• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Rt 02 Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Rt 02 Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat)"

Copied!
410
0
0

Teks penuh

(1)

MERY SILALAHI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

MERY SILALAHI, Community Based Waste Domestic Management. A Case Study in RT 2 RW 07 Benua Melayu Laut Village, Pontianak Selatan District, Pontianak City, West Kalimantan. Under the supervision of ARYA HADI DHARMAWAN and ADI FAHRUDIN.

Community based waste domestic management is one alternative to deal with the waste problem in Pontianak City, and it is supported by the government as well as the society, NGO, and profit agency. The aims of this study are as follow: 1) To make out the pattern of community based waste domestic management in Dwi Ratna Real Estate community in Pontianak City; 2) To comprehend the development of community based waste domestic management for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City; 3) The identify the problem of waste domestic management dealt by the community that levis in Kapuas Riverside in Pontianak City; 4) To develop the form of community based waste domestic management programme which can be used for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City.

(3)

MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.

(4)

dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.

(5)

MERY SILALAHI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

RINGKASAN

MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.

(7)

Masyarakat di pinggir sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang ke sungai atau di bakar. Pelayanan pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum pernah dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PRAKATA

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke Khadirat Illahi Robbi, bahwa pada kesempatan yang baik ini penulis telah mendapat limpahan anugrah yang tak terhingga. Berkat izin dan ridho-Nya, penulisan tesis ini bisa diselesaikan sebagaimana mestinya, walaupun tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disadari dan diakui karena terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang penulis miliki.

Tesis ini berjudul “Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak)”. Penulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Profesional di Institut Pertanian Bogor.

Pengalaman yang berharga dalam proses penulisan tesis ini dengan berbagai kesulitan, hambatan dan tantangan tetapi juga kenangan yang dialami terutama dalam proses penelitian dilapangan, satu dan lain hal dalam bentuk kendala pada akhirnya bisa dilalui sampai terselesainya tugas ini.

Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Arya H. Dharmawan, selaku ketua komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

2. Bapak Adi Fahrudin, Ph.D , selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini; 3. Dosen penguji dalam seminar dan ujian penelitian, atas kritik dan arahan

sehingga tesis ini menjadi lebih baik;

4. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak, atas izinnya melaksanakan penelitian di lapangan;

5. Rekan kerja di dinas-dinas Kota Pontianak, atas izin dan dorongannya, sehingga penulis mampu merampungkan penulisan tesis ini;

6. Masyarakat Kampung Kamboja khususnya komunitas di RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, atas kerjasama dan informasinya;

7. Rekan-rekan sekelas MPM V STKS-IPB dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan yang telah banyak diberikan; 8. Pada akhirnya, kepada keluargaku atas dukungan materi, spiritual dan

pengertiannya.

Semoga tesis ini bermanfaat untuk pendidikan, khususnya meningkatkan kebersihan Kota Pontianak dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

Bogor, Januari 2009

(10)
(11)

MERY SILALAHI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

MERY SILALAHI, Community Based Waste Domestic Management. A Case Study in RT 2 RW 07 Benua Melayu Laut Village, Pontianak Selatan District, Pontianak City, West Kalimantan. Under the supervision of ARYA HADI DHARMAWAN and ADI FAHRUDIN.

Community based waste domestic management is one alternative to deal with the waste problem in Pontianak City, and it is supported by the government as well as the society, NGO, and profit agency. The aims of this study are as follow: 1) To make out the pattern of community based waste domestic management in Dwi Ratna Real Estate community in Pontianak City; 2) To comprehend the development of community based waste domestic management for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City; 3) The identify the problem of waste domestic management dealt by the community that levis in Kapuas Riverside in Pontianak City; 4) To develop the form of community based waste domestic management programme which can be used for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City.

(13)

MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.

(14)

dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.

(15)

MERY SILALAHI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

RINGKASAN

MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.

(17)

Masyarakat di pinggir sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang ke sungai atau di bakar. Pelayanan pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum pernah dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.

(18)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(19)

PRAKATA

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke Khadirat Illahi Robbi, bahwa pada kesempatan yang baik ini penulis telah mendapat limpahan anugrah yang tak terhingga. Berkat izin dan ridho-Nya, penulisan tesis ini bisa diselesaikan sebagaimana mestinya, walaupun tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disadari dan diakui karena terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang penulis miliki.

Tesis ini berjudul “Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak)”. Penulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Profesional di Institut Pertanian Bogor.

Pengalaman yang berharga dalam proses penulisan tesis ini dengan berbagai kesulitan, hambatan dan tantangan tetapi juga kenangan yang dialami terutama dalam proses penelitian dilapangan, satu dan lain hal dalam bentuk kendala pada akhirnya bisa dilalui sampai terselesainya tugas ini.

Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Arya H. Dharmawan, selaku ketua komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

2. Bapak Adi Fahrudin, Ph.D , selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini; 3. Dosen penguji dalam seminar dan ujian penelitian, atas kritik dan arahan

sehingga tesis ini menjadi lebih baik;

4. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak, atas izinnya melaksanakan penelitian di lapangan;

5. Rekan kerja di dinas-dinas Kota Pontianak, atas izin dan dorongannya, sehingga penulis mampu merampungkan penulisan tesis ini;

6. Masyarakat Kampung Kamboja khususnya komunitas di RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, atas kerjasama dan informasinya;

7. Rekan-rekan sekelas MPM V STKS-IPB dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan yang telah banyak diberikan; 8. Pada akhirnya, kepada keluargaku atas dukungan materi, spiritual dan

pengertiannya.

Semoga tesis ini bermanfaat untuk pendidikan, khususnya meningkatkan kebersihan Kota Pontianak dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

Bogor, Januari 2009

(20)
(21)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR MATRIKS ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 4

1.3 Tujuan Kajian ... 6

1.4 Kegunaan Kajian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya ...8

2.2 Penanganan Sampah Berbasis Masyarakat ...14

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah ...16

2.4 Pengolahan Sampah ...17

2.5 Pengelolaan Lingkungan Sosial ...22

2.6 Komunikasi Kelompok dalam Memecahkan Masalah ...24

2.7 Kepemimpinan dan Komunikasi Kelompok ...25

2.8 Perempuan sebagai Pusat Dapur ...26

2.9 Modal Sosial ...27

2.10 Strategi Pengembangan Kelembagaan ...29

2.11 Kerangka Pemikiran ...31

III. METODE PENELITIAN 3.1 Batas Kajian ...34

3.2 Strategi Kajian ...34

3.3 Tempat dan Waktu Kajian ...34

3.4 Metode Pengumpulan Kajian ...35

3.5 Analisis Data ...37

3.6 Penyusunan Rancangan Kajian ...38

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN BENUA MELAYU LAUT KECAMATAN PONTIANAK SELATAN KOTA PONTIANAK 4.1 Lokasi ...40

4.2 Struktur Penduduk ...41

4.3 Mobilitas Penduduk ...44

4.4 Struktur Nafkah ...45

4.5 Struktur Sosial ...46

4.5.1 Organisasi Sosial ...46

4.5.2 Pelapisan Sosial ...48

4.5.3 Jejaring Sosial ...48

4.6 Masalah Sosial ...50

(22)

V. EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PONTIANAK

5.1 Gambaran Manajemen dan Organisasi Pengelolaan Sampah di

Kota Pontianak ...54 5.2 Rencana Strategi Pengelolaan Sampah Tahun 2005 – 2009 ...55 5.3 Teknik Operasionalisasi Pengelolaan Sampah Pasar ...58

