• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

RINGKASAN

PAULINA YUNIARSIH. D14070043. 2011. Eksplorasi Gen Growth Hormone Exon 3 pada Kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA Melalui Teknik PCR-SSCP. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Prof Dr. Ir. Muladno, MSA

Ternak kambing memiliki keunggulan sebagai ternak yang memiliki potensi produktivitas yang cukup tinggi. Sehingga kambing memiliki peran penting sebagai sumber daya genetik ternak. Jumlah populasi kambing dan konsumsi daging di Indonesia yang masih rendah. Upaya peningkatan mutu genetik ternak kambing dapat dilakukan dengan seleksi dan persilangan. Pengukuran potensi ternak dapat diamati melalui sifat pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan sifat yang dikendalikan banyak gen. Salah satu gen penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak kambing adalah gen growth hormone (GH) yang disekresikan oleh kelenjar

pituitary. Keragaman gen GH dapat diidentifikasi melalui teknik single-strand conformation polymorphism (SSCP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman gen GH exon 3 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) melalui teknik PCR-SSCP.

Sampel darah kambing yang digunakan berjumlah 234 sampel. Sampel ini terdiri atas kambing PE berasal dari populasi Ciapus (20 sampel), Cariu (28 sampel) dan Sukajaya (50 sampel). Kambing Saanen berasal dari populasi Cijeruk (21 sampel), Cariu (31 sampel) dan Sukabumi (40 sampel). Kambing PESA berasal dari populasi Cariu (25 sampel) dan Balitnak (19 sampel). Sampel DNA kambing diamplifikasi menggunakan primer Malveiro et al. (2001) yaitu forward 5’-GTG TGT TCT CCC CCC AGG AG-3’ dan reserve5’-CTC GGT CCT AGG TGG CCA CT-3’. Produk PCR selanjutnya dilakukan polymerase chain reaction-single strand conformation polymorphism (PCR-SSCP) dalam gel poliakrilamida 12% pada tegangan 250 V selama 8 jam. Pewarnaan gel dilakukan menggunakan metode pewarnaan perak. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penentuan frekuensi genotipe dan alel, pengujian keseimbangan Hardy-Weinberg serta nilai heterozigositas.

Hasil pendeteksian keragaman GH exon 3 kambing dengan metode PCR-SSCP ditemukan tiga alel (A, B dan C). Ada empat macam genotipe gen GH exon 3 dan frekuensinya yaitu genotipe AA (0,205), AB (0,856), AC (0,163) dan BC (0,045). Rataan frekuensi alel pada kambing PE, Saanen dan PESA adalah alel A (0,602) dan B (0,443) tinggi. Sedangkan rataan frekuensi genotipe tertinggi ketiga kambing adalah AB (0,856). Nilai heterozigositas ketiga bangsa kambing di lokasi berbeda adalah tinggi (0,94). Gen GH exon 3 memiliki polimorfisme yang tinggi. Kata-kata kunci : Kambing perah, gen GH, PCR-SSCP, polimorfisme

ABSTRACT

Exploration of Exon 3 Growth Hormone Gene on

Etawah Grade (EG), Saanen and Their Crossbred Goat using PCR-SSCP Technique

Yuniarsih, P., Jakaria, and Muladno

This research was conducted to identify genetic polymorphism at the exon 3 growth hormone gene in three goat breeds. Polymorphisms at exon 3 growth hormone gene was identified by single strand conformational polymorphism polymerase chain reaction (SSCP-PCR) method. The DNA of 234 goat used were Etawah Grade (98 samples), Saanen (92 samples) and their crossbred (44 samples) in Cariu, Ciapus, Sukajaya, Cijeruk, Balitnak and Sukabumi. The PCR-SSCP method was performed at 250 V for 8 hours using 12% of acrylamide concentration. The result showed that the annealing temperature is 60 0C. The PCR product was 157 bp (base pair). The result SSCP method found four conformational patterns. The genotype frequency in exon 3 are AA (0,205), AB (0,856), AC (0,163) and BC (0,045). Beside that it was found three allele (allele A, B, and C). The highest frequencies were allele A (0,602) and B (0,443) at Saanen, Etawah Grade and their crossbred goat. The highest genotype frequency was AB at three goat breeds. The highest heterozygosity was found in Etawah Grade, Saanen and their crossbred goat (0,938). Exon 3 GH gene on three breeds goat have high polymorphism in six population.

