• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK

EKA RETNOSARI. Identifikasi Penyebab Busuk Pangkal Batang pada Jeruk (Citrus spp.) serta Uji Antagonisme in vitro dengan Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens. Dibimbing oleh MEITY SURADJI SINAGA.

Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) yang disebabkan oleh organisme mirip cendawan (fungal like microorganisme) Phythopthora spp. menjadi kendala utama dan menjadi faktor pembatas produksi jeruk nasional. Penyebab BPB dapat disebabkan oleh P.palmivora, P.parasitica atau P.citrophthora. Laporan terakhir menyebutkan bahwa 85 % pertanaman jeruk terserang penyakit BPB yang disebabkan oleh Botryodiplodia theobromae atau Diplodia natalensis. Sampai saat ini belum ada laporan dan identifikasi yang tepat mengenai spesies penyebab BPB. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi yang akurat untuk mengetahui spesies patogen tanaman jeruk penyebab BPB sebagai dasar untuk menentukan strategi pengendalian yang efektif dan efisien. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi spesies penyebab BPB pada tanaman jeruk dari 11 sentra produksi jeruk di Indonesia yaitu, Garut (Jawa Barat), Jember & Malang (Jawa Timur), Kintamani (Bali), Soe (NTT), Banjarmasin & Banjarbaru (Kalimantan Selatan), Berastagi (Sumatera Utara), Kampar (Riau), Jambi, dan Lampung serta mengevaluasi kemampuan in vitro Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens dalam menekan pertumbuhan patogen penyebab BPB. Metode identifikasi patogen dilakukan melalui pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Karakter morfologi Phytophthora meliputi bentuk dan ukuran sporangium, papilla, dan klamidospora; sedangkan untuk Botryodiplodia atau Diplodia yang diamati yaitu bentuk dan ukuran stroma, piknidia, konidiofor, klamidospora, dan konidia. Identifikasi Phytophthora menggunakan kunci identifikasi Erwin & Ribeiro (1996), sedangkan untuk Botryodiplodia atau Diplodia menggunakan kunci Barnett & Hunter (1998). Uji Postulat Koch dilakukan untuk meyakinkan penyebab penyakit. Uji antagonisme in vitro dilakukan dengan metode Dual Culture. Hasil identifikasi menurut kunci identifikasi Erwin & Ribeiro dan Barnett & Hunter diketahui 11 isolat yang diperoleh dari Garut (Jawa Barat), Jember & Malang (Jawa Timur), Kintamani (Bali), Soe (NTT), Banjarmasin & Banjarbaru (Kalimantan Selatan), Berastagi (Sumatera Utara), Kampar (Riau), Jambi, dan Lampung merupakan Botryodiplodia theobromae yang menyerang 11 sentra produksi jeruk di Indonesia. Sedangkan 1 isolat asal Desa Oehala, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) / Soe, propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan Phytophthora citrophthora. Uji postulat koch isolat dari 11 daerah yang dilakukan di rumah kasa maupun pada planlet menunjukkan hasil positif. Hasil uji antagonisme in vitro menunjukkan T. harzianum dan G. virens nyata menghambat pertumbuhan P. citrophthora dan B. theobromae. Pertumbuhan P. citrophthora lebih cepat dihambat oleh G. virens dibandingkan dengan T. harzianum. Sedangkan penggunaan T. harzianum maupun G. virens tidak berbeda nyata dalam menghambat B. theobromae.