5.4 Pengelolaan Sampah di Wilayah Pemukiman Penduduk Kota

Pontianak ...61 5.5 Pengelolaan Sampah Pola Insenerator di Kota Pontianak ...70 5.6 Anggaran Pengelolaan Sampah Kota ...73 5.7 Pengaturan Pengelolaan Sampah di Kota Pontianak ...77

5.8 Pola Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kecamatan

Pontianak Utara ...78 5.9 Masalah Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Berbasis Masyarakat dan Non- Pengelolaan Sampah Berbasis

Masyarakat ...81 5.10 Ikhtisar ...84

VI. PEMBELAJARAN PRAKTEK PENGEMBANGAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KOMUNITAS

PINGGIRAN SUNGAI KAPUAS DI KECAMATAN PONTIANAK SELATAN

6.1 Pendahuluan ...87 6.2 Kondisi Sosial Kemasyarakatan Sebelum Adanya Proses

Pembelajaran ...89 6.2.1 Pelaksanaan Pengelolaan Sampah ...89 6.2.2 Modal Sosial di Komunitas ...92 6.2.3 Ketidakberdayaan Komunitas dalam Pengelolaan Sampah ...95 6.3 Inisiatif Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat ...97 6.4 Pengembangan Kelembagaan Di Empat Ruang Stakeholder ...105 6.5 Ikhtisar ...113

VII. PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 7.1 Pendahuluan ...116

7.2 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang

Pemerintah ...116 7.3 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang

Masyarakat ...121 7.4 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang

Pemerintah dan Masyarakat ...133 7.5 Ikhtisar ...135

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan ...157 8.2 Saran ...158

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Perbandingan Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah dan Pengelolaan

Sampah Berbasis Masyarakat ... 11 3.1 Jadwal Pelaksanaan Kajian ... 35 4.1 Orbitrasi, Jarak dan Waktu Tempuh ke Kelurahan ... 40 4.2 Jumlah Penduduk menurut Kumulatif Umur ... 42 4.3 Jumlah Penduduk Komunitas RT 2 RW 07 ... 43 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Agama ... 44 4.5 Mutasi Penduduk ... 44 4.6 Mata Pencaharian Penduduk ... 46 5.1 Data Volume Sampah di Pasar Kota Pontianak, 2007 ... 59 5.2 Daftar Armada Pengangkutan Sampah untuk Pemukiman Penduduk

Kota Pontianak ... 62 5.3 Tempat Penampungan Sementara di Kota Pontianak ... 67 5.4 Jumlah Tempat Penampungan Sementara Liar di Kota Pontianak ... 67 7.1 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang Pemerintah .. 137 7.2 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di RuangMasyarakat .... 141 7.3 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Pengelolaan Sampah Oleh Pemerintah yang diolah... 8 2.2 Operasional Teknis Pengolahan Sampah (Damanhuri dan Padmi,2005) ... 21 2.3 Perempuan Sebagai Pusat Rumah Tangga ... 26 2.4 Kerangka Kebijakan untuk Pengembangan Kelembagaan dan Kawasan Berbasis Masyarakat ... 30 2.5 Kerangka Pemikiran Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat ... 33 4.1 Komposisi Penduduk Kelurahan Benua Melayu Laut ... 42 4.2 Komposisi Penduduk Komunitas RT 02 RW 07 Kelurahan Benua

Melayu Laut ... 43 4.3 Jaringan Masyarakat terhadap Pemerintah... 49 4.4 Jaringan Masyarakat dalam Partai Politik ... 49 4.5 Jaringan Masyarakat dalam Program NUSSP... 50 5.1 Rencana Strategi Pengelolaan Sampah Kota Pontianak ... 56 5.2 Operasionalisasi Pengelolaan Sampah di Pasar ... 61 5.3 Operasionalisasi Pengangkutan Sampah di Wilayah Kota Pontianak ... 69 5.4 Operasionallisasi Pengangkutan Sampah Untuk Insenerator ... 72 5.5 Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kecamatan Pontianak

(25)
(26)

DAFTAR MATRIKS

Halaman

(27)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Untuk menstabilkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer pada tingkat tertentu

sehingga tidak membahayakan sistem iklim bumi/perubahan iklim disahkan

dengan Protokol Kyoto. Dalam konteks perubahan iklim, khususnya dalam

implementasi Protokol Kyoto melalui CDM (Clean Development Mechanism).

Pengembangan proyek CDM dapat dilakukan oleh berbagai pihak, misalnya

lembaga pemerintah, lembaga nonpemerintah atau sektor swasta. Untuk

melaksanakan hal tersebut perlu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam arti

luas, termasuk kalangan pemerintah di berbagai sektor, masyarakat madani,

masyarakat ilmiah, dan pelaku bisnis. Masalah mendesak yang harus ditangani

dalam rangka meningkatkan kesadaran pemerintah adalah pentingnya melakukan

pengurastamaan (main streaming) pembangunan berkelanjutan ke dalam

sektor-sektor pembangunan salah satunya adalah masalah sampah. Masyarakat madani

memiliki persoalan sendiri dalam rangka memberikan kontrol terhadap program

pemerintah tentang penanganan program sampah yang berhubungan dengan

kepentingan publik. Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan kesadaran

kelompok ini dan peningkatan peran mereka, penekanan perlu diberikan kepada

pentingnya proses yang partisipatif.

Permasalahan dalam penanganan sampah terjadi karena ketidakseimbangan antara

produksi dengan kemampuan dalam pengelolaannya, volume sampah terus

meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, perubahan kualitas hidup dan

dinamika kegiatan masyarakat. Sampah yang tidak dikelola menyebabkan

gangguan kesehatan karena sarang penyakit, menjijikkan dan menimbulkan bau

yang tidak sedap, pencemaran tanah, air, dan berkurangnya nilai kebersihan dan

(28)

Sistem pengelolaan sampah perkotaan yang sudah ada selama ini adalah

pengumpulan/pewadahan, pemindahan/pengangkutan, pemusnahan/penggurugan

melalui Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya atau Perusahaan Daerah Kebersihan

yang mengangkut sampah dari Tempat Penampungan Sementara - Tempat

Penampungan Sementara (TPS-TPS) menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Sistem ini dianggap belum optimal, karena kelemahan dalam manajemen

operasional dan keterbatasan biaya operasional ditambah dengan langkanya

tenaga profesional dalam penanganan sampah merupakan faktor utama

permasalahan tersebut.

Selain itu permasalahan yang dihadapi dalam teknis operasional persampahan

kota diantaranya: kapasitas peralatan yang belum memadai, pemeliharaan alat

yang kurang, sulitnya pembinaan tenaga pelaksana khususnya tenaga harian lepas,

sulit memilih metode operasional yang sesuai dengan kondisi daerah, siklus

operasi persampahan tidak lengkap/terputus karena berbedanya

penanggungjawab, koordinasi sektoral antar birokrasi pemerintah seringkali

lemah, manajemen operasional lebih dititikberatkan pada aspek pelaksanaan,

pengendalian lemah, dan perencanaan operasional seringkali hanya untuk jangka

pendek (Damanhuri dan Padmi, 2005). Oleh karena itu, sistem ini akan

diintegrasikan ke dalam sistem baru yaitu pengelolaan sampah berbasis

masyarakat, agar menutupi beberapa kelemahan dari sistem ini. Untuk mengatasi

permasalahan ini dilakukan dengan sistem pengelolaan sampah berbasis

masyarakat, karena masyarakat sebagai produsen sampah dan masyarakat pula

yang akan menikmati lingkungan bersih dan higienis bila persoalan sampah bisa

ditangani secara baik. Kelebihan pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebagai

berikut:

1. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.

