• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan

157.728,5 24,66 7 Rawa/ Mangrove Lahan basah yang tergenang oleh air tawar dan payau

4.4.2. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan

Aktual

Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lahan aktual yang inkonsisten terbesar terhadap peruntukan lahan RTR Kawasan adalah penggunaan belukar/semak sebesar 24.514,1 Ha (37,55%) dari total luas inkonsistensi. Hal ini dikarenakan penggunaan belukar/semak merupakan penggunaan yang pada umumnya sering terjadi pada lahan yang diberakan akibat konversi lahan (Sandy 1975), sehingga inkonsistensi pada penggunaan ini lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan lahan yang lain. Akan tetapi, inkonsistensi penggunaan belukar/semak ini tidak mutlak penuh dikategorikan inkonsisten terhadap RTR Kawasan. Hal ini dikarenakan belukar/semak dimungkinakan dapat dijadikan sebagai media konservasi bagi lahan dan masih dapat dikonversi lagi menjadi hutan. Inkonsistensi terbesar kedua terjadi pada penggunaan aktual permukiman dengan luas 8.789,9 Ha (13,46%) dari luas inkonsistensi (Gambar 15a dan b). Banyaknya penggunaan permukiman yang inkonsisten terhadap RTR diakibatkan banyaknya konversi lahan yang terjadi pada area-area yang tidak boleh digunakan untuk permukiman menurut peruntukan RTR. Hal ini juga diakibatkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada peningkatan konversi lahan. Inkonsistensi permukiman ini banyak memberikan dampak yang negatif terhadap permukiman itu sendiri, diantaranya sering terjadinya banjir, longsor pada daerah-daerah yang memang tidak diperbolehkan digunakan sebagai permukiman.

a) Luas Inkonsistensi menurut Penggunaan Lahan (Ha) b) Proporsi Inkonsistensi menurut Penggunaan Lahan (%)

Gambar 15. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual

Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa kombinasi inkonsistensi terbesar antara penggunaan lahan terhadap peruntukan RTR Kawasan menurut tipe penggunaan lahan terjadi pada penggunaan lahan aktual empang pada peruntukan hutan lindung (N-1) dengan luas 34,85% terhadap luas lahan empang.

Kombinasi inkonsistensi ini banyak terjadi di wilayah Jabodetabek bagian Pesisir Utara yaitu Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, dan Jakarta Utara. Inkonsistensi terbesar kedua terjadi pada penggunaan lahan belukar/semak yang terdapat pada peruntukan zona B-4/HP dengan proporsi 26,69% terhadap luas lahan belukar/semak. Kombinasi inkonsistensi selengkapnya disajikan dalam Lampiran 11.

Gambar 16. Urutan 5 Besar Persentase Luas Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (%)

4.5. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap

Kemampuan Lahan Wilayah

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat beberapa kombinasi ketidaksesuaian antara penggunaan/penutupan lahan aktual dengan kemampuan lahan di wilayah Jabodetabek. Ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan merupakan penggunaan lahan yang tidak memperhatikan/tidak sesuai terhadap kemampuan lahan yaitu yang terkait dengan aspek fisik lahan. Penggunaan/penutupan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahan sebesar 504.766,4 Ha (78,91%) terhadap luas wilayah penelitian, sedangkan yang tidak sesuai sebesar 134.874,9 Ha (21,09%) dengan kombinasi ketidaksesuaian sebanyak 36 kombinasi (Gambar 17). Kombinasi ketidaksesuaian terbesar terjadi pada penggunaan lahan permukiman dengan sub kelas kemampuan lahan III dengan faktor pembatas drainase (w) sebesar 33.437,8 Ha atau 5,23%. Kombinasi ketidaksesuaian ini terbesar terjadi di Kabupaten Tangerang dimana sebagian wilayah dengan sub kelas kemampuan lahan IIIw ini banyak dimanfaatkan untuk permukiman, padahal seharusnya tidak sesuai digunakan untuk permukiman karena lahan dengan kondisi ini akan sering terkena banjir dan cenderung tergenang karena air sulit meresap kedalam tanah.

