MERY SILALAHI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MERY SILALAHI, Community Based Waste Domestic Management. A Case Study in RT 2 RW 07 Benua Melayu Laut Village, Pontianak Selatan District, Pontianak City, West Kalimantan. Under the supervision of ARYA HADI DHARMAWAN and ADI FAHRUDIN.
Community based waste domestic management is one alternative to deal with the waste problem in Pontianak City, and it is supported by the government as well as the society, NGO, and profit agency. The aims of this study are as follow: 1) To make out the pattern of community based waste domestic management in Dwi Ratna Real Estate community in Pontianak City; 2) To comprehend the development of community based waste domestic management for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City; 3) The identify the problem of waste domestic management dealt by the community that levis in Kapuas Riverside in Pontianak City; 4) To develop the form of community based waste domestic management programme which can be used for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City.
MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.
dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.
MERY SILALAHI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.
Masyarakat di pinggir sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang ke sungai atau di bakar. Pelayanan pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum pernah dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
PRAKATA
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke Khadirat Illahi Robbi, bahwa pada kesempatan yang baik ini penulis telah mendapat limpahan anugrah yang tak terhingga. Berkat izin dan ridho-Nya, penulisan tesis ini bisa diselesaikan sebagaimana mestinya, walaupun tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disadari dan diakui karena terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang penulis miliki.
Tesis ini berjudul “Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak)”. Penulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Profesional di Institut Pertanian Bogor.
Pengalaman yang berharga dalam proses penulisan tesis ini dengan berbagai kesulitan, hambatan dan tantangan tetapi juga kenangan yang dialami terutama dalam proses penelitian dilapangan, satu dan lain hal dalam bentuk kendala pada akhirnya bisa dilalui sampai terselesainya tugas ini.
Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Dr. Arya H. Dharmawan, selaku ketua komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini;
2. Bapak Adi Fahrudin, Ph.D , selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini; 3. Dosen penguji dalam seminar dan ujian penelitian, atas kritik dan arahan
sehingga tesis ini menjadi lebih baik;
4. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak, atas izinnya melaksanakan penelitian di lapangan;
5. Rekan kerja di dinas-dinas Kota Pontianak, atas izin dan dorongannya, sehingga penulis mampu merampungkan penulisan tesis ini;
6. Masyarakat Kampung Kamboja khususnya komunitas di RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, atas kerjasama dan informasinya;
7. Rekan-rekan sekelas MPM V STKS-IPB dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan yang telah banyak diberikan; 8. Pada akhirnya, kepada keluargaku atas dukungan materi, spiritual dan
pengertiannya.
Semoga tesis ini bermanfaat untuk pendidikan, khususnya meningkatkan kebersihan Kota Pontianak dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Bogor, Januari 2009
MERY SILALAHI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MERY SILALAHI, Community Based Waste Domestic Management. A Case Study in RT 2 RW 07 Benua Melayu Laut Village, Pontianak Selatan District, Pontianak City, West Kalimantan. Under the supervision of ARYA HADI DHARMAWAN and ADI FAHRUDIN.
Community based waste domestic management is one alternative to deal with the waste problem in Pontianak City, and it is supported by the government as well as the society, NGO, and profit agency. The aims of this study are as follow: 1) To make out the pattern of community based waste domestic management in Dwi Ratna Real Estate community in Pontianak City; 2) To comprehend the development of community based waste domestic management for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City; 3) The identify the problem of waste domestic management dealt by the community that levis in Kapuas Riverside in Pontianak City; 4) To develop the form of community based waste domestic management programme which can be used for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City.
MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.
dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.
MERY SILALAHI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.
Masyarakat di pinggir sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang ke sungai atau di bakar. Pelayanan pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum pernah dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
PRAKATA
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke Khadirat Illahi Robbi, bahwa pada kesempatan yang baik ini penulis telah mendapat limpahan anugrah yang tak terhingga. Berkat izin dan ridho-Nya, penulisan tesis ini bisa diselesaikan sebagaimana mestinya, walaupun tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disadari dan diakui karena terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang penulis miliki.
Tesis ini berjudul “Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak)”. Penulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Profesional di Institut Pertanian Bogor.
Pengalaman yang berharga dalam proses penulisan tesis ini dengan berbagai kesulitan, hambatan dan tantangan tetapi juga kenangan yang dialami terutama dalam proses penelitian dilapangan, satu dan lain hal dalam bentuk kendala pada akhirnya bisa dilalui sampai terselesainya tugas ini.
Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Dr. Arya H. Dharmawan, selaku ketua komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini;
2. Bapak Adi Fahrudin, Ph.D , selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini; 3. Dosen penguji dalam seminar dan ujian penelitian, atas kritik dan arahan
sehingga tesis ini menjadi lebih baik;
4. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak, atas izinnya melaksanakan penelitian di lapangan;
5. Rekan kerja di dinas-dinas Kota Pontianak, atas izin dan dorongannya, sehingga penulis mampu merampungkan penulisan tesis ini;
6. Masyarakat Kampung Kamboja khususnya komunitas di RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, atas kerjasama dan informasinya;
7. Rekan-rekan sekelas MPM V STKS-IPB dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan yang telah banyak diberikan; 8. Pada akhirnya, kepada keluargaku atas dukungan materi, spiritual dan
pengertiannya.
