• Tidak ada hasil yang ditemukan

  MELISA. Karakterisasi Morfologi dan Agronomi 13 Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). (Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN dan ENDANG MURNIATI).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter morfologi dan agronomi 13 aksesi jarak pagar, mengidentifikasi aksesi jarak pagar potensial untuk mengembangkan kultivar unggul baru, serta mengetahui tingkat kemiripan pada 13 aksesi jarak pagar. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo untuk kegiatan pembibitan dan Kebun jarak pagar PT. Indocement, Citeureup, Bogor untuk penanaman di lapangan. Penelitian berlangsung pada Oktober 2009 – April 2010.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor. Penelitian ini dilakukan terhadap 13 Aksesi jarak pagar yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, yaitu: Bali, Banten, Biak, Bogor, Jayapura, Medan, Sukabumi dan Sulawesi. Pada penelitian ini 13 aksesi jarak pagar dijadikan sebagai perlakuan. Setiap aksesi terdiri atas 5 tanaman dan setiap tanaman dalam aksesi tersebut dijadikan sebagai ulangan, dengan demikian terdapat 65 unit percobaan.

Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari setek batang. Pembibitan jarak pagar dilakukan menggunakan polibag ukuran 25 cm x 25 cm. Pada saat pembibitan, tanaman ditempatkan di bawah naungan. Tanaman dipindah ke lapangan setelah berumur 2 bulan. Penanaman di lapangan menggunakan jarak tanam 2 m x 2.5 m dan lubang tanam 50 cm x 50 cm x 50 cm.

Pengamatan dibagi menjadi dua tahap, yaitu selama fase vegetatif dan fase generatif. Karakter tanaman jarak pagar yang diamati meliputi karakter kuantitatif dan karakter kualitatif. Pengamatan pada fase vegetatif dilakukan pada saat tanaman berumur 0 MSP (pembibitan), 2 MSP, 6 MSP dan 10 MSP sedangkan pengamatan pada fase generatif dilakukan dua kali dalam seminggu. Data pengamatan kuantitatif diolah menggunakan analisis ragam (ANOVA) sedangkan untuk data karakter kualitatif dilakukan identifikasi terhadap peubahnya. Kemiripan antar aksesi jarak pagar dilakukan menggunakan analisis gerombol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar aksesi jarak pagar pada beberapa peubah pertumbuhan fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase vegetatif perbedaan antar aksesi terlihat pada peubah diameter batang setek, jumlah cabang (2 MSP, 6 MSP, dan 10 MSP), tinggi cabang (0 MSP, 2 MSP, dan 6 MSP), dan panjang tangkai daun (6 MSP dan 10 MSP). Pada fase generatif perbedaan antar aksesi jarak pagar terlihat pada peubah jumlah buah per tanaman, persentase cabang produktif, keserempakan masak buah, jumlah biji per tanaman, bobot biji kering, dan waktu mekar bunga pertama. Peubah pertumbuhan lain seperti jumlah buah per malai, jumlah sepal, jumlah petal, dan jumlah cabang produktif tidak berbeda antar aksesi jarak pagar.

Seleksi terhadap 13 aksesi jarak pagar dilakukan berdasarkan lima peubah terpilih yang terdiri atas jumlah cabang, keserempakan masak buah, jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman dan bobot biji kering. Pemilihan peubah ini berdasarkan pada karakter morfologi dan agronomi serta adanya perbedaan nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 % antar aksesi jarak pagar pada kelima peubah terpilih. Berdasarkan seleksi terhadap lima peubah terpilih didapatkan lima aksesi jarak pagar yang potensial untuk pengembangan kultivar unggul baru. Aksesi jarak pagar potensial tersebut terdiri atas aksesi Bal, Bog-4, Bog-6, Suk-3 dan Suk-5.

Analisis gerombol dilakukan terhadap 13 aksesi jarak pagar berdasarkan karakter kuantitatif. Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa pada tingkat kemiripan 80 % ke-13 aksesi jarak pagar mengelompok pada tiga gerombol. Gerombol 1 terdiri atas tujuh aksesi yaitu aksesi Bal, Ban-1, Ban-2, Ban-3, Med, Sul-4 dan Sul-5. Gerombol 2 terdiri atas dua aksesi yaitu Bia dan Jay. Gerombol 3 terdiri atas empat aksesi yaitu Bog-4 dan Bog-6 serta aksesi Suk-3 dan Suk-5.