Kombinasi ketidaksesuaian lain yang cukup dominan adalah penggunaan/penutupan lahan untuk sawah irigasi dengan sub kelas kemampuan IV dengan faktor pembatas kemiringan lereng (t) dengan luasan mencapai

16.096,0 Ha atau 2,52%, selanjutnya diikuti oleh penggunaan/penutupan lahan permukiman dengan sub kelas kemampuan IVt, dan kebun dengan sub kelas kemampuan VIIt. Urutan kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan wilayah Jabodetabek disajikan dalam Tabel 9.

Gambar 17. Peta Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek

Tabel 9. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan

No Kombinasi Ketidaksesuaian Luas Ketidaksesuaian

Ha %

1 IIIw-->Permukiman 33.437,8 5,23

2 IVt-->Sawah Irigasi 16.096,0 2,52

3 IVt-->Permukiman 12.727,0 1,99

4 VIIt-->Kebun 10.971,8 1,72

5 VIt-->Sawah Tadah Hujan 9.136,3 1,43

6 VIt-->Tanah Ladang/Tegalan 7.618,9 1,19

7 VIIt-->Sawah Tadah Hujan 6.300,4 0,98

8 IIIe-->Permukiman 5.082,9 0,79

9 VIIt-->Tanah Ladang/Tegalan 4.495,1 0,70

Pada Gambar 18 telah ditunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon ketidaksesuaian terbanyak kombinasi dari penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan wilayah Jabodetabek. Jumlah poligon terbanyak terjadi pada kombinasi penggunaan/penutupan lahan permukiman dengan subkelas IIIw sebesar 20.815 poligon. Hal ini menggambarkan bahwa sebanyak 20.815 penggunaan lahan aktual permukiman yang tidak sesuai dengan sub kelas kemampuan IIIw. Banyaknya jumlah poligon kombinasi ketidaksesuaian ini sejalan dengan luas ketidaksesuaiannya yang ditunjukkan pada Tabel 9.

Gambar 18. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan

Jumlah poligon ketidaksesuaian yang cukup dominan adalah penggunaan/penutupan lahan permukiman dengan lahan kelas IVt sebanyak 7.010 poligon, diikuti permukiman lagi dengan sub kelas IIIs, w sebanyak 3.019 poligon. Permukiman sebagian besar memiliki jumlah poligon ketidaksesuaian dengan urutan terbesar, hal ini diakibatkan banyaknya aktual perubahan penggunaan lahan permukiman yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Kombinasi ketidaksesuaian antara permukiman dengan sub kelas kemampuan IIIw banyak terjadi di sebagian besar wilayah DKI Jakarta, misalnya Jakarta Timur. Sebagaimana hasil wawancara di lapang yang dilakukan di Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Timur menunjukkan bahwa di kelurahan tersebut sering terjadi banjir jika musim penghujan turun dan kejadian banjir ini pada umumnya terjadi di sebagian besar wilayah DKI Jakarta. Hal ini diakibatkan sebagian wilayah DKI Jakarta tidak ada lagi area untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah sehingga berakibat terjadinya banjir. Selain hal tersebut, di sebagian wilayah DKI Jakarta pada umumnya dulunya merupakan daerah rawa yang memang kondisi drainasenya kurang baik, sehingga memang di beberapa tempat di DKI Jakarta ini tidak sesuai digunakan untuk permukiman.

Sementara pada Gambar 19 menunjukkan urutan 10 besar luas rata-rata poligon ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan

di wilayah Jabodetabek. Luas rata-rata poligon ketidaksesuaian terbesar adalah 38,1 Ha yang terjadi pada kombinasi ketidaksesuaian belukar/semak dengan sub kelas VIIIt. Sebagaimana hasil di lapang, sub kelas kemampuan VIIIt banyak digunakan untuk belukar/semak terutama di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Kombinasi ketidaksesuaian ini kemungkinan besar diakibatkan karena pada lahan tersebut yang seharusnya diperuntukkan menjadi kawasan lindung, namun pada aktualnya banyak dikonversi menjadi penggunaan non lindung, sehingga akibat konversi lahan tersebut dimungkinkan banyak ditumbuhi oleh belukar/semak sebelum lahan ini digunakan lebih ekonomis bagi para pelaku ekonomi yang mengkonversi lahan tersebut, sebagaimana yang dinyatakan oleh Sandy (1975) bahwa belukar/semak merupakan vegetasi yang banyak tumbuh akibat banyaknya hutan atau pohon-pohon yang banyak ditebangi atau akibat dari lahan yang belum termanfaatkan dengan optimal (diberakan). Luas rata-rata poligon terbesar kedua adalah kombinasi ketidaksesuaian antara penggunaan/penutupan lahan hutan dengan kemampuan lahan Vt, w sebesar 12,1 Ha, diikuti sawah irigasi dengan sub kelas IVt sebesar 7,4 Ha.

Gambar 19. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan (Ha)

Tabel 10 menunjukkan luas kabupaten/kota yang mengalami ketidaksesuaian antara penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan di wilayah Jabodetabek. Kabupaten/kota dengan luas ketidaksesuaian terbesar adalah Kabupaten Bogor sebesar 71.984,5 Ha (11,25%). Selanjutnya secara berurutan wilayah dengan luas ketidaksesuaian terbesar adalah Kabupaten Bekasi sebesar 23.919,7 Ha atau 3,74%, dan Kabupaten Tangerang dengan luas 13.832,9 Ha atau 2,16% dari luas Jabodetabek. Dari hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa ketiganya merupakan kabupaten dengan luas inkonsistensi terbesar antara penggunaan/penutupan lahan terhadap RTR Kawasan. Akan tetapi jika dilihat dari luas setiap kabupaten/kota, Jakarta Pusat merupakan wilayah yang

sebagian besar penggunaan lahan aktualnya mengalami ketidaksesuaian terbesar yaitu sebesar 66,19% terhadap luas Jakarta Pusat. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Jakarta Pusat sebagian besar belum memperhatikan kemampuan lahannya, sehingga banyak dilihat adanya permukiman kumuh, banjir yang terjadi di Jakarta Pusat tersebut. Jakarta Utara juga merupakan wilayah yang mengalami ketidaksesuaian terbesar jika dilahat dari luasan kabupaten/kota, hal ini dikarenakan sekitar 5.870,2 Ha (0,92% dari total wilayah Jabodetabek) lahan kelas III digunakan untuk permukiman yang seharusnya tidak sesuai untuk penggunaan tersebut.

Berdasarkan luas total wilayah Jabodetabek, Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang mengalami ketidaksesuaian terbesar. Hal ini dikarenakan di kabupaten ini terdapat penggunaan kebun yang berada di lahan kelas VII sebesar 7.654,0 Ha (1,20%). Lahan kelas VII ini tidak sesuai digunakan untuk kebun dikarenakan akan berbahaya untuk kebun itu sendiri misalnya terkena erosi dan lain-lain. Selain hal tersebut, akan memerlukan biaya yang lebih mahal lagi dalam pengelolaannya.

Tabel 10. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Tiap Kabupaten/kota di Jabodetabek

No Kabupaten/kota Luas Ketidaksesuaian (Ha) % Jabodetabek % Kabupaten/ kota 1 Jakarta Barat 5.017,3 0,78 42,86 2 Jakarta Pusat 3.057,4 0,48 66,19 3 Jakarta Selatan 540,5 0,08 3,98 4 Jakarta Timur 3.220,2 0,50 18,59 5 Jakarta Utara 6.326,7 0,99 47,72 6 Kabupaten Bekasi 23.919,7 3,74 19,84 7 Kabupaten Bogor 71.984,5 11,25 25,24 8 Kabupaten Tangerang 13.832,9 2,16 14,97 9 Kota Bekasi 2.482,2 0,39 12,84 10 Kota Bogor 1.818,0 0,28 22,30 11 Kota Depok 0,0 0,00 0,00 12 Kota Tangerang 2.584,7 0,40 14,63