2. Pengelolaan sampah dilakukan pada tingkat rumah tangga.

3. Pelaksanaan, perencanaan dan pengawasaan pengelolaan sampah dilakukan

oleh masyarakat.

Sistem ini akan mengadopsi sistem pengelolaan persampahan yang sudah ada

(29)

juga sekaligus mengawasi. Pengelolaan sampah yang diterapkan di Kota

Pontianak selama ini adalah dikumpulkan, ditampung di TPS dan akhirnya

dibuang ke TPA. Pengelolaan sampah ini menyebabkan penumpukan sampah di

setiap lini rumah tangga, TPS dan TPA. Secara internal keadaan ini disebabkan

kurang tersedianya sarana dan prasarana pengumpulan, keterbatasan armada

personil kebersihan dan sulitnya mencari lembaga swadaya yang dapat bermitra

dengan pemerintah dalam pengelolaan sampah secara baik. Selain itu keterbatasan

lahan yang digunakan sebagai TPA karena semakin sulitnya memperoleh ruang

yang pantas dan jaraknya semakin jauh dari pusat kota, serta diperlukannya dana

yang besar untuk pembebasan lahan TPA, merupakan faktor eksternal yang turut

mempengaruhi permasalahan persampahan tersebut. Kondisi diatas mendorong

upaya pengelolaan sampah kota yang lebih baik berdasarkan pada usaha

pengelolaan sampah sedini mungkin, sedekat mungkin dari sumbernya dan

sebanyak mungkin mendayagunakan kembali sampah. Perubahan pola

pembuangan sampah serta meningkatnya pemanfaatan dan pengolahan sampah

yang lebih baik melalui proses Reduce, Reuse, dan Recycle, dan Composting

(3RC).

Ditinjau dari segi ekonomi usaha daur ulang dan pengkomposan sampah kota

memiliki nilai ekonomis karena sampah diperoleh menjadi barang yang berguna.

Oleh karena itu apabila usaha pemanfaatan sampah dapat terlaksana dengan baik,

dapat mengatasi masalah ekologi yaitu keterbatasan lahan untuk TPA pada Kota

Pontianak yang sudah padat dan pencemaran lingkungan akibat sampah yang

tidak terangkut. Selain itu usaha ini juga dapat memberikan manfaat ekonomi

yaitu sampah bisa menghasilkan uang bagi masyarakat dengan komposting dan

mengatasi permasalahan keterbatasan sumber dana pengelolaan sampah yang

selama ini menjadi kendala pemerintah. Di samping itu dari sisi sosial dapat

meningkatkan pendapatan penduduk merupakan salah satu penanggulangan

kemiskinan dengan membuka lapangan pekerjaan. Pengelolaan sampah pada skala

komunal memerlukan peran institusi lokal pada komunitas. Berdasarkan uraian di

atas maka perlu dilakukan pengkajian pengelolaan sampah berbasis masyarakat

(30)

di komunitas dengan konsep modal sosial, pengelolaan lingkungan sosial dan

kolaborasi antar stakeholder.

Setiap masyarakat memiliki kapasitas untuk mengatasi masalah mereka sendiri,

dalam hal ini masalah pengelolaan sampah. Kapasitas masyarakat dapat dikaji

dengan menggunakan konsep modal sosial untuk pengorganisasian komunitas

dalam pembentukan kelompok pengelolaan sampah untuk merubah paradigma

perilaku masyarakat mulai dari tingkat keluarga untuk memilah dan memilih

sampah. Dalam hal pengukuran keberlanjutan pengelolaan sampah berbasis

masyarakat tersebut dikaji dari konsep pengelolaan lingkungan sosial.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat tidak lepas dari peran pemerintah

sebagai institusi yang memberikan pelayanan penanganan sampah di masyarakat

sehingga perlu dilakukan kolaborasi antar stakeholder. Dengan adanya pengkajian

ini akan memperoleh strategi pengembangan masyarakat dengan program pada

ruang pemerintah, masyarakat dan campuran pemerintah dan masyarakat.

Diharapkan ini dapat menjadi pedoman dalam rangka merealisasikan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah khususnya di Kota

Pontianak terutama daerah di pinggiran Sungai Kapuas yang belum mendapatkan

pelayanan pengangkutan sampah.

1.2Permasalahan

Salah satu komunitas di Kota Pontianak yaitu di Kompleks Perumahan Dwi Ratna

telah menerapkan pengelolaan sampah yang dilakukan secara swadaya oleh

masyarakat dalam menerapkan pola 3RC dengan cara membuat kompos dan hasil

kerajinan tangan dari sampah. Pembuatan kompos dilakukan pada tingkat rumah

tangga secara individu dan pembuatan kerajinan tangan secara komunal pada

tingkat RT. Hasil pengelolaan sampah ini tidak membuat sampah bersisa di

lingkungan RT karena sampah yang tidak dapat di daur ulang diberikan kepada

pemulung. Di lain pihak ada komunitas di Kota Pontianak yang belum

mengetahui pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Salah satunya adalah

(31)

masyarakat masih dengan cara membuang sampah ke sungai dan pembakaran

sampah sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Setiap masyarakat dapat memiliki kapasitas untuk mengatasi masalah sampah

yang terjadi dilingkungan mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan transplantasi

pembelajaran dari komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna kepada komunitas

yang belum melakukan pengelolaan sampah yaitu masyarakat di pinggir sungai.

Proses transplantasi pembelajaran pengelolaan sampah ini memerlukan dukungan

dari pemerintah. Pada saat ini pemerintah melakukan pelayanan pengangkutan

sampah kepada masyarakat baru dapat mencapai 60 persen di Kota Pontianak

sedangkan sisanya oleh masyarakat ada yang dibakar, ditimbun, dibuang ke

sungai, dan tempat lainnya. Adapun permasalahan yang belum dapat diselesaikan

adalah sebagai berikut:

a. Masyarakat akan selalu memerlukan TPS karena pertumbuhan penduduk

diiringi dengan bertambah banyaknya sampah.

b. Masyarakat mencari TPS di dekat wilayah mereka sehingga masyarakat

membuang sampah di lahan yang kosong, parit atau sungai jika tidak tersedia

TPS.

c. Pemerintah memiliki keterbatasan dana dan prasarana untuk menangani

masalah sampah.

d. Tidak ada partisipasi masyarakat dalam pengolahan sampah di tingkat rumah

tangga.

Permasalahan sampah yang dihadapi di atas menunjukkan bahwa pemerintah Kota

Pontianak belum mampu mengatasi masalah sampah pada daerah yang tidak

terjangkau pengangkutan sampah. Salah satu daerah yang tidak terjangkau

pengangkutan sampah adalah daerah pinggiran Sungai Kapuas karena transportasi

pengangkutan sampah tidak dapat dilakukan pada daerah pinggiran sungai.

Mengingat masalah sampah memerlukan dukungan dari berbagai pihak baik

pemerintah, masyarakat dan perpaduan antara pemerintah dan masyarakat, maka

(32)

1. Pada ruang masyarakat yaitu masyarakat yang kurang menguasai teknologi,

keterampilan dan pengetahuan.

2. Pada ruang pemerintah yaitu pemerintah kekurangan anggaran, peraturan yang

mengatur pengelolaan sampah berbasis masyarakat, dan manajemen

pengelolaan sampah.

