• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Penambahan Zeolit dalam Ransum dan Litter untuk Menurunkan Kadar Amonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta dan Meningkatkan Kualitas Manur Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Penambahan Zeolit dalam Ransum dan Litter untuk Menurunkan Kadar Amonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta dan Meningkatkan Kualitas Manur Ayam Broiler"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM

DAN

LITTER

UNTUK MENURUNKAN KADAR AMONIA

DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA

DAN MENINGKATKAN KUALITAS

MANUR AYAM BROILER

SKRIPSI EDYS KAMALUDIN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

vii RINGKASAN

Edys Kamaludin. D14070036. 2011. Efektifitas penambahan zeolit dalam ransum dan litter untuk menurunkan kadar amonia dan hidrogen sulfida ekskreta dan

meningkatkan kualitas manur ayam broiler. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS

Meningkatnya populasi ayam broiler setiap tahunnya juga akan meningkatkan dampak negatif bagi ayam, manusia dan lingkungan akibat peningkatan emisi gas-gas beracun dan partikel-partikel lain yang dihasilkan dari limbah peternakan ayam broiler jika tidak ditangani dengan baik. Limbah peternakan ayam broiler memiliki kandungan mineral yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk yang digunakan untuk kesuburan tanah dan tanaman. Penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan zeolit pada litter ayam broiler merupakan usaha untuk mengurangi kadar NH3 dan H2S ekskreta disamping dapat meningkatkan kualitas

manur ayam broiler. Zeolit memiliki kemampuan menukar ion yang dapat membantu dalam menurunkan kadar amonia, hidrogen sulfida, kadar air dan gas-gas beracun yang dihasilkan dari ekskreta ayam broiler.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi taraf penggunaan zeolit pada ransum dan litter ayam broiler dalam menurunkan emisi NH3 dan H2S ekskreta

serta meningkatkan komposisi mineral manur ayam broiler. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2011. Tiga ratus enam puluh ekor DOC strain CP 707 digunakan dalam penelitian ini yang dibagi ke dalam 12 perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan dan sepuluh ekor ayam broiler per kandang sebagai satu satuan unit percobaan. Ransum yang digunakan adalah CP 511 produksi PT Charoen Pokphand. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 4 x 3 (4 taraf pemberian Aclinop dalam ransum, yaitu 0; 1; 2; dan 3 kg/100 kg dan 3 taraf penaburan zeolit dalam litter yaitu 0; 2,5; dan 5 kg zeolit per m2litter). Peubah yang diamati adalah kadar air, amonia, protein, hidrogen sulfida ekskreta dan komposisi mineral manur ayam broiler. Kadar amonia, hidrogen sulfida ekskreta dan komposisi mineral ayam broiler disajikan secara deskriptif.

Perlakuan tanpa penambahan Aclinop 0 kg/100 kg ransum dan penaburan zeolit 2,5 kg/m2 litter (R0L1) memiliki tingkat penurunan produksi gas amonia dan hidrogen sulfida yang baik sehingga secara tidak langsung mempengaruhi pertambahan bobot badan harian dan konversi ransum yang paling baik sampai minggu kelima. Perlakuan penambahan Aclinop 2 kg/100 kg ransum dan penaburan zeolit 2,5 kg/m2litter (R2L1) memiliki kadar air manur (15,70%) terendah dan rasio C/N (14) tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji tanam terhadap manur pada perlakuan R2L1.

(3)

vii ABSTRACT

Effectiveness of Zeolite Supplemented on Feed and Litter to Reduce the Ammonia and Hidrogen Sulphide Concentration of Excreta and

to Increase the Quality of Broiler Manure Kamaludin, E., M. Ulfah and P. H. Siagian

Manure and excreta production will increase by the extensive of poultry farming, which if it is not well processed, enviromental problem will occur, such as air, water and soil pollution. Air pollution usually linked to dangerous ammonia and hydrogen sulphide gas forming process to the environment, so that attention and action are needed to minimize the effects. One of the processes to decrease the effects is by using zeolite as an adsorbent because it has ionic exchange and other molecule adsorption potential. Manure contain of mineral which can be used to produce the fertilizers. The objective of this study was to determine the best combination of zeolite supplemented on feed and litter to reduce the ammonia and hydrogen sulphide concentration of excreta and to increase the quality of broiler manure. This research used 360 broilers which were kept for five weeks. There were two factors treated to the chickens, Aclinop on the feed 0,0 (R0); 1,0 (R1); 2,0 (R2) and 3,0 (R3) kg/100kg) and zeolites on the litter (0,0 (L0); 2,5 (L1); dan 5,0 (L2) kg/m2). There were 12 treatments which were repeated three times each. The level of 0,0 kg Aclinop/100 kg feed and zeolites at level 2,5 kg/m2 (R0L1) was not only increase the daily body weight gain and decrease feed convertion rate on five week, but also reduce the concentration of ammonia and hydrogen sulphide. The level of 2,0 kg Aclinop/100 kg feed and zeolites at level 2,5 kg/m2 (R2L1) resulted the best combination to reduce the moisture of manure (15,70%) and increase C/N of manure (14).

(4)

vii

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM

DAN

LITTER

UNTUK MENURUNKAN KADAR AMONIA

DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA

DAN MENINGKATKAN KUALITAS

MANUR AYAM BROILER

EDYS KAMALUDIN

D14070036

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

vii Judul : Efektifitas Penambahan Zeolit dalam Ransum dan Litter untuk

Menurunkan Kadar Amonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta dan Meningkatkan Kualitas Manur Ayam Broiler

Nama : Edys Kamaludin

NIM : D14070036

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr.) (Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS) NIP: 19761101 199903 2 001 NIP: 19460825 197711 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Edys Kamaludin, dilahirkan di Kuningan pada tanggal 19

Agustus 1988. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan H. Enco

Samsuri dan (Alm) Hj. Hamidah.

Tahun 1994 Penulis lulus dari TK AL-Hidayah kemudian melanjutkan ke

SDN 06 Pagi Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2004 Penulis lulus

dari SMPN 252 Jakarta dan 2007 Penulis lulus dari SMAN 91 Jakarta. Penulis

diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Penulis aktif dalam mengikuti organisasi dan kepanitiaan. Penulis menjabat

sebagai Bendara Umum Osis periode 2005/2006. Penulis menjabat sebagai

Bendahara Umum dan Koordinator Logistik acara Pentas Seni SMAN 91 tahun

2006. Penulis menjabat sebagai staf PSDM BEM Fakultas Peternakan IPB periode

2008/2009. Penulis menjabat sebagai Staf Logistik dan Transportasi acara D’ Farm

Festival 2008 dan menjadi Koordinator Logistik dan Transportasi D’Farm Festival

2009 dan Dekan Cup 2009 Fakultas Peternakan IPB. Penulis menjabat sebagai Ketua

Divisi RPM Eksternal BEM Fakultas Peternakan IPB periode 2009/2010 dan sebagai

Steering Comitte acara Fapet Show Time 2010. Penulis menjabat sebagai Wakil

Komti Tingkat Persiapan Bersama tahun 2007/2008 dan menjadi Komti IPTP 44

tahun 2008-2011.

Penulis berkesempatan mendapatkan bantuan dana dari CDA-DPKHA IPB

dalam Program Wirausaha Mandiri 2010 bersama Istiqamah Farm dibidang budidaya

kelinci hias. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Peternakan Sapi Perah

Guranteng Tasikmalaya. Penulis berkesempatan dalam mengikuti rangkaian acara ulang tahun B’n R 2011.

Bogor, Agustus 2011

(7)

vii KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan

Rahmat dan Hidayahnya dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektifitas

penambahan zeolit dalam ransum dan litter untuk menurunkan kadar amonia dan

hidrogen sulfida ekskreta dan meningkatkan kualitas manur ayam broiler”. Skripsi

ini merupakan tugas akhir pada program Sarjana di Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Topik yang diangkat Penulis adalah upaya mitigasi amonia (NH3) dan

hidrogen sulfida (H2S) yang dihasilkan dari limbah ayam broiler berupa ekskreta

melalui penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litternya. Penulis juga

menganalisa kualitas hara makro dan mikro manur ayam broiler yang dihasilkan

untuk dijadikan pupuk bagi tanaman.

Kritik dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan demi perbaikan

diri Penulis pada waktu yang akan datang. Skripsi ini bukan hanya menjadi salah

satu syarat kelulusan dari Fakultas Peternakan IPB namun diharapkan juga dapat

bermanfaat bagi masyarakat yang bergerak dibidang perunggasan Indonesia.