Semoga tesis ini bermanfaat untuk pendidikan, khususnya meningkatkan kebersihan Kota Pontianak dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...xii
DAFTAR GAMBAR ...xiii
DAFTAR MATRIKS ...xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...xv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan... 4
1.3 Tujuan Kajian ... 6
1.4 Kegunaan Kajian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya ...8
2.2 Penanganan Sampah Berbasis Masyarakat ...14
2.3 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah ...16
2.4 Pengolahan Sampah ...17
2.5 Pengelolaan Lingkungan Sosial ...22
2.6 Komunikasi Kelompok dalam Memecahkan Masalah ...24
2.7 Kepemimpinan dan Komunikasi Kelompok ...25
2.8 Perempuan sebagai Pusat Dapur ...26
2.9 Modal Sosial ...27
2.10 Strategi Pengembangan Kelembagaan ...29
2.11 Kerangka Pemikiran ...31
III. METODE PENELITIAN 3.1 Batas Kajian ...34
3.2 Strategi Kajian ...34
3.3 Tempat dan Waktu Kajian ...34
3.4 Metode Pengumpulan Kajian ...35
3.5 Analisis Data ...37
3.6 Penyusunan Rancangan Kajian ...38
IV. PETA SOSIAL KELURAHAN BENUA MELAYU LAUT KECAMATAN PONTIANAK SELATAN KOTA PONTIANAK 4.1 Lokasi ...40
4.2 Struktur Penduduk ...41
4.3 Mobilitas Penduduk ...44
4.4 Struktur Nafkah ...45
4.5 Struktur Sosial ...46
4.5.1 Organisasi Sosial ...46
4.5.2 Pelapisan Sosial ...48
4.5.3 Jejaring Sosial ...48
4.6 Masalah Sosial ...50
V. EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PONTIANAK
5.1 Gambaran Manajemen dan Organisasi Pengelolaan Sampah di
Kota Pontianak ...54 5.2 Rencana Strategi Pengelolaan Sampah Tahun 2005 – 2009 ...55 5.3 Teknik Operasionalisasi Pengelolaan Sampah Pasar ...58
5.4 Pengelolaan Sampah di Wilayah Pemukiman Penduduk Kota
Pontianak ...61 5.5 Pengelolaan Sampah Pola Insenerator di Kota Pontianak ...70 5.6 Anggaran Pengelolaan Sampah Kota ...73 5.7 Pengaturan Pengelolaan Sampah di Kota Pontianak ...77
5.8 Pola Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kecamatan
Pontianak Utara ...78 5.9 Masalah Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
Berbasis Masyarakat dan Non- Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat ...81 5.10 Ikhtisar ...84
VI. PEMBELAJARAN PRAKTEK PENGEMBANGAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KOMUNITAS
PINGGIRAN SUNGAI KAPUAS DI KECAMATAN PONTIANAK SELATAN
6.1 Pendahuluan ...87 6.2 Kondisi Sosial Kemasyarakatan Sebelum Adanya Proses
Pembelajaran ...89 6.2.1 Pelaksanaan Pengelolaan Sampah ...89 6.2.2 Modal Sosial di Komunitas ...92 6.2.3 Ketidakberdayaan Komunitas dalam Pengelolaan Sampah ...95 6.3 Inisiatif Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat ...97 6.4 Pengembangan Kelembagaan Di Empat Ruang Stakeholder ...105 6.5 Ikhtisar ...113
VII. PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 7.1 Pendahuluan ...116
7.2 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang
Pemerintah ...116 7.3 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang
Masyarakat ...121 7.4 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang
Pemerintah dan Masyarakat ...133 7.5 Ikhtisar ...135
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan ...157 8.2 Saran ...158
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Perbandingan Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah dan Pengelolaan
Sampah Berbasis Masyarakat ... 11 3.1 Jadwal Pelaksanaan Kajian ... 35 4.1 Orbitrasi, Jarak dan Waktu Tempuh ke Kelurahan ... 40 4.2 Jumlah Penduduk menurut Kumulatif Umur ... 42 4.3 Jumlah Penduduk Komunitas RT 2 RW 07 ... 43 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Agama ... 44 4.5 Mutasi Penduduk ... 44 4.6 Mata Pencaharian Penduduk ... 46 5.1 Data Volume Sampah di Pasar Kota Pontianak, 2007 ... 59 5.2 Daftar Armada Pengangkutan Sampah untuk Pemukiman Penduduk
Kota Pontianak ... 62 5.3 Tempat Penampungan Sementara di Kota Pontianak ... 67 5.4 Jumlah Tempat Penampungan Sementara Liar di Kota Pontianak ... 67 7.1 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang Pemerintah .. 137 7.2 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di RuangMasyarakat .... 141 7.3 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Pengelolaan Sampah Oleh Pemerintah yang diolah... 8 2.2 Operasional Teknis Pengolahan Sampah (Damanhuri dan Padmi,2005) ... 21 2.3 Perempuan Sebagai Pusat Rumah Tangga ... 26 2.4 Kerangka Kebijakan untuk Pengembangan Kelembagaan dan Kawasan Berbasis Masyarakat ... 30 2.5 Kerangka Pemikiran Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat ... 33 4.1 Komposisi Penduduk Kelurahan Benua Melayu Laut ... 42 4.2 Komposisi Penduduk Komunitas RT 02 RW 07 Kelurahan Benua
Melayu Laut ... 43 4.3 Jaringan Masyarakat terhadap Pemerintah... 49 4.4 Jaringan Masyarakat dalam Partai Politik ... 49 4.5 Jaringan Masyarakat dalam Program NUSSP... 50 5.1 Rencana Strategi Pengelolaan Sampah Kota Pontianak ... 56 5.2 Operasionalisasi Pengelolaan Sampah di Pasar ... 61 5.3 Operasionalisasi Pengangkutan Sampah di Wilayah Kota Pontianak ... 69 5.4 Operasionallisasi Pengangkutan Sampah Untuk Insenerator ... 72 5.5 Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kecamatan Pontianak
DAFTAR MATRIKS
Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Untuk menstabilkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer pada tingkat tertentu
sehingga tidak membahayakan sistem iklim bumi/perubahan iklim disahkan
dengan Protokol Kyoto. Dalam konteks perubahan iklim, khususnya dalam
implementasi Protokol Kyoto melalui CDM (Clean Development Mechanism).
Pengembangan proyek CDM dapat dilakukan oleh berbagai pihak, misalnya
lembaga pemerintah, lembaga nonpemerintah atau sektor swasta. Untuk
melaksanakan hal tersebut perlu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam arti
luas, termasuk kalangan pemerintah di berbagai sektor, masyarakat madani,
masyarakat ilmiah, dan pelaku bisnis. Masalah mendesak yang harus ditangani
dalam rangka meningkatkan kesadaran pemerintah adalah pentingnya melakukan
pengurastamaan (main streaming) pembangunan berkelanjutan ke dalam
sektor-sektor pembangunan salah satunya adalah masalah sampah. Masyarakat madani
memiliki persoalan sendiri dalam rangka memberikan kontrol terhadap program
pemerintah tentang penanganan program sampah yang berhubungan dengan
kepentingan publik. Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan kesadaran
kelompok ini dan peningkatan peran mereka, penekanan perlu diberikan kepada
pentingnya proses yang partisipatif.
Permasalahan dalam penanganan sampah terjadi karena ketidakseimbangan antara
produksi dengan kemampuan dalam pengelolaannya, volume sampah terus
meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, perubahan kualitas hidup dan
dinamika kegiatan masyarakat. Sampah yang tidak dikelola menyebabkan
gangguan kesehatan karena sarang penyakit, menjijikkan dan menimbulkan bau
yang tidak sedap, pencemaran tanah, air, dan berkurangnya nilai kebersihan dan
Sistem pengelolaan sampah perkotaan yang sudah ada selama ini adalah
pengumpulan/pewadahan, pemindahan/pengangkutan, pemusnahan/penggurugan
melalui Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya atau Perusahaan Daerah Kebersihan
yang mengangkut sampah dari Tempat Penampungan Sementara - Tempat
Penampungan Sementara (TPS-TPS) menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sistem ini dianggap belum optimal, karena kelemahan dalam manajemen
operasional dan keterbatasan biaya operasional ditambah dengan langkanya
tenaga profesional dalam penanganan sampah merupakan faktor utama
permasalahan tersebut.
Selain itu permasalahan yang dihadapi dalam teknis operasional persampahan
kota diantaranya: kapasitas peralatan yang belum memadai, pemeliharaan alat
yang kurang, sulitnya pembinaan tenaga pelaksana khususnya tenaga harian lepas,
sulit memilih metode operasional yang sesuai dengan kondisi daerah, siklus
operasi persampahan tidak lengkap/terputus karena berbedanya
penanggungjawab, koordinasi sektoral antar birokrasi pemerintah seringkali
lemah, manajemen operasional lebih dititikberatkan pada aspek pelaksanaan,
pengendalian lemah, dan perencanaan operasional seringkali hanya untuk jangka
pendek (Damanhuri dan Padmi, 2005). Oleh karena itu, sistem ini akan
diintegrasikan ke dalam sistem baru yaitu pengelolaan sampah berbasis
masyarakat, agar menutupi beberapa kelemahan dari sistem ini. Untuk mengatasi
permasalahan ini dilakukan dengan sistem pengelolaan sampah berbasis
masyarakat, karena masyarakat sebagai produsen sampah dan masyarakat pula
yang akan menikmati lingkungan bersih dan higienis bila persoalan sampah bisa
ditangani secara baik. Kelebihan pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebagai
berikut:
1. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.