13 Kota Tangerang Selatan 90,8 0,01 0,50

Luas Ketidaksesuaian 134.874,9 21,09

Jumlah poligon kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan dengan kemampuan lahan di setiap kabupaten/kota di Jabodetabek ditunjukkan pada Gambar 20. Poligon ketidaksesuaian terbanyak dominan terdapat di Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi dengan jumlah poligon masing-masing 24.627, 8.244, dan 6.937 poligon. Banyaknya jumlah poligon ketidaksesuaian di ketiga kebupaten ini menggambarkan bahwa penggunaan lahan aktual di ketiga kabupaten tersebut banyak yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungannya, salah satunya yaitu kemampuan lahan. Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan berdampak negatif pada wilayah tersebut. Besarnya jumlah poligon di ketiga kabupaten ini sejalan dengan luas ketidaksesuaiannya yaitu terbesar diantara kabupaten/kota yang lain di

Jabodetabek. Namun hal ini tidak berarti bahwa kabupaten/kota lain semua penggunaan aktualnya sesuai dengan kemampuan lahannya, akan tetapi penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai relatif sedikit.

Gambar 20. Jumlah Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota

Gambar 21. Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota (Ha)

Berdasarkan hasil analisis, luas rata-rata poligon ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan sebagaimana disajikan pada Gambar 21, diketahui bahwa Kabupaten Bekasi merupakan kabupaten dengan luas rata-rata poligon kombinasi ketidaksesuaian terbesar dengan luas 3,4

Ha, diikuti Kabupaten Bogor sebesar 2,9 Ha, dan Kota Bogor dengan luas rata- rata poligon 2,3 Ha. Luas terbesar rata-rata setiap poligon ini tidak sebanding dengan jumlah poligon dan ketidaksesuaiannya. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah poligon tidak berbanding lurus dengan luas poligon. Selain hal tersebut, Kota Bogor memiliki jumlah poligon dalam arti jumlah aktual perubahan penggunaan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan cukup rendah, namun luas ketidaksesuaiannya cukup besar (1.818,0 Ha) sehingga luas rata-rata ketidaksesuaian setiap poligon cukup besar bila dibandingkan dengan Kabupaten Tangerang yang hanya 1,7 Ha.

4.5.1. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap

Kemampuan Lahan Menurut Kelas Kemampuan Lahan Wilayah

Berdasarkan kelas kemampuan lahan Jabodetabek, luas ketidaksesuaian terbesar antara penggunaan lahan aktual terhadap kemampuan lahan terjadi pada kelas III sebesar 52.944,7 Ha atau 39,25% terhadap total luas ketidaksesuaian. Hasil ini juga sejalan dengan hasil analisis yaitu ketidaksesuaian terbesar terjadi pada lahan kelas III dengan faktor pembatas drainase (w). Selanjutnya sebesar 29.527,3 Ha atau 21,89% terhadap luas ketidaksesuaian yang terjadi pada lahan kelas IV (Gambar 22a dan b). Lahan kelas IV banyak mengalami ketidaksesuaian terutama pada lahan-lahan yang memiliki kelerengan yang agak curam.

a) Luas Ketidaksesuaian penggunaan Lahan menurut Kelas Kemampuan Lahan (Ha) b) Proporsi Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan menurut Kelas Kemampuan Lahan (%)

Gambar 22. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan

Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 23 merupakan kombinasi ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi kemampuan lahan dengan ketidaksesuaian terbesar yaitu kombinasi kelas VIII dengan penggunaan lahan aktual belukar/semak sebesar 83,20% terhadap lahan kelas VIII. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya penggunaan lahan aktual yang tidak memperhatikan aspek fisik lingkungan khususnya kesesuaian karakteristik

lahannya. Kombinasi ketidaksesuaian yang cukup berpengaruh adalah kemampuan lahan III yang digunakan untuk permukiman sebesar 23,75% terhadap luas lahan kelas III. Kombinasi dan luas ketidaksesuaian menurut kelas kemampuan lahan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 12.