3. Pada ruang pemerintah dan masyar akat yaitu kurangnya pelatihan dan

teknologi.

Untuk mengatasi berbagai kendala pada setiap ruang tersebut dengan penciptaan

prakondisi pada tingkat pemerintah, masyarakat dan pada tingkat kedua-duanya.

Maka pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas

Kompleks Perumahan Dwi Ratna, Kota Pontianak?

2. Bagaimanakah mengembangkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat

bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas?

3. Apakah masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang

tinggal di pinggir Sungai Kapuas?

4. Apakah bentuk program pengembangan pengelolaan sampah berbasis

masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas di pinggiran Sungai Kapuas

di Kota Pontianak?

1.3Tujuan Kajian

Dengan mengacu pada pertanyaan penelitian di atas, maka disusun tujuan studi

ini, sebagai berikut:

1. Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas

Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak.

2. Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi

komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

3. Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat

(33)

4. Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat

yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota

Pontianak.

1.4Kegunaan Kajian

Hasil dari kajian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk :

1. Masyarakat sebagai cara untuk meningkatkan kesejahteraan melalui kegiatan

ekonomi produktif dan menciptakan lingkungan yang bersih.

2. Pemerintah daerah sebagai bahan pembuatan kebijakan atau keputusan dalam

pengelolaan sampah berbasis masyarakat untuk daerah pinggiran Sungai

Kapuas.

3. Pengembangan masyarakat sebagai penambah wawasan dan memperkaya

pengetahuan akademik tentang pengembangan masyarakat.

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Berdasarkan hasil kajian tentang pengelolaan bersama (joint management)

pelayanan persampahan di wilayah perkotaan (Pusat Kajian dan Diklat Aparatur,

2004) dengan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah pada

umumnya, dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengangkutan Pengangkutan secara swadaya

Recycling

Gambar 2.1 Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah yang diolah

Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah pada umumnya sampah

yang sudah tercampur dari rumah tangga/sekolah/pasar yang berada di TPS

diangkut oleh Dinas Cipta Karya ke tempat pembuangan akhir sampah.

Sedangkan untuk pengangkutan sampah dari sumber sampah (rumah

tangga,sekolah,pasar) ke TPS diangkut secara swadaya oleh masyarakat dan

pemulung memilah sampah di sumber sampah. TPS dan TPA.

Sistem ini dianggap belum optimal karena keterbatasan daya angkut sampah yang

dimiliki oleh Dinas Cipta Karya atau PD Kebersihan. Masalah ini menyebabkan

Swadaya masyarakat

Pengelolan Sampah oleh Dinas Cipta Karya

Sampah tercampur dari rumah tangga/sekolah/pasar

TPS/Depo Sampah

Tempat Pembuangan Akhir Sampah

(35)

tidak semua sampah bisa terangkut habis. Kelemahan ini juga ditambah dengan

lemahnya penerapan peraturan daerah serta disiplin masyarakat yang kurang

menunjang. Selain itu, sistem pengelolaan sampah ini menimbulkan persoalan

yaitu:

a. Persepsi dan perilaku masyarakat yang masih salah tentang sampah. Persepsi

tersebut antara lain: sampah adalah urusan pemerintah melalui Dinas

Pekerjaan Umum Cipta Karya atau PD Kebersihan; sampah dapat dibuang

dimana saja, baik di jalan, di pasar, di sungai dan sebagainya; serta masyarakat

tidak mengetahui bahaya sampah plastik dan lain-lain (Pusat Kajian dan

Diklat Aparatur, 2004).

b. Banyaknya pembuangan sampah di luar TPS menunjukkan indikasi bahwa

jumlah TPS yang tersedia di suatu wilayah kurang mencukupi (Amin, 2000).

c. Pengangkutan sampah umumnya dilakukan dengan menggunakan gerobak

atau truk pengangkut sampah yang dikelola oleh kelompok masyarakat

maupun dinas kebersihan. Masalah yang terjadi pada saat pengangkutan

sampah adalah sampah dan cairan sampah berceceran sepanjang rute

pengangkutan, atau terhalangnya arus transportasi akibat truk pengangkut

sampah yang digunakan oleh dinas kebersihan kota mengangkut sampah

(Pusat Kajian dan Diklat Aparatur, 2004).

d. Penanganan TPA yang tidak bijak menyebabkan terjadinya kerusakan

lingkungan karena bau yang ditimbulkan dari sampah yang terdekomposisi,

bau tersebut kemudian akan mengundang lalat yang dapat menyebabkan

berbagai penyakit menular. Selain hal tersebut tanah maupun air tanah dan air

bawah tanah terkontaminasi oleh cairan lindi karena TPA tidak dilengkapi

dengan kolam pengolah lindi. Hal tersebut menyebabkan kesulitan bagi

pengelolaan sampah untuk menyediakan lahan yang akan digunakan sebagai

TPA karena umumnya penduduk setempat akan menolak bila sekitar

daerahnya akan digunakan sebagai TPA (Arianto dan Darwin, 2002).

Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh

(36)

berperilaku santun terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlunya sistem baru

yang menggunakan potensi kelembagaan RT dipicu untuk aktif berperan dan juga

sekaligus mengawasi yaitu dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Kusumastuti Rezeki (2003) di TPS Rawa

Kerbau Jakarta Pusat bahwa proses yang dirancang dalam usaha kegiatan

pengolahan sampah terpadu skala kawasan ini berupa pemilahan dan pembuatan

kompos. Sampah lainnya yang bernilai komersial langsung dijual ke bandar.

Peralatan dan mesin yang digunakan dalam kegiatan berupa belt conveyor untuk

membantu mempermudah pemilahan sampah dan alat pendukung lainnya: sapu

lidi, cangkul, sekop, sarung tangan dan sepatu boot. Proses yang sederhana dan

penggunaan mesin yang seminimal mungkin akan lebih memudahkan

pemeliharaannya dan masih memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut.

Manfaat langsung pengolahan sampah terpadu skala kawasan terdiri atas

penghasilan dari penjualan pupuk kompos dan pemanfaatan daur ulang sampah

komersial sebesar Rp. 203.228.400,00/tahun. Manfaat tak langsung (lingkungan)

adalah nilai kualitas lingkungan yang dihasilkan dengan adanya usaha tersebut

sebesar Rp. 53.160.000,00/tahun. Biaya yang diperlukan terdiri atas biaya

investasi, biaya operasional dan perawatan sebesar Rp. 223.581.000,00/tahun dan

biaya perlindungan lingkungan sebesar Rp. 2.500.000,00/tahun. Usaha kegiatan

yang akan dilakukan bersifat padat karya sehingga perkiraan penggunaan alat dan

biaya semaksimal mungkin mendekati harga yang dapat dijangkau oleh komunitas

lokal. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murdeani (2005) di

Kelurahan Sukapura dan Kelurahan Sukagalih di Kota Bandung berkesimpulan

bahwa:

a. Perilaku memilah/tidak memilah sampah tidak berhubungan dengan tingkat

pengetahuan dan pemahaman, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi

masyarakat. Tetapi perilaku memilah/tidak memilah berhubungan dengan

persepsi responden mengenai tingkat kesulitan memilah sampah;

b. Kesediaan responden untuk memilah berhubungan dengan tingkat pendidikan,

(37)

Tetapi kesediaan responden untuk memilah tidak berhubungan dengan tingkat

ekonomi dan kesejahteraan responden;

c. Adanya perubahan nyata pada pengetahuan mengenai persampahan setelah

diberikan treatment berupa kampanye dengan penyebaran artikel.