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang telah berkembang cukup luas di masyarakat Indonesia. Ternak kambing memiliki keunggulan yang menjadikannya sebagai ternak yang memiliki potensi produktivitas tinggi. Pemanfaatan kambing digunakan untuk produksi daging dan susu. Pemanfaatan yang lain adalah produksi kulit dan bulu sebagai hasil ikutan ternak. Kambing mampu beradaptasi pada lingkungan dengan hijauan yang terbatas sehingga tahan terhadap beberapa penyakit, dapat beranak sepanjang tahun, bersifat prolifik. Sehingga kambing memiliki peran penting sebagai sumber daya genetik ternak.

Jumlah populasi kambing di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini didukung oleh data Direktorat Jenderal Peternakan (2009) menyatakan bahwa populasi kambing di Indonesia pada tahun 2009 berjumlah 15.655.740 ekor. Kendala lain yang dihadapi adalah sistem pemeliharaan yang buruk. Pemanfaatan kambing secara genetik belum diteliti secara optimal. Banyak bangsa kambing di Indonesia yang belum dapat dikarakterisasi dan sebagian jumlah populasi mendekati punah. Kambing sebagai sumber daya genetik ternak belum dieksplorasi potensi keragaman genetik untuk dimanfaatkan sebagai sumber peningkatan mutu genetik sebagai penghasil susu dan daging. Upaya peningkatan mutu genetik ternak dapat dilakukan dengan seleksi dan persilangan.

Perkembangan ilmu genetika molekuler telah membuka peluang untuk mengetahui tingkat keragaman genetik pada tingkat DNA yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi genetik suatu ternak. Teknologi DNA dapat menjadi dasar untuk penentuan genotipe gen-gen yang bernilai ekonomis yang diperlukan sebagai bibit yang unggul. Data produksi dan molekuler ternak kambing masih terbatas sehingga hal ini menjadi tantangan di teknologi molekuler untuk mengeksplorasi.

Pengukuran potensi ternak dapat diamati melalui sifat pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan perubahan bobot tubuh dan komposisi tubuh dalam waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan sifat yang dikendalikan banyak gen. Salah satu gen penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak kambing adalah gen growth hormone (GH) yang disekresikan oleh kelenjar pituitary. Growth Hormone memiliki peranan penting dalam pertumbuhan jaringan, laktasi, reproduksi, dan metabolisme

2 protein, lipid dan karbohidrat. Pendeteksian gen GH pada ternak kambing penting dilakukan untuk mengetahui keragaman gen tersebut karena diduga terkait dengan sifat-sifat yang bernilai ekonomis dapat dijadikan sebagai penciri genetik.

Keragaman gen dapat diidentifikasi dengan dua metode yaitu metode

restriction fragment length polymorphism (RFLP) dan metode single-strand conformation polymorphism (SSCP). Kedua teknik tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi karakteristik gen-gen yang penting untuk pertumbuhan pada ternak. Teknik PCR-SSCP merupakan teknik yang mudah dan efisien untuk mengidentifikasi variasi urutan nukleotida pada fragmen gen DNA. Keterbatasan terhadap informasi keragaman genentik kambing sehingga teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi gen GH pada ternak kambing.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan frekuensi genotipe, frekuensi alel dan nilai heterozigositas pada gen Growth Hormone. Analisis tersebut digunakan untuk mendapatkan keragaman gen Growth Hormone exon 3 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) melalui teknik polymerase chain reaction single-strand conformation polymorphism (PCR-SSCP).

3 TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kambing

Kambing diklasifikasikam ke dalam kingdom Animalia; phylum Chordata; subphylum Vertebrata; class Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; family Bovidae; sub family Caprinae dan genus Capra (Mileski dan Myers 2004). Kambing memiliki 60 kromosom (30 pasang kromosom) yang terdiri atas 29 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom kelamin (Gall, 1981).