Gambar 23. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan (%)

4.5.2. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap

Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual

Gambar 24 menunjukkan bahwa luas ketidaksesuaian terbesar terjadi pada penggunaan/penutupan lahan untuk permukiman dengan luas 70.211,6 Ha atau 52,06% dari total luas ketidaksesuaian. Hal ini menunjukkan banyaknya permukiman yang tidak lagi memperhatikan daya dukung lingkungannya, sehingga sering terjadi kerusakan-kerusakan yang terjadi pada permukiman diakibatkan oleh beberapa bencana akibat tidak memperhatikan daya dukung lingkungannya seperti banyaknya permukiman yang terkena longsor yang diakibatkan permukiman tersebut terdapat pada lereng yang curam (contoh), permukiman yang sering terkena banjir diakibatkan permukiman tersebut berada di daerah rawa-rawa. Ketidaksesuaian terbesar selanjutnya terjadi pada penggunaan sawah irigasi sebesar 21.162,5 Ha atau 15,69% dari total luas ketidaksesuaian.

a) Luas Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan menurut Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (Ha) b) Proporsi Luas Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan menurut Penggunaan/penutupan Lahan

Aktual (%)

Gambar 24. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan

Gambar 25. Urutan 5 Besar Persentase Luas Ketidaksesuaian antara Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kelas Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan

Aktual (%)

Luas dan kombinasi ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan menurut tipe penggunaan lahan disajikan dalam Lampiran 13. Berdasakan urutan 5 besar kombinasi ketidaksesuaian, kombinasi antara penggunaan permukiman dan kelas III merupakan kombinasi ketidaksesuaian terbesar dengan luas 33,57% dari total luas permukiman (Gambar 25). Selanjutnya yaitu kombinasi penggunaan sawah tadah hujan dengan lahan kelas VI sebesar 20,19% terhadap luas penggunaan sawah tadah hujan, diikuti

penggunaan tanah ladang/tegalan yang terdapat pada lahan kelas VI sebesar 14,17%. Ketidaksesuaian ini banyak terjadi pada lereng yang agak curam sampai curam sehingga jika digunakan untuk sawah tadah hujan maupun tanah ladang/tegalan dibutuhkan biaya yang lebih mahal. Banyaknya ketidaksesuaian penggunaan permukiman terhadap kemampuan lahannya diakibatkan adanya peningkatan penggunaan lahan terutama penggunaan non pertanian akibat peningkatan jumlah penduduk sehingga banyak lahan-lahan produktif yang seharusnya digunakan untuk area pertanian, dikonversi menjadi permukiman.

4.6. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR)

Kawasan Jabodetabek terhadap Kemampuan Lahan Wilayah

Hasil analisis ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR Kawasan terhadap kemampuan lahan akan terlihat sejauh mana Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan daya dukung lingkungan atau wilayah dilihat dari segi fisiknya. Peruntukan lahan RTR Kawasan yang sesuai terhadap kemampuan lahannya seluas 493.983,8 Ha (77,23%) dari total luas penelitian, sedangkan yang tidak sesuai sebesar 145.657,5 Ha atau 22,77% (disajikan pada Gambar 26). Terdapat 25 kombinasi ketidaksesuaian antara peruntukan lahan RTR Kawasan dengan subkelas kemampuan lahan wilayah penelitian.

Gambar 26. Peta Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek

Menurut Tabel 11 ketidaksesuaian peruntukan lahan terhadap kemampuan lahan terbesar terjadi pada lahan kelas III dengan faktor pembatas drainase yang dialokasikan untuk perumahan hunian padat (perkotaan); perdagangan dan jasa; industri ringan non polutan dan berorientasi pasar (zona B-1) dengan luas 42.470,4 Ha atau 6,64% terhadap luas`wilayah penelitian. Selanjutnya yaitu lahan kelas III dengan faktor pembatas drainase (w) yang diperuntukan untuk zona B-2 (perumahan hunian sedang (perdesaan); pertanian/ladang; industri berorientasi tenaga kerja) dengan luas 24.052,0 Ha atau 3,76%, diikuti lahan kelas IV dengan faktor pembatas kelerengan (t) yang diperuntukkan untuk zona B-2 (perumahan hunian sedang (perdesaan); pertanian/ladang; industri berorientasi tenaga kerja) dengan luas 11.892,4 Ha atau 1,86%. Dari sini terlihat bahwa peruntukan lahan dalam RTR Kawasan yang dialokasikan terutama untuk perumahan hunian padat dan sedang masih belum disesuaiakan dengan daya dukung lahannya. Hal ini akan berdampak juga pada penggunaan aktualnya yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan.