2. Pengelolaan sampah dilakukan pada tingkat rumah tangga.
3. Pelaksanaan, perencanaan dan pengawasaan pengelolaan sampah dilakukan
oleh masyarakat.
Sistem ini akan mengadopsi sistem pengelolaan persampahan yang sudah ada
juga sekaligus mengawasi. Pengelolaan sampah yang diterapkan di Kota
Pontianak selama ini adalah dikumpulkan, ditampung di TPS dan akhirnya
dibuang ke TPA. Pengelolaan sampah ini menyebabkan penumpukan sampah di
setiap lini rumah tangga, TPS dan TPA. Secara internal keadaan ini disebabkan
kurang tersedianya sarana dan prasarana pengumpulan, keterbatasan armada
personil kebersihan dan sulitnya mencari lembaga swadaya yang dapat bermitra
dengan pemerintah dalam pengelolaan sampah secara baik. Selain itu keterbatasan
lahan yang digunakan sebagai TPA karena semakin sulitnya memperoleh ruang
yang pantas dan jaraknya semakin jauh dari pusat kota, serta diperlukannya dana
yang besar untuk pembebasan lahan TPA, merupakan faktor eksternal yang turut
mempengaruhi permasalahan persampahan tersebut. Kondisi diatas mendorong
upaya pengelolaan sampah kota yang lebih baik berdasarkan pada usaha
pengelolaan sampah sedini mungkin, sedekat mungkin dari sumbernya dan
sebanyak mungkin mendayagunakan kembali sampah. Perubahan pola
pembuangan sampah serta meningkatnya pemanfaatan dan pengolahan sampah
yang lebih baik melalui proses Reduce, Reuse, dan Recycle, dan Composting
(3RC).
Ditinjau dari segi ekonomi usaha daur ulang dan pengkomposan sampah kota
memiliki nilai ekonomis karena sampah diperoleh menjadi barang yang berguna.
Oleh karena itu apabila usaha pemanfaatan sampah dapat terlaksana dengan baik,
dapat mengatasi masalah ekologi yaitu keterbatasan lahan untuk TPA pada Kota
Pontianak yang sudah padat dan pencemaran lingkungan akibat sampah yang
tidak terangkut. Selain itu usaha ini juga dapat memberikan manfaat ekonomi
yaitu sampah bisa menghasilkan uang bagi masyarakat dengan komposting dan
mengatasi permasalahan keterbatasan sumber dana pengelolaan sampah yang
selama ini menjadi kendala pemerintah. Di samping itu dari sisi sosial dapat
meningkatkan pendapatan penduduk merupakan salah satu penanggulangan
kemiskinan dengan membuka lapangan pekerjaan. Pengelolaan sampah pada skala
komunal memerlukan peran institusi lokal pada komunitas. Berdasarkan uraian di
atas maka perlu dilakukan pengkajian pengelolaan sampah berbasis masyarakat
di komunitas dengan konsep modal sosial, pengelolaan lingkungan sosial dan
kolaborasi antar stakeholder.
Setiap masyarakat memiliki kapasitas untuk mengatasi masalah mereka sendiri,
dalam hal ini masalah pengelolaan sampah. Kapasitas masyarakat dapat dikaji
dengan menggunakan konsep modal sosial untuk pengorganisasian komunitas
dalam pembentukan kelompok pengelolaan sampah untuk merubah paradigma
perilaku masyarakat mulai dari tingkat keluarga untuk memilah dan memilih
sampah. Dalam hal pengukuran keberlanjutan pengelolaan sampah berbasis
masyarakat tersebut dikaji dari konsep pengelolaan lingkungan sosial.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat tidak lepas dari peran pemerintah
sebagai institusi yang memberikan pelayanan penanganan sampah di masyarakat
sehingga perlu dilakukan kolaborasi antar stakeholder. Dengan adanya pengkajian
ini akan memperoleh strategi pengembangan masyarakat dengan program pada
ruang pemerintah, masyarakat dan campuran pemerintah dan masyarakat.
Diharapkan ini dapat menjadi pedoman dalam rangka merealisasikan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah khususnya di Kota
Pontianak terutama daerah di pinggiran Sungai Kapuas yang belum mendapatkan
pelayanan pengangkutan sampah.
1.2Permasalahan
Salah satu komunitas di Kota Pontianak yaitu di Kompleks Perumahan Dwi Ratna
telah menerapkan pengelolaan sampah yang dilakukan secara swadaya oleh
masyarakat dalam menerapkan pola 3RC dengan cara membuat kompos dan hasil
kerajinan tangan dari sampah. Pembuatan kompos dilakukan pada tingkat rumah
tangga secara individu dan pembuatan kerajinan tangan secara komunal pada
tingkat RT. Hasil pengelolaan sampah ini tidak membuat sampah bersisa di
lingkungan RT karena sampah yang tidak dapat di daur ulang diberikan kepada
pemulung. Di lain pihak ada komunitas di Kota Pontianak yang belum
mengetahui pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Salah satunya adalah
masyarakat masih dengan cara membuang sampah ke sungai dan pembakaran
sampah sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Setiap masyarakat dapat memiliki kapasitas untuk mengatasi masalah sampah
yang terjadi dilingkungan mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan transplantasi
pembelajaran dari komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna kepada komunitas
yang belum melakukan pengelolaan sampah yaitu masyarakat di pinggir sungai.
Proses transplantasi pembelajaran pengelolaan sampah ini memerlukan dukungan
dari pemerintah. Pada saat ini pemerintah melakukan pelayanan pengangkutan
sampah kepada masyarakat baru dapat mencapai 60 persen di Kota Pontianak
sedangkan sisanya oleh masyarakat ada yang dibakar, ditimbun, dibuang ke
sungai, dan tempat lainnya. Adapun permasalahan yang belum dapat diselesaikan
adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat akan selalu memerlukan TPS karena pertumbuhan penduduk
diiringi dengan bertambah banyaknya sampah.
b. Masyarakat mencari TPS di dekat wilayah mereka sehingga masyarakat
membuang sampah di lahan yang kosong, parit atau sungai jika tidak tersedia
TPS.
c. Pemerintah memiliki keterbatasan dana dan prasarana untuk menangani
masalah sampah.
d. Tidak ada partisipasi masyarakat dalam pengolahan sampah di tingkat rumah
tangga.
Permasalahan sampah yang dihadapi di atas menunjukkan bahwa pemerintah Kota
Pontianak belum mampu mengatasi masalah sampah pada daerah yang tidak
terjangkau pengangkutan sampah. Salah satu daerah yang tidak terjangkau
pengangkutan sampah adalah daerah pinggiran Sungai Kapuas karena transportasi
pengangkutan sampah tidak dapat dilakukan pada daerah pinggiran sungai.