Kambing merupakan hewan yang didomestifikasi oleh manusia untuk produksi daging, susu dan kulit. Penyebaran kambing sangat luas dan hampir menyebar di seluruh dunia. Hal ini disebabkan daya adaptasi yang baik dari kambing terhadap berbagai iklim dan kemampuan bertahan hidup pada daerah dengan hijauan terbatas (Gall, 1981). Kambing adalah hewan ternak yang sanggup hidup di daerah kering dan pakan hijauan pakan yang terbatas, serta mampu memanfaatkan hijauan pakan secara efisien (Devendra dan Burns, 1994). Kambing dapat dikelompokkan berdasarkan kegunaannya, yaitu kambing penghasil daging, susu, dan bulu (mohair). Di samping itu, ada pula beberapa bangsa kambing yang tergolong tipe dwiguna (dual purpose), seperti bangsa kambing PE yang tergolong tipe daging dan susu (Heriyadi, 2004).

Kambing Lokal Indonesia

Kambing lokal merupakan kambing asli yang berasal dari Indonesia. Kambing lokal ini termasuk dalam kambing tipe pedaging. Kambing lokal Indonesia terdiri dari kambing Kacang, kambing Marica, kambing Samosir, kambing Muara, kambing Kosta, kambing Gembrong, kambing Peranakan Etawah (PE).

Kambing Kacang memiliki ciri bulu pendek dan berwarna tunggal (putih, hitam dan cokelat). Tanduk berbentuk pedang lengkung ke atas dan ke belakang. Pada umumnya telinga kambing pendek dan tegak. Kambing Kacang memiliki leher yang pendek dan punggungnya melengkung sedikit lebih tinggi dari pada bahunya. (Devendra dan Burns, 1983). Kambing jantan dan betina dewasa memiliki bobot kurang lebih 25 dan 20 kg (Devendra dan Burns, 1983; Pamungkas et al., 2009).

Kambing Marica banyak dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan

4 (Pamungkas et al., 2009). Kambing ini memiliki potensi genetik yang mampu beradaptasi baik di daerah agroekosistem lahan kering di daerah tanah bebatuan dengan curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Ciri yang paling khas pada kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding telinga kambing kacang. Tanduk pendek, kecil, kelihatan lincah dan agresif (Pamungkas et al., 2009).

Kambing Samosir merupakan kambing yang dipelihara oleh masyarakat di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara (Pamungkas et al., 2009). Kambing ini dapat beradaptasi dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu. Ciri khas yang paling menonjol adalah warna bulu putih yang sangat dominan, warna tanduk dan kuku agak keputihan (Pamungkas et al., 2009).

Kambing Muara berasal dari daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Kambing ini memiliki penampilan yang gagah dan tubuh kompak. Selain itu, kambing ini memiliki warna bulu yang bervariasi yaitu warna bulu cokelat kemerahan, putih dan bulu hitam. Rata-rata bobot badan induk kambing adalah 49,4 kg dan pejantan dewasa 68,3 kg (Pamungkas et al., 2009).

Kambing Kosta banyak dikembangkan di Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing Kosta merupakan persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir (Pamungkas et al., 2009). Kambing ini memiliki bentuk tubuh sedang, tanduk pendek, bulu pendek, hidung rata dan ditemukan melengkung. Warna tubuh kambing Kosta adalah cokelat tua sampai hitam (Pamungkas et al., 2009).

Kambing Gembrong berasal dari daerah timur Pulau Bali terutama di Kabupaten Karangasem. Ciri khas yang dimiliki kambing ini adalah rambut panjang mencapai 15-25 cm. Rambut ini terdapat pada bagian kepala sampai menutupi muka dan telinga. Warna tubuh dominan kambing gembrong pada umumnya putih (61,5%), sebagian berwarna cokelat muda (23,08%) dan cokelat (15,38%) (Pamungkas et al., 2009).

Kambing Peranakan Etawah (PE)

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah dari India dengan kambing Kacang dari Indonesia. Kambing PE banyak dikembangkan di Indonesia terutama di daerah pedesaan Jawa Tengah, Jawa

5 Timur dan pesisir utara Jawa Barat. Kambing PE telah berkembang dengan baik dan diterima masyarakat (Heriyadi, 2004).

Pemeliharaan kambing PE dapat menghasilkan daging dan susu (kambing tipe dwiguna). Kambing PE betina memiliki kemampuan menghasilkan susu yang baik. Kambing PE betina rata-rata dapat menghasilkan susu 1,2 liter per ekor per hari selama fase 70 hari pertama laktasi (Balai Penelitian Ternak, 2001). Kambing PE di Indonesia mampu menghasilkan susu 2-3 liter per ekor per hari dengan masa laktasi lebih dari 150 hari (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003). Kambing PE memiliki karakteristik tubuh yang besar dengan bobot badan jantan dan betina mencapai 90 dan 60 kg (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003).