Berikut ini adalah perbandingan antara pengelolaan sampah berbasis masyarakat

dan pengelolaan sampah dengan sistem pemerintah berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh utami (2008) dan Firnandi (2002) sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perbandingan Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah dan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat

No Aspek-Aspek

Pengelolaan

57,1% dari total jumlah sampah

70% dari jumlah sampah

Lama > 10 tahun Relative singkat (3-12 bulan)

Perhari

c. Pelaksanaan sistem pengelolaan

Pasang surut (tidak konsisten

Konsisten Konsisten

3. Ekologis - Pencemaran antara recycling, reuse dan replant

Pencemaran

a. Pembiayaan Tercukupi oleh

(38)

5. Sosial Budaya

b. Peran pemimpin lokal

Pendampingan oleh inisiator, block leaders dan pemimpin lokal yang kuat

Pendampingan yang kuat dari inisiator

Sumber: Utami (2008) dan Firnandi (2002) diolah

Sedangkan berdasarkan laporan evaluasi program ADIPURA tahun 2007 dalam

Tonny (2007) secara umum masyarakat di seluruh kategori kota (Metrpolitan,

Besar, Sedang dan Kecil) memandang ADIPURA sebagai program yang kental

dengan kepentingan pemerintah dan tidak mempertimbangkan bagaimana agar

(39)

keteduhan kota. Padahal, tanpa adanya partisipasi masyarakat, apapun kebijakan

yang diputuskan pemerintah tidak akan dapat diimplementasikan dengan baik.

Seharusnya, masalah peningkatan kebersihan dan keteduhan kota bukan untuk

kepentingan memperoleh Anugerah ADIPURA, tetapi justru untuk kepentingan

masyarakat. Sehingga, yang paling penting adalah bagaimana membudayakan

gerakan kebersihan itu sendiri. Bagaimana pemerintah kota bisa menerjemahkan

Program ADIPURA hingga ke keseharian masyarakat akar rumput. pelaksanaan

Program ADIPURA juga lebih terkesan dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan

aparatur pemerintah. upaya membangkitkan peranserta masyarakat telah didukung

dengan regulasi pemerintah, seperti Perda tentang Kebersihan. Akan tetapi,

regulasi tersebut kurang maksimal implementasinya karena tidak menerapkan

reward and penalty. Peranan pemerintah lokal dan pusat sebagai “motor

penggerak” yang dominan dibandingkan peran masyarakat dalam meningkatkan

kualitas lingkungan perkotaan. Masyarakat menilai “keberhasilan” tersebut

merupakan “penilaian sesaat” untuk kepentingan pemerintah lokal dan pusat.

Sampai sejauh ini masyarakat memandang bahwa peran masyarakat lebih

disebabkan karena ada gerakan yang memobilisasi warga masyarakat oleh proyek

pemerintah daripada kesadaran dari dalam masyarakat dan cenderung bersifat

temporer.

Adapun tantangan dan hambatan pengembangan pengelolaan sampah berbasis

masyarakat adalah :

a. Inkonsisten kelompok pengelola sampah dalam menghadapi masalah

pengelolaan sampah di lingkup kerjanya.

b. Perlunya tenaga teknis atau pendamping untuk membuat pola pengelolaan

sampah berbasis masyarakat yang sangat tergantung dengan karakteristik

masyarakat.

c. Tergantung kepada kesadaran masyarakat untuk melakukan pemilahan

sampah pada tingkat rumah tangga yang akhirnya menjadi kebiasaan

(40)

d. Perlu waktu yang lama untuk membangun pengelolaan sampah berbasis

masyarakat karena menyangkut perubahan perilaku masyarakat untuk

memilah sampah.

2.2 Penanganan Sampah Berbasis Masyarakat

Faktor manusia sebagai aktor yang dominan memegang kunci utama dalam

pengelolaan sampah. Perilaku dan sistem nilai pada masyarakat merupakan faktor

kunci dalam pengelolaan sampah. Kemauan masyarakat untuk berpartisipasi

mulai dari pewadahan sampai pengolahan (daur ulang dan pengkomposan) secara

nyata berpengaruh pada keberhasilan sistem pengelolaan sampah. Oleh karena itu

pengelolaan sampah bisa dilakukan oleh masing-masing penghasil timbunan

sampah dengan memilah sampah dari tingkat rumah tangga untuk kemudian

dikelola secara kolektif dalam satu kesatuan komunitas berdasarkan wilayah

tempat bermukim. Hal ini sejalan dengan kebijakan dan strategi nasional

pembangunan bidang persampahan dan penanganan sampah sedekat mungkin

dengan sumbernya maka diperlukan pemberdayaan masyarakat sekitar untuk

diajak berperan aktif dalam usaha daur ulang (BPPT dalam Utami, 2008). Oleh

karena itu menurut penulis pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah

pengelolaan sampah yang dilakukan oleh individu atau komunitas atau kelompok

di dalam masyarakat dengan partisipasi aktif dari masyarakat untuk ikut serta

mendukung pelaksanaan pengelolaan sampah tersebut. Berikut ini adalah sistem

pengelolaan sampah berbasis masyarakat:

Box 1 Studi Kasus Pengelolaan Kompos di Kebun Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan

(41)

dan memberikan kesempatan kepada peserta untuk terlibat dalam kegiatan pengomposan. Metode ini secara efektif memungkinkan peserta untuk memahami teknik pengomposan. Bagi murid-murid TK dan SD, lebih ditekankan pada kegiatan memilah, mencacah, memasukkan wadah pengomposan, panen pupuk kompos dan terakhir mencampur media tanam dan menanam tanaman dalam pot. Anak-anak ini ternyata dapat menjadi motivator bagi orangtuanya, yang kemudian mendaftar untuk ikut penyuluhan. Teknik pengomposan yang dipakai cukup sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun, dengan memakai bahan murah yang tersedia di lingkungan sekitar, jadi cocok untuk kondisi daerah.

Sumber: Suryohadikusumo,2006.

Analisis:

Untuk menumbuhkan kesadaran pengelolaan sampah dapat dilakukan pada

RT/RW, kelurahan, organisasi, perkumpulan, pemerintahan, lembaga pendidikan,

kelompok pengajian, pesantren, dan jemaat gereja. Cara yang dapat dilakukan

dalam menumbuhkan kesadaran pengelolaan sampah dengan memutar film

tentang pengelolaan sampah dan pelatihan langsung pengelolaan sampah.

Boks 2 Studi Kasus Pengelolaan Sampah Terpadu di Surabaya (Menggunakan Takakura Home Method)

KITA (Kitakyushu International Techno-Cooperative Association) memberikan bantuan teknis kepada LSM untuk menumbuh-kembangkan teknologi pengomposan bernama “Takakura Home Method (THM)” di Indonesia sejak 2004. Pengolahan yang dilakukan adalah pengelolaan limbah rumah tangga yang dimulai pada tahun 2000, LSM mengorganisir masyarakat Kampung Rungkut Lor untuk memilah sampah organik dan anorganik sebelum meletakkan di luar rumah untuk dikumpulkan. Selain itu program pertanian perkotaan yaitu LSM dan masyarakat Rungkut Lor membudidayakan sayuran dan tanaman obat di halaman rumah dengan memakai kompos yang dihasilkan. Kegiatan ini telah memberi penghasilan bagi masyarakat karena mereka dapat membuat jamu dan minuman untuk dijual ke pasar. Selain itu, program pertanian ini juga telah memberikan bukan hanya manfaat ekonomi tapi juga meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan menciptakan lingkungan yang semakin hijau di Kampung Rungkut Lor. Disamping itu, sanitasi ekologi yaitu program sanitasi ekologi bertujuan untuk mengelola septik tank rumah-tangga secara benar. Sistem dasar sanitasi ekologi adalah mengubah limbah manusia menjadi pupuk organik. Sanitasi ekologi bermanfaat bagi masyarakat karena dapat mengurangi volume septik tank rumah-tangga dan meningkatkan kualitas air tanah. Selain itu, riset terkait dengan sanitasi ekologi telah dirancang untuk menemukan metode yang tepat untuk menerapkan sanitasi ekologi yang efektif di masyarakat.

