orang-orang India Tamil di Medan. Warga Tamil Kristen dan Khatolik bermukim
di sebuah lokasi yang di sebut kampung kristen.
Masyarakat Tamil muslim lebih memilih melebur dengan
masyarakat pribumi. Masyarakat Tamil muslim kota Medan juga memiliki
Sultan Deli pada masa itu. Lokasi Masjidnya terletak di daerah jalan
Kejaksaan Kebun Bunga dan di jalan Zainul Arifin.
2.9.6 Masyarakat Tamil secara Kultural.
Masayarakat Tamil khususnya yang beragama Hindu, sampai
sekarang masih melakukan ritual agama yang sudah dilakukan secara
turun temurun dari nenek moyang mereka sejak datang dari India sampai
melakukan persebaran ke Indonesia. Sampai sekarang budaya yang
mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari tidak jauh berbeda dengan apa
yang dilakukan pada masa lampau. Masyarakat Tamil yang beragama
Hindu menjalankan kehidupan sehari-hari mereka berdasarkan kitab
agama mereka yaitu Weda. Weda menjadi pedoman untuk melakukan
semua kegiatan sehari-hari.
Kebudayaan masyarakat Tamil merupakan salah satu kebudayaan
yang sudah lama ada. Hal ini juga mempengaruhi kebudayaan
negara-negara tetangga yang memang pernah menjadi teman dan partner dagang
pada masa lampau. Dari segi seni musik dan tari sudah banyak mengalami
modifikasi seperti permainan suling, permainan gendang dari bahan kulit