Ciri-ciri spesifik kambing PE antara lain bentuk hidung benguk, panjang telinga 25-30 cm menggantung ke bawah dan sedikit kaku, tanduk melengkung, warna bulu bervariasi, kuping, kaki dan bulu yang panjang, memiliki ambing besar, dan produksi susu tinggi (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003). Kambing PE memiliki ukuran tubuh yang relatif tinggi (65-86 cm), ramping dan relatif besar jika dibandingkan kambing Kacang

Kambing PE dapat beranak 3 kali dalam 2 tahun dengan rataan jumlah sekelahiran 1-3 ekor (Balai Penelitian Ternak, 2001). Rataan bobot lahir kambing PE kelahiran tunggal betina dan jantan masing-masing sebesar 3,2 dan 3,7 kg (Setiadi dan Sutama, 1997).

Kambing Saanen

Kambing Saanen berasal dari Swiss Barat. Kambing Saanen adalah kambing perah yang baik, memberikan penampilan yang baik, disesuaikan terhadap lingkungan subtropik dan sangat peka terhadap sinar matahari yang kuat. Kambing ini sangat peka terhadap cahaya sehingga pemeliharaan kambing Saanen di daerah tropis menggunakan naungan (Devendra dan McLeroy, 1982).

Kambing Saanen memiliki ciri khas tubuh berwarna putih, krem pucat atau cokelat muda dengan bercak hitam pada hidung, telinga dan ambing. Kambing ini berbulu pendek, telinga tegak dan mengarah ke depan dengan muka lurus dan ramping (Devendra dan Burns, 1994; Greenwood, 1997). Kambing ini memiliki bentuk kepala yang lancip dengan leher panjang dan halus. Saanen betina biasa tidak

6 bertanduk (Greenwood, 1997). Kambing Saanen memiliki bentuk tubuh perah yang bagus dan ambing yang berkembang sangat baik (Devendra dan McLeroy, 1982).

Kambing Saanen memiliki rata-rata produksi susu 216 kg dengan panjang laktasi 275 hari (Gall, 1981). Menurut Devendra dan Burns (1994) rata-rata produksi susu kambing Saanen di daerah tropis mencapai 1-3 kg per ekor per hari, di daerah

temperate prduksi susu dapat mencapai lima kg per ekor per hari. Kambing Saanen mempunyai rata-rata produksi susu tertinggi dibandingkan dengan bangsa kambing perah manapun sehingga bangsa kambing ini telah dimasukkan ke banyak negara (Devendra dan Burns, 1994).

Kambing Saanen mempunyai bobot dewasa kelamin sekitar 50-70 kg dan tinggi betina dan jantan sekitar 81 dan 94 cm (Devendra dan Burns, 1994). Rataan berat badan kambing betina dan jantan berturut-turut adalah 65 dan 75 kg (Devendra dan McLeroy, 1982). Jumlah anak lahir seperindukan adalah 1,80 ekor (Devendra dan Burns, 1994).

Kambing Persilangan PE dan Saanen (PESA)

Kambing PESA merupakan kambing hasil persilangan antara kambing PE betina dengan kambing Saanen jantan. Wahyuarman (2001) melaporkan hasil persilangan PE dan Saanen memiliki keunggulan bobot lahir, bobot sapih dan produksi susu yang melebihi tetua PE masing-masing sebesar 0,22%; 5,47% dan 2,87%.

Kambing PESA mempunyai produksi susu yang lebih baik daripada kambing PE, tetapi produksinya lebih rendah dari kambing Saanen impor dan kambing Saanen keturunan F1 (Ruhimat, 2003). Produksi susu harian kambing Saanen, PE dan PESA di PT Fajar Taurus Dairy Farm masing-masing sebesar 2; 1,6 dan 1,8 liter. Kambing PESA mempunyai produksi susu yang lebih rendah dari Saanen karena mempunyai masa laktasi yang lebih pendek dan merupakan hasil persilangan dengan PE (tipe dwiguna). Rataan lama laktasi kambing Saanen keturunan F1, kambing Saanen impor, kambing PESA dan kambing PE berturut-turut adalah 321,82 ± 113,44 hari, 310,60 ± 60,00 hari, 178 ± 65,05 hari (Ruhimat, 2003).