Hasil identifikasi karakter kualitatif terhadap 13 aksesi jarak pagar menunjukkan bahwa terdapat kemiripan karakter pada sebagian besar peubah kualitatif dari 13 aksesi jarak pagar. Peubah tersebut terdiri atas bentuk daun, tekstur daun, warna daun muda (pucuk), warna daun tua, warna batang, jenis bunga yang pertama mekar, jenis bunga yang terbentuk dalam satu malai, warna petal, warna sepal, warna buah muda, bentuk biji, dan warna biji.

  Latar Belakang

Krisis energi di Indonesia sebagai akibat semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak khususnya bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui telah menuntut Indonesia untuk mencari sumber bahan bakar alternatif yang bersifat dapat diperbaharui (Sardjono, 2006). Oleh karena itu pemerintah mulai meningkatkan perhatian terhadap sumber-sumber energi terbarukan terutama dari komoditas pertanian, dengan memanfaatkan bahan bakar nabati (BBN) atau yang lebih dikenal dengan istilah biofuel. Ditjenbun dalam Arisanti (2010) menyatakan pemerintah mencanangkan program pengembangan biofuel melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Inpres No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Bakar lain.

Komoditas pertanian yang banyak dibudidayakan dan potensial untuk sumber bahan bakar nabati cukup banyak, antara lain kelapa sawit, jarak pagar, tebu, sagu, dan ubi kayu (Priyanto, 2007). Tanaman jarak pagar merupakan salah satu tanaman yang potensial sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM). Karmawati (2008) menyatakan bahwa presiden telah menetapkan program peruntukan biodisel dari kelapa sawit dan jarak pagar melalui Inpres No.2/2006 yang menargetkan penanamannya 1.5 juta hektar pagar pada tahun 2010. Hasnam (2006) menyatakan bahwa melalui Program Pengembangan Bioenergi diproyeksikan pada tahun 2010 dapat dihasilkan 1.85 juta kilo liter bioetanol dari ubi kayu dan tetes tebu dan 1.24 juta kilo liter biodiesel dari kelapa sawit dan jarak pagar atau 10% dari kebutuhan premium dan 10% dari kebutuhan solar.

Menurut Syahbuddin (2008), jarak pagar memiliki potensi yang harus dikembangkan dalam kerangka penurunan emisi karbon dalam bingkai CDM

(Clear Development Mechanism) atau yang dikenal juga dengan istilah “carbon

trading”. Prastowo (2007) menyatakan bahwaperkebunan jarak pagar seluas 1 ha

dapat menghasilkan 2,7 ton crude jatropha oil (CJO), dengan asumsi setelah 5 tahun jarak pagar dapat berproduksi sekitar 8-10 ton/ha dengan rendemen jarak pagar yaitu 30%.

Penelitian mengenai jarak pagar saat ini terus digalakkan, terutama untuk mengidentifikasi keragaman dan potensi hasil jarak pagar. Pada tahun 2006 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan telah melakukan eksplorasi plasma nutfah jarak pagar pada 12 provinsi. Melalui eksplorasi terkumpul 12 provenan dan tiga spesies jatropha lainnya (Karmawati, 2008). Koleksi Puslitbang Pertanian berasal dari Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Maluku (Mahmud, 2006). Hasnam (2007) menyebutkan seleksi dari hasil eksplorasi yang ditanam di tiga lokasi, yaitu: Asembagus, Muktiharjo, dan Pakuwon. menghasilkan IP-1P dan IP-2P dengan potensi hasil biji kering per hektar pada tahun pertama sebesar 1-1.2 ton pada IP-1P dan 2-2.5 ton pada IP-2P.

Pada tahun 2009, eksplorasi jarak pagar juga dilakukan di pulau Bangka dengan mengambil setek atau benih jarak pagar langsung dari kabupaten Bangka Tengah, Bangka Selatan, dan kota Pangkal Pinang dan menghasilkan satu provenan dengan produktivitas tinggi (23 buah per tandan) dan kadar minyak cukup tinggi (>35%) yang dikoleksi dari Desa Pasir Garam, Kecamatan Simpang Kates, Kabupaten Bangka Tengah (Purwati, 2010).

