• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIA NAZIRAH. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani dalam Pengelolaan Hama dan Penyakit Pepaya di Kecamatan Rancabungur, Bogor. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan SURYO WIYONO.

Pepaya merupakan salah satu tanaman buah yang banyak ditanam dan dikonsumsi di Indonesia. Bogor merupakan salah satu daerah sentra produksi tanaman pepaya di Indonesia. Serangan hama dan penyakit merupakan masalah terpenting yang dapat menghambat produksi dari tanaman pepaya.

Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi dan analisis tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan petani responden dalam pengelolaan hama dan penyakit tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur, Bogor. Penelitian dilaksanakan di beberapa desa di Kecamatan Rancabungur yaitu Rancabungur, Bantar Sari, Bantar Jaya, dan Mekar Sari. Penelitian berlangsung dari Mei hingga Agustus 2010. Data diperoleh melalui wawancara dengan 40 petani menggunakan kuesioner tentang karakteristik petani, karakteristik usaha tani, budidaya tanaman, dan pengelolaan hama dan penyakit. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis dengan menggunakan uji χ2 (chi-square) untuk melihat hubungan antara umur, pendidikan, pengalaman usaha tani, keanggotaan kelompok tani (gapoktan), dan keikutsertaan petani dalam Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) terhadap pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam budidaya tanaman mereka.

Petani responden umumnya memperoleh pengetahuan usaha tani dari berbagi pengalaman dengan petani lain atau pengetahuan yang turun-temurun. Petani respondan melakukan pemupukan tanaman dengan pupuk kandang, pupuk buatan, dan pupuk cair. Sebagian besar petani melakukan pemupukan berdasarkan pengalaman dan kebiasaan mereka, dengan tidak terlalu memperhatikan dosis anjuran dan cara aplikasi. Petani responden umumnya telah mengetahui bahwa kutu putih dan penyakit antraknosa merupakan hama dan penyakit paling merugikan dalam budidaya pepaya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budidaya tanaman, tindakan pengendalian, dan penggunaan pestisida terhadap pengetahuan dan tindakan petani sesuai dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Namun sikap petani kurang sesuai dengan konsep PHT. Hubungan antara usia, pendidikan, pengalaman usaha tani, keanggotaan gapoktan, dan keikutsertaan petani dalam SLPHT, menunjukkan bahwa pengetahuan petani berasosiasi dengan tingkat pendidikan dan keikutsertaan petani dalam SLPHT. Sikap petani berasosiasi dengan tingkat pendidikan, keanggotaan gapoktan, dan keikutsertaan petani dalam SLPHT. Sedangkan tindakan petani hanya berasosiasi dengan tingkat pengalaman usaha tani.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah yang memiliki berbagai fungsi dan manfaat. Sebagai buah segar, pepaya banyak dipilih konsumen karena memiliki kandungan nutrisi yang baik selain harganya yang relatif terjangkau dibandingkan buah lainnya. Sebagai bahan baku industri, pepaya adalah penghasil papain, dimana permintaan papain cukup tinggi untuk dalam negeri maupun untuk ekspor.

Semula tanaman pepaya hanya diusahakan sebagai tanaman perkarangan untuk memenuhi keperluan sendiri dan menjadi tanaman hias. Namun, ketika permintaan akan buah pepaya mulai meningkat, tanaman pepaya mulai ditanam dalam skala luas.

Serangan hama dan patogen merupakan masalah terpenting yang dapat menghambat produksi dari tanaman pepaya. Penyakit-penyakit penting pada tanaman pepaya antara lain penyakit busuk akar dan pangkal batang, bercak daun corynespora, bercak daun cercospora, penyakit tepung, penyakit bakteri, bercak cincin, mosaik, antraknosa, dan busuk rhizopus (Semangun 2000). Sedangkan hama utama yang menyerang tanaman pepaya yaitu kutu putih Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae), yang berasal dari Amerika Tengah. Kutu putih merupakan hama baru yang menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya di Indonesia, yang diketahui keberadaannya pertama kali pada bulan Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Miller & Miller 2002). Hama lainnya yaitu tungau

Tetranychus cinnabarinus (Acarina: Tetranychidae)(Evayani 1990).