7 Keragaman Genetik

Genotipe hewan merupakan sebuah pendekatan yang berguna untuk menggambarkan prinsip-prinsip genetika dan penerapan langsung dalam hal pewarisan sifat. Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ditemukan seleksi, migrasi, mutasi dan genetic drift. Sifat-sifat ditemukan dalam keragaman genetik dalam spesies dan bangsa atau galur dalam masing-masing spesies. Genetika dipandang dari segi populasi, terutama frekuensi gen dengan efek yang diinginkan (Warwick et al., 1990).

Frekuensi gen merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan proporsi dari semua lokus untuk pasangan gen atau rangkaian alel ganda dalam suatu populasi. Frekuensi gen dari perbedaan-perbedaan itu sangat beragam dari bangsa-bangsa dan antar galur (Warwick et al., 1990). Frekuensi gen yang timbul dipengaruhi oleh seleksi, mutasi gen, pencampuran dua populasi yang frekuensi gen berbeda, silang dalam (inbreeding), silang luar (outbreeding) dan genetic drift.

Ekspresi gen dapat mempengaruhi sifat yang yang muncul. Fenotipik yang muncul dapat dipengaruhi oleh variasi gen pada arah dan besar respon terhadap perubahan lingkungan (Noor, 2008). Fenotipik yang bersifat ekonomis merupakan sifat kuantitatif yang dikontrol oleh banyak gen dan masing-masing gen memberikan sedikit kontribusi pada sifat tersebut (Noor, 2008). Gen semacam ini disebut dengan gen mayor yang terletak pada lokus sifat kuantitatif atau quantitative traits loci

(QTL). Gen mayor yang dapat digunakan sebagai kandidat dalam program Marker Assisted Selection (MAS) jika gen tersebut mempunyai fungsi dan pengaruh biologis yang nyata terhadap sifat kuantitatif (Diyono, 2009).

Gen Growth Hormone (GH)

Gen growth hormone (GH) dikenal sebagai somatotropin yaitu terdiri atas 22.000-dalton hormon polipeptida rantai tunggal. Gen ini disintesis dan disekresi sel somatotrof pada lobus anterior pituitary. Gen GH pada vertebrata terdiri atas rantai polipeptida tunggal 190 atau 191 asam amino yang terdiri atas jembatan dua sulfida di antara sistein pada posisi 53-164 dan 181-89 (Paladini et al., 1983).

Gen GH memiliki peranan penting dalam pertumbuhan jaringan, laktasi, reproduksi, metabolisme protein, lipid dan karbohidrat (Garrett et al., 2008; Malveiro

8

et al., 2001). Gen GH pada hewan yang sedang tumbuh, berguna untuk meningkatkan efisiensi produksi, pengurangan deposisi lemak, merangsang pertumbuhan otot, meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, meningkatkan pertumbuhan organ dan meningkatkan pertumbuhan tulang (Etherton dan Bauman, 1998). Pada ternak ruminansia, gen GH berperan dalam pengaturan perkembangan kelenjar mamae (Akers, 2006).

Gen GH dijadikan sebagai salah satu kandidat gen yang dapat digunakan sebagai penanda genetik dalam program seleksi ternak (Malveiro et al., 2001). Gen-gen lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan yaitu Gen-gen Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH), Somatotropin Releasing-Inhibitor Factor (SRIF),

Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (PIT-1) (Brunsch et al., 2002), dan

insulin-like growth factor-1 (IGF-1) (Hartman, 2000).

Gen GH memiliki kode yang terdiri atas empat intron dan lima exon pada semua spesies (Khan, 2009). Struktur gen GH dapat dilihat pada Gambar 1. Exon

adalah pengkode protein sementara intron merupakan spacer internal antara pengkode protein, pada saat transkripsi bagian intron hilang (splicing), sehingga proses translasi berjalan dengan baik (Jakaria, 2008). Sekuens gen GH pada Capra hircus berjumlah 2544 base pair (bp) yang dapat dilihat pada Gambar 2 (Malveiro et al., 2001).

