BAB V : ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM
A. INPUT
Perkembangan KUBE sangat dipengaruhi oleh gagasan yang mendasari pembetukan kelompok, Sumber Daya Manusia, dan
sarana,prasarana, pendanaan, fasilitas sik, lingkungan dan
kurikulum.
1. Gagasan yang mendasari pembentukan Kelompok
Gagasan pembentukan kelompok menguraikan tentang tujuan pembentukan kelompok, legalitas dan kelembagaan sebagai berikut:
a. Hasil pendataan melalui wawancara dan diskusi kelompok menunjukkan bahwa gagasan yang mendasari pembentukan KUBE pada prinsipnya di empat lokasi penelitian (Kotamadya Aceh, Kabupaten Nganjuk, Kota Banjarmasin, Kota Tomohon) sama yakni mempercepat menghapus kemiskinan. Sesuai dengan tujuan maka sasaran binaan adalah masyarakat miskin.
Dasar pembentukan KUBE di Kota Banjarmasin dengan cara masyarakat di kumpulkan di kelurahan, membentuk kelompok, memilih ketua, sekretaris dan bendahara, memilih jenis usaha sesuai dengan kearifan lokal, jenis usaha yang sudah dimiliki oleh anggota sebagai warisan nenek moyang (membuat kue, membuat sesirangan,membuat krupuk) dan
jenis usaha yang cepat menghasilkan uang (pancarekenan/ sembako, warung, ternak ikan).77
Mencermati tabel 5 pada Bab III, diketahui bahwa hasil evaluasi Ditjen Pemberdayaan bahwa mulai tahun 2005 sampai 2007 sebagian besar 60 persen lebih KUBE dinyatakan gagal. Kriteria KUBE gagal disini adalah gagal dalam melaksanakan kegiatan usaha produktif secara kelompok. Umumnya mereka melaksanakan usaha masing- masing. Anggota kelompok tinggal 4-5 orang. Kegiatan KUBE belum mampu memotivasi anggota bahwa bekerja berkelompok lebih bermanfaat dengan bekerja sendiri- sendiri.
b. Legalitas Usaha adalah kesahihan suatu usaha dijalankan. Menurut Malugada Manfaat legalitas adalah : (1) Sarana Perlindungan Hukum (2) sarana promosi (3)mematuhi aturan (4) Mempermudah mendapatkan proyek/modal usaha, (5) Mempermudah pengembangan Usaha.78
Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan KUBE menyebutkan bahwa salah satu legalitas kegiatan KUBE adalah pertemuan yang dihadiri oleh seluruh anggota, pendamping, dan aparat kelurahan. Mencermati hasil penelitian menunjukkan terdapat beragam legalitas kegiatan KUBE. KUBE dengan status maju masih ada (Kota Banjarmasin) yang dibentuk tahun 2003 sampai 2006 legalitas kegiatan KUBE dihadiri seluruh anggota dan aparat kelurahan (Kota Banjarmasin) sedang KUBE dengan status gagal legalitas kegiatan dari dalam pertemuan yang dihadiri ketua, sekretaris, bendahara dan beberapa anggota yang masih aktif melaksanakan usaha. Sedang di Kota Tomohon legalitas KUBE ada 2 macam, KUBE dengan status tumbuh mendapatkan legalitas dari Kelurahan dan Kube Maju dan
77 Pedoman pengeloaan KUBE, Direktorat Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial, 2006. 78 www. Malugada.com/artikel direktori Indonesia, 27 Juli 2011
berkembang mendapat legalitas dengan Surat Keputusan Walikota.
Mencermati uraian di atas, legalitas KUBE berkaitan erat dengan perkembangan usaha KUBE. Sebagai contoh: KUBE jenis usaha kue kering, KUBE jenis usaha kerupuk tidak membutuhkan Surat izin Usaha karena modal kurang dari Rp.5000.000,-, usaha sifatnya perorangan.
