• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUR AYAM BROILER

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

vii RINGKASAN

Edys Kamaludin. D14070036. 2011. Efektifitas penambahan zeolit dalam ransum dan litter untuk menurunkan kadar amonia dan hidrogen sulfida ekskreta dan meningkatkan kualitas manur ayam broiler. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS

Meningkatnya populasi ayam broiler setiap tahunnya juga akan meningkatkan dampak negatif bagi ayam, manusia dan lingkungan akibat peningkatan emisi gas-gas beracun dan partikel-partikel lain yang dihasilkan dari limbah peternakan ayam broiler jika tidak ditangani dengan baik. Limbah peternakan ayam broiler memiliki kandungan mineral yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk yang digunakan untuk kesuburan tanah dan tanaman. Penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan zeolit pada litter ayam broiler merupakan usaha untuk mengurangi kadar NH3 dan H2S ekskreta disamping dapat meningkatkan kualitas manur ayam broiler. Zeolit memiliki kemampuan menukar ion yang dapat membantu dalam menurunkan kadar amonia, hidrogen sulfida, kadar air dan gas-gas beracun yang dihasilkan dari ekskreta ayam broiler.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi taraf penggunaan zeolit pada ransum dan litter ayam broiler dalam menurunkan emisi NH3 dan H2S ekskreta serta meningkatkan komposisi mineral manur ayam broiler. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2011. Tiga ratus enam puluh ekor DOC strain CP 707 digunakan dalam penelitian ini yang dibagi ke dalam 12 perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan dan sepuluh ekor ayam broiler per kandang sebagai satu satuan unit percobaan. Ransum yang digunakan adalah CP 511 produksi PT Charoen Pokphand. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 4 x 3 (4 taraf pemberian Aclinop dalam ransum, yaitu 0; 1; 2; dan 3 kg/100 kg dan 3 taraf penaburan zeolit dalam litter yaitu 0; 2,5; dan 5 kg zeolit per m2litter). Peubah yang diamati adalah kadar air, amonia, protein, hidrogen sulfida ekskreta dan komposisi mineral manur ayam broiler. Kadar amonia, hidrogen sulfida ekskreta dan komposisi mineral ayam broiler disajikan secara deskriptif.

Perlakuan tanpa penambahan Aclinop 0 kg/100 kg ransum dan penaburan zeolit 2,5 kg/m2 litter (R0L1) memiliki tingkat penurunan produksi gas amonia dan hidrogen sulfida yang baik sehingga secara tidak langsung mempengaruhi pertambahan bobot badan harian dan konversi ransum yang paling baik sampai minggu kelima. Perlakuan penambahan Aclinop 2 kg/100 kg ransum dan penaburan zeolit 2,5 kg/m2litter (R2L1) memiliki kadar air manur (15,70%) terendah dan rasio C/N (14) tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji tanam terhadap manur pada perlakuan R2L1.

vii ABSTRACT

Effectiveness of Zeolite Supplemented on Feed and Litter to Reduce the Ammonia and Hidrogen Sulphide Concentration of Excreta and

to Increase the Quality of Broiler Manure Kamaludin, E., M. Ulfah and P. H. Siagian

Manure and excreta production will increase by the extensive of poultry farming, which if it is not well processed, enviromental problem will occur, such as air, water and soil pollution. Air pollution usually linked to dangerous ammonia and hydrogen sulphide gas forming process to the environment, so that attention and action are needed to minimize the effects. One of the processes to decrease the effects is by using zeolite as an adsorbent because it has ionic exchange and other molecule adsorption potential. Manure contain of mineral which can be used to produce the fertilizers. The objective of this study was to determine the best combination of zeolite supplemented on feed and litter to reduce the ammonia and hydrogen sulphide concentration of excreta and to increase the quality of broiler manure. This research used 360 broilers which were kept for five weeks. There were two factors treated to the chickens, Aclinop on the feed 0,0 (R0); 1,0 (R1); 2,0 (R2) and 3,0 (R3) kg/100kg) and zeolites on the litter (0,0 (L0); 2,5 (L1); dan 5,0 (L2) kg/m2). There were 12 treatments which were repeated three times each. The level of 0,0 kg Aclinop/100 kg feed and zeolites at level 2,5 kg/m2 (R0L1) was not only increase the daily body weight gain and decrease feed convertion rate on five week, but also reduce the concentration of ammonia and hydrogen sulphide. The level of 2,0 kg Aclinop/100 kg feed and zeolites at level 2,5 kg/m2 (R2L1) resulted the best combination to reduce the moisture of manure (15,70%) and increase C/N of manure (14).