Mengingat masalah sampah memerlukan dukungan dari berbagai pihak baik
pemerintah, masyarakat dan perpaduan antara pemerintah dan masyarakat, maka
1. Pada ruang masyarakat yaitu masyarakat yang kurang menguasai teknologi,
keterampilan dan pengetahuan.
2. Pada ruang pemerintah yaitu pemerintah kekurangan anggaran, peraturan yang
mengatur pengelolaan sampah berbasis masyarakat, dan manajemen
pengelolaan sampah.
3. Pada ruang pemerintah dan masyar akat yaitu kurangnya pelatihan dan
teknologi.
Untuk mengatasi berbagai kendala pada setiap ruang tersebut dengan penciptaan
prakondisi pada tingkat pemerintah, masyarakat dan pada tingkat kedua-duanya.
Maka pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas
Kompleks Perumahan Dwi Ratna, Kota Pontianak?
2. Bagaimanakah mengembangkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat
bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas?
3. Apakah masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang
tinggal di pinggir Sungai Kapuas?
4. Apakah bentuk program pengembangan pengelolaan sampah berbasis
masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas di pinggiran Sungai Kapuas
di Kota Pontianak?
1.3Tujuan Kajian
Dengan mengacu pada pertanyaan penelitian di atas, maka disusun tujuan studi
ini, sebagai berikut:
1. Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas
Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak.
2. Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi
komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.
3. Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat
4. Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat
yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota
Pontianak.
1.4Kegunaan Kajian
Hasil dari kajian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk :
1. Masyarakat sebagai cara untuk meningkatkan kesejahteraan melalui kegiatan
ekonomi produktif dan menciptakan lingkungan yang bersih.
2. Pemerintah daerah sebagai bahan pembuatan kebijakan atau keputusan dalam
pengelolaan sampah berbasis masyarakat untuk daerah pinggiran Sungai
Kapuas.
3. Pengembangan masyarakat sebagai penambah wawasan dan memperkaya
pengetahuan akademik tentang pengembangan masyarakat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan hasil kajian tentang pengelolaan bersama (joint management)
pelayanan persampahan di wilayah perkotaan (Pusat Kajian dan Diklat Aparatur,
2004) dengan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah pada
umumnya, dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengangkutan Pengangkutan secara swadaya
Recycling
Gambar 2.1 Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah yang diolah
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah pada umumnya sampah
yang sudah tercampur dari rumah tangga/sekolah/pasar yang berada di TPS
diangkut oleh Dinas Cipta Karya ke tempat pembuangan akhir sampah.
Sedangkan untuk pengangkutan sampah dari sumber sampah (rumah
tangga,sekolah,pasar) ke TPS diangkut secara swadaya oleh masyarakat dan
pemulung memilah sampah di sumber sampah. TPS dan TPA.
Sistem ini dianggap belum optimal karena keterbatasan daya angkut sampah yang
dimiliki oleh Dinas Cipta Karya atau PD Kebersihan. Masalah ini menyebabkan
Swadaya masyarakat
Pengelolan Sampah oleh Dinas Cipta Karya
Sampah tercampur dari rumah tangga/sekolah/pasar
TPS/Depo Sampah
Tempat Pembuangan Akhir Sampah
tidak semua sampah bisa terangkut habis. Kelemahan ini juga ditambah dengan
lemahnya penerapan peraturan daerah serta disiplin masyarakat yang kurang
menunjang. Selain itu, sistem pengelolaan sampah ini menimbulkan persoalan
yaitu:
a. Persepsi dan perilaku masyarakat yang masih salah tentang sampah. Persepsi
tersebut antara lain: sampah adalah urusan pemerintah melalui Dinas
Pekerjaan Umum Cipta Karya atau PD Kebersihan; sampah dapat dibuang
dimana saja, baik di jalan, di pasar, di sungai dan sebagainya; serta masyarakat
tidak mengetahui bahaya sampah plastik dan lain-lain (Pusat Kajian dan
Diklat Aparatur, 2004).
b. Banyaknya pembuangan sampah di luar TPS menunjukkan indikasi bahwa
jumlah TPS yang tersedia di suatu wilayah kurang mencukupi (Amin, 2000).
c. Pengangkutan sampah umumnya dilakukan dengan menggunakan gerobak
atau truk pengangkut sampah yang dikelola oleh kelompok masyarakat
maupun dinas kebersihan. Masalah yang terjadi pada saat pengangkutan
sampah adalah sampah dan cairan sampah berceceran sepanjang rute
pengangkutan, atau terhalangnya arus transportasi akibat truk pengangkut
sampah yang digunakan oleh dinas kebersihan kota mengangkut sampah
(Pusat Kajian dan Diklat Aparatur, 2004).
d. Penanganan TPA yang tidak bijak menyebabkan terjadinya kerusakan
lingkungan karena bau yang ditimbulkan dari sampah yang terdekomposisi,
bau tersebut kemudian akan mengundang lalat yang dapat menyebabkan
berbagai penyakit menular. Selain hal tersebut tanah maupun air tanah dan air
bawah tanah terkontaminasi oleh cairan lindi karena TPA tidak dilengkapi
dengan kolam pengolah lindi. Hal tersebut menyebabkan kesulitan bagi
pengelolaan sampah untuk menyediakan lahan yang akan digunakan sebagai
TPA karena umumnya penduduk setempat akan menolak bila sekitar
daerahnya akan digunakan sebagai TPA (Arianto dan Darwin, 2002).
Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh
berperilaku santun terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlunya sistem baru
yang menggunakan potensi kelembagaan RT dipicu untuk aktif berperan dan juga
sekaligus mengawasi yaitu dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Kusumastuti Rezeki (2003) di TPS Rawa
Kerbau Jakarta Pusat bahwa proses yang dirancang dalam usaha kegiatan
pengolahan sampah terpadu skala kawasan ini berupa pemilahan dan pembuatan
kompos. Sampah lainnya yang bernilai komersial langsung dijual ke bandar.
Peralatan dan mesin yang digunakan dalam kegiatan berupa belt conveyor untuk
membantu mempermudah pemilahan sampah dan alat pendukung lainnya: sapu
lidi, cangkul, sekop, sarung tangan dan sepatu boot. Proses yang sederhana dan
penggunaan mesin yang seminimal mungkin akan lebih memudahkan
pemeliharaannya dan masih memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut.