Sejak tahun 2007 KUBE tersebut mendapat dana P2FM- BLPS, jenis usaha menjadi berkembang dengan jenis usaha simpan pinjam. (kasus KUBE kota Banjarmasin). Seharusnya KUBE tersebut harus memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan nomor 517/21/32/366/PB/DU/BPPT/IV/2009 dan Surat Izin Usaha Simpan Pinjam dari Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia nomor 44/SSIP/Dep.1/II/2010.
Kenyataannya karena tingkat pendidikan dan pengetahuan yang terbatas, mereka tidak memiliki akses informasi dan jaringan kerja pada lembaga tersebut. Kendala yang dialami dalam pemasaran produksi. Hasil observasi menunjukkan bahwa kualitas produksi sama dengan yang dipasarkan di supermarket atau pasar tradisional. Namun karena packing masih sederhana ( perekat plastic packing tidak menggunakan mesin press plastic) dan tidak ada cap izin perdagangan, serta tidak memiliki jaringan kerja pemasaran produksi, maka produksi KUBE hanya dapat dipasarkan di warung-warung kecil, di pasar tradisional dan hanya pada periode tertentu (saat hari Raya Idul Fitri). Legalitas kegiatan KUBE hanya dari pertemuan anggota, aparat kelurahan dan pendamping, belum mampu mempromosikan hasil KUBE ke luar daerah, juga belum mampu melindungi KUBE secara hukum. Upaya untuk mengembangkan KUBE tersebut membutuhkan pendampingan. Pendamping harus mampu berperan sebagai motivator dalam mengarahkan KUBE dalam mencapai tujuan kelompok, mampu memfasilitasi KUBE mendapatkan legalitas sehingga produk mampu bersaing di pasaran.
Legalitas KUBE oleh pejabat pemerintah (lurah atau walikota) berpengaruh terhadap perkembangan KUBE, sebagai contoh: KUBE Pinrauw di kota Tomohon. Jenis usaha yang dipilih Catering. Pembentukan KUBE berdasarkan Lurah tanggal 20 Agustus 2004 atau Surat Keputusan walikota nomor 123 tahun 2004.
selama dua tahun melaksanakan Usaha jasa catering. Pada tahun 2007 megajukan proposal ke Dinas Kesehatan dan Sosial Kota Tomohon. Selama dua tahun melakukan promosi jasa catering ke instansi pemerintah dan swasta di kota Tomohon. Pengurus KUBE-Pinrauw juga aktif sebagai PMS, Tagana dan Karang Taruna sehingga memiliki jaringan kerja. Bermodal jaringan kerja dan legalitas KUBE dari Walikota maka mempermudah KUBE mendapat pesanan catering. Indikator Kelembagaan dalam keberhasilan KUBE79
digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 81: Indikator Keberhasilan KUBE P2FM-BLPS
No KELEMBAGAAN JENJANG
TUMBUH MAJU MANDIRI
1 Kepengurusan dan pembagian tugas Tidak lengkap Kurang lengkap lengkap 2 Administrasi kelompok (buku) Tidak lengkap Kurang lengkap lengkap
3 Buku tabungan dll Belum ada insident berkelanjutan
4 Kerjasama antar KUBE Belum ada Sudah mulai ada
Sepenuhnya ada 5 Proses pengambilan
keputusan pertemuan anggota
jarang sering teratur
Sumber : data sekunder 2011
c. Dari segi kelembagaan, Hasil studi dokumentasi dan wawancara menunjukkan bahwa KUBE Maju di tiga lokasi ( Kota Banjarmasin, Kota Tomohon dan Kabupaten Nganjuk) memiliki kepengurus dan pembagian tugas. Kecuali Kota Tomohon bentuk kepengurusan belum tercatat secara formal. Seluruh KUBE di Kota Banjarmasin memiliki catatan buku tabungan. Hal ini berkaitan erat dengan adanya usaha simpan pinjam. Di Kota Tomohon belum ada catatan tabungan. Kerjasama antar KUBE di kota Banjarmasin sudah dilakukan oleh beberapa KUBE dalam hal pemasaran produksi, misal KUBE Pancarekanan menerima produk usaha ekonomi kue kering, kerupuk. Hampir semua KUBE melaksanakan pertemuan rutin sebagai sarana untuk mengambil keputusan. Hasil pendataan dan observasi di Kota Banjarmasin, nampak bahwa KUBE sebagai sarana Program P2FM untuk memberdayakan masyarakat belum mencapai tujuan. Menurut Kartasasmita, pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok dianggap paling efektif karena diasumsikan bahwa penduduk miskin sulit dapat mengatasi hambatan yang menyebabkan kemiskinannya secara sendiri- sendiri. Apabila secara bersama-sama atau berkelompok, mereka dapat saling memperkuat dan saling menutupi kelemahan.