Permasalahan hama dan penyakit tanaman merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari budidaya tanaman. Sejak Perang Dunia II, konsep pengendalian hama dan penyakit beralih ke penggunaan pestisida, setelah ditemukan dan digunakannya insektisida sintetik diklorodifeniltrikloretana (DDT). Penggunaan pestisida ini menunjukkan hasil yang mengagumkan dalam keefektivan dan keefisienan pengendalian, sehingga dalam pembangunan

pertanian menimbulkan pandangan bahwa peningkatan produksi pertanian tidak dapat dilepaskan dari jasa pestisida (Untung 1996).

Pestisida digunakan secara terjadwal atas dasar daur hidup hama dan penyakit, sebelum diperkenalkan konsep ambang ekonomi. Serangan hama dan penyakit dipengaruhi oleh aplikasi pestisida dan menghasilkan hubungan yang searah antara serangan hama dan penyakit dengan pestisida. Tetapi setelah diperkenalkan konsep ambang ekonomi dalam strategi pengendalian hama dan penyakit, hubungan antara aplikasi pestisida dan serangan hama dan penyakit adalah bolak-balik, yaitu serangan hama dan penyakit dipengaruhi oleh aplikasi pestisida, dan sebaliknya aplikasi pestisida dipengaruhi oleh serangan hama dan penyakit (Mariyono 2002). Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan masalah baru dalam pembangunan pertanian. Seperti pencemaran lingkungan, merugikan kesehatan manusia dan hewan lain, populasi serangga sasaran menjadi resisten terhadap insektisida yang digunakan secara terus- menerus, terjadinya resurgensi setelah perlakuan insektisida, serta banyaknya organisme yang bukan sasaran menjadi mati seperti predator, parasitoid, agens antagonis, dan penyerbuk (Untung 2007).

Munculnya masalah-masalah baru dalam pembangunan pertanian ini, menggugah para ahli untuk mencetuskan konsep Pengelolaan dan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada tahun 1950. Prinsip PHT adalah meminimalkan penggunaan pestisida dengan mengintegrasikan berbagai cara pengendalian yang kompatibel dengan tetap memperbaiki keberlanjutan lingkungan hidup. Hal ini dapat berlangsung dengan mengutamakan pengendalian hayati, cara budidaya tanaman sehat termasuk penggunaan tanaman tahan, serta penggunaan pestisida dengan selalu mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan hidup. Dengan demikian, dalam budidaya tanaman seharusnya ada populasi tertentu dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang ditoleransi bila populasi tersebut tidak merugikan (Sinaga 2006).

PHT sebagai pendekatan dan teknologi pengendalian OPT yang berwawasan ekonomi dan ekologi telah menjadi kebijakan dasar perlindungan tanaman. Pada kenyataannya di lapangan, PHT belum begitu melembaga di

kalangan pemerintah, pejabat, dan petani. Ketergantungan petani kepada pemerintah dalam penyampaian informasi teknologi pertanian merupakan salah satu kelemahan dalam penerapan PHT. Meskipun sudah terbentuk struktur kelembagaan di kalangan petani, petani masih pasif, kurang mandiri, dan hanya menunggu perintah dan bantuan dari pemerintah. Hanya sedikit kelompok tani yang benar-benar berani mengambil keputusan sendiri, sehingga metode penyuluhan dari pemerintah tidak memberdayakan petani tetapi lebih meningkatkan ketergantungan mereka (Untung 2007).

Kajian dasar tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam pengelolaan OPT pepaya belum tersedia di Kecamatan Rancabungur. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh informasi tersebut, yang nantinya dapat digunakan untuk pengembangan PHT pepaya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi dan analisis tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan petani responden dalam pengelolaan hama dan penyakit tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.

Dokumen terkait