permintaannya cukup besar dari tahun ke tahun dan paling menguntungkan untuk diusahakan. Data dinas pertanian Sumut menunjukkan luas panen tahun 2008 mencapai 13.090 hektar dan pada tahun 2009 menjadi 12.086 hektar. Sementara total produksinya sebesar 858.508 ton,dan menurun pada tahun 2009 yaitu sebesar 728.796 ton per hektar. Kondisi tersebut menunjukan terjadinya penurunan total produksi jeruk di Sumatera Utara sebagai salah satu daerah produksi jeruk terbesar di Indonesia. Sedangkan data produksi jeruk nasional berkisar 17 – 25 ton/hektar dari potensi 25-40 ton/hektar (Deptan 2009). Sebesar 3% dari total produksi jeruk nasional di Indonesia merupakan produk impor. Sehingga saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor sebesar 94.696 ton; sedangkan ekspornya hanya sebesar 1.261 ton dengan tujuan ke Malaysia, Brunei Darussalam, dan Timur Tengah. karena kemampuan ekspor Indonesia masih lemah dibandingkan dengan negara produsen jeruk lainnya (Zainurihanif 2010).

Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu kendala dalam produksi jeruk nasional. Menurut Sunarjono (2004), sejak tahun 1970 kondisi pertanaman jeruk di Indonesia mengalami degradasi dan hampir mengalami kehancuran karena terserang penyakit yang sangat membahayakan yakni Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) dan Tristeza. Potensi kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan penurunan produksi sebesar 20.000 ton buah jeruk atau paling sedikit setara dengan Rp.60 milyar / tahun (BPTP Kalbar 2009). Akhir-akhir ini, di sebagian besar sentra produksi penyakit mematikan jeruk di Indonesia, penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) atau disebut juga penyakit “blendok” / “gumosis” telah menjadi penyakit yang mematikan dan penyebarannya yang sangat cepat. Menurut Timmer et al 2000, penyakit blendok pada jeruk disebabkan oleh organisme mirip cendawan Phytophthora spp. Penyakit BPB pada jeruk awalnya diduga disebabkan oleh Phytophthora spp., dengan gejala bekas pada tanaman yaitu gejala busuk pada pangkal batang jeruk

2 yang disertai terbentuknya (gumosis) sehingga menjadi busuk dan bau asam. Terdapat berbagai jenis Phytophthora yang menyerang jeruk yaitu P. nicotianae, P. citrophthora, atau P. Palmivora (Erwin & Ribeiro 1996). Pada salah satu daerah sentra budidaya jeruk keprok Soe, kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), diduga penyakit BPB disebabkan oleh Botryodiplodia spp. (Semangun 2000). Penyakit BPB menjadi sangat penting karena dapat mematikan tanaman mulai saat masih di pembibitan, maupun tanaman yang sudah berproduksi di lapangan. Selama ini penyebab BPB pada jeruk di Indonesia selalu diidentifikasi sebagai Phytophthora spp., ternyata, dilaporkan patogen cendawan lain yang juga dapat menimbulkan penyakit BPB, yaitu Botryodiplodia theobromae atau Diplodia natalensis.

Sampai saat ini belum ada laporan identifikasi yang tepat mengenai patogen utama BPB di sentra produksi jeruk di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi yang akurat dari suatu penyebab penyakit sebagai dasar dalam menyusun strategi pengendalian penyakit yang efektif dan efisien (Ma & Themis 2007).

Pengendalian secara biologi merupakan salah satu pengendalian yang relatif aman. Prinsip pengendalian biologi yaitu suatu populasi organisme vigor (patogen) dibatasi oleh organisme lain yang berperan sebagai kompetitor atau antagonis (Mejia et al. 2000). Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens merupakan agens antagonis yang baik dalam menekan pertumbuhan patogen. Trichoderma sp. dapat memarasit Phytophthora spp., memproduksi antibiotik dan enzim serta memiliki kemampuan kompetisi ruang dan hara.

Tujuan Penelitian

Percobaan ini bertujuan untuk (i) mengidentifikasi spesies penyebab BPB jeruk dengan metode konvensional berdasarkan karakter morfologi cendawan patogen. (ii) mengevaluasi kemampuan antagonisme in vitro Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens dalam menekan pertumbuhan penyebab BPB.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang spesies penyebab BPB pada masing-masing daerah sentra produksi jeruk serta mengevaluasi keefektifan in vitro agen antagonis Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens dalam menekan pertumbuhan patogen.

Dokumen terkait