Dalam wawancara mendalam diketahui bahwa belum terlihat dinamika kelompok. Anggota belum mampu bersinergi dalam meningkatkan kerjasama untuk melakukan usaha meningkatkan kesejahteraan anggota dalam kelompok. 2. Sumber Daya Manusia
Sebagaimana telah diuraikan pada bab III Sumberdaya manusia beragam sesuai dengan tahun dan jenis usaha. Hasil pendataan menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan rendah (SD, SLTP dan SLTA). Dilihat dari jenis pekerjaan anggota KUBE/ responden diketahui sebagian anggota KUBE bekerja sebagai Pedagang warung makan, ibu rumah tangga, buruh (Kota
Banjarmasin), sopir angkutan desa, buruh tani, ibu rumah tangga (Kota Tomohon).
Sumber daya manusia KUBE berkaitan erat dengan sasaran binaan KUBE. Mencermati hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa SDM-KUBE memiliki keterbatasan dalam pendidikan, memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi, memiliki keterbatasan pengetahuan dalam pengelolaan usaha ekonomi.
Apabila mengacu dari kriteria sasaran binaan Kementerian sosial yang berpedoman dari BPS80, terdapat beberapa kriteria yang sulit
diimplementasikan. Hal ini disebabkan tingkat kemiskinan setiap daerah berbeda sehingga untuk mencapai tujuan penanganan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat miskin dengan pendekatan kelompok, diperlukan pemetaan masyarakat miskin melalui metode Metoda Participatory Rural Appraisal (PRA) - pemetaan kondisi masyarakat dan potensi81.
Mencemati keterbatasan pendidikan, keterbatasan akses sumber informasi, keterbatasan menyangkut masalah penguasaan teknologi, pemilikan modal, akses ke pasar dan keterampilan manajemen pada masyarakat miskin maka untuk meningkatkan kesejahteraannya sesuai dengan harkat dan martabat maka dibutuhkan suatu pendampingan yang mampu mengarahkan, membimbing, serta menciptakan iklim yang menunjang sekaligus sebagai fasilitator.
3. Material KUBE
material KUBE (sarana dan prasarana, pendanaan, fasilitas sik,
lingkungan dan kurikulum);
80 Kriteria BPS untuk sasaran binaan P2FM-KUBE 81 Kartasasmita, pemberdayaan masyarakat
Uraian material KUBE hanya ditemukan pendanaan KUBE. Pendanaan KUBE juga mempengaruhi dampak sosial ekonomi KUBE. Temuan lapangan menunjukkan bahwa di kota Banjarmasin pendanaan berkelanjutan, artinya KUBE maju dan mandiri awalnya menerima dana bantuan Dekon dan dana P2FM- BLPS. Dengan pemberian Dana berkelanjutan akan memudahkan monitoring dan evalusi pelaksanaan KUBE. Di kota Tomohon, awal modal usaha adalah dari iuran anggota (sistim mapalus) dan selanjutnya dalam perkembangannya menerima dana dekon berupa bahan usaha.
Sarana dan prasarana KUBE sesuai dengan jenis usaha. Sarana kegiatan umumnya di rumah ketua atau sekretaris. Namun ada beberapa KUBE melaksanakan kegiatan di rumah pendamping.
Kriteria fasilitas sik, lingkungan dan kurikulum pengembangan
KUBE belum banyak dipahami baik oleh sasaran binaan maupun pendamping.