5’ 3’

kodon awal ATG kodon akhir TAG

exon 1 exon 2 exon 3 exon 4 exon 5

Flanking intron 1 intron 2 intron 3 intron 4 Flanking

region 5’ region 3’ Keterangan : Lokus = D00476 Panjang = 2544 bp Gen = 432-444, 692-852, 1080-1196, 1426-1587, 1864-2064. Sekuen depan = 431 = 431 bp exon 1 = 432-444 = 12 bp intron 1 = 445-691 = 246 bp exon 2 = 692-852 = 160 bp intron 2 = 853-1079 = 226 bp exon 3 = 1080-1196 = 116 bp intron 3 = 1197-1425 = 228 bp exon 4 = 1426-1587 = 161 bp intron 4 = 1588-1863 = 275 bp exon 5 = 1864-2064 = 200 bp

Gambar 1. Rekonstruksi Struktur Gen GH Berdasarkan Sekuens gen GH di GenBank

(Kode Akses D00476)

9 Keragaman Gen Growth Hormone (GH)

Identifikasi keragaman gen GH dapat dihubungkan antara sifat produksi susu dan polimorfisme gen GH kambing (Malveiro et al., 2001; Marques et al., 2003). Marques et al. (2003) melaporkan bahwa sampel DNA kambing Serrana yang dianalisis dengan teknik PCR-SSCP memiliki perbandingan yang tinggi pada polimorfisme genetik terutama gen GH. Dua bentuk konformasi dideteksi pada exon

1 dan 2, enam pola pada exon 3, sepuluh pola pada exon 4 dan lima pola pada exon 5. Yao et al. (1996) melaporkan bahwa ada dua polimorfisme yaitu T → C pada intron

3 dan A → C pada exon 5 dengan menggunakan metode PCR-SSCP. Sedangkan Malveiro et al. (2001) melaporkan bahwa ada keragaman gen GH kambing melalui polimorfisme SSCP didapatkan dua bentuk konformasi pada exon 1 dan 2, empat pola pada exon 3, enam pola pada exon 4 dan lima pola pada exon 5. Pada exon 4 dan 5 gen GH ternak kambing Algarvia memiliki produksi, protein dan lemak susu tertinggi. Menurut Marques et al. (2003) pada exon 4 memiliki potensi produksi susu tinggi sehingga gen GH digunakan sebagai Marker Assisted Selection (MAS). Keragaman haploid gen GH│HaeIII pada kambing Boer berpengaruh terhadap bobot lahir, bobot sapih, pertambahan bobot badan per hari sebelum sapih dan bobot pada umur 11 bulan (Hua, 2009). Hasil frekuensi genotipe kambing Algarvia melalui teknik SSCP disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Frekuensi Genotipe Gen GH Kambing Algarvia dengan Teknik SSCP

Exon Jumlah Pola Frekuensi Genotipe (%)

1 2 M (97,2); N (2,8)

2 2 A/B (75,9); B/B (24,1)

3 4 A/A (8,3); B/B (33,3); A/B (18,5); B/C (39,8)

4 6 A/A (13,9); B/B(27,8); C/C(35,2); D/D (5,6); E/E (14,8); F/F2,8)

5 5 A/A (2,8); B/B (27,8); A/B (14,8); B/C (44,4); A/C (10,2)