Manfaat langsung pengolahan sampah terpadu skala kawasan terdiri atas
penghasilan dari penjualan pupuk kompos dan pemanfaatan daur ulang sampah
komersial sebesar Rp. 203.228.400,00/tahun. Manfaat tak langsung (lingkungan)
adalah nilai kualitas lingkungan yang dihasilkan dengan adanya usaha tersebut
sebesar Rp. 53.160.000,00/tahun. Biaya yang diperlukan terdiri atas biaya
investasi, biaya operasional dan perawatan sebesar Rp. 223.581.000,00/tahun dan
biaya perlindungan lingkungan sebesar Rp. 2.500.000,00/tahun. Usaha kegiatan
yang akan dilakukan bersifat padat karya sehingga perkiraan penggunaan alat dan
biaya semaksimal mungkin mendekati harga yang dapat dijangkau oleh komunitas
lokal. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murdeani (2005) di
Kelurahan Sukapura dan Kelurahan Sukagalih di Kota Bandung berkesimpulan
bahwa:
a. Perilaku memilah/tidak memilah sampah tidak berhubungan dengan tingkat
pengetahuan dan pemahaman, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi
masyarakat. Tetapi perilaku memilah/tidak memilah berhubungan dengan
persepsi responden mengenai tingkat kesulitan memilah sampah;
b. Kesediaan responden untuk memilah berhubungan dengan tingkat pendidikan,
Tetapi kesediaan responden untuk memilah tidak berhubungan dengan tingkat
ekonomi dan kesejahteraan responden;
c. Adanya perubahan nyata pada pengetahuan mengenai persampahan setelah
diberikan treatment berupa kampanye dengan penyebaran artikel.
Berikut ini adalah perbandingan antara pengelolaan sampah berbasis masyarakat
dan pengelolaan sampah dengan sistem pemerintah berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh utami (2008) dan Firnandi (2002) sebagai berikut:
Tabel 2.1 Perbandingan Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah dan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
No Aspek-Aspek
Pengelolaan
57,1% dari total jumlah sampah
70% dari jumlah sampah
Lama > 10 tahun Relative singkat (3-12 bulan)
Perhari
c. Pelaksanaan sistem pengelolaan
Pasang surut (tidak konsisten
Konsisten Konsisten
3. Ekologis - Pencemaran antara recycling, reuse dan replant
Pencemaran
a. Pembiayaan Tercukupi oleh
5. Sosial Budaya
b. Peran pemimpin lokal
Pendampingan oleh inisiator, block leaders dan pemimpin lokal yang kuat
Pendampingan yang kuat dari inisiator
Sumber: Utami (2008) dan Firnandi (2002) diolah
Sedangkan berdasarkan laporan evaluasi program ADIPURA tahun 2007 dalam
Tonny (2007) secara umum masyarakat di seluruh kategori kota (Metrpolitan,
Besar, Sedang dan Kecil) memandang ADIPURA sebagai program yang kental
dengan kepentingan pemerintah dan tidak mempertimbangkan bagaimana agar
keteduhan kota. Padahal, tanpa adanya partisipasi masyarakat, apapun kebijakan
yang diputuskan pemerintah tidak akan dapat diimplementasikan dengan baik.
Seharusnya, masalah peningkatan kebersihan dan keteduhan kota bukan untuk
kepentingan memperoleh Anugerah ADIPURA, tetapi justru untuk kepentingan
masyarakat. Sehingga, yang paling penting adalah bagaimana membudayakan
gerakan kebersihan itu sendiri. Bagaimana pemerintah kota bisa menerjemahkan
Program ADIPURA hingga ke keseharian masyarakat akar rumput. pelaksanaan
Program ADIPURA juga lebih terkesan dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan
aparatur pemerintah. upaya membangkitkan peranserta masyarakat telah didukung
dengan regulasi pemerintah, seperti Perda tentang Kebersihan. Akan tetapi,
regulasi tersebut kurang maksimal implementasinya karena tidak menerapkan
reward and penalty. Peranan pemerintah lokal dan pusat sebagai “motor
penggerak” yang dominan dibandingkan peran masyarakat dalam meningkatkan
kualitas lingkungan perkotaan. Masyarakat menilai “keberhasilan” tersebut
merupakan “penilaian sesaat” untuk kepentingan pemerintah lokal dan pusat.
Sampai sejauh ini masyarakat memandang bahwa peran masyarakat lebih
disebabkan karena ada gerakan yang memobilisasi warga masyarakat oleh proyek
pemerintah daripada kesadaran dari dalam masyarakat dan cenderung bersifat
temporer.
Adapun tantangan dan hambatan pengembangan pengelolaan sampah berbasis
masyarakat adalah :
a. Inkonsisten kelompok pengelola sampah dalam menghadapi masalah
pengelolaan sampah di lingkup kerjanya.
b. Perlunya tenaga teknis atau pendamping untuk membuat pola pengelolaan
sampah berbasis masyarakat yang sangat tergantung dengan karakteristik
masyarakat.
c. Tergantung kepada kesadaran masyarakat untuk melakukan pemilahan
sampah pada tingkat rumah tangga yang akhirnya menjadi kebiasaan
d. Perlu waktu yang lama untuk membangun pengelolaan sampah berbasis
masyarakat karena menyangkut perubahan perilaku masyarakat untuk
memilah sampah.
2.2 Penanganan Sampah Berbasis Masyarakat
Faktor manusia sebagai aktor yang dominan memegang kunci utama dalam
pengelolaan sampah. Perilaku dan sistem nilai pada masyarakat merupakan faktor
kunci dalam pengelolaan sampah. Kemauan masyarakat untuk berpartisipasi
mulai dari pewadahan sampai pengolahan (daur ulang dan pengkomposan) secara
nyata berpengaruh pada keberhasilan sistem pengelolaan sampah. Oleh karena itu
pengelolaan sampah bisa dilakukan oleh masing-masing penghasil timbunan
sampah dengan memilah sampah dari tingkat rumah tangga untuk kemudian
dikelola secara kolektif dalam satu kesatuan komunitas berdasarkan wilayah
tempat bermukim. Hal ini sejalan dengan kebijakan dan strategi nasional
pembangunan bidang persampahan dan penanganan sampah sedekat mungkin
dengan sumbernya maka diperlukan pemberdayaan masyarakat sekitar untuk
diajak berperan aktif dalam usaha daur ulang (BPPT dalam Utami, 2008). Oleh
karena itu menurut penulis pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah
pengelolaan sampah yang dilakukan oleh individu atau komunitas atau kelompok
di dalam masyarakat dengan partisipasi aktif dari masyarakat untuk ikut serta
mendukung pelaksanaan pengelolaan sampah tersebut. Berikut ini adalah sistem
pengelolaan sampah berbasis masyarakat:
Box 1 Studi Kasus Pengelolaan Kompos di Kebun Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan
dan memberikan kesempatan kepada peserta untuk terlibat dalam kegiatan pengomposan. Metode ini secara efektif memungkinkan peserta untuk memahami teknik pengomposan. Bagi murid-murid TK dan SD, lebih ditekankan pada kegiatan memilah, mencacah, memasukkan wadah pengomposan, panen pupuk kompos dan terakhir mencampur media tanam dan menanam tanaman dalam pot. Anak-anak ini ternyata dapat menjadi motivator bagi orangtuanya, yang kemudian mendaftar untuk ikut penyuluhan. Teknik pengomposan yang dipakai cukup sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun, dengan memakai bahan murah yang tersedia di lingkungan sekitar, jadi cocok untuk kondisi daerah.
Sumber: Suryohadikusumo,2006.
Analisis:
Untuk menumbuhkan kesadaran pengelolaan sampah dapat dilakukan pada
RT/RW, kelurahan, organisasi, perkumpulan, pemerintahan, lembaga pendidikan,
kelompok pengajian, pesantren, dan jemaat gereja. Cara yang dapat dilakukan
dalam menumbuhkan kesadaran pengelolaan sampah dengan memutar film
tentang pengelolaan sampah dan pelatihan langsung pengelolaan sampah.