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budidaya ayam broiler merupakan suatu bidang usaha yang memiliki prospek yang sangat menjanjikan di Indonesia mengingat permintaan masyarakat terhadap ayam broiler dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, pendidikan, dan kesadaran masyarakat akan gizi. Berdasarkan data Statistik Peternakan (Ditjen Peternakan 2008), ayam broiler menyumbang 45,75% (992.700 ton) kebutuhan daging nasional. Diperkirakan konsumsi ayam pada tahun 2013 akan mencapai 2.064.000 ekor atau meningkat 31% dari total konsumsi pada tahun 2009 (1.575.000 ekor).

Meningkatnya populasi ayam broiler juga akan meningkatkan dampak negatif bagi ayam, manusia dan lingkungan akibat peningkatan emisi gas-gas beracun dan partikel-partikel lain yang dihasilkan dari manur ayam broiler. Disamping sebagai sumber gas-gas beracun, ekskreta ayam broiler yang menumpuk bersama-sama dengan bahan litter dan pakan yang tercecer juga dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme dan parasit. Salah satu emisi gas beracun yang menimbulkan kerugian besar bagi peternakan ayam broiler adalah amonia (NH3). Amonia merupakan gas alkali, tidak berwarna, mempunyai daya iritasi tinggi, bersifat toksik dan dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik atau reduksi substansi nitrogen oleh bakteri. Bersama-sama dengan emisi gas yang lain seperti hidrogen sulfida (H2S) dan gas-gas yang mudah menguap lainnya (Volatile of Components/VOCs), amonia menimbulkan bau tidak sedap yang dapat menyebabkan permasalahan sosial bagi masyarakat di sekitar lokasi peternakan ayam broiler. Amonia bersifat toksik bagi ayam dan manusia jika melewati ambang batas kadar yang dapat ditoleransi oleh ayam dan manusia.

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan teknologi yang mudah dan sederhana sehingga bisa diaplikasikan secara optimal oleh peternak ayam broiler. Teknologi yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah emisi peternakan tersebut adalah dengan menggunakan zeolit pada manajemen pemeliharaan ayam broiler. Penambahan zeolit dalam ransum dan litter ayam broiler merupakan usaha untuk mengurangi kadar NH3 dan H2S ekskreta disamping dapat meningkatkan kualitas manur ayam broiler. Zeolit adalah mineral yang memiliki struktur berongga

2 sehingga dapat menyerap molekul lainnya. Sifat kimia zeolit antara lain adalah dapat terhidrasi pada temperatur tinggi, sebagai penukar ion, pengadsorpsi gas dan uap, penyerap molekul serta mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) 200-300 me/100g (Winarna dan Sutarta, 2005).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi taraf penggunaan zeolit pada ransum dan litter ayam broiler dalam menurunkan emisi NH3 dan H2S ekskreta serta meningkatkan komposisi mineral manur ayam broiler.

3 TINJAUAN PUSTAKA

Ekskreta Ayam

Ekskreta merupakan bahan campuran hasil ekskresi tubuh yang berasal dari pakan yang tidak tercerna dalam saluran pencernaan ditambah sisa hasil metabolisme (Ensminger, 1992). Jumlah dan komposisi ekskreta yang diproduksi berbeda-beda tergantung jenis unggas, bobot badan, waktu pengambilan ekskreta, jenis dan jumlah pakan, dan cuaca (Muller, 1980; Ensminger, 1992). Jumlah ekskreta murni tanpa adanya litter dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Ekskreta Murni pada Beberapa Jenis Unggas Jenis Unggas Jumlah Ternak (ekor) Rataan Bobot Badan (BB) (kg/ekor) Waktu Periode (hari) Jumlah Ekskreta (kg) Jumlah Ekskreta (g/ekor/hari/BB) Ayam Petelur 1000 2,0 365 1.091 15 Ayam Broiler 1000 1,8 63 1.227 11 Kalkun 1000 3,6 112 1.964 4,9 Sumber : Ensminger (1992)

Sumber pencemaran dari ekskreta ayam broiler berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung didalamnya. Selama penumpukan ekskreta terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, nitrit, dan gas sulfida. Gas-gas tersebut menyebabkan bau. Kandungan gas amonia yang tinggi dalam ekskreta menunjukkan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein yang berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua dapat terabsorbsi tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam ekskreta (Rohaeni, 2005).

