ANALISIS KECEMASAN TOKOH ARUNI DALAM NOVEL MENOLAK PANGGILAN PULANG
3.2 Penyebab Kecemasan
3.2.3 Ingatan yang Tidak Disetujui Oleh Orang Tua atau Orang Lain
Kutipan (69) menggambarkan kegalauan hati Aruni ketika ayahnya memutuskan hubungan dengan Utay.
(69) “ Utay terkutuk! penghianat kaum sendiri!” seru penghulu jalay keras. “ Aku kecewa padanya. Ia yang dibangga-banggakan Malinau, kebanggan suku Bukit, ternyata tega menyakiti sukunya sendiri demi membela orang lain. Utay tak tahu diri dan lupa akan asal-usulnya. Pengghulu Jalay menggelengkan kepala. Memalukan. Kita warga Jalay akan malu jika salah seorang putri Jalay menjadi istri seorang penghianat suku. Perbuatan Utay tidak terpuji dan aib. Maka, demi Dewa dan roh leluhur, putuskan hubunganmu dengan Utay. Kita batalkan perjodohan ini meskipun kita harus membayar denda.” (hlm.188).
Kutipan (69) menjelaskan bahwa ayah Aruni memutuskan hubungan perjodohan antara Utay dan Aruni hal ini dikarenakan ayah Aruni mengetahui bahwa Utay tidak setia pada suku bukit dan lebih memihak orang luar tanpa memperhatikan kesejehteraan suku bukit, meskipun pihak Aruni harus menanggung akibatnya dengan membayar denda.
46 3.2.4 Cemas yang terjadi Terus-Menerus
Cemas yang disebabkan panik yang di alami oleh seseorang akan peristiwa-peristiwa yang terjadi dan tidak menentu yang ditandai oleh jantung berdebar, denyut nadi berjalan cepat, sukar bernafas, dan menelan. Pada kutipan (70) Kecemasan yang dirasakan Aruni adalah setiap kali ia membayangkan dan menginginkan untuk menjalin cinta dengan Utay. Hal ini terdapat dalam kutipan (70)
(70)“ Tidak boleh. Pamali. Dosa kita bukan suami-istri. Kada boleh beginian.” Aruni ngotot ingin melepaskan diri. “ Ah, tidak ada yang pamali. Yang penting mesra.” Utay kian mempererat dekapannya dan kali ini ia menciumi leher Aruni. Aruni terengah-engah. Bulu kuduknya merinding. Sekujur tubuhnya merinding. Dan desah nafasnya bergelora tak teratur. “ Aku ingin mencium bibirmu,” cetus Utay makin nakal. “Kada boleh. Pamali! Nanti roh nenek moyang akan murka. Kalau ketahuan kita bisa dihukum cambuk oleh penghulu. Jangan, Utay.” Berbagai perasaan bercampur aduk. Antara rasa nikmat oleh cumbuan Utay dan kutukan Dewa (hlm.76).
Kutipan (70) menjelaskan perasaan cemas, ketika Utay mencumbuinya perasaan berdosa, nikmat, takut akan kutukan Dewa, serta larangan adat menghantuinya.
(71 ) “Jangan, Utay. Nanti ketahuan orang lain. Nanti kita bisa dihukum lagi. Disuruh minta ampun kepada Dewa di rumah pemujaan,” Aruni beralasan. “ Tak ada orang lain, “selain kita,” Utay meyakinkan keadaan aman. “ Tapi aku takut akan murka Dewa dan kutukan roh leluhur.”. “Tapi kamu suka, bukan?” Aruni mengangguk (hlm.152).
Kutipan (71) Aruni terbayang saat-saat indah yang ia lalui bersama Utay. Saat mereka melakukan adengan ciuman untuk pertama kalinya hingga terus berlanjut serta perasaan dosa yang menghantui diri Aruni. Dan di sudut hatinya ia takut jika ayahnya yang seorang penghulu juga harus menanggung malu atas perbuatannya.
47 3.2.5 Kekhawatiran dan Panik
Cemas ini yang terjadi karena tanda-tanda ketakutan dan rangsangan emosi sebagai bentuk dari reaksi kekecewaan dan meyebabkan seseorang menghindar dari masalah-masalah yang di hadapi.
Kutipan (72) Aruni merasa hidupnya tidak seindah dulu kekhawatiran Aruni semakin memuncak ketika Aruni menyaksikan Utay mulai tidak disukai oleh warga di Malinau.
(72)“Kamu mencintainya, bukan?”Bu Salabiah hanya menghendaki penegasan “ Inggih. Kami sudah sering membicarakan soal perkawinan. Tapi Utay selalu mengulur-ulur waktu. Dan kejadian siang tadi bisa merusak hubungan kami. Saya khawatir orang tua saya tidak simpati lagi kepadanya. Saya takut pendirian ayah berubah, ungkap Aruni masih terisak (hlm.183).
Kutipan (72) menggambarkan suasana hati Aruni sebagai seorang wanita Aruni tidak sanggup untuk menahan emosi jiwanya dan ia tidak sanggup untuk menjalani semuanya sendiri, ia pun menceritakan kehidupan pribadinya dengan Ibu Salabiah ibu guru yang telah dikenalnya sejak lama mengenai hubungan yang terjalin antara ia dan Utay.
(73)Aruni merasa kakinya lemas. Tubuhnya terasa ringan, dan betul-betul pasrah sekarang. Kini ia merasakan betul-betul jatuh dari puncak kekaguman dan kebangggan ke jurang kehinaan dan cela. Malinau jelas akan terpukul oleh kenyataan ini, perempuan muda yang dianggap sebagai titisan Dewi Cahaya, yang sangat dibanggakan, jadi teladan, yang mengajarkan berbagai keterampilan, yang turut menjadi guru di sekolah dasar, yang sering memberikan penyuluhan itu telah melakukan dosa besar yang bisa kena kutukan Dewa. Sekarang ia tak lebih dari obor tanpa nyala dan tak seorang pun berniat menayalakannya. Ia menyesali diri. Menyesali tanah terasing yang telah dimilikinya. Dunianya sudah runtuh (200-201).
Kutipan (73) menjelaskan kembali bahwa Aruni wanita yang dahulu di puja-puja kini jatuh dalam kenistaan ia bukan lagi Aruni yang cantik, pintar, dan dikenal banyak orang kini ibarat obor yang tidak bernyala karena perbutannya karena kutukan dewa.
48 3.3 Rangkuman
Dari hasil analisis bab III dapat disimpulkan akibat kecemasan dan bentuk-bentuk kecemasan dalam novel Menolak Panggilan Pulang. Bentuk kecemasan ada lima, 1) Cemas realitis cemas akibat adanya bahaya-bahaya dari luar, rasa cemas yang dialami oleh Aruni yaitu masuknya Hutan tanaman Industri yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi pola pikir masyakat Malinau, 2) kecemasan neurotis cemas yang di alami oleh Aruni perasaan dosa karena melanggar adat dan sanski ancaman kutukan Dewa, perasaan cemas ketika ayahnya mengetahui ia berciuman dengan Utay di sungai, 3) kecemasan moral atau kata hati cemas yang timbul akibat seseorang tampak bodoh, ditolak, ragu-ragu, marah dan tidak dapat menguasai diri, hal ini terlihat pada saat Utay menghina sukunya sendiri, sehingga membuat Aruni marah, 3) cemas akibat gusar, cemas yang dialami Aruni ketika ia harus menghadapi sikap Utay yang memaksa Aruni untuk bercinta, cemas akibat takut, cemas ketika Aruni mengetahui bahwa dirinya hamil, 4) cemas yang terjadi terus-menerus, perasaan ketika Utay mencumbuinya dengan perasaan nikmat, takut akan kutukan Dewa, 5) Penyebab kecemasan ada lima 1) keinginan yang tidak disetujui oleh oraang tua atau orang lain, 2) kebutuhan yang tidak disetujui oleh orang tua atau orang lain, 3) ingatan yang tidak disetujui oleh orang tua dan orang lain 4) cemas yang terjadi terus-menerus, perasaan ketika Utay mencumbuinya dengan perasaan nikmat dan takut akan kutukan Dewa, 5) kekhawatiran dan panik terjadi ketika Aruni menceritakan pergulatan hatinya kepada ibu Salabiah.
49 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Hasil penelitian novel Menolak Panggilan Pulang karya Ngarto Februana dapat disimpulkan sebagai berikut. Novel Menolak Panggilan Pulang mengangkat masalah kehidupan Aruni mulai dari kehidupan percintaan sampai hubungan Aruni dengan masyarakat di Malinau yang mengandung unsur kecemasan dan kecemasan Aruni itu menjadi masalah bagi Aruni, sebagai tokoh utamanya.
Unsur intrinsik yang dibahas dalam penelitian ini adalah tokoh, penokohan, dan latar.
1. Berdasarkan fungsi tokoh dalam novel ini Aruni berperan sebagai tokoh utama (protagonis), tokoh tambahan atau tokoh bawahan Utay dan Laur. Tokoh Utay (antagonis) dalam novel ini Utay, tokoh Utay dan Laur menyebabkan kecemasan dalam diri Aruni.
2. Latar dapat disimpulkan dalam tiga jenis, yaitu latar waktu, latar tempat, latar sosial. Latar waktu mengarah pada kapan tejadinya peristiwa dalam novel ini latar waktu yang digunakan dalam novel Menolak Panggilan Pulang adalah tahun, pagi, siang, sore, malam dan tahun. Latar tempat dominan di Malinau yaitu di balai Bidukun dan balai Jalay, sungai, dan hutan, dan semak-semak. Latar sosial mengarah pada keadaan sosial kehidupan masyarakat Malinau, adat-istiadatnya bahasa, sistem kepercayaan serta pandangan hidup.
50 3. Analisis bentuk kecemasan meliputi 1) kecemasan realitis, cemas yang terjadi akibat bahaya-bahaya dari luar, 2) kecemasan neurotis, cemas yang memyebabkan seseorang melakukan hal-hal yang dilanggar dan mendapatkan sanksi, 3) kecemasan moral atau kata hati, cemas yang terjadi bila seseorang melakukan kesalahn merasa berdosa atau melanggar norma-norma yang berlaku dan mendapatkan hukuman, 4) cemas yang timbul akibat gusar, cemas dimana seseorang tampak bodoh dan tidak dapat menguasai diri, 5) cemas yang timbul akibar takut, cemas di mana seseorang tidak dapat menguasai diri dan terus dihantui rasa taku.
4. Analisis penyebab kecemasan meliputi 1) keinginan yang tidak disetujui oleh orang tua atau orang lain, 2) kebutuhan yang tidak disetujui oleh orang tua atau orang lain, 3) ingatan yang tidak disetujui oleh orang tua atau orang lain, 4) cemas yang terjadi terus-menerus, cemas yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi ditandai oleh jantung berdebar, denyut nadi berjalan cepat, sukar bernafas dan menelan, 5) kekhawatiran dan panik, cemas yang terjadi karena tanda-tanda dan rangsangan emosi sebagai bentuk reaksi kekecewaan dan menyebabkan seseorang menghindar dari masalah yang dihadapi.
51 4.2 Saran
Demikianlah penelitian yang berjudul kecemasan tokoh Aruni dalam novel Menolak Panggilan Pulang karya Ngarto Februana. Novel ini masih banyak memiliki permasalahan yang dapat digunakan untuk penelitian salah satunya tradisi balian pada masyarakat dayak Meratus di pedalaman Kalimantan Selatan dalam novel Menolak panggilan Pulang dengan menggunakan pendekatan antropologi.
52 Daftar Pustaka
Albin, Rochelle Semmel. 1986. Emosi Bagaimana Mengenal, Menerima dan Mengarahkannya. Terjemahan. Sr. M. Brigid, OSF. Yogyakarta. Kanisius. Dick Hartoko dan B.Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia sastra. Yogyakarta:
Kanisius
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Mahmud, Dimyanti. 1989. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Dapartemen Pendidikan dan Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan.
Ngarto Februana. 2000. Menolak Panggilan Pulang. Yogyakarta: Media Pressindo.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kuta. 2004. Teori dan Metode Pengkajian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Rene Wellek dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Sudjiman, Panuti. 1998. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sukada, Made. 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa. Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sumardjo, Jacob. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
53 Sinopsis
Malinau adalah salah satu desa di antara 13 desa yang tersebar terpisah di Kecamatan Loksado, di Perbukitan Meratus Kalimantan Selatan. Sebuah desa yang akrab dengan suara kera-besar-hitam berbuntut panjang yang disebut birangan, kicau burung, gesekan batang-batang bambu, gemericik air sungai, desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota, bersih dari segala macam pencemaran. Malinau desa terpencil di antara hutan bambu, hutan karet, una atau ladang-ladang padi, dan bukit ilalang. Seperti juga desa-desa lain di wilayah Malinau, sebuah desa adat yang menjadikan jalan setapak sebagai penghubung antara desa satu dengan desa lainnya melewati hutan dan bukit.
Malinau adalah salah satu desa di antara 13 desa yang tersebar terpisah di Kecamatan Loksado, di Perbukitan Meratus Kalimantan Selatan. Sebuah desa yang akrab dengan suara kera-besar-hitam berbuntut panjang yang disebut birangan, kicau burung, gesekan batang-batang bambu, gemericik air sungai, desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota, bersih dari segala macam pencemaran. Malinau desa terpencil di antara hutan bambu, hutan karet, una atau ladang-ladang padi, dan bukit ilalang. Seperti juga desa-desa lain di wilayah Malinau, sebuah desa adat yang menjadikan jalan setapak sebagai penghubung antara desa satu dengan desa lainnya melewati hutan dan bukit.
Di Malinau ada tiga buah Balai, yakni balai Bidukun, balai Jalay dan balai Padang. Balai atau lamin atau disebut juga Betang adalah rumah adat suku Dayak Meratus. Bentuknya berupa panggung panjang, yang panjangnya mencapai 180 meter dengan lebar 9 meter hingga 18 meter. Tiang-tiang balai terbuat dari kayu
54 ulin. Kolong balai dijadikan kandang babi dan atapnya terbuat dari daun rumbia. Setiap balai merupakan cetusan prinsip hidup yang penuh kerukunan, persatuan, kebersamaan, dan kewaspadaan. Balai-balai tersebut dihuni oleh 10 sampai 50 kepala keluarga. Malinau adalah salah satu satu contoh pemukiman di Kalimantan yang masih terisolir. Masyarakat di Malinau sangat mempertahankan adat yang diwariskan oleh leluhurnya dengan sistem kepercayaan animisme. Alam adalah aset yang sangat berharga bagi masyarakat Dayak di pedalaman Malinau dan menyatu dalam kehidupan kehidupan mereka.
Aruni dan Utay adalah sepasang kekasih, mereka dijodohkan sejak masih kecil perjodohan antar-balai, setelah Utay menyelesaikan sekolahnya di kota banyak perubahan yang terjadi pada Utay, perubahan sikapnya membuat Aruni cemas. Utay yang ia kenal semasa kecil sangat berbeda dengan Utay yang ia kenal sekarang, ia mulai melupakan dari mana dirinya berasal, melupakan adat-istiadat di Malinau. Aruni adalah wanita cantik yang polos, pintar, berwawasan luas, setia, selalu dihantui rasa bersalah, cepat tersinggung, dan pemaaf.
Sebagai seorang calon istri Utay Aruni merasa khawatir apa yang akan terjadi dengan Utay. Ia mulai tidak disukai oleh orang-orang di Malinau dan tidak diterima oleh masyarakat masyarakat setempat karena sikapnya yang sombong. Hal inilah yang mendorong Aruni untuk memberi penyadaran pada Utay. Hubungan Aruni dan Utay semakin intim setiap kali Utay pulang ke Malinau untuk berlibur dan setelah ia menyelesaikan sekolah dan bekerja, gaya pacaran mereka layaknya seperti orang kota, mereka beberapa kali melakukan hubungan intim. Aruni tidak kuasa menolak setiap kali Utay mengajaknya berhubungan
55 intim. Di Malinau ia satu-satunya wanita sebayanya yang tamat Sekolah Dasar. Setelah tamat Sekolah Dasar ia mengikuti berbagai kursus seperti memasak, menjahit, menganyam termasuk menjadi guru bantu di Malinanu. Ia mengajar wanita-wanita dan remaja putri di balai Bidukun, Padang, dan Jalay seperti menganyam, memasak, serta memberikan penyuluhan mengenai pentingnya kesehatan. Dalam keadaan terdesak pun Aruni adalah sosok wanita yang sabar dan tetap mencintai Utay, ketika ia harus menerima kenyataan bahwa Utay dibenci oleh masyarakat di Malinau dan orangtua Aruni tidak menyetujui dibenci oleh masyarakat di Malinau dan orangtua Aruni tidak menyetujui hubungan mereka setelah mereka tahu Utay adalah pembawa masalah di Malinau.
49
Biografi Penulis
Agustina lahir di Jerora Satu Sintang, 1 Agustus 1985 menempuh pendidakan sekolah dasar di SD Negri 21 Nobal, (1992-1999). Pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Panca Setya 2, Sintang (1999-2001). Pendidikan sekolah menengah umum di SMU Nusantara Indah, Sintang (2001-2004). Meraih gelar sarjana sastra dari Universitas Sanata Dharma pada tahun 2010 dengan skripsi yang berjudul Kecemasan Tokoh Aruni dalam Novel Menolak Panggilan Pulang Karya Ngarto Februana Pendekatan PsikologiSastra.