Boks 2 Studi Kasus Pengelolaan Sampah Terpadu di Surabaya (Menggunakan Takakura Home Method)
KITA (Kitakyushu International Techno-Cooperative Association) memberikan bantuan teknis kepada LSM untuk menumbuh-kembangkan teknologi pengomposan bernama “Takakura Home Method (THM)” di Indonesia sejak 2004. Pengolahan yang dilakukan adalah pengelolaan limbah rumah tangga yang dimulai pada tahun 2000, LSM mengorganisir masyarakat Kampung Rungkut Lor untuk memilah sampah organik dan anorganik sebelum meletakkan di luar rumah untuk dikumpulkan. Selain itu program pertanian perkotaan yaitu LSM dan masyarakat Rungkut Lor membudidayakan sayuran dan tanaman obat di halaman rumah dengan memakai kompos yang dihasilkan. Kegiatan ini telah memberi penghasilan bagi masyarakat karena mereka dapat membuat jamu dan minuman untuk dijual ke pasar. Selain itu, program pertanian ini juga telah memberikan bukan hanya manfaat ekonomi tapi juga meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan menciptakan lingkungan yang semakin hijau di Kampung Rungkut Lor. Disamping itu, sanitasi ekologi yaitu program sanitasi ekologi bertujuan untuk mengelola septik tank rumah-tangga secara benar. Sistem dasar sanitasi ekologi adalah mengubah limbah manusia menjadi pupuk organik. Sanitasi ekologi bermanfaat bagi masyarakat karena dapat mengurangi volume septik tank rumah-tangga dan meningkatkan kualitas air tanah. Selain itu, riset terkait dengan sanitasi ekologi telah dirancang untuk menemukan metode yang tepat untuk menerapkan sanitasi ekologi yang efektif di masyarakat.
Sumber: Suryanto, 2000
Analisis:
Pengkomposan diawali dengan pemilahan sampah pada tingkat rumah tangga dan
hasil pupuk tersebut diintegrasikan pada bidang pertanian sehingga bermanfaat
2.3 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah menurut Damanhuri dan
Padmi (2005) adalah dengan melakukan perubahan bentuk perilaku yang
didasarkan pada kebutuhan atas kondisi lingkungan yang bersih yang pada
akhirnya dapat menumbuhkan dan mengembangkan peran serta dalam bidang
kebersihan. Perubahan bentuk perilaku masyarakat dapat terwujud apabila ada
usaha membangkitkan masyarakat dengan mengubah kebiasaan, sikap dan
perilaku terhadap kebersihan/sampah tidak lagi didasarkan kepada keharusan atau
kewajibannya, tetapi lebih didasarkan kepada nilai kebutuhan. Untuk mengubah
kebiasaan tersebut, maka diperlukan sosialisasi terhadap peran serta masyarakat
yang dilakukan secara menyeluruh, yaitu kalangan pemerintah, swasta, perguruan
tinggi dan masyarakat. Hal ini merupakan kolaborasi seluruh stakeholder untuk
berperanserta dalam mengelola sampah. Keberhasilan pengelolaan sampah sangat
tergantung kepada kesadaran dan kemauan untuk ikut berperanserta dari
stakeholder.
Senada dengan pikiran diatas, Freire dalam Mudiyono,et al (2005) menilai bahwa
pemberdayaan sebagai metode yang mengubah persepsi sehingga memungkinkan
individu beradaptasi dengan lingkungannya, dan oleh karena itu perlu intervensi
dan stimulus dari luar. Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Karena
itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan.
Tujuan pemberdayaan untuk menambah kekuasaan yang kurang beruntung.
Pernyataan terdiri dari dua konsep yang berbeda ‘kekuasaan’ dan ‘kurang
beruntung’ (Ife, 2003) yaitu:
a. Kekuasaan terhadap definisi kebutuhan
Salah satu ciri masyarakat modern adalah kediktatoran terhadap kebutuhan.
Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa orang diberi kekuasaan untuk
mendefinisikan kebutuhan mereka karena mereka juga memerlukan
pengetahuan dan keahlian yang relevan, proses pemberdayaan ini memerlukan
b. Kelompok yang kurang beruntung lainnya
Yang termasuk kelompok yang kurang beruntung yaitu lanjut usia, masyarakat
terasing, mereka yang tinggal di daerah terpencil, gay dan lesbian.
2.4 Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah didefinisikan sebagai kontrol terhadap timbunan sampah,
pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, proses dan pembuangan
akhir sampah yang mana semua hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip
terbaik untuk kesehatan, ekonomi, keteknikan dan engineering, konservasi,
estetika, lingkungan dan juga sikap masyarakat. Sistem pengelolaan sampah pada
dasarnya dilihat sebagai komponen-komponen subsistem yang saling mendukung
satu sama lain dan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yaitu kota yang
bersih, sehat dan teratur. Komponen-komponen tersebut dalam Damanhuri dan
Padmi (2005) yaitu :
a. Organisasi dan Manajemen
Aspek organisasi dan manajemen merupakan suatu kegiatan yang multi
disiplin yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut
aspek ekonomi, sosial dan budaya dan kondisi fisik wilayah kota serta
memperhatikan pihak yang dilayani, yaitu masyarakat kota. Perancangan dan
pemilihan bentuk organisasi disesuaikan dengan: a) Peraturan pemerintah
yang membinanya; b) Pada sistem operasional yang diterapkan; c) Kapasitas
kerja sistem; d) Lingkup pekerjaan dan tugas yang harus di tangani.
b. Teknik operasional
Penanganan sampah yang dianjurkan saat ini adalah tidak mengganggu
sampah hingga terbentuk, tetapi berupaya agar: a) Limbah yang dihasilkan
mudah ditangani, misalnya dipisahkan sesuai jenisnya; b) Limbah yang
dihasilkan lebih sedikit, misalnya dengan daur ulang; c) Sifat limbah menjadi
tidak berbahaya. Pendekatan tersebut dikenal sebagai pendekatan
a) Menghilangkan atau mengurangi timbunan sampah di sumber misalnya
melalui penghematan penggunaan bahan dan sebagainya.
b) Mendaur ulang sampah, terutama pada sumber sampah itu sendiri.
c) Menggunakan teknologi pengelolaan limbah yang aman ke lingkungan,
misalnya pada sebuah landfill yang dirancang, dibangun, dioperasikan dan
dimonitor secara baik.