Kegiatan eksplorasi harus terus lakukan dalam rangka meningkatkan potensi hasil jarak pagar. Peningkatan potensi hasil tanaman jarak pagar dapat dilakukan dengan program pemuliaan tanaman, salah satunya yaitu melalui karakterisasi. Kegiatan karakterisasi diakukan untuk mengetahui sifat-sifat penting yang terkandung di dalam suatu materi genetik. Karakterisasi sangat penting dalam kegiatan pemuliaan dan membantu meciptakan varietas jarak pagar yang seperior (Surahman et al., 2009). Kemajuan perbaikan bahan tanaman sangat ditentukan oleh ketersediaan keragaman genetik pada bahan tanaman (plasma nutfah) yang dimiliki (Hasnam, 2007). Keanekaragaman genetik dalam suatu populasi tanaman jarak pagar sangat diperlukan karena merupakan kekayaan genetik yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan varietas unggul baru. Oleh karena itu penelitian tentang karakterisasi morfologi dan agronomi ini dirasa sangat penting dan diharapkan dapat membantu perkembangan penelitian jarak pagar selanjutnya.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mempelajari karakteristik 13 aksesi jarak pagar berdasarkan karakter morfologi dan agronomi.

2. Mengidentifikasi aksesi jarak pagar potensial untuk dikembangkan sebagai kultivar unggul baru.

  Botani dan Ciri Morfologi Jarak Pagar

Jarak pagar termasuk ke dalam kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta (tumbuhan vasikular), divisi Spermatophyta, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, dan termasuk ke dalam genus Jatropha curcas L. Jarak pagar termasuk jenis pohon perdu. Tanaman ini dapat mencapai umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1.5 – 5 meter. Percabangannya tidak teratur, dengan ranting bulat dan tebal. Kulit batang berwarna keabu-abuan, atau kemerah-merahan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Daun jarak pagar cukup besar, panjang helai daun 6 – 16 cm dan lebar 5 – 15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung. Bunga jarak pagar muncul pada saat tanaman mulai berumur 3 – 4 bulan. Pembungaan umumnya terbentuk pada saat musim kemarau, namun pada musim hujan bunga juga dapat muncul. Bunga muncul secara terminal dari percabangan. Bunga terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terletak pada setiap malai. Bunga betina bertangkai tebal dan berambut seperti sarang laba–laba dan ukurannya lebih besar dari bunga jantan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk tanaman berumah satu atau monoecious, artinya alat kelamin jantan dan betina berada pada satu tanaman. Berdasarkan alat kelamin pada bunga, terdapat dua tipe yaitu tanaman uni-seksual dan andromonoecious. Secara umum, kedua tipe ini memiliki morfologi organ seperti akar, batang, daun dan buah yang hampir sama. Perbedaan yang jelas terdapat pada bunganya, tanaman uniseksual menghasilkan bunga jantan dan betina sedangkan andromonoecious menghasilkan bunga jantan dan hermaprodit (Asbani, 2009). Ahmad (2008) menyatakan bahwa jumlah bunga betina dalam satu malai adalah sebesar 5 bunga betina/malai. Bunga jantan dan betina jarak pagar tidak mekar secara bersamaan melainkan bertahap dengan pola yang tidak tentu.

Daun kelopak atau sepal pada bunga jarak berwarna hijau sedangkan daun mahkota atau petal berwarna putih. Lima sepal tersusun menyirip (imbricata) mengikuti rumus 2/5 atau quincuncialis. Susunan petal adalah teruntir ke satu arah

baik ke kiri (sinistrosum contortus) maupun kanan (dextrorsum contortus). Benang sari berjumlah 10 buah yang terbagi dalam dua lingkaran yaitu lingkaran luar dan dalam, kedudukan benang sari di lingkaran luar lebih rendah dibandingkan lingkaran dalam. Kepala sari berwarna orange, ketinggian pada bunga hermaprodit sama dengan kepala putik (Asbani, 2009).