Muller (1980) menyatakan bahwa rataan kandungan protein kasar ekskreta ayam adalah 30% dalam kisaran 18-40%. Jumlah tersebut terdiri dari 37-45% protein murni, 28-50% asam urat, 8-15% amonia, 3-10% urea dan komponen nitrogen lainnya. Kandungan protein kasar ekskreta ayam broiler yang dipelihara dengan sistem kandang litter berkisar antara 18-30% (Ensminger, 1992). Kadar air yang

4 diproduksi pada ekskreta ayam broiler berkisar antara 60-80% (Leeson dan Summers, 2000).

Manur ayam mengandung N total sebanyak 13-17 g/kg bahan kering, yang terdiri atas 60-75% berupa asam urat, 0-3% berupa N, 0-3% berupa amonia, dan 25-34% berupa protein tidak tercerna (Patterson dan Adrizal, 2005). Manur ayam menjadi produk yang bernilai karena mengandung unsur N, P, dan K sehingga dapat menjadi pupuk kandang yang berperan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman (Bowman, 2009).

Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya (KLH, 2007). Gas berbahaya yang sering ditemukan dalam kandang antara lain NH3, H2S, CO2, dan metana. Pada konsentrasi tertentu, gas-gas tersebut dapat menyebabkan kematian (North dan Bell, 1990). Batas konsentrasi beberapa jenis gas disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Batas Aman dan Kematian Akibat Gas yang Merugikan di Kandang Ayam

Jenis Gas Batas Kematian (%) Batas Aman

(%) (ppm)

Amonia Diatas 0,05 Di bawah 0,0025 Di bawah 25

Hidrogen Sulfida Diatas 0,05 Di bawah 0,004 Di bawah 40 Karbon Dioksida Diatas 30,00 Di bawah 1 Di bawah 10.000

Metana Diatas 5 Di bawah 5 Di bawah 50.000

Sumber : North dan Bell (1990)

Amonia dan Dampaknya

Nitrogen adalah salah satu gas yang terdapat di atmosfir dan merupakan unsur penting pembentuk NH3. Nitrogen yang sudah berikatan dengan hidrogen dapat terbawa jauh di atmosfir dalam bentuk partikel amonium sehingga berperan sebagai penyebab timbulnya polusi di dunia (Gillespie, 1966).

5 Rachmawati (2000) menyebutkan bahwa NH3, H2S dan gas CO2 seringkali menyebabkan masalah bagi kesehatan ternak, peternak, dan lingkungan sekitar. Beberapa penelitian tentang pengaruh NH3 terhadap ternak unggas telah dilaporkan, diantaranya dapat menurunkan rataan pertumbuhan dan mengurangi efisiensi pakan, merusak saluran pernafasan (Chronic Respiratory Disease) dan meningkatkan virus ND (New Castle Disease).

Moore et al. (1995), menyatakan bahwa secara umum NH3 memiliki efek terhadap tampilan ternak, meningkatkan kerentanan terhadap penyakit dan mengganggu efisiensi kerja dari pekerja kandang. Ambang batas kadar NH3 pada manusia dan ayam broiler masing-masing ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Efek Paparan Amonia terhadap Manusia

Konsentrasi Gejala yang Diperlihatkan

5 ppm Mulai terdeteksi

6 – 20 ppm Iritasi mata, gangguan respirasi

40 ppm Sakit kepala, mual, nafsu makan menurun

100 ppm/jam Iritasi pada permukaan mukosa 400 ppm/jam Iritasi pada hidung dan tenggorokan

Sumber : Pauzenga (1991)

Tabel 4. Ambang Batas Kadar NH3 pada Ayam Broiler Kadar NH3

(ppm) Pengaruh pada Ayam Broiler

20 Mengganggu kesehatan dan performa ayam broiler, meningkatkan kejadian penyakit tetelo (New Castle Diseases/ND) dan kerusakan sistem pernafasan (dalam waktu lama)