Untuk mencapai tujuan diatas maka perlu adanya teknik operasional sampah
secara terpadu. Secara umum teknik operasional pengelolaan sampah
mengenal beberapa komponen yang diterapkan oleh pemerintah yang terdiri
dari:
1) Pewadahan
Pewadahan adalah penampungan sementara sampah yang dihasilkan di
sumber tiap saat. Syarat wadah sampah yang baik adalah: (a) Tidak mudah
rusak dan kedap air kecuali kantong plastik; (b) Ekonomis; (c) Mudah
diperbaiki; (d) Mudah diperoleh atau dibuat oleh masyarakat; (e) Mudah
dan cepat dikosongkan; (f) Kuat dan tahan terhadap korosi; (g) Tidak
mengeluarkan bau dan tidak dapat dimasuki serangga/binatang; (h)
Kapasitasnya sesuai dengan sampah yang dihasilkan. Penentuan ukuran
volume sampah yang digunakan adalah jumlah penghuni tiap rumah,
tingkat hidup masyarakat, frekuensi pengambilan atau pengumpulan
sampah, cara pengambilan sampah (manual/mekanik), sistem pelayanan
(individual/manual). Dalam peletakkan atau penempatan wadah sebaiknya
mudah dijangkau oleh petugas sehingga waktu pengambilan dapat lebih
cepat dan singkat, aman dari gangguan binatang ataupun dari pemungut
barang bekas sehingga sampah tidak dalam keadaan berserakan, sesuai
ukuran yang tersedia.
2) Pengumpulan
Pengumpulan merupakan kegiatan awal dari proses pengelolaan sampah
disamping kegiatan pewadahan. Tujuan dari pengumpulan ini adalah untuk
keseimbangan pembebanan tugas, optimalisasi penggunaan peralatan,
pengumpulan sampah harus memperhatikan: (a) Ritasi antara satu - empat
rit/hari; (b) Periodisasi: satu hari, dua hari atau tiga hari satu kali
tergantung dari kondisi komposisi sampah semakin besar persentase
sampah organik, periodisasi pelayanan maksimal satu hari; (c) Kapasitas
kerja; (d) Desain peralatan; (e) Kualitas pelayanan.
3) Pemindahan dan Pengangkutan
Pengangkutan sampah adalah subsistem yang bersasaran membawa
sampah dari lokasi pemindahan atau dari sampah secara langsung tempat
pembuangan akhir atau TPA. Alat pengangkutan sampah harus memenuhi
persyaratan yaitu: (a) Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan
penutup sampah, minimal dengan jaring; (b) Tinggi bak maksimal 1,6 m,
sebaiknya ada alat ungkit; (c) Kapasitas disesuaikan dengan kondisi/kelas
jalan yang akan dilalui; (d) Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi
pengaman air sampah.
4) Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah sangat penting untuk dilakukan sebelum sampai ke
TPA. Tujuan pengolahan sampah adalah reduksi sampah, recovery
(pemulihan), recycling (daur ulang), reuse (pemanfaatan kembali) dan
konversi bentuk fisik. Pola pengolahan persampahan yang selama ini
dilaksanakan di Indonesia, hendaknya dikembangkan dengan memasukkan
pilihan pemprosesan dan pengolahan untuk menjadikan sampah sebagai
sumber daya yang dapat dimanfaatkan, baik di tingkat kawasan maupun
TPA sebagaimana terlihat dalam matriks 2.1 sehingga sampah yang akan
diurug ke dalam tanah diminimalkan.
Matriks 2.1 Kelebihan dan Kelemahan Alternatif Sistem Pengolahan Sampah
Jenis Pengolahan Kelebihan Kelemahan Catatan
Composting
- Volume sampah
yang terbuang - Biaya investasi
2. Windrow Composting
(sederhana)
- Tidak memerlukan banyak peralatan.
- Volume sampah
yang terbuang berkurang. - Biaya investasi
lebih murah.
- Perlu perawatan yang baik dan
- Volume sampah
yang terbuang
- Biaya investasi, operasi dan sampah akhir lebih dari 25 km.
Incinerator
(Pembakaran)
- Untuk kapasitas besar hasil sampingan dari pembakaran dapat dimanfaatkan antara lain untuk pembangkit tenaga listrik.
- Volume sampah
menjadi sangat berkurang - Hygienes.
- Biaya investasi dan operasi n untuk kapasitas besar (>100
- Volume sampah
yang terbuang
peralatan yang relatif mahal
Sumber: Damanhuri dan Padmi, 2005
5) Pembuangan Akhir
Lahan urug merupakan salah satu cara yang dapat dipakai dalam upaya
tidak akan terjadi dampak atau efek samping akan tetapi dengan penanganan
yang baik semua dampak dari pelaksanaan lahan urug dapat ditekan
seminimal mungkin. Dalam pelaksanaannya sistem lahan urug masih memiliki
resiko dari timbunan sampah.
a) System Open Dumping
Sistem ini dilakukan dengan cara sampah hanya ditumpuk dan dibiarin
pada lokasinya yang telah dipilih sebagai lahan urug tanpa melakukan
pengolahan apapun.
b) Sanitary Landfill
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi limbah sampah kota dimana
lahan dibagi menjadi beberapa area dilakukan penutupan setiap hari.
Gambar 2.2 Operasionalisasi Teknis Pengolahan Sampah(Damanhuri dan
Padmi, 2005)
c. Pembiayaan
Aspek pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar roda sistem
pengelolaan persampahan di kota tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Diharapkan sistem pengelolaan persampahan di Indonesia akan menuju pada
pembiayaan sendiri. Syarat pembiayaan ini menyangkut beberapa aspek
seperti:
Pemindahan dan Pengangkutan
Pembuangan Akhir
Pemisahan - Pemprosesan - Pengolahan Sampah Timbunan Sampah
Penanganan Sampah: Pemilahan, Pewadahan- Proses Di Sumber
a) Bagaimana proporsi APBN dan anggaran pengelolaan persampahan,
antara retribusi dan biaya pengelolaan persampahan.
b) Bagaimana proporsi komponen biaya tersebut untuk gaji, transportasi,
pemeliharaan pendidikan, dan pengembangan serta administrasi.
c) Bagaimana proporsi antara retribusi dengan pendapatan masyarakat.
d) Bagaimana struktur dan penarikan retribusi yang berlaku.
d. Pengaturan
Aspek pengaturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum yang
berlaku. Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan
dan dasar hukum seperti dalam pembentukan organisasi, pemungutan
retribusi, ketertiban masyarakat dan sebagainya.
e. Partisipasi
Tanpa adanya partisipasi masyarakat semua program pengelolaan sampah
yang direncanakan akan sia-sia, salah satu pendekatan kepada masyarakat
untuk dapat membantu program pengelolaan persampahan adalah:
a) Bagaimana mengubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah
yang tertib, lancar dan merata.
b) Faktor-faktor sosial, struktur dan budaya setempat.
c) Kebiasan dalam pengelolaan sampah selama ini.
2.5. Pengelolaan Lingkungan Sosial
Dalam rangka pengelolaan lingkungan sosial, sesuai konsep pembangunan
berkelanjutan, maka titik berat perhatiannya adalah pada kesinambungan dari
interaksi-interaksi di dalam lingkungan sosial itu sendiri dan dengan
lingkungan-lingkungan yang lain. Hal ini digunakan untuk mengetahui keberlanjutan
pengelolaan sampah di komunitas. Terkait dengan kesinambungan lingkungan
lingkungan sosial yang perlu diperhatikan (disinambungkan). Keenam komponen
tersebut ialah (Purba, 2001):
a. Adanya pengelompokan sosial
Individu sebagai mahluk sosial tidak bisa dihindarkan dengan interaksi sosial.