Besarnya ketidaksesuaian RTR Kawasan terhadap kemampuan lahan ini menunjukkan bahwa RTR Kawasan yang telah dibuat lebih melihat dari sebaran penggunaan lahan saja, akan tetapi kurang memperhatikan aspek fisik lahan yang seharusnya sangat diperlukan dalam perencanaan suatu wilayah. Akibatnya jika Rencana Tata Ruang kurang memperhatikan kemampuan lahannya, berakibat pada penggunaan lahan aktual yang kurang memperhatikan pada kemampuan lahan juga. Hal ini akan dapat berdampak negatif pada area tersebut atau untuk lingkungan sekitar.

Tabel 11. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan

No Kombinasi Ketidaksesuaian Ha % 1 IIIw-->B-1 42.470,4 6,64 2 IIIw-->B-2 24.052,0 3,76 3 IVt-->B-2 11.892,4 1,86 4 IIIe,s,w-->B-2 8.146,8 1,27 5 VIt-->B-3 7.033,6 1,10 6 IIIe,w-->B-1 6.398,1 1,00 7 IIIt,e-->B-2 6.324,4 0,99 8 IIIe-->B-1 5.818,8 0,91 9 IIIs,w-->B-2 5.389,1 0,84 10 IIIe-->B-2 4.905,1 0,77

Gambar 27 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon terbanyak ketidaksesuaian di wilayah penelitian. Jumlah poligon ketidaksesuaian berjumlah 432 poligon dengan jumlah poligon terbanyak terjadi pada kombinasi kemampuan lahan III dengan faktor pembatas drainase (IIIw) dengan zona B-2 sebanyak 75 poligon, sebanyak 65 poligon kombinasi kemampuan lahan III dengan faktor pembatas drainase (IIIw) untuk zona B-1, dan 48 poligon yang merupakan kombinasi antara kemampuan lahan IV dengan faktor pembatas kemiringan lereng (IVt) untuk zona B-2. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah alokasi peruntukan lahan yang dominan tidak sesuai dengan kemampuan lahannya

banyak terjadi pada alokasi peruntukan lahan untuk perumahan hunian padat, sedang, dan rendah. Sedangkan untuk peruntukan lahan lain yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya relatif kecil.

Gambar 27. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan

Gambar 28. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata (Ha) Terbesar Poligon Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan

Urutan 10 besar luas rata-rata poligon ketidaksesuaian RTR Kawasan terbesar disajikan pada Gambar 28. Luas rata-rata poligon terluas terdapat pada kombinasi lahan kelas III dengan faktor pembatas erosi/kepekaan erosi (e), dan tekstur/kedalaman tanah (s), dan drainase (w) menjadi peruntukan lahan untuk

zona B-2 dengan luasa rata-rata 1.357,8 Ha, diikuti kelas III dengan faktor pembatas erosi/kepekaan erosi (e), dan drainase (w) yang diperuntukkan untuk zona B-1 seluas 1.066,3 Ha, dan sebesar 831,3 Ha pada lahan kelas III dengan faktor pembatas erosi/kepekaan erosi yang diperuntukkan untuk zona B-1. Hasil analisis ini sesuai dengan analisis sebelumnya yang menunjukkan bahwa ketidaksesuaian terbesar terjadi pada alokasi peruntukan lahan untuk zona B-1 dan B-2 (perumahan hunian padat dan sedang). Hal ini mengindikasikan masih adanya peruntukan lahan kawasan Jabodetabek yang kurang memperhatikan aspek fisik lingkungannya.

