• Tidak ada hasil yang ditemukan

Insting Perasaan Kebangsaan

“Perasaan kebangsaan adalah suatu instinct untuk mempertahankan diri sebagai bangsa. Kalau perasaan itu tidak terbit, timbullah bahaya dan bangsa itu akan lenyap sebagai bangsa, serta riwayatnya pun hilang.”

Oey Tiang Tjoei, dalam Rapat Besar BPUPKI tanggal 11 Juli 1945

L

ahir di Jakarta pada tahun 1893, Oey Tiang Tjoei mer upakan salah satu anggota anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan I n d o n e s ia ( BPU PK I) keturunan Tionghoa selain Liem Koen Hian, Oey Tjong Hauw, dan Tan Eng Hoa. Dalam “Pengantar” Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945, Sekretariat Negara Republik Indonesia (Jakarta: 1998), disebutkan kalau pemikiran penduduk golongan Timur Asing keturunan Tionghoa s ebagaimana terkemuka dalam rapat BPUPKI yang membahas tentang warga negara ter bagi: a nt ara mereka ya ng berkehendak dinyatakan sebagai warga negara (diwakili Liem Koen Hian) dan mereka yang tidak ingin menjadi warga negara (diwakili oleh Oey Tjong Hauw, Oey Tiang Tjoey, dan Tan Eng Hoa.

Menurut saya, hal tersebut tidak s ep enuh nya b enar. O ey Tia ng Tjo ei misalnya. Dalam Rapat Besar BPUPKI tanggal 11 Juli 1945 yang membahas mengenai persiapan penyusunan rancangan

Indonesia—supaya mereka masing-masing kemudian dapat menyatakan pendapatnya dengan sukarela, kalua mereka mempunyai pendapat lain. Saya ingin mengatakan bahwa Republik Indonesia ini memang terjadi atas kemauan Allah, “ ujar Oey Tiang Tjoei.

S eb elu m nya O ey Tia ng Tj o ei menyampaikan dukungan kaum Tionghoa at a s p ergera ka n keb a ngs a a n d a la m membentuk Republik Indonesia. “Lahirnya Republik Indonesia sudah kelihatan nyata- nyata, maka itu adalah atas kurnia Tuhan dan begitu juga saya, sebagai seorang daripada penduduk Tionghoa yang kecil, percaya bahwa Undang-undang Dasar untuk Republik Indonesia ini akan dan har us terbentuk dengan sesempur na- sempur nanya dan seadil-adilya untuk s eka lia n ra k yat ya ng a ka n b erdia m dalam negeri ini. Sebetulnya saya ingin sekali menerangkan suat u p enjela san mengenai soal kebangsaan. Saya pun mnegerti dan insaf, bahwa kita, Peranakan Tionghoa, rata-rata yang sudah berdiam di sini, yang tinggal, lahir dan ter us dikubur di sini memang ada bersedia akan membantu dalam pergerakan guna Republik Indonesia. Juga di sinni saya pun p ercaya ba hwaa s egala susuna n

yang akan dilaksanakan, oleh Panitia Persiapan Undang-undang Dasar tentu akan diatur seadil-adilnya dan sesempurna- sempurnanya, sebagaimana diwujudkan oleh dunia internasional, dan saya sebagai bangsa Tionghoa yang memang ada di sini, akan meninjau juga di b elakang saya, karena saya suda h mempunyai pendirian akan mencurahkan tenaga bagi kepentingan Republik Indonesia,” terang Oey.

Wa lau dem ik ia n menur ut O ey, terkait dengan ur usan warga negara, sebaiknya rakyat diberikan kesempatan unt uk mem ilih s e cara merdeka da n sukarela. Berikut pemikirannya: “Hanya, hingga wa kt u in i ora ng b elum a d a ketetapan atau satu pendirian, baik dari piha k mana juga; ma ka saya mohon daripada rapat inni, supaya apa yang akan dicantumkan dalam Undang-undang Dasar buat rakyat Indonesia ini, dijaga sebaik- baiknya dan ditentukan seadil-adilnya serta diberi kepada masing-masing untuk memilih secara merdeka dan dengan sukarela.”

L ebih la nju t, O ey Tia ng Tjo ei m enjela ska n kesulit a n ya ng dia la m i b a ng s a Tio ng h o a ket i ka m emu p u k perasaan kebangsaanya dan ber usaha menjadi republik. “Saya banding hal ini dengan keadaan sejarah-sejarah beberapa negara-negara besar, yang waktu berdiri menjadi republic, mengalami segala rupa kesukaran, ter utama saya menengok kepada Tionghoa, yaitu di waktu kita orang Tionghoa ingin bergerak akan berdiri sendiri. Bukan saja kita tidak dapat satu bantuan dari bangsa-bangsa yang ada di situ, tetapi sebaliknya kita mendapat rintangan yang besar sekali, diadu satu sama lain, sehingga gerakan kita di dalam

Boxer-opstand, 1880-1884 mengalami segala penderitaan yang sangat sukar.

Segala kesukaran yang sehebat-hebatnya di dalam waktu itu, pun di dalam zaman peperangan Tiongkok sekarang, adalah akibat asutan-asutan bangsa lain yang merintangi kemajuan Tiongkok. Segala apa yang menjadi rintangan itu sudah tidak bisa diatasi, sehingga berkobar waktu ini juga,” jelas Oey.