Sumber: Suryanto, 2000

Analisis:

Pengkomposan diawali dengan pemilahan sampah pada tingkat rumah tangga dan

hasil pupuk tersebut diintegrasikan pada bidang pertanian sehingga bermanfaat

(42)

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah

Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah menurut Damanhuri dan

Padmi (2005) adalah dengan melakukan perubahan bentuk perilaku yang

didasarkan pada kebutuhan atas kondisi lingkungan yang bersih yang pada

akhirnya dapat menumbuhkan dan mengembangkan peran serta dalam bidang

kebersihan. Perubahan bentuk perilaku masyarakat dapat terwujud apabila ada

usaha membangkitkan masyarakat dengan mengubah kebiasaan, sikap dan

perilaku terhadap kebersihan/sampah tidak lagi didasarkan kepada keharusan atau

kewajibannya, tetapi lebih didasarkan kepada nilai kebutuhan. Untuk mengubah

kebiasaan tersebut, maka diperlukan sosialisasi terhadap peran serta masyarakat

yang dilakukan secara menyeluruh, yaitu kalangan pemerintah, swasta, perguruan

tinggi dan masyarakat. Hal ini merupakan kolaborasi seluruh stakeholder untuk

berperanserta dalam mengelola sampah. Keberhasilan pengelolaan sampah sangat

tergantung kepada kesadaran dan kemauan untuk ikut berperanserta dari

stakeholder.

Senada dengan pikiran diatas, Freire dalam Mudiyono,et al (2005) menilai bahwa

pemberdayaan sebagai metode yang mengubah persepsi sehingga memungkinkan

individu beradaptasi dengan lingkungannya, dan oleh karena itu perlu intervensi

dan stimulus dari luar. Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan

(empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Karena

itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan.

Tujuan pemberdayaan untuk menambah kekuasaan yang kurang beruntung.

Pernyataan terdiri dari dua konsep yang berbeda ‘kekuasaan’ dan ‘kurang

beruntung’ (Ife, 2003) yaitu:

a. Kekuasaan terhadap definisi kebutuhan

Salah satu ciri masyarakat modern adalah kediktatoran terhadap kebutuhan.

Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa orang diberi kekuasaan untuk

mendefinisikan kebutuhan mereka karena mereka juga memerlukan

pengetahuan dan keahlian yang relevan, proses pemberdayaan ini memerlukan

(43)

b. Kelompok yang kurang beruntung lainnya

Yang termasuk kelompok yang kurang beruntung yaitu lanjut usia, masyarakat

terasing, mereka yang tinggal di daerah terpencil, gay dan lesbian.

2.4 Pengolahan Sampah

Pengolahan sampah didefinisikan sebagai kontrol terhadap timbunan sampah,

pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, proses dan pembuangan

akhir sampah yang mana semua hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip

terbaik untuk kesehatan, ekonomi, keteknikan dan engineering, konservasi,

estetika, lingkungan dan juga sikap masyarakat. Sistem pengelolaan sampah pada

dasarnya dilihat sebagai komponen-komponen subsistem yang saling mendukung

satu sama lain dan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yaitu kota yang

bersih, sehat dan teratur. Komponen-komponen tersebut dalam Damanhuri dan

Padmi (2005) yaitu :

a. Organisasi dan Manajemen

Aspek organisasi dan manajemen merupakan suatu kegiatan yang multi

disiplin yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut

aspek ekonomi, sosial dan budaya dan kondisi fisik wilayah kota serta

memperhatikan pihak yang dilayani, yaitu masyarakat kota. Perancangan dan

pemilihan bentuk organisasi disesuaikan dengan: a) Peraturan pemerintah

yang membinanya; b) Pada sistem operasional yang diterapkan; c) Kapasitas

kerja sistem; d) Lingkup pekerjaan dan tugas yang harus di tangani.

b. Teknik operasional

Penanganan sampah yang dianjurkan saat ini adalah tidak mengganggu

sampah hingga terbentuk, tetapi berupaya agar: a) Limbah yang dihasilkan

mudah ditangani, misalnya dipisahkan sesuai jenisnya; b) Limbah yang

dihasilkan lebih sedikit, misalnya dengan daur ulang; c) Sifat limbah menjadi

tidak berbahaya. Pendekatan tersebut dikenal sebagai pendekatan

(44)

a) Menghilangkan atau mengurangi timbunan sampah di sumber misalnya

melalui penghematan penggunaan bahan dan sebagainya.

b) Mendaur ulang sampah, terutama pada sumber sampah itu sendiri.

c) Menggunakan teknologi pengelolaan limbah yang aman ke lingkungan,

misalnya pada sebuah landfill yang dirancang, dibangun, dioperasikan dan

dimonitor secara baik.

Untuk mencapai tujuan diatas maka perlu adanya teknik operasional sampah

secara terpadu. Secara umum teknik operasional pengelolaan sampah

mengenal beberapa komponen yang diterapkan oleh pemerintah yang terdiri

dari:

1) Pewadahan

Pewadahan adalah penampungan sementara sampah yang dihasilkan di

sumber tiap saat. Syarat wadah sampah yang baik adalah: (a) Tidak mudah

rusak dan kedap air kecuali kantong plastik; (b) Ekonomis; (c) Mudah

diperbaiki; (d) Mudah diperoleh atau dibuat oleh masyarakat; (e) Mudah

dan cepat dikosongkan; (f) Kuat dan tahan terhadap korosi; (g) Tidak

mengeluarkan bau dan tidak dapat dimasuki serangga/binatang; (h)

Kapasitasnya sesuai dengan sampah yang dihasilkan. Penentuan ukuran

volume sampah yang digunakan adalah jumlah penghuni tiap rumah,

tingkat hidup masyarakat, frekuensi pengambilan atau pengumpulan

sampah, cara pengambilan sampah (manual/mekanik), sistem pelayanan

(individual/manual). Dalam peletakkan atau penempatan wadah sebaiknya

mudah dijangkau oleh petugas sehingga waktu pengambilan dapat lebih

cepat dan singkat, aman dari gangguan binatang ataupun dari pemungut

barang bekas sehingga sampah tidak dalam keadaan berserakan, sesuai

ukuran yang tersedia.

2) Pengumpulan

Pengumpulan merupakan kegiatan awal dari proses pengelolaan sampah

disamping kegiatan pewadahan. Tujuan dari pengumpulan ini adalah untuk

keseimbangan pembebanan tugas, optimalisasi penggunaan peralatan,

(45)

pengumpulan sampah harus memperhatikan: (a) Ritasi antara satu - empat

rit/hari; (b) Periodisasi: satu hari, dua hari atau tiga hari satu kali

tergantung dari kondisi komposisi sampah semakin besar persentase

sampah organik, periodisasi pelayanan maksimal satu hari; (c) Kapasitas

kerja; (d) Desain peralatan; (e) Kualitas pelayanan.