Buah jarak pagar banyak dihasilkan pada musim kering, sekitar 2–3 bulan setelah pemupukan. Buah jarak tersusun dalam tandan buah kurang lebih berjumlah 10 buah/tandan. Buah jarak yang telah matang akan pecah sesuai ruang dalam buah. Dalam setiap buah jarak terdapat 3 biji. Biji yang tua berbentuk panjang dengan ukuran 18 mm dan lebar 7–11 mm. Biji jarak memiliki cangkang biji yang tipis. Matang buah jarak ditandai dengan perubahan warna buah dari hijau menjadi kuning (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Ekologi Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman dikotil yang berasal dari Amerika Tengah dan saat ini telah tersebar di berbagai tempat di Afrika dan Asia. Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai daerah dengan agroklimat yang beragam, dari daerah tropis yang sangat kering sampai subtropis lembab maupun daerah hutan basah. Tanaman ini memiliki nama latin Jatropha curcas L (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Heller (1996) menyatakan bahwa jarak pagar diperkirakan berasal dari Meksiko.Pada daerah tersebut tanaman jarak pagar tumbuh secara alami di kawasan hutan pinggiran pantai di Afrika dan Asia, jarak pagar hanya dijadikan sebagai tanaman pagar atau pembatas lahan pertanian. Jarak pagar menyebar di Malaka setelah tahun 1700-an dan di Filipina sebelum tahun 1750.

Wahid (2006) menyatakan bahwa berdasarkan lingkungan tumbuh, tanaman jarak pagar dapat dikatakan termasuk tanaman kosmopolitan. Artinya, tanaman yang dapat tumbuh pada berbagai ekosistem mulai dari daerah yang sangat kering temperate dengan curah hujan hanya sekitar 300 – 500 mm/tahun sampai daerah yang sangat basah dengan curah hujan 4 000 – 6 000 mm/tahun. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh di daerah dataran rendah bahkan pinggir pantai sampai ketingian di atas 1 000 m dpl.

Tanaman jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang mudah beradaptasi dengan lingkungan. Jarak pagar dapat tumbuh baik di tempat yang memiliki ketinggian 0 – 2 000 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan temperatur 18 – 30oC. Tanaman ini memerlukan penyinaran matahari secara langsung sehingga tidak boleh ternaungi (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Kondisi optimal untuk pertumbuhan dan produksi jarak pagar dalam rangka pengembangan jarak pagar sebagai bahan baku biofuel di Indonesia adalah daerah dengan ketinggian 0 – 600 m dpl atau dataran rendah yang memiliki suhu harian antara 22 – 35oC dengan curah hujan antara 500 – 1 500 mm dan hari hujan antara 100 – 120 hari/tahun. Menurut klasifikasi Oldeman daerah dengan tipe iklim C, D, dan E. Di luar batas dan kriteria tersebut, walaupun masih dapat tumbuh diperkirakan produksinya tidak akan optimal (Wahid, 2006).

Mahmud (2008) menjelaskan bahwa jarak pagar dapat tumbuh pada lahan- lahan marginal yang miskin hara dengan drainase dan aerasi yang baik. Pertumbuhannya cukup baik pada tanah-tanah ringan (terbaik mengandung pasir 60 - 90%), berbatu, berlereng, pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun. Lahan-lahan yang subur, dimana air tidak tergenang juga dapat digunakan bagi pertanaman jarak pagar. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar toleran tehadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin (terbaik pada pH tanah 5,5 – 6,5).

Peningkatan kemasaman tanah nyata menghambat pertumbuhan jarak pagar. Pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, luas daun dan diameter batang), pada pH 4,4 hanya mencapai 30-50% dari nilai pertumbuhan vegetatif tersebut menunjukan hubungan yang sangat erat dengan nilai R2 yang tinggi (> 0,93). Nilai pH tanah < 5,0 berpotensi menurunkan penampilan pertumbuhan jarak pagar (Pitono et al., 2008).

Jarak pagar membutuhkan curah hujan paling sedikit 600 mm per tahun untuk tumbuh baik dan jika curah hujan kurang dari 600 mm per tahun maka tanaman jarak pagar tidak dapat tumbuh, kecuali dalam kondisi tertentu seperti di Kepulauan Cape Verde, meskipun curah hujan hanya 250 mm per tahun tetapi kelembaban udaranya sangat tinggi (Mahmud et al., 2008).

Manfaat dan Produktivitas Jarak Pagar

Jarak pagar memiliki berbagai macam manfaat dan kegunaan. Hasnam (2007) menyatakan bahwa jarak pagar dimanfaatkan untuk memulihkan lahan pertanian yang sudah mengalami degradasi kesuburan akibat pertanian berpindah, pertambangan dan kerusakan-kerusakan akibat berbagai aktivitas manusia. Di Luxor, Mesir, jarak pagar juga digunakan untuk penghutanan kembali gurun pasir dengan bantuan sedikit pengairan. Dia juga menambahkan bahwa di Afrika, jarak pagar digunakan untuk sumber bahan baku industri sabun di Eropa.