Insting Kebangsaan dan Perasaan Kebangsaan

Kemudian Oey menyampaikan satu hal yang sangat menarik, yaitu terkait d enga n in s t ing suat u ba ngs a unt u k mempertahankan diri, yaitu perasaan kebangsaannya. Berikut pernyataannya: “Perasaan kebangsaan daripada bangsa Tionghoa, mesk ipun rat a-rat a suda h berabad-abad tinggal dalam keputusan ini masih ada tetapi itu sudah kewajiban manusia. Saya hanya ingin mengatakan itu, sebab perasaan kebangsaan adalah suatu instinct untuk mempertahankan diri sebagai bangsa. Kalau perasaan itu tidak terbit, timbullah bahaya dan bangsa itu akan lenyap sebagai bangsa, serta riwayatnya pun hilang.”

Menur ut o ey, p otensi p erasaan kebangsaan itu sangatlah besar. “Perasaan kebangsaan menurut sejarah duna dapat dikerahkan sehebat-hebatnya kea rah kemajuan. Sebagai contoh boleh dilihat riwayat negara-negara besar dan pergerakan nasional Indonesia. Kalau kita sendiri tidak ingin menjadi bangsa, tentu kita sama sekali tidak mempunyai kekuatan dan tidak ada persatuan. Buat bangsa Tionghoa di sini hingga beberapa keturunan, yang sudah bercampur, ada rasverbastering. Kita akui, tetapi sebaliknya di samping itu harus kita memandang juga kepada lain-lain bangsa. Rasverbastering tidak hanya terdapat di antara bangsa Tionghoa saja. Kita melihat bangsa Nippon yang

bermata biru. Jadi, rasverbastering tidak merendahkan bangsa. Bangsa kelahiran kita akan kita pegang seteguh-teguhnya,” ungkap Oey.

A k h i r n y a O e y Ti a n g T j o e i menyampaikan harapan atas kebangsaan yang timbul dalam Republik Indonesia. B er i k u t u ra ia n nya: … m a ka k i t a p ercaya, bahwa Paduka Ket ua, a kan suka mengadakan p enimbangan yang seadil-adilnya, sehingga soal kebangsaan kita dala m Republik Indonesia a kan dijaga sebaik-baiknya dan sesempurna- sempurnanya, seadilnya-adilnya, menurut sebagaimana tercantum dalam aturan- aturan inter nasional, sehingga dengan begitu kita bersama-sama bisa menjadi satu untuk membantu kepentingan Asia Timur Raya dan bisa mewujudkan apa yang kita maksud.”

P a n d a n ga n O e y Ti a n g T j o e i tidak lepas dari pengalaman pribadinya sebelumnya. Oey merupakan Direktur Hong Po dari 1939 hingga 1942. Pada tahun 1941, beliau ditahan oleh Belanda karena kegiatannya yang pro Jepang. Pada zaman Jepang, Oey pun diangkat menjadi anggota Tyuoo Sangi-In yang mewakili golongan Tionghia Jawa Barat. Beliau juga mer upakan Presiden Hua Chiao Tong Hui. Oey Tiang Tjoei kemudian ditunjuk s ebagai A nggota Tim Keuangan dan Perekonomian BPUPKI di bawah Ketua Mohammad Hatta.

LUTHFI WIDAGDO EDDYONO

Sumber Bacaan:

Safroedin Bahar, dkk. (Penyunting). Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha- Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945. Sekretariat Negara Republik Indonesia (Jakarta: 1998).

B

u k u y a n g b e r j u d u l “ P a r t a i P o l i t i k L o k a l Unt uk I ndonesia (Kajia n Yu r id i s Ket at a n ega ra a n Pembentukan Partai Politik di Indonesia Sebagai Negara Kesatuan)” m em b a ha s t ent a ng ga ga s a n u nt u k membuka peluang bagi beroperasinya p ar t a i p olit i k (p ar p ol) loka l d a la m ra ngka d emok rat is a si ya ng b er pija k p a d a kebhin eka a n, s er t a m enjawa b kek hawat i ra n- kek hawat i t a n b a hwa munculnya part a i p olit ik loka l a ka n m enga n ca m i nt egra si d a la m NK R I. Penulis memaparkan bahwa dengan diberi kesempatan berdirinya partai lokal dapat memperkuat keutuhan NKRI yang plural dan multikultural sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Buku ini diperkuat dengan kajian akademis yang berlandaskan a la s a n ontolig is, epis t i m olog is, d a n a k siologis. Se cara ontologis, par p ol lokal dip erluka n unt uk menjaga da n memelihara pluralisme melalui proses demokratis dalam kemajemukan. Secara epis t im ilogis, I ndonesia memerluka n hadir nya p emerint a ha n daera h ya ng mengandung nilai partisipatif-demokratis serta mampu secara efektif menyerap dan mengolah aspirasi masyarakat lokal. Sedangkan secara aksiologis, parpol lokal diperlukan untuk menguatkan potensi lokal dalam menjaga integrasi bangsa guna menghindari disintegrasi.

Buku ini mendorong, agar bangunan prosedur demokrasi di tingkat nasional har us ditopang oleh demok ratisasi di t ingkat loka l denga n cara membuka kesempatan bagi par p ol lokal unt uk berkiprah. Selain itu, juga dalam rangka memindah orientasi politisi lokal dan ketaatan terhadap elite politik nasional kepada ketaatan masyarakat daerah, hal tersebut dibut uhkan agar p er wakilan d a era h m em p eroleh d u k u nga n d ari

Dokumen terkait