3) Pemindahan dan Pengangkutan

Pengangkutan sampah adalah subsistem yang bersasaran membawa

sampah dari lokasi pemindahan atau dari sampah secara langsung tempat

pembuangan akhir atau TPA. Alat pengangkutan sampah harus memenuhi

persyaratan yaitu: (a) Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan

penutup sampah, minimal dengan jaring; (b) Tinggi bak maksimal 1,6 m,

sebaiknya ada alat ungkit; (c) Kapasitas disesuaikan dengan kondisi/kelas

jalan yang akan dilalui; (d) Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi

pengaman air sampah.

4) Pengolahan Sampah

Pengolahan sampah sangat penting untuk dilakukan sebelum sampai ke

TPA. Tujuan pengolahan sampah adalah reduksi sampah, recovery

(pemulihan), recycling (daur ulang), reuse (pemanfaatan kembali) dan

konversi bentuk fisik. Pola pengolahan persampahan yang selama ini

dilaksanakan di Indonesia, hendaknya dikembangkan dengan memasukkan

pilihan pemprosesan dan pengolahan untuk menjadikan sampah sebagai

sumber daya yang dapat dimanfaatkan, baik di tingkat kawasan maupun

TPA sebagaimana terlihat dalam matriks 2.1 sehingga sampah yang akan

diurug ke dalam tanah diminimalkan.

Matriks 2.1 Kelebihan dan Kelemahan Alternatif Sistem Pengolahan Sampah

Jenis Pengolahan Kelebihan Kelemahan Catatan

Composting

- Volume sampah

yang terbuang - Biaya investasi

(46)

2. Windrow Composting

(sederhana)

- Tidak memerlukan banyak peralatan.

- Volume sampah

yang terbuang berkurang. - Biaya investasi

lebih murah.

- Perlu perawatan yang baik dan

- Volume sampah

yang terbuang

- Biaya investasi, operasi dan sampah akhir lebih dari 25 km.

Incinerator

(Pembakaran)

- Untuk kapasitas besar hasil sampingan dari pembakaran dapat dimanfaatkan antara lain untuk pembangkit tenaga listrik.

- Volume sampah

menjadi sangat berkurang - Hygienes.

- Biaya investasi dan operasi n untuk kapasitas besar (>100

- Volume sampah

yang terbuang

peralatan yang relatif mahal

Sumber: Damanhuri dan Padmi, 2005

5) Pembuangan Akhir

Lahan urug merupakan salah satu cara yang dapat dipakai dalam upaya

(47)

tidak akan terjadi dampak atau efek samping akan tetapi dengan penanganan

yang baik semua dampak dari pelaksanaan lahan urug dapat ditekan

seminimal mungkin. Dalam pelaksanaannya sistem lahan urug masih memiliki

resiko dari timbunan sampah.

a) System Open Dumping

Sistem ini dilakukan dengan cara sampah hanya ditumpuk dan dibiarin

pada lokasinya yang telah dipilih sebagai lahan urug tanpa melakukan

pengolahan apapun.

b) Sanitary Landfill

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi limbah sampah kota dimana

lahan dibagi menjadi beberapa area dilakukan penutupan setiap hari.

Gambar 2.2 Operasionalisasi Teknis Pengolahan Sampah(Damanhuri dan

Padmi, 2005)

c. Pembiayaan

Aspek pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar roda sistem

pengelolaan persampahan di kota tersebut dapat berjalan dengan lancar.

Diharapkan sistem pengelolaan persampahan di Indonesia akan menuju pada

pembiayaan sendiri. Syarat pembiayaan ini menyangkut beberapa aspek

seperti:

Pemindahan dan Pengangkutan

Pembuangan Akhir

Pemisahan - Pemprosesan - Pengolahan Sampah Timbunan Sampah

Penanganan Sampah: Pemilahan, Pewadahan- Proses Di Sumber

(48)

a) Bagaimana proporsi APBN dan anggaran pengelolaan persampahan,

antara retribusi dan biaya pengelolaan persampahan.

b) Bagaimana proporsi komponen biaya tersebut untuk gaji, transportasi,

pemeliharaan pendidikan, dan pengembangan serta administrasi.

c) Bagaimana proporsi antara retribusi dengan pendapatan masyarakat.

d) Bagaimana struktur dan penarikan retribusi yang berlaku.

d. Pengaturan

Aspek pengaturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara Indonesia adalah

negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum yang

berlaku. Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan

dan dasar hukum seperti dalam pembentukan organisasi, pemungutan

retribusi, ketertiban masyarakat dan sebagainya.

e. Partisipasi

Tanpa adanya partisipasi masyarakat semua program pengelolaan sampah

yang direncanakan akan sia-sia, salah satu pendekatan kepada masyarakat

untuk dapat membantu program pengelolaan persampahan adalah:

a) Bagaimana mengubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah

yang tertib, lancar dan merata.

b) Faktor-faktor sosial, struktur dan budaya setempat.

c) Kebiasan dalam pengelolaan sampah selama ini.

2.5. Pengelolaan Lingkungan Sosial

Dalam rangka pengelolaan lingkungan sosial, sesuai konsep pembangunan

berkelanjutan, maka titik berat perhatiannya adalah pada kesinambungan dari

interaksi-interaksi di dalam lingkungan sosial itu sendiri dan dengan

lingkungan-lingkungan yang lain. Hal ini digunakan untuk mengetahui keberlanjutan

pengelolaan sampah di komunitas. Terkait dengan kesinambungan lingkungan

(49)

lingkungan sosial yang perlu diperhatikan (disinambungkan). Keenam komponen

tersebut ialah (Purba, 2001):

a. Adanya pengelompokan sosial

Individu sebagai mahluk sosial tidak bisa dihindarkan dengan interaksi sosial.

Di lain pihak individu juga tidak dapat dilepaskan dari situasi tempat ia berada

dan situasi ini sangat berpengaruh terhadap kelompok yang terbentuk akibat

situasi tersebut. Sejumlah orang-orang, dilihat kesatuan tunggal, merupakan

satu kelompok sosial, tetapi kita mempunyai perhatian terhadap interaksi

kelompok dan terhadap ciri-cirinya yang relative stabil. Menurut Muzafer

Sherif dalam Goldberg dan Larson (2006) ciri-ciri kelompok sosial adalah

sebagai berikut:

1) Adanya dorongan/motif yang sama pada setiap individu sehingga terjadi

interaksi sosial sesamanya dan tertuju dalam tujuan bersama.

2) Adanya reaksi dan kecakapan yang berbeda di antara individu satu dengan

yang lain akibat terjadinya interaksi sosial.

3) Adanya pembentukan dan penegasan struktur kelompok yang jelas, terdiri

dari peranan kedudukan yang berkembang dengan sendirinya dalam

rangka mencapai tujuan bersama.