25 Menurunkan bobot badan, efisiensi pakan (selama 42 hari), meningkatkan kejadian airsaccultis yang mengikuti kejadian penyakit Gumboro (Infectious Bursa Disease (setelah 56 hari)) 25-125 Menurunkan konsumsi dan efisiensi pakan, menimbulkan gejala

keracunan dengan segala iritasi pada trachea, radang kantong udara, conjunctivity, dan dyspnea

75-100 Menyebabkan perubahan epithelium pernafasan, termasuk hilangnya silia dan meningkatkan jumlah sel pengeluaran lender 46-100 Menyebabkan kerusakan pada mata dalam bentuk

keratokonjunctivitis

6 Amonia dihasilkan dari proses pemecahan asam urat oleh mikroorganisme yang akan dipercepat karena adanya air dan pH yang kondusif (Wihandoyo et al., 2001). Bakteri eurolitik yaitu bakteri penghasil enzim urease yang dapat memecah asam urat menjadi amonia (Blake dan Hess, 2001) dan melepaskannya ke atmosfer jika suhu lingkungan sudah mencapai 25oC dan kelembaban kandang mencapai 40-60% (Iwańczuk-Czernik et al., 2007). Bakteri eurolitik tidak dapat tumbuh pada kondisi pH litter netral, tetapi dapat tumbuh pada pH > 8,5 (Blake dan Hess, 2001).

Hidrogen Sulfida (H2S)

Bau yang keluar bersama ekskreta ayam sulit diukur karena terdiri dari beberapa senyawa. Hidrogen sulfida, dan disulfida disebut sebagai salah satu senyawa penyebab bau busuk, demikian juga indol, skatol, dan senyawa lainnya juga berperan secara bersamaan (Overcash et al., 1983). Gas hidrogen sulfida (H2S) dihasilkan dari proses penguraian zat makanan sisa pencernaan dilakukan oleh mikroba perombak protein (Usri, 1988). Gas tersebut toksik bagi manusia dan hewan serta dapat meningkatkan kerentanan penyakit dan mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang berada di sekitar peternakan karena bau yang ditimbulkan (Martin et al. 2004). Hal tersebut merupakan suatu permasalahan yang cukup nyata pada industri peternakan ayam broiler. Gas ini tidak berwarna dan dapat dideteksi pada konsentrasi yang sangat rendah yaitu 0,002 ppm (Soemirat, 2002). Batas rataan konsentrasi gas H2S yang diperbolehkan pada peternakan tempat bekerja selama paparan 8 jam adalah 10 ppm (Ariens et al. 1986)

Menurut Pelczar dan Chan (1996) gas hidrogen sulfida merupakan gas toksik yang berbau busuk. Protein yang terkandung dalam ekskreta ayam akan terurai menjadi asam-asam amino. Asam amino yang memiliki sulfur akan dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroba sehingga sulfur terlepas sebagai gas hidrogen sulfida. Sistin dan metionin adalah dua asam amino yang mengandung sulfur dalam protein. Gas hidrogen sulfida akan dioksidasi oleh bakteri sulfur seperti Thiobacillus ke bentuk sulfat dan dalam keadaan O2 tinggal sedikit maka bakteri pereduksi sulfat seperti Spirillum mereduksi senyawa sulfat menjadi hidrogen sulfida kembali. Ambang batas kadar gas hidrogen sulfida diperlihatkan pada Tabel 5. Reaksinya adalah sebagai berikut:

7 Tabel 5. Efek Paparan Gas Hidrogen Sulfida Terhadap Manusia

Konsentrasi H2S Gejala yang tampak

10 ppm Iritasi mata

20 ppm Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan

50-100 ppm Mual, muntah, dan diare

200 ppm/jam Pusing, depresi, dan rentan pneumonia 500 ppm/330 menit Mual, muntah, dan pingsan

600 ppm Dapat menimbulkan kematian

Sumber : Pauzenga (1991)

Tinjauan Umum Zeolit

Mineral zeolit merupakan mineral yang istimewa karena struktur kristalnya sangat unik sehingga mempunyai sifat sebagai penyerap, penukar kation dan katalisator. Zeolit adalah mineral kristal aluminosilikat terhidrasi dari kation alkali dan alkali tanah, memiliki struktur tiga dimensi yang tidak terbatas. Didalam proses pertukaran diperlukan adanya interaksi adsorpsi antara molekul sorbat dengan permukaan yang aktif penukar ion. Didalam rongga zeolit, kecenderungan menyerap molekul sorbat adalah tinggi, hal ini disebabkan adanya sistem pori antara kristal yang mengakibatkan molekul mendapat gaya interaksi yang kuat dengan permukaan rongga. Interaksi adsorpsi ini dapat ditingkatkan dengan adanya muatan kerangka dan adanya kation-kation, sehingga dihasilkan suatu medan elektrostatik (Muchtar, 2005).