Bogor, Agustus 2011

(8)

vii

Penggunaan Zeolit dibidang Pertanian ... 8

Penggunaan Zeolit dibidang Peternakan ... 9

Litter ... 9

Manur Ayam ... 10

Peran Nitrogen, Fosfor, dan Seng ... 11

Peran Kalium, Besi, Mangan, Magnesium, dan Cuprum ... 11

(9)

vii

Pemeliharaan ... 17

Pengambilan Sampel ... 17

Analisis Produksi NH3 dan H2S ... 18

Penampungan dan Pengikatan Gas NH3 dan H2S Ekskreta Ayam Broiler ... 18

Pengukuran Produksi NH3 Ekskreta Ayam Broiler ... 19

Pengukuran Produksi H2S Ekskreta Ayam Broiler ... 20

Analisis Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler ... 20

Analisis Kadar Protein Ekskreta Ayam Broiler ... 20

Analisis Komposisi Mineral Manur ... 21

Analisis Kadar Air Manur Ayam Broiler ... 21

Analisis pH Manur Ayam Broiler ... 21

Kadar Protein Ekskreta Ayam Broiler ... 29

Kadar Hidrogen Sulfida (H2S) Ekskreta Ayam Broiler ... 31

Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler ... 33

Konversi Ransum Ayam Broiler ... 35

Komposisi Mineral Manur Ayam Broiler ... 36

(10)

vii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Ekskreta Murni pada Beberapa Jenis Unggas ... 3

2. Batas Aman dan Kematian Akibat Gas yang Merugikan di Kandang Ayam ... 4

3. Efek Paparan Amonia terhadap Manusia ... 5

4. Ambang Batas Kadar NH3 pada Ayam Broiler ... 5

5. Efek Paparan Hidrogen Sulfida terhadap Manusia ... 7

6. Standar Performa CP 707 ... 13

7. Komposisi Nutrien Ransum Komersial CP 511 ... 14

8. Kandungan Nutrien Ransum yang Diberikan pada Ayam Broiler ... 15

9. Hasil Analisa Proksimat Aclinop ... 15

10. Komposisi Bahan Penyusun Aclinop (Na4K4Al8Si40O9624.H2O) ... 16

11. Perlakuan Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter Ayam Broiler ... 22

12. Penyajian Data Deskriptif ... 23

13. Rataan Suhu dan Kelembaban di Kandang Ayam Broiler ... 24

14. Rataan Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 25

15. Rataan Kadar Amonia (NH3) Ekskreta Ayam Broiler Selama Tiga Hari Inkubasi ... 26

16. Rataan Kadar Protein Ekskreta Ayam Broiler yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 29

20. Komposisi Mineral Manur Ayam Broiler dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 37

21. Kadar Air (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 38

(11)

vii 23. Rataan Kadar C-Organik (%) Manur yang Dihasilkan dari

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada

Litter ... 41

24. Rataan Kadar N (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 42

25. Rataan Rasio C/N Manur yang Dihasilkan dari Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 43 26. Rataan Kadar P (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 44

27. Rataan Kadar K (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 46 28. Rataan Kadar Ca (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 47

29. Rataan Kadar Mg (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 48

30. Rataan Kadar Fe (ppm) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 49 31. Rataan Kadar Mn (ppm) Manur yang Dihasilkan dari

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada

Litter ... 50

32. Rataan Kadar Cu (ppm) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 52

33. Rataan Kadar Zn (ppm) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter ... 53 34. Rataan Nilai KTK (cmol(+)/kg) Manur yang Dihasilkan dari

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada

Litter ... 54

(12)

vii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Klinoptilolit (a) dan Rumus Kimia Klinoptilolit (b) ... 7

2. Aclinop yang Digunakan dalam Ransum (a) dan Ransum yang Telah Ditambah Aclinop dengan Berbagai Perlakuan (b) ... 15

3. Aclinop (a) dan Zeolit (b) ... 16

4. Penampungan dan Pengikatan NH3 dan H2S ... 19

5. Produksi Gas NH3 Ekskreta Ayam Broiler ... 28

6. Produksi Gas H2S Ekskreta Ayam Broiler ... 32

7. Laju PBBH Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan (Sutamba, 2011) ... 35

(13)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler ... 63

2. Analisis Ragam Kadar Protein Ekskreta Ayam Broiler ... 64

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budidaya ayam broiler merupakan suatu bidang usaha yang memiliki prospek

yang sangat menjanjikan di Indonesia mengingat permintaan masyarakat terhadap

ayam broiler dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan

meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, pendidikan, dan kesadaran

masyarakat akan gizi. Berdasarkan data Statistik Peternakan (Ditjen Peternakan

2008), ayam broiler menyumbang 45,75% (992.700 ton) kebutuhan daging nasional.

Diperkirakan konsumsi ayam pada tahun 2013 akan mencapai 2.064.000 ekor atau

meningkat 31% dari total konsumsi pada tahun 2009 (1.575.000 ekor).

Meningkatnya populasi ayam broiler juga akan meningkatkan dampak negatif

bagi ayam, manusia dan lingkungan akibat peningkatan emisi gas-gas beracun dan

partikel-partikel lain yang dihasilkan dari manur ayam broiler. Disamping sebagai

sumber gas-gas beracun, ekskreta ayam broiler yang menumpuk bersama-sama

dengan bahan litter dan pakan yang tercecer juga dapat menjadi media yang baik

bagi pertumbuhan mikroorganisme dan parasit. Salah satu emisi gas beracun yang

menimbulkan kerugian besar bagi peternakan ayam broiler adalah amonia (NH3).

Amonia merupakan gas alkali, tidak berwarna, mempunyai daya iritasi tinggi,

bersifat toksik dan dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik atau reduksi

substansi nitrogen oleh bakteri. Bersama-sama dengan emisi gas yang lain seperti

hidrogen sulfida (H2S) dan gas-gas yang mudah menguap lainnya (Volatile of

Components/VOCs), amonia menimbulkan bau tidak sedap yang dapat menyebabkan

permasalahan sosial bagi masyarakat di sekitar lokasi peternakan ayam broiler.

Amonia bersifat toksik bagi ayam dan manusia jika melewati ambang batas kadar

yang dapat ditoleransi oleh ayam dan manusia.

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan teknologi yang mudah dan

sederhana sehingga bisa diaplikasikan secara optimal oleh peternak ayam broiler.

Teknologi yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah emisi peternakan

tersebut adalah dengan menggunakan zeolit pada manajemen pemeliharaan ayam

broiler. Penambahan zeolit dalam ransum dan litter ayam broiler merupakan usaha

untuk mengurangi kadar NH3 dan H2S ekskreta disamping dapat meningkatkan

(15)

2 sehingga dapat menyerap molekul lainnya. Sifat kimia zeolit antara lain adalah dapat

terhidrasi pada temperatur tinggi, sebagai penukar ion, pengadsorpsi gas dan uap,

penyerap molekul serta mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) 200-300 me/100g

(Winarna dan Sutarta, 2005).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi taraf penggunaan zeolit

pada ransum dan litter ayam broiler dalam menurunkan emisi NH3 dan H2S ekskreta

(16)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Ekskreta Ayam

Ekskreta merupakan bahan campuran hasil ekskresi tubuh yang berasal dari

pakan yang tidak tercerna dalam saluran pencernaan ditambah sisa hasil metabolisme

(Ensminger, 1992). Jumlah dan komposisi ekskreta yang diproduksi berbeda-beda

tergantung jenis unggas, bobot badan, waktu pengambilan ekskreta, jenis dan jumlah

pakan, dan cuaca (Muller, 1980; Ensminger, 1992). Jumlah ekskreta murni tanpa

adanya litter dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Ekskreta Murni pada Beberapa Jenis Unggas

Jenis

Sumber pencemaran dari ekskreta ayam broiler berkaitan dengan unsur

nitrogen dan sulfida yang terkandung didalamnya. Selama penumpukan ekskreta

terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat,

nitrit, dan gas sulfida. Gas-gas tersebut menyebabkan bau. Kandungan gas amonia

yang tinggi dalam ekskreta menunjukkan kurang sempurnanya proses pencernaan

atau protein yang berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua dapat

terabsorbsi tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam ekskreta (Rohaeni, 2005).

Muller (1980) menyatakan bahwa rataan kandungan protein kasar ekskreta

ayam adalah 30% dalam kisaran 18-40%. Jumlah tersebut terdiri dari 37-45% protein

murni, 28-50% asam urat, 8-15% amonia, 3-10% urea dan komponen nitrogen

lainnya. Kandungan protein kasar ekskreta ayam broiler yang dipelihara dengan

(17)

4 diproduksi pada ekskreta ayam broiler berkisar antara 60-80% (Leeson dan

Summers, 2000).