Jarak pagar juga dapat dijadikan sebagai pakan ternak dan obat. Priyanto (2007) menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah melalui proses penghilangan racun (detoksifikasi), bungkil biji jarak dapat dimanfaaatkan untuk pakan ternak atau industri berbasis protein. Sementara itu kulit biji jarak melalui pirolisis dapat dikonversi menjadi bahan bakar cair pengganti minyak berat (residu) untuk kebutuhan industri. Hasnam (2007) menyatakan di Afrika, jarak pagar digunakan untuk sumber bahan baku industri sabun di Eropa.

Heller (1996) menyatakan jarak pagar dapat digunakan untuk pengobatan. Minyak jarak pagar dapat mengobati penyakit kulit dan meringankan rasa sakit akibat rematik. Jamu-jamuan dari daun jarak digunakan sebagai anti septic setelah proses kelahiran.

Produktivitas jarak pagar di Paraguay mencapai 3-4 ton biji kering/ha/tahun pada umur 7-9 tahun, sedangkan di Thailand mencapai 2,1 ton/ha/tahun. Pada jarak tanam 1 x 1 m dan tanpa dipupuk, produktivitas jarak pagar yaitu sebesar 638 kg/ha/tahun di Timur Laut Thailand (Hasnam, 2007).

Hasil penelitian Hasnam (2007) juga menyebutkan bahwa pada tahun pertama, potensi hasil biji kering pada IP-1P yaitu sebesar 1-1.2 ton/ha/tahun, sedangkan potensi hasil IP-2P yaitu sebesar 2-2.5 ton/ha/tahun dan masih dapat meningkat sampai IP-3P. Luntungan dalam Effendi (2010) menyatakan prediksi produktivitas jarak pagar pada tahun ke-5 yaitu IP-1P sebesar 5 ton/ha, IP-2P 6 ton/ha, dan IP-3P sebanyak 8 ton/ha

Biji jarak pagar memiliki kandungan minyak yang tinggi. Beberapa penelitian menyebutkan dalam satu daging biji terkandung sekitar 30% minyak (SJO) dan 70% sisanya berupa ampas yang bisa digunakan sebagai pupuk yang

kaya akan kandungan nitrogen. Biji jarak yang berbentuk lonjong dan berwarna kehitaman mengandung minyak dengan rendemen 25-30%. Ampas biji jarak pagar mengandung 4.44% nitrogen, 2.09 P2O5, dan 1.68 K2O (Priyanto, 2007).

Kandungan minyak biji yang diperoleh dari biji tanaman asal setek yang dipanen pada musim hujan sekitar 46.39 % - 48.47 %. Sedangkan kandungan minyak biji yang dipanen pada musim kemarau berkisar 41.15 % - 51.19 %. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan yang kering dapat meningkatkan kandungan minyak biji jarak pagar (Santoso et al.,2008)

Bungkil daging biji jarak pagar banyak mengandung unsur hara N, P, dan K. Kandungan kimia yang terdapat dalam bungkil daging biji jarak pagar antara lain: C organic (55.2%), N (4.1%) P (0.5%), K (1.2%), Ca (0,3%) Mg (0.4%), dan Na (0.1%) (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Keragaman Jarak Pagar di Indonesia

Hasnam (2006) menyatakan bahwa jarak pagar dibawa ke Asia oleh pelaut- pelaut Portugis, jarak pagar sudah dibudidayakan di Afrika untuk sumber bahan baku industri sabun di Eropa. Dengan demikian variasi genetik di Asia jelas lebih kecil dibandingkan dengan variasi genetik di pusat asal jarak pagar di Amerika Tengah. Jadi mudah dipahami mengapa koleksi ex-situ jarak pagar berbentuk provenan (populasi sumber) dan jumlahnya sangat terbatas.

Mulyani, (2007) menyatakan bahwa di lapangan, pertumbuhan vegetatif sangat bervariasi meskipun waktu penanaman bersamaan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sumber benih. Benih yang berbeda akan menyebabkan pertumbuhan berbeda, dan di masyarakat variasi benih cukup besar.