(a) (b)

8 Zeolit Alam

Zeolit alam memiliki struktur yang berbeda-beda tergantung dari lokasi ditemukannya. Pada umumnya jenis zeolit yang ditemukan di Indonesia adalah modernit dan klinoptilolit dengan kandungan yang sangat bervariasi. Modernit umumnya banyak mengandung aluminium sehingga kemampuan menyerap airnya lebih tinggi dibandingkan menyerap hidrokarbon (gas). Sebaliknya klinoptilolit umumnya banyak mengandung silikat sehingga kemampuan menyerap hidrokarbon (gas) lebih tinggi dibandingkan menyerap air (Muchtar, 2005).

Zeolit alam dapat menyerap CO, CO2, SO2, H2S, NH3, HCHO, Ar, O2, N2, H2O, He, H2, Kr, Xe, CH3OH dan gas lainnya. Zeolit dapat digunakan untuk mengumpulkan gas-gas tersebut dan berfungsi sebagai pengontrol bau. Zeolit dapat digunakan dalam kandang pada peternakan intensif karena secara signifikan dapat menurunkan kandungan amonia dan H2S yang menyebabkan bau yang tidak diinginkan (Polat et al., 2004). Sifat zeolit lainnya yang menyebabkan zeolit cocok ditambahkan dalam litter adalah daya serapnya yang tinggi.

Zeolit yang telah diaktifkan melalui proses fisik dan kimiawi akan menyerap gas-gas beracun seperti NO, CO, SO2, H2S, dan lain-lain, melalui pori-pori dan terowongan pori-porinya (sebagai absorbent) dan mengikat logam-logam berat berkat sifat pertukaran kationnya (Muin, 2005). Zeolit menyebabkan percepatan pada penguraian NH3. Gas amonia (NH3) tersebut ditangkap oleh zeolit namun tidak ditahannya melainkan dilepaskan terhadap sistem yang miskin NH3 (udara), kemudian mengambil lagi NH3 dari sistem yang kaya akan NH3 dan melepaskannya lagi sampai keseimbangan tercapai. Hal ini menyebabkan kadar NH3 dalam pupuk berkurang. Ini dilakukan karena zeolit mempunyai sifat reversible setelah diaktivasi (Estiaty et al., 2005).

Penggunaan Zeolit di Bidang Pertanian

Yuliana (2005) menyatakan bahwa pemberian zeolit bersama dengan pupuk kandang ayam memberikan pertumbuhan dan produksi tanaman yang lebih baik dibanding pemberian zeolit bersama pupuk kandang lainnya. Zumar (1998) menyatakan bahwa penambahan zeolit pada kotoran ayam dapat meningkatkan N total kompos sebesar 62% dan K total 128% serta menekan gas amonia yang menguap sebesar 80%.

9 Kisi mineral zeolit merupakan struktur terbuka dengan ruang berhubungan satu sama lain yang dipenuhi air dan kation yang mudah dipertukarkan sehingga zeolit mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi. Kemampuan menahan air dan KTK yang tinggi sekitar 200-300 me/100g menyebabkan zeolit sering digunakan sebagai media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Winarna & Sutarta, 2005).

Penggunaan Zeolit di Bidang Peternakan

Zeolit dapat memperlambat laju pakan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan zat-zat makanan lebih besar dalam proses pencernaan pakan pada ternak non ruminansia. Pertukaran kation Na+ dengan NH4+ di duodenum yang menyebabkan proses deaminasi protein meningkat sehingga protein tidak tercerna yang dikeluarkan bersama feses pun akan berkurang (Cool dan Willard, 1982). Nakaue et al. (1981) menyatakan bahwa penaburan zeolit dalam litter ayam broiler dapat menurunkan kadar amonia kandang, kadar air litter dan kejadian Foot Pad Burn (luka hangus pada alas kaki).