Manur ayam mengandung N total sebanyak 13-17 g/kg bahan kering, yang

terdiri atas 60-75% berupa asam urat, 0-3% berupa N, 0-3% berupa amonia, dan

25-34% berupa protein tidak tercerna (Patterson dan Adrizal, 2005). Manur ayam

menjadi produk yang bernilai karena mengandung unsur N, P, dan K sehingga dapat

menjadi pupuk kandang yang berperan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman

(Bowman, 2009).

Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau

komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh

kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau tidak dapat berfungsi

sesuai peruntukkannya (KLH, 2007). Gas berbahaya yang sering ditemukan dalam

kandang antara lain NH3, H2S, CO2, dan metana. Pada konsentrasi tertentu, gas-gas

tersebut dapat menyebabkan kematian (North dan Bell, 1990). Batas konsentrasi

beberapa jenis gas disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Batas Aman dan Kematian Akibat Gas yang Merugikan di Kandang Ayam

Jenis Gas Batas Kematian (%) Batas Aman

(%) (ppm)

Amonia Diatas 0,05 Di bawah 0,0025 Di bawah 25

Hidrogen Sulfida Diatas 0,05 Di bawah 0,004 Di bawah 40

Karbon Dioksida Diatas 30,00 Di bawah 1 Di bawah 10.000

Metana Diatas 5 Di bawah 5 Di bawah 50.000

Sumber : North dan Bell (1990)

Amonia dan Dampaknya

Nitrogen adalah salah satu gas yang terdapat di atmosfir dan merupakan unsur

penting pembentuk NH3. Nitrogen yang sudah berikatan dengan hidrogen dapat

terbawa jauh di atmosfir dalam bentuk partikel amonium sehingga berperan sebagai

(18)

5 Rachmawati (2000) menyebutkan bahwa NH3, H2S dan gas CO2 seringkali

menyebabkan masalah bagi kesehatan ternak, peternak, dan lingkungan sekitar.

Beberapa penelitian tentang pengaruh NH3 terhadap ternak unggas telah dilaporkan,

diantaranya dapat menurunkan rataan pertumbuhan dan mengurangi efisiensi pakan,

merusak saluran pernafasan (Chronic Respiratory Disease) dan meningkatkan virus

ND (New Castle Disease).

Moore et al. (1995), menyatakan bahwa secara umum NH3 memiliki efek

terhadap tampilan ternak, meningkatkan kerentanan terhadap penyakit dan

mengganggu efisiensi kerja dari pekerja kandang. Ambang batas kadar NH3 pada

manusia dan ayam broiler masing-masing ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Efek Paparan Amonia terhadap Manusia

Konsentrasi Gejala yang Diperlihatkan

5 ppm Mulai terdeteksi

6 – 20 ppm Iritasi mata, gangguan respirasi

40 ppm Sakit kepala, mual, nafsu makan menurun

100 ppm/jam Iritasi pada permukaan mukosa

400 ppm/jam Iritasi pada hidung dan tenggorokan

Sumber : Pauzenga (1991)

Tabel 4. Ambang Batas Kadar NH3 pada Ayam Broiler

Kadar NH3

(ppm) Pengaruh pada Ayam Broiler

20 Mengganggu kesehatan dan performa ayam broiler, meningkatkan kejadian penyakit tetelo (New Castle Diseases/ND) dan kerusakan sistem pernafasan (dalam waktu lama)

25 Menurunkan bobot badan, efisiensi pakan (selama 42 hari), meningkatkan kejadian airsaccultis yang mengikuti kejadian penyakit Gumboro (Infectious Bursa Disease (setelah 56 hari))

25-125 Menurunkan konsumsi dan efisiensi pakan, menimbulkan gejala keracunan dengan segala iritasi pada trachea, radang kantong udara, conjunctivity, dan dyspnea

75-100 Menyebabkan perubahan epithelium pernafasan, termasuk hilangnya silia dan meningkatkan jumlah sel pengeluaran lender

46-100 Menyebabkan kerusakan pada mata dalam bentuk keratokonjunctivitis

(19)

6 Amonia dihasilkan dari proses pemecahan asam urat oleh mikroorganisme

yang akan dipercepat karena adanya air dan pH yang kondusif (Wihandoyo et al.,

2001). Bakteri eurolitik yaitu bakteri penghasil enzim urease yang dapat memecah

asam urat menjadi amonia (Blake dan Hess, 2001) dan melepaskannya ke atmosfer

jika suhu lingkungan sudah mencapai 25oC dan kelembaban kandang mencapai

40-60% (Iwańczuk-Czernik et al., 2007). Bakteri eurolitik tidak dapat tumbuh pada

kondisi pH litter netral, tetapi dapat tumbuh pada pH > 8,5 (Blake dan Hess, 2001).

Hidrogen Sulfida (H2S)

Bau yang keluar bersama ekskreta ayam sulit diukur karena terdiri dari

beberapa senyawa. Hidrogen sulfida, dan disulfida disebut sebagai salah satu

senyawa penyebab bau busuk, demikian juga indol, skatol, dan senyawa lainnya juga

berperan secara bersamaan (Overcash et al., 1983). Gas hidrogen sulfida (H2S)

dihasilkan dari proses penguraian zat makanan sisa pencernaan dilakukan oleh

mikroba perombak protein (Usri, 1988). Gas tersebut toksik bagi manusia dan hewan

serta dapat meningkatkan kerentanan penyakit dan mengganggu efisiensi aktivitas

para pekerja yang berada di sekitar peternakan karena bau yang ditimbulkan (Martin

et al. 2004). Hal tersebut merupakan suatu permasalahan yang cukup nyata pada

industri peternakan ayam broiler. Gas ini tidak berwarna dan dapat dideteksi pada

konsentrasi yang sangat rendah yaitu 0,002 ppm (Soemirat, 2002). Batas rataan

konsentrasi gas H2S yang diperbolehkan pada peternakan tempat bekerja selama

paparan 8 jam adalah 10 ppm (Ariens et al. 1986)

Menurut Pelczar dan Chan (1996) gas hidrogen sulfida merupakan gas toksik

yang berbau busuk. Protein yang terkandung dalam ekskreta ayam akan terurai

menjadi asam-asam amino. Asam amino yang memiliki sulfur akan dipecah menjadi

komponen yang lebih sederhana oleh mikroba sehingga sulfur terlepas sebagai gas

hidrogen sulfida. Sistin dan metionin adalah dua asam amino yang mengandung

sulfur dalam protein. Gas hidrogen sulfida akan dioksidasi oleh bakteri sulfur seperti

Thiobacillus ke bentuk sulfat dan dalam keadaan O2 tinggal sedikit maka bakteri

pereduksi sulfat seperti Spirillum mereduksi senyawa sulfat menjadi hidrogen sulfida

kembali. Ambang batas kadar gas hidrogen sulfida diperlihatkan pada Tabel 5.

Reaksinya adalah sebagai berikut:

(20)

7 Tabel 5. Efek Paparan Gas Hidrogen Sulfida Terhadap Manusia

Konsentrasi H2S Gejala yang tampak

10 ppm Iritasi mata

20 ppm Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan

50-100 ppm Mual, muntah, dan diare

200 ppm/jam Pusing, depresi, dan rentan pneumonia

500 ppm/330 menit Mual, muntah, dan pingsan

600 ppm Dapat menimbulkan kematian

Sumber : Pauzenga (1991)

Tinjauan Umum Zeolit

Mineral zeolit merupakan mineral yang istimewa karena struktur kristalnya

sangat unik sehingga mempunyai sifat sebagai penyerap, penukar kation dan

katalisator. Zeolit adalah mineral kristal aluminosilikat terhidrasi dari kation alkali

dan alkali tanah, memiliki struktur tiga dimensi yang tidak terbatas. Didalam proses

pertukaran diperlukan adanya interaksi adsorpsi antara molekul sorbat dengan

permukaan yang aktif penukar ion. Didalam rongga zeolit, kecenderungan menyerap

molekul sorbat adalah tinggi, hal ini disebabkan adanya sistem pori antara kristal

yang mengakibatkan molekul mendapat gaya interaksi yang kuat dengan permukaan

rongga. Interaksi adsorpsi ini dapat ditingkatkan dengan adanya muatan kerangka

dan adanya kation-kation, sehingga dihasilkan suatu medan elektrostatik (Muchtar,

2005).

(a) (b)

(21)

8 Zeolit Alam

Zeolit alam memiliki struktur yang berbeda-beda tergantung dari lokasi

ditemukannya. Pada umumnya jenis zeolit yang ditemukan di Indonesia adalah

modernit dan klinoptilolit dengan kandungan yang sangat bervariasi. Modernit

umumnya banyak mengandung aluminium sehingga kemampuan menyerap airnya

lebih tinggi dibandingkan menyerap hidrokarbon (gas). Sebaliknya klinoptilolit

umumnya banyak mengandung silikat sehingga kemampuan menyerap hidrokarbon

(gas) lebih tinggi dibandingkan menyerap air (Muchtar, 2005).