10

1 gggattttct gacccaggga ttaaacctga gtctcctgca tttgcagctc gattctttat 61 ggctgagcca cctgggaagc ccattcgttt ctgctacctc ccccttaaaa agaaaaccta 121 tggggtgggc tctcaagctg agaccctgtg tgtacagccc tcaggctggt ggcagtggag 181 aggggatgat gatgagcctg ggggacatga ccccagagaa ggaacgggaa caggatgagt 241 gagaggaggt tctaaattat ccattagcac aggctgccag tggtccttgc ataaatgtat 301 agagcacaca ggtgggggga aagggagaga gaagaagcca gggtataaaa agggcccagc 361 agagaccaat tccaggatcc caggacccag ttcaccagac gactcagggt cctgctgaca 421 gctcaccaac tatgatggct gcaggtaagc tcacaaaaat cccctccatt agcgtgtcct 481 aagggggtga tgcgggagaa ctgccgatgg atgtgtccac agctttgggt tttagggctt 541 ctgaatgcga acataggtat ctgcacccag acatttggcc aagtttgaaa tgttctcagt 601 ccctggaggg aagggcaggc gggggctggc aggagatcag gcatccagct ctctgggccc 661 ctccgtcgcg gccctcctgg tctctcccta gggccccgga cgtccctgct cctggctttc 721 accctgctct gcctgccctg gactcaggtg gtgggcgcct tcccagccat gtccttgtcc 781 ggcctgtttg ccaacgctgt gctccgggct cagcacctgc atcaactggc tgctgacacc 841 ttcaaagagt ttgtaagctc cccagagatg tgtcctagag gtggggaggc aggaaggggt 901 gaatccgcac cccctccaca caatgggagg gaactgagga cctcagtggt attttatcca 961 agtaaggatg tggtcagggg agtagaaatg ggggtgtgtg gggtggggag ggttccgaat 1021 aaggcagtga ggggaaccac acaccagctt agacccgggt gggtgtgttc tccccccagg 1081 agcgcaccta catcccggag ggacagagat actccatcca gaacacccag gttgccttct 1141 gcttctccga aaccatcccg gcccccacgg gcaagaatga ggcccagcag aaatcagtga 1201 gtggccacct aggaccgagg agcaggggac ctccttcatc ttaagtaggc tgccccagct 1261 ctctgcaccg ggcctggggt ggcgttctcc ctgaggtggc agagggtgtt ggatggcagt 1321 ggaggatgat ggttggtggt ggtggcagga ggtcctcggg cagaggccga ccttgcaggg 1381 ctgccccgag cccggggcac ccaccaacca cccatctgcc agcaggactt ggagctgctt 1441 cgcatctcac tgctccttat ccagtcgtgg cttgggcccc tgcagttcct cagcagagtc 1501 ttcaccaaca gcctggtgtt tggcacctcg gaccgtgtct atgagaagct gaaggacctg 1561 gaggaaggca tcctggcgct gatgcgggtg aggatggcgt tgttgggtcc cttccatgct 1621 gggggccatg cccaccctct cctggcttag ccaggagaac acacgtgggc tgggggagag 1681 agatccctgc tctctctctc tctttctagc agcccagtct tgacccagga gaaacctctt 1741 cccgttttga aacctccttc ctcgcccttc tccaagccta taggggaggg tggaaaatgg 1801 agcgggcagg agggagccgc tcctgagggc cttcggcctc tctgtctctc cctcccttgg 1861 caggagctgg aagatgttac cccccgggct gggcagatcc tcaagcagac ctatgacaaa 1921 tttgacacaa acatgcggag tgacgacgcg ctgctgaaga actacggtct gctctcctgc 1981 ttccggaagg acctgcacaa gacggagacg tacctgaggg tcatgaagtg tcgccgcttc 2041 ggggaggcga gctgcgcgtt ctagttgcca gccatctgtt gttacccctc cccgtgcctt 2101 cctagaccct ggaaggtgcc actccagtgc ccactgtcct ttcctaataa agcgaggaaa 2161 ttgcatcaca ttgtctgagt aggtgtcatt ctattctagg gggtggggtc aggcaggata 2221 gcgagaggga ggattgggaa gacaatagca gggatgctgt gggctctatg ggtacccagg 2281 tgctgaataa ttgacccggt tcttcctggg ccagaaggaa gcaggcacat ccccttctct 2341 gtgacacacc cggtcctcgc ccctggtcct tagttccagc cccactcata ggacactcat 2401 agctcaggag ggctctgcct tcagtcccac ccgctaaagt gcttggagcg gtttctcctt 2461 ccctcatcag cccaccaaac caaacctagc ctccaagagt gggaagaaat taaagcaaga 2521 caggctatga agtacagagg gaga

Gambar 2. Fragmen Gen GH Capra hircus didasarkan pada Sekuens Gen GH di

GenBank (Kode Akses D00476)

Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation Polymorphism (PCR-SSCP)

Teknik single-strand conformation polymorphism (SSCP) merupakan teknik yang digunakan untuk mendeteksi polimorfisme genetik dan mendeteksi mutasi DNA (Malveiro et al, 2001; Orita et al.,1989). Teknik SSCP juga dapat digunakan untuk menemukan unsur-unsur genetik yang terlibat dalam penyakit keturunan

Dokumen terkait