Susilawati (2002) melaporkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kandungan amonia ekskreta. Kandungan amonia pada ekskreta yang diberi ransum yang mengandung zeolit 5 dan 7% nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada ransum yang mengandung zeolit 2,5% serta nyata lebih tinggi daripada ransum yang tidak mengandung zeolit (kontrol). Zeolit memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyerap amonia yang terdapat dalam saluran pencernaan. Dalam saluran pencernaan zeolit akan mengikat amonia yang dihasilkan oleh mikroflora saluran pencernaan untuk selanjutnya dikeluarkan bersama-sama dengan ekskreta, sehingga ekskreta ayam dengan ransum yang mengandung zeolit akan mengandung amonia dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum tanpa penambahan zeolit.

Litter

Litter adalah sejumlah bahan dasar yang ditempatkan diatas lantai kandang dengan ketebalan tertentu yang akan bercampur dengan feses, dimana akan terjadi proses biologis. Ketebalan litter untuk daerah tropis dianjurkan 5-8 cm (Moore dan Sinh, 1982). Litter yang basah merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kapang

10 Aspergillus sp. yang menyebabkan penyakit aspergillosis dan koksidia yang menyebabkan penyakit koksidiosis (Oluyemi dan Roberts, 1979).

Manur Ayam

Manur ayam yang digunakan sebagai pupuk kandang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan kadar bahan organik tanah dengan menyediakan hara lebih lengkap dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang biasanya tidak disediakan oleh pupuk kimia (anorganik). Pemberian manur ayam dapat memberikan pengaruh terhadap perbaikan lingkungan tumbuh yaitu dapat meningkatkan aerasi, kemampuan menahan air, meningkatkan aktivitas berbagai mikroba dalam tanah, peningkatan kandungan P tersedia dan penurunan retensi P tanah. Hal ini memungkinkan petani menggunakan pupuk kandang yang tersedia untuk pertanian dengan biaya rendah dalam memenuhi kebutuhan hara tanaman (Balasubramanian & Bell, 2005).

Erianto (1995) menyatakan bahwa manur ayam mengandung kadar air yang lebih rendah dibandingkan pupuk kotoran kambing dan sapi sehingga kemampuan menahan air lebih tinggi. Manur ayam lebih cepat dalam menyediakan unsur hara dan memiliki nisbah C/N lebih rendah dibandingkan dengan pupuk kotoran sapi, kuda, dan domba. Pemberian manur ayam akan meningkatkan pertumbuhan tanaman yaitu daya tumbuh, vigor bibit serta komponen hasil.

Penelitian Eliyani (1999) menunjukkan bahwa pemberian manur ayam 10 ton/ha dapat memperbaiki sifat kimia tanah yaitu meningkatkan kadar C organik tanah (1,72%), meningkatkan pH tanah berkisar antara 0,08 hingga 0,17 satuan, dan meningkatkan kadar P-Bray tanah saat panen. Pemberian manur ayam secara nyata meningkatkan tinggi tanaman kolesom. Peningkatan tinggi tanaman tersebut sebagai akibat dari pemberian manur ayam berkisar dari 21,71-77,04%. Hal ini disebabkan oleh tersedianya N yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan dosis pupuk kandang ayam. Nitrogen merupakan unsur yang dominan dibanding unsur lainnya dalam pertumbuhan vegetatif (Setyamidjaya, 1986). Namun, untuk mencapai pertumbuhan optimum harus didukung oleh kecukupan P dan K.

Tanaman asal benih melalui fase produktif yaitu fase juvenil, transisi, dan dewasa (Hartman et al., 1990). Pertumbuhan ini memerlukan suplai karbohidrat, dimana suplai itu membutuhkan energi berupa ATP yang berasal dari P dan ion penggerak berupa K (Marschner, 1998).

11 Peran Nitrogen, Fosfor, dan Seng

Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena nitrogen merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam amino dan asam nukleat. Kandungan nitrogen dalam tanaman yang cukup untuk menunjang pertumbuhan antara 2-5% dari berat kering tanaman. Kekurangan unsur ini dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak apabila tanaman kekurangan N yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat rontok. Gejala ini disebabkan oleh N yang mobil dari daun tua ke daun muda (Bennet, 1996).

Fosfor (P) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman pada saat pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan, dan peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk adenosin diphosphat (ADP) dan adenosin triphosphat (ATP). Kadar fosfor dalam tanah berkisar antara 0,14-1,00% (Bennet, 1996). Tanaman

Dokumen terkait