4) Adanya penegasan dan peneguhan norma-norma pedoman tingkah laku

anggota kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan anggota

kelompok dalam merealisasi tujuan kelompok.

b. Penataan sosial

Penataan sosial sangat diperlukan untuk mengatur ketertiban hidup dalam

masyarakat yang mempersatukan lebih dari satu orang. Penataan itu dapat

berupa aturan-aturan sebagai pedoman bersama dalam menggalang kerjasama

dan pergaulan sehari-hari antar anggotanya.

c. Media sosial

Untuk menggalang kerjasama yang mempersatukan sejumlah orang

diperlukan media baik yang berupa simbol-simbol maupun

(50)

d. Pranata sosial

Suatu kesatuan sosial, betapa kecilnya, memerlukan aturan-aturan sebagai

pedoman bersama dalam mengembangkan sikap dalam menghadapi tantangan

dalam kehidupan bersama.

e. Pengendalian dan pengawasan sosial

Untuk menjamin ketertiban masyarakat, lebih-lebih dalam masyarakat yang

majemuk dan sedang mengalami perkembangan yang pesat kearah masyarakat

industri dewasa ini, pengendalian dan pengawasan sosial menjadi amat

penting artinya. Setiap kesatuan sosial mengembangkan pola-pola dan

mekanisme pengendalian yang sampai batas tertentu sangat efektif.

f. Kebutuhan sosial

Lingkungan sosial itu terbentuk didorong oleh keinginan manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagaimana diketahui, bahwa tidak semua

kebutuhan hidup manusia itu bisa dipenuhi oleh seorang diri, terutama

kebutuhan sosial (social needs). Kebutuhan sosial, antara lain mencakup

kebutuhan untuk hidup bersama, pembentukan komuniti, kelompok sosial,

keteraturan atau ketertiban masyarakat dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat diatas, penulis mengkaitkan pengelolaan lingkungan sosial

dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat yaitu bagaimana prinsip

pengelolaan lingkungan sosial sesuai dengan mekanisme pembentukan kelompok

pengelolaan sampah yang akan dibentuk.

2.6 Komunikasi Kelompok dalam Memecahkan Masalah

Komunikasi kelompok diperlukan dalam kelompok pengelola sampah untuk

memecahkan masalah yang dihadapi kelompok dalam merubah perilaku anggota

kelompok. Dalam rangka memecahkan masalah pada kelompok menurut

McBurney dan Hance dalam Goldberg dan Larson (2006), masalah-masalah

seharusnya diungkapkan dalam bentuk pertanyaan dan bukan dalam bentuk

(51)

pertanyaan yang baik dalam diskusi, menurut Crowell dalam Goldberg dan Larson

(2006), haruslah sesuai dengan sasaran kelompok maupun dengan waktu yang

tersedia. Selain itu juga harus menarik dan bermanfaat. Menurut Wegner dan

Arnold dalam Goldberg dan Larson (2006) menyarankan agar suatu pertanyaan

sebaiknya didasarkan pada cara berpikir yang reflektif, serta melibatkan lebih dari

dua cara pemecahan masalah. Harnack dan Fest dalam Goldberg dan Larson

(2006) mengingatkan bahwa suatu pertanyaan tidak boleh ditujukan secara

langsung pada cara pemecahan dan harus jelas menentukan tingkah laku siapa

yang kira-kira harus diubah. Dalam kelompok menghadapi masalah, perlunya

bentuk pemecahan masalah yang ideal, mengharuskan kelompok-kelompok

bekerja melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Apakah kita semua sudah setuju pada sifat masalah?

b. Cara pemecahan mana yang paling ideal jika dilihat dari sudut pandang semua

pihak yang terlibat dalam masalah?

c. Kondisi-kondisi apa dalam masalah yang dapat diubah agar cara pemecahan

yang ideal mungkin dapat dicapai?

d. Dari sekian cara pemecahan yang tersedia pada kita, yang manakah yang

kira-kira paling baik untuk menjadi cara pemecahan yang ideal?

Komunikan dari bentuk analisis ini bahwa bentuk memusatkan perhatiannya pada

hambatan-hambatan di dalam situasi masalah, asumsinya ialah bahwa kalau

hambatan-hambatan ini dapat diatasi, atau kalau syarat dalam situasi.

2.7 Kepemimpinan dan Komunikasi Kelompok

Pengelompokkan sosial untuk penanganan sampah memerlukan kelompok yang

memiliki tingkah laku kepemimpinan yang “kelompok sentris” (group-centered)

dengan yang “pemimpin-sentris’ (leader-centered). Yang dimaksud dengan

“kelompok sentris” ialah jika seorang pemimpin secara aktif mendorong anggota

kelompok untuk sama-sama ikut bertanggungjawab dalam merencanakan,

(52)

Sedangkan yang dimaksud dngan “pemimpin-sentris” ialah kalau pemimpin

formal dari kelompok menganggap dirinya bertanggungjawab sepenuhnya

terhadap fungsi-fungsi diatas. Perbandingan antara dua bentuk tingkah laku

pemimpin tersebut diatas menghasilkan hal-hal sebagai berikut:

a. Pemimpin-pemimpin yang pemimpin sentris dinilai lebih tinggi daripada

pemimpin yang kelompok-sentris dalam hal nilai andil mereka terhadap

kelompok.

b. Diskusi kelompok-sentris dinilai lebih baik daripada diskusi pemimpin-sentris

dan dianggap memiliki tingkatan lebih tinggi dalam hal keterlibatan,

kerjasama, situasi yang hangat dan ramah, dan kemudahan untuk memberi

sumbangan pendapat. Diskusi kelompok-sentris nampak menghasilkan

kepuasan yang lebih besar dalam hal keputusan yang dicapai serta interaksi

anggota yang lebih tinggi.

2.8 Perempuan sebagai Pusat Dapur

Keluarga sebagai salah satu komponen terpenting dari sistem sosial, yang turut

mendukung atau mempertahankan keseimbangan di tengah masyarakat. Keluarga

adalah penyumbang yang positif bagi tatanan sosial. Rumah tangga yaitu keluarga

beserta dengan konteks internalnya, seringkali didefinisikan keberadaannya via

dapur. Di ruangan inilah bercokol seorang perempuan sebagai pusatnya. Hal ini

dapat digambarkan sebagai berikut (Budiman,2006):

Dapur

Perempuan Masyarakat

Keluarga/Rumah Tangga

Dapur

Gambar

Gambar 2.1 Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah yang diolah
Tabel 2.1 Perbandingan Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah dan Pengelolaan
Gambar 2.2  Operasionalisasi Teknis Pengolahan Sampah (Damanhuri dan
Gambar 2.4     Kerangka Kebijakan untuk Pengembangan Kelembagaan dan                            Kawasan Berbasis Masyarakat
+7

Referensi

Dokumen terkait

DENGAN FOKUS UTAMA IBU S MENDERITA REUMATOID ARTRITIS DI DESA LEMBERANG RT 07 RW 02, KECAMATAN SOKARAJA..

Judul Skrispsi : “ Peran Integrated Marketing Dalam Menarik Anggota Bank Sampah Anggrek (Studi Kasus: Pada Warga Rw 10 Kelurahan Cipinang Melayu Kecamatan Makasar Kota

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki di Kelurahan Pekuncen RT 31 RW 07

GEREJA PEKABARAN INJIL “JALAN SUCI” KALIMANTAN

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mendiskripsikan kondisi akhlak anak dan peran orang tua di Dukuh Tanon RT 07/RW 03 Kelurahan Manjung

v ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK S DENGAN ASMA BRONKHIAL DI WILAYAH RT 01 RW 07 KELURAHAN LIMO KECAMATAN LIMO Ulya Shafa Luthfiah Abstrak Latar Belakang : Asma bronkhial

Ulya Shafa Luthfiah, 2023 30 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK S DENGAN ASMA BRONKHIAL DI LINGKUNGAN RT 01 RW 07 KELURAHAN LIMO KECAMATAN LIMO DEPOK UPN “Veteran” Jakarta, Fakultas Ilmu

O DENGAN MASALAH KESEHATAN ASMA DI RT 05 RW 07 KELURAHAN LIMO KOTA DEPOK KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan