Matriks 6.1 Kondisi Komunitas Perumahan Dwi Ratna dan Pinggir Sunga
6.3 Inisiatif Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan melakukan perubahan bentuk perilaku yang didasarkan pada kebutuhan atas kondisi lingkungan yang bersih yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dan mengembangkan peranserta dalam bidang kebersihan dan dapat memberikan insentif ekonomi kepada masyarakat. Mengetahui ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah sehingga penulis melakukan focus discussion group bersama-sama Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu mengenai cara penanganan sampah berbasis masyarakat dengan memberikan pandangan dalam pengelolaan sampah yang bernilai uang yaitu pengelolaan sampah dengan komposting dan kerajinan sampah. Komunitas menanggapi dengan antusias topik tersebut karena bernilai uang mengingat banyak pengangguran dikomunitas ini. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan menantu ketua RT yaitu Bagus penanganan sampah ini
bernilai uang, akan membuka peluang kerja. Diskusi dilakukan di rumah ketua RT. Hasil diskusi yang dilakukan oleh Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu mengemukakan bahwa :
• Perlunya pengurus pengelolaan sampah yang diberi gaji dan pengurus yang professional.
• Adanya penetapan lokasi tempat sampah sebagai tempat pengolahan sampah.
• Diadakannya komposting diseluruh Kampung Kamboja yang terdiri dari tujuh RT.
• Dimana setiap RT memiliki pengurus pengelola sampah. Hal ini dilakukan untuk mengatasi jika RT ini yang mengelola sampah dengan komposting, masyarakat lain di Kampung Kamboja tidak membuang sampahnya di RT disini.
• Kampung Kamboja merupakan perkampungan yang terdiri dari keluarga besar sehingga jika salah satu RT tidak mengadakan komposting akan menimbulkan pertengkaran antara sesama saudara karena saudara tidak boleh membuang sampah di RT sini. Oleh karena itu seluruh Kampung Kamboja harus ikut melaksanakan pengelolaan sampah.
• Pengadaan tempat sampah.
• Ada sangsi kepada pengurus jika gagal melakukan tugasnya dalam melakukan pengkomposan dari sampah. Kegagalan mengelola sampah akan menimbulkan sampah yang bertumpuk dan menghasilkan bau.
• Harus adanya komitmen bersama di masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah dengan merembukkan secara bersama-sama warga Kampung Kamboja.
• Dalam pengelolaan sampah masyarakat hanya mengetahui dengan cara membakar dan mengangkut sampah dari masyarakat ke TPA yang dilakukan oleh pemerintah.
• Memaparkan proposal pengelolaan sampah di masyarakat.
• Ketua RT perlu melakukan musyawarah bersama masyarakat sehingga menghasilkan kesepakatan.
• Masyarakat perlu diajarkan cara membuat kompos dan membuat membuat kerajinan dari sampah.
Menurut Purba (2001) menyatakan terkait dengan kesinambungan lingkungan sosial maka setidak-tidaknya terdapat enam komponen atau ruang lingkup lingkungan sosial yang perlu diperhatikan (disinambungkan). Keenam komponen tersebut ialah adanya pengelompokkan sosial (social grouping), media sosial (social media), pranata sosial (social institution), pengendalian sosial (social control), penataan sosial (social alignment), dan kebutuhan sosial (social need).
Berdasarkan hasil FGD diatas kriteria penanganan sampah yang berbasis masyarakat menurut masyarakat dibandingkan dengan pendapat Purba (2001) maka ditambahkan oleh penulis menurut masyarakat dalam pengelolaan penanganan sampah berbasis di komunitas perlunya kesepakatan pemimpin untuk melakukan pengelolaan sampah. Menurut penulis komponen pokok lingkungan sosial yang terpenting adanya kepemimpinan dari tokoh agama/tokoh adat/tokoh masyarakat/ketua RW/RT/masyarakat yang dapat mempengaruhi masyarakat lainnya sehingga dapat bersinergi dengan komponen lain dari pengelolaan lingkungan sosial. Sehingga penulis menyimpulkan adanya tujuh item yang harus berkesinambungan dalam pengelolaan lingkungan sosial di komunitas yaitu : 1. Pengelompokkan sosial
Masyarakat menyatakan perlunya pengurus pengelola sampah. 2. Media sosial
Adanya pemaparan proposal penanganan sampah di masyarakat. 3. Pratana sosial
Harus adanya komitmen bersama di masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah dengan merembukkan secara bersama-sama warga.
4. Penataan sosial
Ada sangsi kepada pengurus pengelola sampah jika melalaikan tugasnya dalam membuat pupuk kompos dari sampah sehingga membuat sampah bertumpuk dan menghasilkan bau.
5. Pengendalian sosial
Diadakannya komposting diseluruh Kampung Kamboja yang terdiri dari tujuh RT. Dimana setiap RT memiliki pengurus pengelolaan sampah. Hal ini dilakukan agar RT yang tidak melakukan komposting tidak membuang sampah di RT yang telah melakukan komposting dengan pemilahan sampah. Komunitas RT 02 RW 07 sebagai plan project pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Kampung Kamboja.
6. Kebutuhan sosial
Adanya pelatihan komposting dan kerajinan sampah yang dituangkan dalam proposal pengelolaan sampah agar dapat dilakukan di RT 02 RW 07.
7. Kepemimpinan
Perlunya ketua RT melakukan musyawarah bersama untuk mencapai kesepakatan dalam pembentuk kelompok sampah dan mekanisme pengelolaan sampah tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian penulis memperkuat bahwa konsep diatas sesuai dengan pernyataan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan sosial dengan menambahkan satu item kepemimpinan dalam pengelolaan lingkungan sosial. Berdasarkan hasil diskusi diatas menunjukkan bahwa masyarakat mengetahui cara membangun partisipasi dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Keberhasilan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan partisipasi masyarakat. Masyarakat memiliki kapasitas untuk memberdayakan diri sendiri, serta mengelola lingkungan secara mandiri. Di dalam komunitas terdapat faktor penghambat dan pendorong untuk penanganan sampah di Kampung Kamboja. Faktor pendorong agar menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk membentuk kelompok dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Perlombaan Green and Clean yaitu kerjasama AP Post Pontianak dengan Pemerintah Kota Pontianak. Bagi yang memenangkan Perlombaan Green dan Clean akan mendapatkan penghargaan dari pemerintah dan akan dipublikasikan secara besar-besaran di media massa. Program ini akan memotivasi masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan penghijauan di lingkungan rumah penduduk. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan ketua RT yang mengatakan bahwa :
“Jika ada perlombaan tersebut diberitahukan kepada kami persyaratan untuk memenangkan perlombaan tersebut mungkin masyarakat disini akan termotivasi untuk melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat”.
Boks 4. Perlombaan Green and Clean
Faktor pendorong adalah Perlombaan Green and Clean yaitu bagi yang memenangkan Perlombaan Green dan Clean maka daerah tersebut akan mendapatkan penghargaan dari pemerintah dan akan dipublikasikan secara besar-besaran di media massa.Hal ini dapat menjadi potensi adalah ada pemimpin yang mempunyai unsur kepentingan untuk menjadi orang terpublikasi di koran-koran dan tenar di Kota Pontianak.
2. Adanya kemauan masyarakat untuk melakukan perubahan sikap dalam membuang sampah jika diikuti oleh seluruh masyarakat.