Di lain pihak individu juga tidak dapat dilepaskan dari situasi tempat ia berada
dan situasi ini sangat berpengaruh terhadap kelompok yang terbentuk akibat
situasi tersebut. Sejumlah orang-orang, dilihat kesatuan tunggal, merupakan
satu kelompok sosial, tetapi kita mempunyai perhatian terhadap interaksi
kelompok dan terhadap ciri-cirinya yang relative stabil. Menurut Muzafer
Sherif dalam Goldberg dan Larson (2006) ciri-ciri kelompok sosial adalah
sebagai berikut:
1) Adanya dorongan/motif yang sama pada setiap individu sehingga terjadi
interaksi sosial sesamanya dan tertuju dalam tujuan bersama.
2) Adanya reaksi dan kecakapan yang berbeda di antara individu satu dengan
yang lain akibat terjadinya interaksi sosial.
3) Adanya pembentukan dan penegasan struktur kelompok yang jelas, terdiri
dari peranan kedudukan yang berkembang dengan sendirinya dalam
rangka mencapai tujuan bersama.
4) Adanya penegasan dan peneguhan norma-norma pedoman tingkah laku
anggota kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan anggota
kelompok dalam merealisasi tujuan kelompok.
b. Penataan sosial
Penataan sosial sangat diperlukan untuk mengatur ketertiban hidup dalam
masyarakat yang mempersatukan lebih dari satu orang. Penataan itu dapat
berupa aturan-aturan sebagai pedoman bersama dalam menggalang kerjasama
dan pergaulan sehari-hari antar anggotanya.
c. Media sosial
Untuk menggalang kerjasama yang mempersatukan sejumlah orang
diperlukan media baik yang berupa simbol-simbol maupun
d. Pranata sosial
Suatu kesatuan sosial, betapa kecilnya, memerlukan aturan-aturan sebagai
pedoman bersama dalam mengembangkan sikap dalam menghadapi tantangan
dalam kehidupan bersama.
e. Pengendalian dan pengawasan sosial
Untuk menjamin ketertiban masyarakat, lebih-lebih dalam masyarakat yang
majemuk dan sedang mengalami perkembangan yang pesat kearah masyarakat
industri dewasa ini, pengendalian dan pengawasan sosial menjadi amat
penting artinya. Setiap kesatuan sosial mengembangkan pola-pola dan
mekanisme pengendalian yang sampai batas tertentu sangat efektif.
f. Kebutuhan sosial
Lingkungan sosial itu terbentuk didorong oleh keinginan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagaimana diketahui, bahwa tidak semua
kebutuhan hidup manusia itu bisa dipenuhi oleh seorang diri, terutama
kebutuhan sosial (social needs). Kebutuhan sosial, antara lain mencakup
kebutuhan untuk hidup bersama, pembentukan komuniti, kelompok sosial,
keteraturan atau ketertiban masyarakat dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat diatas, penulis mengkaitkan pengelolaan lingkungan sosial
dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat yaitu bagaimana prinsip
pengelolaan lingkungan sosial sesuai dengan mekanisme pembentukan kelompok
pengelolaan sampah yang akan dibentuk.
2.6 Komunikasi Kelompok dalam Memecahkan Masalah
Komunikasi kelompok diperlukan dalam kelompok pengelola sampah untuk
memecahkan masalah yang dihadapi kelompok dalam merubah perilaku anggota
kelompok. Dalam rangka memecahkan masalah pada kelompok menurut
McBurney dan Hance dalam Goldberg dan Larson (2006), masalah-masalah
seharusnya diungkapkan dalam bentuk pertanyaan dan bukan dalam bentuk
pertanyaan yang baik dalam diskusi, menurut Crowell dalam Goldberg dan Larson
(2006), haruslah sesuai dengan sasaran kelompok maupun dengan waktu yang
tersedia. Selain itu juga harus menarik dan bermanfaat. Menurut Wegner dan
Arnold dalam Goldberg dan Larson (2006) menyarankan agar suatu pertanyaan
sebaiknya didasarkan pada cara berpikir yang reflektif, serta melibatkan lebih dari
dua cara pemecahan masalah. Harnack dan Fest dalam Goldberg dan Larson
(2006) mengingatkan bahwa suatu pertanyaan tidak boleh ditujukan secara
langsung pada cara pemecahan dan harus jelas menentukan tingkah laku siapa
yang kira-kira harus diubah. Dalam kelompok menghadapi masalah, perlunya
bentuk pemecahan masalah yang ideal, mengharuskan kelompok-kelompok
bekerja melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Apakah kita semua sudah setuju pada sifat masalah?
b. Cara pemecahan mana yang paling ideal jika dilihat dari sudut pandang semua
pihak yang terlibat dalam masalah?
c. Kondisi-kondisi apa dalam masalah yang dapat diubah agar cara pemecahan
yang ideal mungkin dapat dicapai?
d. Dari sekian cara pemecahan yang tersedia pada kita, yang manakah yang
kira-kira paling baik untuk menjadi cara pemecahan yang ideal?
Komunikan dari bentuk analisis ini bahwa bentuk memusatkan perhatiannya pada
hambatan-hambatan di dalam situasi masalah, asumsinya ialah bahwa kalau
hambatan-hambatan ini dapat diatasi, atau kalau syarat dalam situasi.
2.7 Kepemimpinan dan Komunikasi Kelompok
Pengelompokkan sosial untuk penanganan sampah memerlukan kelompok yang
memiliki tingkah laku kepemimpinan yang “kelompok sentris” (group-centered)
dengan yang “pemimpin-sentris’ (leader-centered). Yang dimaksud dengan
“kelompok sentris” ialah jika seorang pemimpin secara aktif mendorong anggota
kelompok untuk sama-sama ikut bertanggungjawab dalam merencanakan,
Sedangkan yang dimaksud dngan “pemimpin-sentris” ialah kalau pemimpin
formal dari kelompok menganggap dirinya bertanggungjawab sepenuhnya
terhadap fungsi-fungsi diatas. Perbandingan antara dua bentuk tingkah laku
pemimpin tersebut diatas menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
a. Pemimpin-pemimpin yang pemimpin sentris dinilai lebih tinggi daripada
pemimpin yang kelompok-sentris dalam hal nilai andil mereka terhadap
kelompok.
b. Diskusi kelompok-sentris dinilai lebih baik daripada diskusi pemimpin-sentris
dan dianggap memiliki tingkatan lebih tinggi dalam hal keterlibatan,
kerjasama, situasi yang hangat dan ramah, dan kemudahan untuk memberi
sumbangan pendapat. Diskusi kelompok-sentris nampak menghasilkan
kepuasan yang lebih besar dalam hal keputusan yang dicapai serta interaksi
anggota yang lebih tinggi.
2.8 Perempuan sebagai Pusat Dapur
Keluarga sebagai salah satu komponen terpenting dari sistem sosial, yang turut
mendukung atau mempertahankan keseimbangan di tengah masyarakat. Keluarga
adalah penyumbang yang positif bagi tatanan sosial. Rumah tangga yaitu keluarga
beserta dengan konteks internalnya, seringkali didefinisikan keberadaannya via
dapur. Di ruangan inilah bercokol seorang perempuan sebagai pusatnya. Hal ini
dapat digambarkan sebagai berikut (Budiman,2006):
Dapur
Perempuan Masyarakat
Keluarga/Rumah Tangga
Dapur