• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Informasi Pada Label Produk Pangan

Dalam pedoman pelabelan pangan Badan POM (2004), nama produk pangan adalah pernyataan atau keterangan identitas mengenai produk pangan yang cukup memberikan penjelasan mengenai produk yang bersangkutan dan harus tercantum pada bagian utama label. Menurut Siagian (2002), di samping nama makanan bisa dicantumkan nama dagang (bila ada), misalnya coca cola. Nama produk dalam negeri harus dalam bahasa Indonesia (dapat juga ditambahkan dalam bahassa Inggris bila perlu), produk luar negeri boleh dalam bahasa inggris atau bahasa Indonesia tetapi besar dan bentuk huruf harus sama besar dengan bentuk huruf Indonesia (Badan POM, 2004). Nama suatu produk harus menunjukkan sifat dan keadaan produk pangan yang sebenarnya, antara lain seperti utuh, potongan, irisan, campuran, dikeringkan, dipekati, atau diasapi (Badan POM, 2004).

Berdasarkan Badan POM (2004), nama suatu produk pangan harus ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia), karena nama produk pangan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) dapat mencantumkan nama produk tersebut. Namun bila ada suatu nama produk belum ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia), produk pangan yang bersangkutan dapat menggunakan nama jenis sesuai kategori yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, misalnya bila ada nama belum ditetapkan dalam standar makanan, deskripsi yang cocok tidak menyesatkan contohnya mie telur, tidak boleh digunakan untuk produk mie yang tidak mengandung telur. Kata-kata yang menunjukkan bentuk sifat atau keadaan produk tidak perlu

merupakan bagian nama makanan, tetapi cukup dicantumkan pada label antara lain: segar, alami, murni, dibuat dari, dan halal (Siagian, 2002).

2.2.2 Komposisi atau daftar bahan pangan

Pada suatu produk pangan harus menyebutkan komposisi atau daftar bahan yang digunakan, karena pengertian dari komposisi adalah keterangan mengenai jenis bahan apa saja yang digunakan dan ditambahkan dalam proses produksi pangan (Badan POM, 2004). Termasuk pencantuman bahan tambahan atau pengawet yang digunakan, bahan tambahan makanan yang digunakan cukup dicantumkan dengan nama golongan, misalnya anti kempal, pemutih, dan seterusnya. Khusus untuk antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa, harus dilengkapi dengan nama jenis sedangkan untuk pewarna juga perlu dicantumkan nomor indeks khusus (Siagian, 2002).

Bahan tambahan pangan bawaan yang biasanya terdapat pada formulasi produk karena merupakan bahan dari bahan yang lain seperti MSG pada bumbu, juga harus dicantumkan dalam komposisi. Informasi mengenai komposisi, dapat diletakkan pada bagian utama atau bagian informasi pada label pangan dengan tulisan yang jelas dan mudah di baca (Badan POM, 2004).

Keterangan tentang daftar bahan pada label sebagai komposisi, di urutkan dimulai dari bagian yang terbanyak, kecuali untuk vitamin dan mineral. Namun ada beberapa perkecualian, antara lain ingredien tidak perlu dicantumkan adalah bila komposisi diketahui secara umum, dan pada makanan dengan luas permukaan tidak lebih dari 100 cm² (Siagian, 2002). Nama ingredien harus spesifik, bukan generik (kecuali untuk bumbu dan tepung), misalnya lemak sapi atau minyak kelapa.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999, mengatakan bahwa penggunaan air yang ditambahkan harus dicantumkan sebagai komposisi pangan, kecuali apabila air itu merupakan bagian dari bahan yang digunakan. Air atau bahan pada pangan yang mengalami penguapan seluruhnya selama proses pengolahan pangan, tidak perlu dicantumkan.

2.2.3 Berat bersih atau isi bersih pangan

Keterangan tentang berat bersih atau isi bersih harus ditempatkan pada bagian utama label. Badan POM (2004), mengatakan berat bersih atau isi bersih adalah pernyataan pada label yang memberikan keterangan mengenai kuantitas atau jumlah produk pangan yang terdapat di dalam kemasan atau wadah. Penulisan berat bersih dinyatakan dalam satuan metrik, contonya gram, kilogram, liter atau mililiter. Untuk makanan padat dinyatakan dengan satuan berat, sedangkan makanan cair dengan satuan volume. Untuk makanan semi padat atau kental dinyatakan dalam satuan volume atau berat. Untuk makanan padat dalam cairan dinyatakan dalam bobot tuntas (Siagian, 2002).

2.2.4 Nama dan alamat pabrik pangan

Keterangan yang harus dicantumkan pada bagian utama label mengenai penulisan nama dan alamat dari importir dan distributor adalah nama kota, kode pos, dan Indonesia. Sedangkan untuk keterangan tentang nama dan alamat pabrik pembuat cukup dicantumkan pada bagian informasi (Badan POM 2004). Makan impor harus dilengkapi dengan kode negara asal. Nama jalan tidak perlu dicantumkan apabila sudah tercantum dalam buku telepon (Siagian, 2002).

Jika nama perusahaan yang dicantumkan bukan merupakan pabrik pengolah yang sesungguhnya, maka harus dicantumkan informasi yang

menghubungkan antara nama perusahaan tersebut dengan produk yang

diperdagangkan, misalnya “dibuat untuk” (manufacture for) atau distribusikan

oleh (distributed by) (Badan POM, 2004). 2.2.5 Tanggal kedaluarsa pangan

Sebuah produk pangan harus dilengkapi dengan tanggal kedaluarsa yang menyatakan batas atau umur pemakaian dan kelayakan pemakaian atau penggunaan produk tersebut. Tanggal kedaluarsa adalah batas akhir suatu pangan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan produsen (Badan POM, 2004). Sedangkan menurut Shewfelt (2009) mengatakan tanggal kedaluarsa adalah prediksi terbaik ahli pangan mengenai beberapa lama pangan tersebut akan bertahan sebelum membusuk. Tanggal kedaluarsa biasanya dibuat jatuh dalam waktu simpan berakhir, tetapi bukan tepat pada suatu tanggal tertentu.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 mengatakan tanggal, bulan, dan tahun kedaluarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label

dimana dilakukan setelah pendantuman tulisan “baik digunakan sebelum”, sesuai

dengan jenis dan daya tahan pangan yang bersangkutan. Dalam hal produk pangan yang kedaluarsanya lebih dari 3 bulan diperbolehkan untuk hanya mencantumkan bulan dan tahun kedaluarsa saja.

Seperti yang tercantum dalam Permenkes No. 180/Menkes/1985, ada 13 jenis makanan dan minuman yang diharuskan mencantumkan tanggal kedaluarsa, seperti roti, makanan rendah kalori, nutrisi suplemen, coklat, kelapa, dan hasil olahannya, minyak goreng, margarine, produk kacang, telur, saus dan kecap, minuman ringan tak berkarbonat, sari buah dan susu.

Badan POM (2004), Penulisan tanggal kedaluarsa ini harus dilakukan oleh produsen atau pabrik yang memproduksi pangan, dimana cara pencantuman tanggal kedaluarsa dan peringatannya dilakukan sebagai berikut :

a. Tanggal kedaluarsa dinyatakan dalam tanggal, bulan, dan tahun untuk

pangan yang daya simpannya sampai 3 bulan.

b. Untuk yang lebih dari 3 bulan dinyatakan dalam bulan dan tahun.

c. Tanggal kedaluarsa dapat dicantumkan pada tutup botol, bagian bawah

kaleng, bagian atas dos, dan tempat lain yang sesuai, jelas, dan mudah terbaca, serta tidak mudah rusak atau dihapus.

d. Tanggal kedaluarsa dapat juga dicantumkan terpisah dari peringatan asal

peringatan diikuti dengan petunjuk tempat pencantuman tanggal

kedaluarsa, misalnya “baik digunakan sebelum tanggal, lihat bagian bawah kaleng”.

e. Jika tanggal kedaluarsa sangat tergantung dari cara penyimpanan,

petunjuk cara penyimpinan dari pangan harus ditulis pada label, sedapat mungkin berdekatan dengan tanggal kedaluarsa.

2.2.6 Nomor pendaftaran pangan

Dalam rangka peredaran pangan, bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang diproduksi dalam negeri maupun yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pada label pangan olahan yang bersangkutan harus dicantumkan nomor pendaftaran pangan (Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999).

Nomor pendaftaran adalah tanda atau nomor yang diberikan oleh Badan POM RI yang merupakan persetujuan keamanan pangan berdasarkan penilaian

keamanan, mutu, dan gizi serta label pangan dalam rangka peredaran pangan (Badan POM, 2004).

2.2.7 Kode produksi pangan

Kode produksi adalah kode yang dapat memberikan sekurang-kurangnya penjelasan mengenai riwayat produksi yang bersangkutan (Badan POM, 2004). Suatu kode produksi pangan meliputi tanggal produksi dan angka atau huruf lain yang mencirikan batch produksi. Produk-produk yang wajib mencantumkan kode produksi adalah sebagai berikut susu, makanan atau minuman yang mengandung susu, makanan bayi, makanan kalengan yang komersial, dan daging beserta hasil olahannya (Siagian, 2002).

2.2.8 Cara penggunaan atau penyajian dan penyimpanan pangan

Suatu produk pangan akan dipengaruhi dengan cara penyimpanannya, karena akan mempengaruhi sifat dan mutu pada produk pangan tersebut. Cara penggunaan atau penyajian suatu produk pangan memiliki perhatian khusus karena harus mencantumkan cara penyiapan atau penggunaannya, begitu juga dengan cara penyimpanan produk pangan juga memiliki perhatian khusus sebelum digunakan karena harus sesuai dengan keadaan produk pangan tersebut, misalnya nugget harus disimpan pada tempat dingin atau beku (Badan POM, 2004).

2.2.9 Nilai gizi pangan

Nilai gizi yang dicantumkan pada label produk pangan yaitu nilai gizi makanan yang diperkaya, nilai gizi makanan diet, dan makanan lainnya yang ditentukan oleh Menteri Kesehatan yang mencakup dengan jumlah energi,

protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral atau kadar komponen tertentu. Untuk makanan lain, pencantumannya sukarela (Siagian, 2002).

2.2.10 Tulisan atau pernyataan khusus pada pangan

Menurut Siagian (2002) mengatakan, tulisan atau pernyataan khusus dicantumkan untuk makanan yang berbahan tertentu yaitu pada produk sebagai berikut:

a. Susu kental manis (perhatian, tidak cocok untuk bayi).

b. Makanan yang mengandung bahan yang berasal dari hewan, misalnya babi

(mengandung babi).

c. Makanan bayi.

d. Pemanis buatan.

e. Makanan dengan iradiasi ( radura) dan logo iradiasi.

f. Makanan halal (tulisan bahasa Indonesia atau Arab).

Dokumen terkait