Hasnam (2007) menyatakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan telah memulai kegiatan eksplorasi ke berbagai wilayah Indonesia sejak tahun 2005. Dari eksplorasi tersebut berhasil diperoleh 200.000 bahan tanaman berupa benih dan setek yang dikumpulkan dari 54 kabupaten di 11 provinsi (Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Maluku). Hasil eksplorasi tersebut ditanam di tiga lokasi (Asembagus,

Muktiharjo, dan Pakuwon). Evaluasi awal menunjukkan adanya keragaman pada potensi hasil dan periode berbunga. Hartati (2008a) menyatakan populasi di kebun induk baik IP-1 maupun IP-2 menunjukkan adanya variasi pada karakter morfologi kualitatif maupun kuantitatif karena setiap tanaman adalah suatu genotipa yang berbeda dengan tanaman lainnya.

Hartati et al., (2009) menyebutkan koefisien keragaman yang ditentukan dari data hasil pengamatan pada karakter pertumbuhan vegetatif yang meliputi tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah cabang total dan jumlah cabang produktif menunjukkan nilai yang tinggi (17 - 45%). Namun Purwati (2010) menyatakan berdasarkan hasil analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), 55 provenan jarak pagar koleksi Balittas yang berasal dari Provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan memiliki keragaman genetik rendah.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor sebagai lokasi pembibitan dan di Kebun Jarak Pagar Indocement, Citeureup, Bogor untuk lokasi penanaman lapang. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2009 – April 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bibit jarak pagar hasil setek batang yang terdiri atas 13 aksesi jarak pagar yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, yaitu: Bali, Banten, Biak, Bogor, Jayapura, Medan Sukabumi, dan Sulawesi. Alat yang digunakan yaitu: mistar, spidol permanen, plastik, jangka sorong, timbangan digital, tali dan mika/ kertas dan label.

Metode Percobaan

Pada penelitian ini 13 aksesi jarak pagar dijadikan sebagai perlakuan. Setiap aksesi terdiri atas 5 tanaman dan setiap tanaman dalam aksesi tersebut dijadikan sebagai ulangan, dengan demikian terdapat 65 unit percobaan. Ketiga belas aksesi tersebut terdiri atas Aksesi Bali (Bal), Banten (Ban-1, Ban-2, dan Ban-3), Biak (Bia), Bogor (Bog-4 dan Bog-6), Jayapura (Jay), Medan (Med), Sukabumi (Suk-3 dan Suk-5) dan Sulawesi (Sul-2 dan Sul-3).

Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengolahan data adalah Rangcangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan model sebagai berikut:

Yij = µ + ti + εij

Dengan: i = 1,2,3,4,.. i dan j = 1,2,3.4... j Keterangan:

Yij = nilai pengamatan aksesi ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah umum (rata-rata)

ti = pengaruh aksesi ke-i

Pelaksanaan Penelitian

Perbanyakan tanaman jarak pagar dilakukan melalui setek batang. Pembibitan dilakukan di dalam polibag berukuran 25 cm x 25 cm dengan komposisi media tanam berupa tanah, sekam, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Selama pembibitan, bahan tanam ditempatkan di bawah naungan. Kegiatan pembibitan dilakukan selama enam minggu.

Bahan tanam yang telah berumur enam minggu kemudian dipindahkan ke lapangan yang berlokasi di Kebun Jarak Pagar PT Indocement. Bibit jarak pagar yang dipindah ke lapang ditanam dengan jarak tanam 2 meter untuk jarak tanam dalam aksesi dan 2.5 meter untuk jarak tanam antar aksesi, sedangkan lubang tanam dibuat dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm.

Tanaman ditanam pada lahan tanpa naungan. Kegiatan pemupukan dilakukan pada saat tanaman di lapang dengan dosis pemupukan yaitu 5 kg pupuk kandang per tanaman sedangkan kegiatan penyiraman dilakukan sesuai kebutuhan.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan berdasarkan karakter morfologi dan agronomi yang terdiri atas karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter agronomi yang diamati adalah karakter tanaman jarak pagar yang mempengaruhi daya hasil biji yang tinggi. Karakter ini meliputi jumlah cabang produktif, waktu mekar bunga pertama, jumlah buah per malai, jumlah buah per tanaman, total bobot biji jarak pagar kering, dan jumlah biji jarak pagar per tanaman. Pengamatan dilakukan saat di pembibitan (tanaman berumur enam minggu) dan setelah tanaman dipindahkan ke lapangan. Pengamatan karakter morfologi pertama di lapangan dilakukan dua

Dokumen terkait