Luas ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR Kawasan Jabodetabek terhadap kemampuan lahan terbesar terjadi di Kabupaten Bekasi sebesar 39.543,0 Ha atau 6,18% dari luas wilayah penelitian, diikuti oleh Kabupaten Bogor dan Tangerang dengan luas masing-masing 38.414,1 Ha (6,01%) dan 25.916,1 Ha (4,05%) terhadap luas Jabodetabek (Tabel 12), sedangkan berdasarkan luas kabupaten/kota, Jakarta Utara merupakan wilayah dengan luas ketidaksesuaian terbesar yaitu sebesar 88,92% terhadap luas Jakarta Utara. Sebagaimana dengan urutan jumlah poligon, Kabupaten Bogor. Bekasi, dan Tangerang merupakan kabupaten dengan urutan jumlah poligon terbanyak dengan jumlah masing- masing 255, 198, dan 141 poligon (Gambar 29). Dari hasil analisis ini dapat diketahui bahwa Kabupaten Bogor, Bekasi, dan Tangerang merupakan kabupaten yang alokasi peruntukan lahannya masih banyak yang belum disesuaikan dengan aspek fisik lahannya (kemampuan lahan), sedangkan ketidaksesuaian pada kabupaten/kota lain di Jabodetabek relatif rendah.

Gambar 29. Kabupaten/kota dengan Jumlah Poligon Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan

Banyaknya ketidaksesuaian antara peruntukan lahan dengan kemampuan lahan di Kabupaten Bekasi disebabkan di kabupaten tersebut sekitar 2,86% terhadap luas wilayah Jabodetabek dialokasikan untuk perumahan hunian padat (zona B-1) yang terdapat di lahan kelas III. Sedangkan di Kabupaten Bogor, sekitar 1,56% terhadap luas Jabodetabek di lahan kelas IV dialokasikan untuk

perumahan hunian sedang (zona B-2). Berdasarkan luasan setiap kabupaten/kota, Jakarta Utara merupakan wilayah yang peruntukan lahannya mengalami ketidaksesuaian terbesar yaitu sebesar 1,83% lahan kelas III dialokasikan untuk zona B-1 (perumahan hunian padat) di area ini. Hasil ini menunjukkan bahwa alokasi lahan yang sebagian besar belum memperhatikan daya dukung lingkungan terutama kemampuan lahan banyak terjadi pada peruntukan untuk perumahan.

Tabel 12. Kabupaten/kota dengan Luas (Ha) dan Proporsi (%) Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan

NO Kabupaten/kota Luas Ketidaksesuaian (Ha) Persentase Ketidaksesuaian (%) % Jabodetabek % Kabupaten/kota 1 Jakarta Barat 7.750,6 1,21 66,21 2 Jakarta Pusat 3.946,0 0,62 85,44 3 Jakarta Selatan 644,8 0,10 4,75 4 Jakarta Timur 4.828,6 0,75 27,88 5 Jakarta Utara 11.789,8 1,84 88,92 6 Kab. Bekasi 39.543,0 6,18 32,79 7 Kab. Bogor 38.414,1 6,01 13,47 8 Kab. Tangerang 25.916,1 4,05 28,04 9 Kota Bekasi 4.045,9 0,63 20,92 10 Kota Bogor 1.724,4 0,27 21,15 11 Kota Depok 0,0 0,00 0,00 12 Kota Tangerang 6.997,1 1,09 39,61 13 Kota Tangerang Selatan 56,9 0,01 0,31 Luas Total 145.657,5 22,77

Gambar 30. Kabupaten/kota dengan Luas Rata-rata (Ha) Poligon Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan

Luas rata-rata poligon kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR Kawasan terhadap kemampuan lahan wilayah Jabodetabek terdapat pada Gambar

30. Jakarta Timur merupakan wilayah dengan luas rata-rata poligon terbesar dengan luas 603,6 Ha. Hal ini memberikan informasi bahwa luas inkonsistensi di Jakarta Timur relatif lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah poligon peruntukan RTR Kawasan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya, sehingga luas rata-rata ketidaksesuaian nilainya terbesar dibandingkan dengan

Dokumen terkait