Zeolit alam dapat menyerap CO, CO2, SO2, H2S, NH3, HCHO, Ar, O2, N2,

H2O, He, H2, Kr, Xe, CH3OH dan gas lainnya. Zeolit dapat digunakan untuk

mengumpulkan gas-gas tersebut dan berfungsi sebagai pengontrol bau. Zeolit dapat

digunakan dalam kandang pada peternakan intensif karena secara signifikan dapat

menurunkan kandungan amonia dan H2S yang menyebabkan bau yang tidak

diinginkan (Polat et al., 2004). Sifat zeolit lainnya yang menyebabkan zeolit cocok

ditambahkan dalam litter adalah daya serapnya yang tinggi.

Zeolit yang telah diaktifkan melalui proses fisik dan kimiawi akan menyerap

gas-gas beracun seperti NO, CO, SO2, H2S, dan lain-lain, melalui pori-pori dan

terowongan pori-porinya (sebagai absorbent) dan mengikat logam-logam berat

berkat sifat pertukaran kationnya (Muin, 2005). Zeolit menyebabkan percepatan pada

penguraian NH3. Gas amonia (NH3) tersebut ditangkap oleh zeolit namun tidak

ditahannya melainkan dilepaskan terhadap sistem yang miskin NH3 (udara),

kemudian mengambil lagi NH3 dari sistem yang kaya akan NH3 dan melepaskannya

lagi sampai keseimbangan tercapai. Hal ini menyebabkan kadar NH3 dalam pupuk

berkurang. Ini dilakukan karena zeolit mempunyai sifat reversible setelah diaktivasi

(Estiaty et al., 2005).

Penggunaan Zeolit di Bidang Pertanian

Yuliana (2005) menyatakan bahwa pemberian zeolit bersama dengan pupuk

kandang ayam memberikan pertumbuhan dan produksi tanaman yang lebih baik

dibanding pemberian zeolit bersama pupuk kandang lainnya. Zumar (1998)

menyatakan bahwa penambahan zeolit pada kotoran ayam dapat meningkatkan N

total kompos sebesar 62% dan K total 128% serta menekan gas amonia yang

(22)

9 Kisi mineral zeolit merupakan struktur terbuka dengan ruang berhubungan

satu sama lain yang dipenuhi air dan kation yang mudah dipertukarkan sehingga

zeolit mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi. Kemampuan menahan

air dan KTK yang tinggi sekitar 200-300 me/100g menyebabkan zeolit sering

digunakan sebagai media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Winarna &

Sutarta, 2005).

Penggunaan Zeolit di Bidang Peternakan

Zeolit dapat memperlambat laju pakan dalam saluran pencernaan sehingga

penyerapan zat-zat makanan lebih besar dalam proses pencernaan pakan pada ternak

non ruminansia. Pertukaran kation Na+ dengan NH4+ di duodenum yang

menyebabkan proses deaminasi protein meningkat sehingga protein tidak tercerna

yang dikeluarkan bersama feses pun akan berkurang (Cool dan Willard, 1982).

Nakaue et al. (1981) menyatakan bahwa penaburan zeolit dalam litter ayam broiler

dapat menurunkan kadar amonia kandang, kadar air litter dan kejadian Foot Pad

Burn (luka hangus pada alas kaki).

Susilawati (2002) melaporkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum

memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kandungan amonia

ekskreta. Kandungan amonia pada ekskreta yang diberi ransum yang mengandung

zeolit 5 dan 7% nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada ransum yang mengandung zeolit

2,5% serta nyata lebih tinggi daripada ransum yang tidak mengandung zeolit

(kontrol). Zeolit memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyerap amonia yang

terdapat dalam saluran pencernaan. Dalam saluran pencernaan zeolit akan mengikat

amonia yang dihasilkan oleh mikroflora saluran pencernaan untuk selanjutnya

dikeluarkan bersama-sama dengan ekskreta, sehingga ekskreta ayam dengan ransum

yang mengandung zeolit akan mengandung amonia dengan konsentrasi yang lebih

tinggi dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum tanpa penambahan zeolit.

Litter

Litter adalah sejumlah bahan dasar yang ditempatkan diatas lantai kandang

dengan ketebalan tertentu yang akan bercampur dengan feses, dimana akan terjadi

proses biologis. Ketebalan litter untuk daerah tropis dianjurkan 5-8 cm (Moore dan

(23)

10 Aspergillus sp. yang menyebabkan penyakit aspergillosis dan koksidia yang

menyebabkan penyakit koksidiosis (Oluyemi dan Roberts, 1979).

Manur Ayam

Manur ayam yang digunakan sebagai pupuk kandang dapat meningkatkan

kesuburan tanah dan kadar bahan organik tanah dengan menyediakan hara lebih

lengkap dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang biasanya tidak disediakan oleh

pupuk kimia (anorganik). Pemberian manur ayam dapat memberikan pengaruh

terhadap perbaikan lingkungan tumbuh yaitu dapat meningkatkan aerasi, kemampuan

menahan air, meningkatkan aktivitas berbagai mikroba dalam tanah, peningkatan

kandungan P tersedia dan penurunan retensi P tanah. Hal ini memungkinkan petani

menggunakan pupuk kandang yang tersedia untuk pertanian dengan biaya rendah

dalam memenuhi kebutuhan hara tanaman (Balasubramanian & Bell, 2005).

Erianto (1995) menyatakan bahwa manur ayam mengandung kadar air yang

lebih rendah dibandingkan pupuk kotoran kambing dan sapi sehingga kemampuan

menahan air lebih tinggi. Manur ayam lebih cepat dalam menyediakan unsur hara

dan memiliki nisbah C/N lebih rendah dibandingkan dengan pupuk kotoran sapi,

kuda, dan domba. Pemberian manur ayam akan meningkatkan pertumbuhan tanaman

yaitu daya tumbuh, vigor bibit serta komponen hasil.

Penelitian Eliyani (1999) menunjukkan bahwa pemberian manur ayam 10

ton/ha dapat memperbaiki sifat kimia tanah yaitu meningkatkan kadar C organik

tanah (1,72%), meningkatkan pH tanah berkisar antara 0,08 hingga 0,17 satuan, dan

meningkatkan kadar P-Bray tanah saat panen. Pemberian manur ayam secara nyata

meningkatkan tinggi tanaman kolesom. Peningkatan tinggi tanaman tersebut sebagai

akibat dari pemberian manur ayam berkisar dari 21,71-77,04%. Hal ini disebabkan

oleh tersedianya N yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan dosis pupuk

kandang ayam. Nitrogen merupakan unsur yang dominan dibanding unsur lainnya

dalam pertumbuhan vegetatif (Setyamidjaya, 1986). Namun, untuk mencapai

pertumbuhan optimum harus didukung oleh kecukupan P dan K.

Tanaman asal benih melalui fase produktif yaitu fase juvenil, transisi, dan

dewasa (Hartman et al., 1990). Pertumbuhan ini memerlukan suplai karbohidrat,

dimana suplai itu membutuhkan energi berupa ATP yang berasal dari P dan ion

(24)

11 Peran Nitrogen, Fosfor, dan Seng

Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena

nitrogen merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam

amino dan asam nukleat. Kandungan nitrogen dalam tanaman yang cukup untuk

menunjang pertumbuhan antara 2-5% dari berat kering tanaman. Kekurangan unsur

ini dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak

apabila tanaman kekurangan N yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat

rontok. Gejala ini disebabkan oleh N yang mobil dari daun tua ke daun muda

(Bennet, 1996).

Fosfor (P) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman pada saat

pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan, dan peredarannya keseluruh

tanaman dalam bentuk adenosin diphosphat (ADP) dan adenosin triphosphat (ATP).

Kadar fosfor dalam tanah berkisar antara 0,14-1,00% (Bennet, 1996). Tanaman

mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4-. Kekurangan unsur P menyebabkan

pertumbuhan tanaman menjadi kerdil saat tumbuh muda dan warna daun hijau gelap

(kadang-kadang hijau ungu gelap) (Bennet, 1996).

Seng (Zn) mempunyai peranan penting dalam pembentukan buah muda pada

tanaman kakao (Wood dan Lass, 1985). Kadar normal Zn dalam bahan kering

tanaman kakao berkisar antara 20-170 ppm (Saleh, 1978). Bennet (1996)

menyatakan bahwa titik kritis kekurangan Zn berkisar 15-20 ppm.

Peran Kalium, Besi, Mangan, Magnesium, dan Cuprum

Kalium (K) adalah kation yang esensial bagi tanaman. Kadar K dalam

tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan optimal sebesar 2-5% dari berat kering

tanaman (Bennet, 1996). Peran utama K dalam tanaman adalah sebagai aktivator

enzim. Kalium menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar.

Kalium diperlukan dalam pembentukan karbohidrat dan translokasi gula (Soepardi,

1983). Kekurangan K pada tanaman mengakibatkan bagian tepi daun klorosis, daun

menjadi keriting dan menggulung, batang menjadi lemah dan ramping. Respon

pengambilan K oleh tanaman tergantung pada taraf N (Bennet, 1996). Tanaman salak

Sumedang yang memiliki rasa manis respon terhadap penyerapan K lebih tinggi dan

(25)

12 Fungsi Fe pada tanaman sebagai katalis atau bagian dari suatu enzim yang

berhubungan dengan pembentukan klorofil. Kadar optimum Fe pada tanaman

sebesar 50-250 ppm. Titik kritis kebutuhan Fe pada tanaman <50 ppm dan tidak

mengalami keracunan jika melebihi batas optimum (Bennet, 1996).

Mangan (Mn) merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman sehingga

gejala defisiensinya muncul mula-mula pada bagian yang muda. Fungsi mangan pada

tanaman sebagai aktivasi beberapa enzim dalam sel tumbuhan, terutama

dekarboksilase dan dehidrogenase yang terlibat siklus Krebs. Fungsi utama Mn pada

reaksi fotosintetik yang menghasilkan oksigen dan air. Ketersediaan Mn pada

tanaman berkisar 10-50 ppm. Gejala defisiensi Mn adalah klorosis pada daun muda

yang akhirnya berkembang menjadi noda kecil nekrosis (Bennet, 1996).

Magnesium (MgO) berperan dalam pembentukan klorofil dan fotosintesis

tanaman, terlibat dalam sintesis protein dan sistem enzim pada tanaman. Kekurangan

magnesium (MgO) pada daun jagung yang tua warnanya berubah menjadi ungu

kemerah-merahan dan tepi daun seperti daun mati, pada daun jagung muda warnanya

menjadi kuning keputihan sepanjang daun (Bennet, 1996).

Cuprum (Cu) sering terjadi kekurangan pada tanah organik dan pada pH

tinggi. Fungsi utama Cu dalam tanaman yaitu dalam sistem enzim, sintesis protein,

berperan dalam pembentukan klorofil, pembentukkan dinding sel dan metabolisme

nitrogen (N). Kebutuhan optimum Cu dalam tanaman sebesar 5-20 ppm, titik kritis

cuprum dalam tanaman sebesar 3-5 ppm dan tanaman akan keracunan jika Cu dalam

tanaman sebesar > 20 ppm. Kebutuhan Cu pada tanaman jagung sebesar 7-20 ppm

(26)

13 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februai hingga April 2011 di

Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Analisis kadar NH3 dan H2S dilakukan di Laboratorium PPLH-IPB, Gedung PPLH

Lantai 2, Jl. Lingkar Akademik, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680. Analisis kadar

air ekskreta dan litter ayam broiler dan kadar protein ekskreta ayam broiler dilakukan

di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan

Pengabdian pada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Jl. Kamper Kampus IPB

Darmaga-Bogor 16680. Analisis komposisi mineral manur dilakukan di

Laboratorium Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Besar

Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Penelitian Tanah, Jl. Ir. H. Juanda No. 98, Bogor

16123.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan adalah ayam broiler strain Cobb galur CP 707

sebanyak 360 ekor umur satu hari atau Day Old Chick (DOC) yang diproduksi oleh

PT Charoen Pokphand Jaya Farm dan telah divaksin ND I, IBD, dan ND II. Standar

performa CP 707 ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Standar Performa CP 707

Minggu Bobot Badan

(27)

14 Kandang

Ayam dipelihara dalam kandang litter berukuran 1 x 1 x 0,8 m3. Kandang

yang digunakan 36 petak kandang, masing-masing petak berisi 10 ekor DOC sebagai

satu satuan unit percobaan.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah tempat pakan, tempat

minum, plastik atau tirai penutup, kertas koran, lampu, gayung, ember, meteran, dan

seng. Peralatan untuk pengambilan ekskreta ayam broiler digunakan timbangan,

plastik penampung, sendok plastik, plastik hitam, kaleng bekas, alat tulis, dan kertas

label. Peralatan untuk analisis ekskreta ayam broiler yaitu kertas saring, cawan petri,

gelas ukur, tabung erlenmeyer, pipa kaca, corong, botol pastik, pengaduk, selang

plastik, penyambung pipa, karet penutup, spatula, jerigen plastik besar, lemari

pendingin, dan spektrofotometer.

Ransum

Ransum yang digunakan selama penelitian yaitu ransum komersial 511

produksi PT Charoen Phokphand dengan komposisi nutrien seperti diperlihatkan

pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Nutrien Ransum Komersial CP 511

Zat Nutrisi Persentase (%)

Kadar air Max 13,41

Protein kasar 20,16 - 23,28

Lemak kasar 9,56 - 11,13

Serat kasar 1,80 - 2,08

Abu 4,66 - 5,38

Sumber: PT Charoen Phokphand Jaya Farm, 2011

Zeolit yang dicampurkan ke dalam pakan adalah zeolit jenis klinoptilolit

(Aclinop) yang diproduksi oleh CV Minatama (Gambar 2a) dengan kandungan hasil

analisa proksimatnya ditampilkan pada Tabel 8. Aclinop yang dicampurkan ke dalam

ransum terdiri atas empat taraf (Gambar 2b) yaitu:

R0 = 0 kg Aclinop (ransum tanpa penambahan Aclinop)

(28)

15 R2= 2 kg Aclinop dalam 100 kg ransum

R3= 3 kg Aclinop dalam 100 kg ransum

(a) (b)

Gambar 2. Aclinop yang Digunakan dalam Ransum (a) dan Ransum yang Telah Ditambah Aclinop dengan Berbagai Perlakuan (b)

Tabel 8. Kandungan Nutrien Ransum yang Diberikan pada Ayam Broiler

Nutrien R0 R1 R2 R3 Standar

Kadar Air (%) 13,41 13,362 13,312 13,272 Maks. 13,003

Protein Kasar (%) 20,16 19,962 19,772 19,582 Min. 15,003

Lemak Kasar (%) 9,64 9,552 9,462 9,372 Min. 3,003

Abu (%) 4,66 5,462 6,252 7,032 Maks. 8,003

Serat Kasar (%) 1,80 1,802 1,792 1,792 Maks. 6,003

Ca (%) 0,93 0,922 0,912 0,912 0,90-1,203

P (%) 0,51 0,502 0,502 0,502 0,60-0,803

Energi metabolis (kkal/kg)

2900-30001 - - - 3050-31503

Keterangan: Hasil analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Teknologi, IPB (2011). 1PT Charoen Phokphand Jaya Farm, 2Hasil Perhitungan , 3BSN (2011)

Tabel 9. Hasil Analisa Proksimat Aclinop

Nutrien Persentase (%)

Kadar air 8,51

Protein kasar 0,13

Lemak kasar 0,36

Serat kasar 1,52

Abu 85,92

(29)

16 Tabel 10. Komposisi Bahan Penyusun Aclinop (Na4K4Al8Si40O9624.H2O)

Komposisi elemen (%):

C = 52,55 H = 4,4 O = 42,53

N = 1,19 S = 0,58 P = 0,03

Sumber: CV Minatama

Aclinop yang ditambahkan ke dalam ransum dan zeolit yang ditambahkan pada litter diperlihatkan pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3. Aclinop (a) dan Zeolit (b)

Litter

Litter yang digunakan selama penelitian yaitu sekam padi dengan ketebalan 5

cm dari dasar lantai. Zeolit yang diproduksi oleh CV Minatama, Lampung ditaburkan

di atas litter pada hari ke-21 pemeliharaan ayam dengan taraf yang berbeda yaitu 0;

2,5 dan 5 kg/m2litter (L0, L1, dan L2).

Manur

Manur yang digunakan untuk analisa komposisi mineral manur adalah manur

yang diambil sesaat setelah pemeliharaan 35 hari. Manur yang diambil sebanyak 100

gram setiap perlakuan.

Prosedur Persiapan Kandang

Kandang dibuat petak-petak untuk masing-masing perlakuan dengan ukuran

1x1x0,8 m3 yang dilengkapi dengan satu tempat pakan, satu tempat air minum dan

satu buah lampu 60 watt untuk setiap petak. Lantai dan pembatas kandang

dibersihkan, disemprot dengan desinfektan dan dikapur untuk memutus rantai

(30)

17 sekam dengan ketebalan 5 cm dari lantai kandang. Tempat pakan dan minum dicuci

terlebih dahulu sebelum dipasang.

Kandang dan peralatan sudah dalam keadaan siap saat kedatangan DOC.

Persiapan kedatangan DOC meliputi brooder yang telah dinyalakan sekitar 6-8 jam

sebelumnya. Anak ayam (DOC) ditempatkan masing-masing 10 ekor setiap sekat.

Sampai umur satu minggu, koran diletakkan diatas sekam untuk menghindarkan luka

pada kaki DOC akibat tekstur sekam yang tajam dan menghindari agar tidak

dimakan oleh DOC.

Pemeliharaan

Anak ayam broiler yang baru datang ditimbang untuk mengetahui bobot

badannya. Anak ayam dimasukkan ke dalam 36 kandang secara acak, masing-masing

10 ekor untuk setiap kandang. Ayam diberi larutan air gula untuk mengembalikan

kondisi tubuh ayam selama pengangkutan dari poultry shop. Ransum diberikan

sesuai taraf perlakuan dari hari pertama hingga hari ke-35. Ransum dan air minum

diberikan ad libitum. Vaksinasi tidak dilakukan pada penelitian ini karena ayam

broiler strain CP 707 sudah dilengkapi vaksin ND I, IBD, dan ND II. Penimbangan

ayam broiler dilakukan setiap satu minggu sekali, sementara sisa ransum ditimbang

setiap hari.

Pada saat ayam broiler berumur 1-35 hari, dilakukan penambahan Aclinop

ke dalam ransum dengan taraf yang berbeda yaitu 0; 10; 2,0; 3,0 kg/100 kg ransum

(R0, R1, R2, dan R3). Pada saat ayam broiler berumur 21 hari, dilakukan penaburan

zeolit pada litter dengan taraf yang berbeda yaitu 0; 2,5 dan 5 kg/m2 litter (L0, L1,

dan L2). Saat ayam broiler berumur 35 hari dilakukan penimbangan untuk

mengetahui bobot badan akhir.

Pengambilan Sampel

Pengumpulan ekskreta dilakukan segera setelah pemeliharaan ayam broiler

35 hari. Ekskreta segar yang ditampung dengan menggunakan plastik kreb kemudian

dilakukan analisis. Sampel diaduk supaya homogen dan dibungkus dalam plastik

yang tertutup rapat. Selanjutnya sampel ditimbang dan diambil 100 gram ekskreta

untuk setiap perlakuan, kemudian dinalisis produksi NH3 dengan metode Indofenol

(31)

18 2010), kadar air ekskreta ayam broiler (AOAC, 1988), dan pengukuran kadar protein

ekskreta ayam broilerdengan metode Kjeldhal (AOAC, 1988).

Pengumpulan manur dilakukan segera setelah pemeliharaan ayam broiler 35

hari. Manur ditampung dengan menggunakan plastik kreb digunakan untuk analisis.

Sampel diaduk supaya homogen dan dibungkus dalam plastik yang tertutup rapat.

Selanjutnya sampel ditimbang dan diambil 100 gram kemudian dinalisis komposisi

mineral manur di Laboratorium Tanah.

Analisis Produksi NH3 dan H2S

Tahapan dalam menghitung produksi NH3 dan H2S (Lab. PPLH-IPB, 2010)

meliputi tiga tahap yaitu 1) Penampungan dan pengikatan gas NH3 dan H2S ekskreta

ayam broiler; 2) Pengukuran produksi NH3 ayam broiler dengan metode Indofenol

(SNI, 2005); dan 3) Pengukuran H2S ekskreta ayam broiler dengan metode biru

metilen.

Penampungan dan Pengikatan Gas NH3 dan H2S Ekskreta Ayam Broiler

Peralatan dibersihkan dengan aquades. Botol I berisi 10 ml asam sulfat 0,3%

yang berfungsi untuk mengikat gas amonia dan botol II berisi 10 ml seng asetat 0,04

N yang berfungsi untuk mengikat gas hidrogen sulfida. Botol III digunakan sebagai

pengaman agar tidak ada cairan yang masuk ke dalam botol I dan II. Kecepatan

angin disamakan sebesar 1 frg (flow rate gas).

Setiap botol plastik yang tertutup rapat dihubungkan dengan aerator dan gas

yang dihasilkan oleh ekskreta ayam dialirkan dengan bantuan aerator berkecepatan

tetap melalui selang plastik ke dalam dua botol plastik masing-masing berukuran 100

ml. Larutan pengikat diganti setiap hari selama tiga hari untuk diukur kadar gas yang

tertampung. Setelah selesai dipakai, peralatan dibersihkan dengan aquades agar tidak

tidak terjadi kontaminasi udara. Mekanisme pengikatan NH3 dan H2S (Gambar 4)

adalah sebagai berikut:

1. Udara dari aerator menarik gas yang dihasilkan dari tabung X melalui selang 3.

2. Udara dari tabung X masuk ke dalam botol III sebagai pengaman, kemudian

dialirkan kembali ke botol I dan II melalui selang 2.

3. Selang 2 tempat keluarnya gas-gas yang dihasilkan ekskreta yang akan masuk ke

(32)

19 mengikat gas amonia dan botol II berisi 10 ml seng asetat 0,04 N yang berfungsi

untuk mengikat gas hidrogen sulfida.

4. X adalah erlenmeyer 1000 ml berisi ekskreta ayam 100 gram.

5. Botol I adalah botol plastik berisi 10 ml larutan asam sulfat 0,3%.

6. Botol II adalah botol plastik berisi 10 ml larutan seng asetat 0,04 N.

Gambar 4. Penampungan dan Pengikatan NH3 dan H2S

Pengukuran Produksi NH3 Ekskreta Ayam Broiler

Gas amonia yang terikat dalam asam sulfat 0,3% dianalisis dengan metode

Indofenol (SNI, 2005) sebagai berikut:

1. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Alat spektrofotometer dioptimalkan sesuai petunjuk penggunaan alat.

Siapkan enam tabung uji 25 ml lalu dimasukkan ke dalamnya larutan standar

amonia masing-masing 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 1,0; dan 1,5 ml, yang mengandung 0;

2; 4; 6; 10; dan 15 µg NH3. Selanjutnya ditambahkan larutan penjerap sampai 10

ml. Ditambahkan berturut-turut ke dalam masing-masing tabung uji 2 ml larutan

penyangga, 5 ml larutan pereaksi fenol dan 2,5 ml larutan pereaksi natrium

hipoklorit lalu dihomogenkan. Ditambahkan air suling ke dalam tabung uji

sampai tanda tera, lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit. Diukur

serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang 630 nm. Dibuat kurva

kalibrasi antara serapan dengan jumlah NH3.

2. Analisis Gas Amonia

Gas amonia yang terikat dalam asam sulfat 0,3% dipipet sebanyak 10 ml ke

dalam tabung 25 ml. Ditambahkan berturut-turut ke dalam masing-masing

(33)

20 pereaksi natrium hipoklorit lalu dihomogenkan. Ditambahkan air suling ke

dalam tabung uji sampai tanda tera, lalu dihomogenkan dan didiamkan selama

30 menit. Masukkan larutan sampel ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer,

lalu diukur serapannya pada panjang gelombang 630 nm. Serapan contoh uji

dibaca kemudian dihitung jumlah NH3 yang diperoleh dari kurva kalibrasi.

Kemudian dilakukan pengujian blanko dengan menggunakan 10 ml larutan

penjerap.

Pengukuran Produksi Hidrogen Sulfida (H2S) Ekskreta Ayam Broiler

Gas hidrogen sulfida (H2S) yang dilepas oleh ekskreta ayam broiler dianalisis

menggunakan metode biru metilen dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 670 nm (Lab PPLH-IPB, 2010).

Analisis Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler

Sebanyak 100 gram ekskreta ayam broilerdimasukkan dalam cawan porselin

dan ditimbang. Cawan porselin yang berisi ekskreta ditimbang sebagai berat basah,

kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC dan dinyatakan sebagai berat

kering dan konstan. Perhitungan kadar air ekskreta ayam broiler dinyatakan dengan

dengan persamaan:

Keterangan :

x = kadar air (%)

a = bobot basah ekskreta ayam (gram)

b = bobot kering ekskreta ayam (gram)

Analisis Kadar Protein Ekskreta Ayam Broiler

Analisis protein dilakukan dengan metode Kjeldahl terhadap ekskreta ayam

broileruntuk menentukan (%) protein. Sebanyak 0,5-1 gram contoh ditimbang dalam

labu destruksi, kemudian ditambahkan 12 ml H2SO4 pekat dan tablet katalis

selenium, larutan tersebut didestruksi selama 45 menit sampai jernih. Larutan hasil

destruksi ini ditempatkan pada alat destilasi Kjeltec, kemudian didestilasi uap.

Uapnya ditampung didalam erlenmeyer yang berisi asam sulfat 4% dan indikator

BCG-MM. Selesai destilasi, destilat yang diperoleh dititrasi dengan HCl 0,02 M

(34)

21 muda. Dilakukan juga penetapan blanko. Perhitungan kadar protein ekskreta ayam

broiler dinyatakan dengan dengan persamaan:

Keterangan:

A = volume (ml) HCl 0,02 M untuk contoh

B = volume (ml) HCl 0,02 M untuk blanko

M = molaritas HCl 0,02 M

Analisis Komposisi Mineral Manur Ayam Broiler

Analisis komposisi mineral manur dilakukan dengan menggunakan uji atomic

absorption spectrophotometer (AAS) (Jackson, 1958) untuk mengetahui kandungan

unsur hara manur dari setiap perlakuan yang dihasilkan. Uji AAS yang dilakukan

adalah N, P, C, K, rasio C/N, kapasitas tukar kation (KTK), Ca (CaO), Mg (MgO),

Fe, P (P2O5), K (K2O), Mn, Cu, dan Zn juga dilakukan pengukuran kadar air dan pH

manur ayam broiler. Analisis komposisi mineral manur manur dilakukan di

Laboratorium Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Besar

Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Penelitian Tanah.

Analisis Kadar Air Manur Ayam Broiler

Sebanyak 100 gram manur ayam broiler dari setiap kandang dimasukkan

dalam plastik dan ditimbang. Plastik yang berisi litter ditimbang sebagai berat basah,

kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC dan dinyatakan sebagai berat

kering dan konstan. Perhitungan kadar air manur ayam broiler dinyatakan dengan

persamaan:

Keterangan :

x = kadar air (%)

a = bobot basah manur ayam (gram)

b = bobot kering manur ayam (gram)

Analisis pH ManurAyam Broiler

Pengumpulan manur dilakukan pada akhir pemeliharaan pada umur 35 hari.

(35)

22 manur untuk setiap perlakuan, kemudian dianalisis pH manur dengan menggunakan

pH meter.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4

x 3. Faktor pertama berupa taraf Aclinop yang ditambahkan pada ransum, yang

terdiri dari empat taraf (0; 1,0; 2,0; 3,0 kg/100 kg ransum). Faktor kedua adalah

zeolit yang ditaburkan pada litter yang terdiri dari tiga taraf perlakuan (0; 2,5 dan 5

kg/m2). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 36

unit percobaan. Dengan demikian terdapat dua belas kombinasi perlakuan yaitu

R0L0, R0L1, R0L2, R1L0, R1L1, R1L2, R2L0, R2L1, R2L2, R3L0, R3L1, dan

R3L2. Perlakuan dan ulangan masing-masing dengan tiga ulangan selengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 11.

Aclinop dalam Ransum (kg/100kg ransum )

Total

Model matematika dari rancangan percobaan yang digunakan mengikuti model matematika Gasperz (1995) sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = pengamatan pada taraf penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter.

µ = nilai tengah pengaruh kombinasi taraf pemberian Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter.

αi = pengaruh penambahan Aclinop dalam ransum pada taraf ke-i (i= 0; 1,0;

2,0; 3,0 kg/100 kg ransum).

βj = pengaruh taraf penambahan zeolit pada litter pada taraf ke-j (j= 0; 2,5; 5,0

(36)

23 (α β)i j = interaksi penambahan Aclinop dalam ransum taraf ke-i dan penambahan

zeolit pada litter taraf ke-j.

εijk = pengaruh galat percobaan yang berasal dari faktor penambahan Aclinop

dalam ransum taraf ke-i dan penambahan zeolit pada litter taraf ke-j pada ulangan ke-k; k= 1,2 dan 3.

Kadar amonia, hidrogen sulfida ekskreta dan komposisi mineral manur ayam

broiler tidak dilakukan uji asumsi, analisis ragam, dan uji perbandingan nilai tengah

melainkan dibahas secara deskriptif. Masing-masing perlakuan tidak dilakukan

pengulangan, sehingga terdapat 12 unit percobaan. Data deskriptif diperlihatkan

secara lengkap pada Tabel 12.

Tabel 12. Penyajian Data Deskriptif

Zeolit pada Litter (kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100kg ransum )

Total

0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3)

0 ,0 (L0) R0L0 (1) R1L0 (1) R2L0 (1) R3L0 (1) 4

2,5 (L1) R0L1 (1) R1L1 (1) R2L1 (1) R3L1 (1) 4

5,0 (L2) R0L2 (1) R1L2 (1) R2L2 (1) R3L2 (1) 4

Total 3 3 3 3 12

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati adalah kadar air, amonia (NH3), protein, hidrogen

sulfida (H2S) ekskreta dan komposisi mineral manur ayam broiler (kadar air, pH,

unsur hara makro dan mikro manur, dan kapasitas tukar kation (KTK)).

Analisis Data

Data yang diperoleh terlebih dahulu diuji asumsi, jika memenuhi syarat maka

dilakukan uji analisis ragam atau analysis of variance (ANOVA). Jika hasil analisis

berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji perbandingan nilai tengah dengan

menggunakan Uji Tukey. Kadar amonia, hidrogen sulfida ekskreta dan komposisi

mineral manur ayam broiler tidak dilakukan uji asumsi, analisis ragam, dan uji

(37)

24 HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu dan Kelembaban

Rataan suhu dan kelembaban di kandang ayam broiler Blok C Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor selama lima minggu penelitian selengkapnya

diperlihatkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Suhu dan Kelembaban di Kandang Ayam Broiler

Minggu ke- Waktu Pengamatan

06.00-08.00 12.00-14.00 18.00-20.00

1 Suhu (oC) 22,3 32,9 26,8

Kelembaban (%) 99,7 58,9 84,1

2 Suhu (oC) 23,8 30,5 27,6

Kelembaban (%) 100 69,7 78,4

3 Suhu (oC) 23,0 30,5 27,1

Kelembaban (%) 99,1 66,6 81,7

4 Suhu (oC) 23,5 29,3 26,6

Kelembaban (%) 98,7 75,1 85,6

5 Suhu (oC) 23,5 31,6 26,9

Kelembaban (%) 99,7 66,0 88,0

Rataan Suhu (oC) 23,22 30,96 27

Kelembaban (%) 99,44 67,26 83,56

Berdasarkan Tabel 13, rataan suhu dan kelembaban siang hari kandang

penelitian ayam broiler pada lima minggu penelitian adalah 30,96oC dan 67,26%

sedangkan pada minggu kelima dimana ekskreta dan manur ditampung pada siang

hari adalah 31,6oC dengan kelembaban 66,0%. Kondisi ini tidak sesuai dengan suhu

yang dibutuhkan oleh ayam broiler untuk pertumbuhan optimal. Menurut North dan

Bell (1990), suhu lingkungan 18-21oC merupakan suhu yang sesuai untuk

pertumbuhan optimal ayam. Menurut Ross (2009), kelembaban kandang ayam

broiler 60-70% merupakan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan optimal

ayam. Hasil pengamatan pertambahan bobot badan harian dan konversi ransum ayam

broiler CP 707 dalam penelitian ini tidak mencapai standar performa yang ditentukan

(38)

25 manajemen yang tidak sesuai dengan standar manajemen dari PT Charoen Pokphand

kemungkinan menyebabkan tidak tercapainya standar performa CP 707 yang ideal

(Sutamba, 2011).

Kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi gas yang dihasilkan

dari sumber emisi kotoran ayam broiler. Semakin tinggi nilai kelembaban udara di

suatu tempat maka semakin baik bagi mikrooganisme untuk tumbuh dan

berkembangbiak serta semakin banyak proses perombakan yang terjadi.

Berkembangnya mikroorganisme yang merugikan dapat mengganggu kesehatan

ternak misalnya bakteri eurolitik. Bakteri eurolitik adalah bakteri penghasil enzim

urease yang dapat memecah asam urat menjadi amonia (Blake dan Hess, 2001).

Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler

Pengaruh penambahan Aclinop di dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar air ekskreta ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada Litter (kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan

Berdasarkan hasil analisis ragam, penambahan Aclinop dalam ransum dan

penaburan zeolit dalam litter tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air ekskreta,

dan tidak terjadi interaksi antara keduanya. Namun demikian, berdasarkan Tabel 14

memperlihatkan, semakin tinggi taraf Aclinop dalam ransum dapat meningkatkan

kadar air ekskreta ayam broiler sebesar 0,38-0,89%. Meningkatnya kadar air ekskreta

pada ayam yang diberi ransum R1, R2 dan R3 dikarenakan Aclinop memiliki kadar

air sebesar 8,51% (Tabel 9) sehingga mampu meningkatkan kadar air ekskreta yang

(39)

26 Hasil ini berbeda dengan penelitian Katouli et al. (2010), bahwa penambahan

zeolit dalam ransum dengan taraf 1,5 dan 3% mampu menurunkan kadar air ekskreta

ayam broiler dari 79,14% menjadi 78,53% dan 73,01% atau terjadi penurunan

sebesar 0,67 dan 6,13%. Aclinop merupakan mineral mikro yang dapat digunakan

dalam ransum sebagai sumber mineral namun penggunaannya dalam ransum

komersial menjadi tidak efektif karena ransum komersial yang ditambahkan Aclinop

akan mengalami perubahaan komposisi nutrien sehingga keseimbangannya menjadi

berubah. Hal ini diduga dapat mengakibatkan ransum yang ditambah dengan Aclinop

tidak sesuai dengan standar kebutuhan nutrien ayam (Sutamba, 2011) terutama pada

mineral. Menurut Parakkasi (1983), bila konsentrasi mineral tinggi, fungsi-fungsi

biologis akan meningkat pula sampai mencapai titik optimum. Bila titik optimum

sudah terlampaui, akan terjadi keracunan dan fungsi-fungsi biologis akan menurun.

Menurut Leeson et al. (1995), kelebihan mineral magnesium (Mg) dan sodium (Na)

dalam tubuh ternak akan meningkatkan konsumsi air minum. Menurut Church dan

Pond (1988), kelebihan mineral fosfor (P) dalam tubuh ternak dapat mengakibatkan

diare.

Ketidakseimbangan mineral akibat penambahan Aclinop dalam ransum pada

taraf R2 dan R3 mengakibatkan ayam broiler meningkatkan konsumsi air minumnya

sehingga kandungan air dalam litter juga meningkat. Taraf 2,5 kg zeolit/m2 litter

(L1) diduga tidak mampu lagi menyerap air dan gas dari eksreta yang basah akibat

konsumsi air yang meningkat (Sutamba, 2011). Namun, pada faktor perlakuan L2

mengalami penurunan sebesar 1,09% dibandingkan dengan kontrol (L0). Hal ini

dikarenakan luas permukann L2 lebih besar daripada L1 sehingga masih terdapat

rongga-rongga untuk menyerap air. Luas permukaan mempengaruhi adsorpsi ion ke

dalam zeolit (Gates, 1992).

Kadar Amonia (NH3) Ekskreta Ayam Broiler

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar NH3 ekskreta ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 15. Kisaran

kadar amonia ekskreta ayam broiler adalah 0,41 - 5,11 ppm dengan rataan 2,430,58

(40)

27

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan

(2,271,32 ppm) namun lebih tinggi dibandingkan dengan R3 (1,030,74 ppm). Pada

saat di luar tubuh ayam broiler, kemampuan Aclinop pada faktor perlakuan R1 sudah

tidak mampu lagi menyerap kembali amonia yang dihasilkan oleh ekskreta sehingga

banyak NH3 yang lepas ke udara sampai keseimbangan tercapai. Menurut Handayani

dan Widiastuti (2009), keseimbangan tercapai ketika semua pertukaran ion amonium

(NH4+) dan kation pada permukaan luar dan dalam zeolit telah tercapai. Luas

permukaan sangat mempengaruhi adsorpsi ion NH4+ ke dalam zeolit. Luas

permukaan Aclinop pada ransum R3 lebih luas dibandingkan dengan luas permukaan

Aclinop pada ransum R1 dan R2. Semakin banyak penambahan Aclinop dalam

amonia yang dihasilkan dari penelitian ini berada di bawah batas aman (<25 ppm).

Mekanisme penghilangan amonium menggunakan zeolit termasuk reaksi

pertukaran ion dimana zeolit mempunyai muatan negatif akibat adanya perbedaan

muatan antara Si4+ dengan Al3+. Muatan negatif ini muncul karena atom Al yang

bervalensi 3 harus mengikat 4 atom oksigen yang lebih elektromagnetif dalam

(41)

28 kation dengan ikatan lemah seperti kation Na dan Ca. Ion amonium adalah bentuk

amonia dalam kondisi lingkungan asam dan ion amonium berubah menjadi amonia

dalam kondisi lingkungan basa (Gates, 1992).

Tabel 15 menunjukkan bahwa, meningkatnya taraf penaburan zeolit ternyata

meningkatkan kadar NH3 ekskreta yang dihasilkan. Diduga zeolit pada litter sudah

tidak mampu menyerap kembali NH3 yang dihasilkan oleh ekskreta ayam broiler.

Menurut Estiaty (2005), pada kondisi basa zeolit dapat menyebabkan percepatan

penguraian NH3. Gas NH3 tersebut ditangkap oleh zeolit namun tidak ditahannya

melainkan dilepaskan terhadap sistem yang miskin NH3 (udara), kemudian

mengambil lagi NH3 dari sistem yang kaya akan NH3 dan melepaskannya lagi

sampai keseimbangan tercapai. Hal ini yang menyebabkan kadar N dalam pupuk

berkurang.

Gambar 5. Produksi Gas NH3 Ekskreta Ayam Broiler

Produksi NH3 dari setiap perlakuan diperlihatkan pada gambar 5. Produksi

gas NH3 per hari setiap perlakuan cenderung fluktuatif. Umumnya produksi gas NH3

akan meningkat dari hari pertama hingga hari kedua.

Gas NH3 yang terbentuk pada awal penampungan, masih sedikit karena

aktivitas bakteri yang melepaskan NH3 belum bekerja secara maksimal. Setelah satu

hari terjadi penguraian komplek karena bakteri bekerja menguraikan sisa-sisa

makanan menjadi protein. Selanjutnya terjadi proses penguraian protein yang lebih

sederhana menjadi asam-asam amino. Beberapa hari kemudian, gas NH3 meningkat

(42)

29 melepaskan NH3 (Estevez, 2002). Kemudian gas NH3 menurun karena semakin

berkurangnya kandungan air dan nutrien bagi pertumbuhan bakteri (Leeson et al.,

1995).

Produksi gas amonia pada perlakuan R3L0 terlihat lebih landai daripada

perlakuan lainnya. Produksi gas amonia pada faktor perlakuan R3 di hari ketiga

cenderung lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan

adanya indikator bahwa luas permukaan Aclinop pada ransum R3 lebih luas

dibandingkan dengan R1 dan R2. Semakin banyak penambahan Aclinop dalam

ransum maka semakin luas permukaan Aclinop untuk menyerap gas amonia yang

dihasilkan (Gates, 1992).

Kadar Protein Ekskreta Ayam Broiler

Pengaruh penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar protein ekskreta ditunjukkan pada Tabel 16.

Tabel 16. Rataan Kadar Protein Ekskreta Ayam Broiler yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada Litter (kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan

rataan 20,391,72%. Berdasarkan hasil analisis ragam, penambahan Aclinop dalam

ransum dan penaburan zeolit pada litter berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar

protein ekskreta, namun tidak terjadi interaksi antara kedua perlakuan. Tabel 16

memperlihatkan rataan kadar protein ekskreta menurun dengan meningkatnya taraf

penambahan Aclinop dalam ransum. Kadar protein ekskreta dengan ransum R0

Gambar

Tabel 12.  Penyajian Data Deskriptif
Tabel  13. Rataan Suhu dan Kelembaban  di Kandang Ayam Broiler
Tabel 14. Rataan Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler yang Dihasilkan dari
Tabel 15. Rataan Kadar Amonia (NH3) Ekskreta Ayam Broiler Selama Tiga Hari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan komparasi dari uji Kruskall Wallis menghasilkan angka asymp sig sebesar 0,044 untuk hari libur dan sebesar 0,01 untuk hari kerja, yang mana kurang dari taraf

menggunakan estimasi metode kuadrat terkecil, hasil estimasi parameternya tidak akan memberikan informasi yang tepat bagi data yang ada, karena akan mengakibatkan

DER yang menunjukan rasio hutang terhadap ekuitas merupakan rasio yang mengukur sejauh mana besarnya utang dapat ditutupi oleh modal sendiri, sehingga dengan

Jaminan dalam pembiayaan konsumen sangat penting karena untuk memperkecil berbagai kemungkinan yang menyebabkan kedudukan perusahaan pembiayaan tidak seaman yang

(a) akses dan partisi- pasi perempuan untuk menduduki jabatan struktural pada eselon yang sama di lingkungan Pemkot Surakarta lebih rendah dibandingkan laki-laki; (b) akses, jumlah,

Pada halaman Cara Pembelian dijelaskan mengenai kontak dari instansi terkait beserta Terms &amp; Conditions yang menjadi aturan dari instansi terkait... Page

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah : terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja staf Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi

Gambar 4.33 Hasil Plot Operator Telkomsel Berdasarkan Ec/No Dedicated 67 Gambar 4.34 Hasil Plot Operator Indosat Berdasarkan Ec/No Dedicated