• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Ammonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta Ayam Broiler yang DIberi Tepung Kemangi (Ocimum basilicum) Dalam Pakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi Ammonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta Ayam Broiler yang DIberi Tepung Kemangi (Ocimum basilicum) Dalam Pakan"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA

EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI

TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum)

DALAM PAKAN

SKRIPSI

RINI HIDAYATUN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

RINI HIDAYATUN. D14103031. 2007. Produksi Ammonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta Ayam Broiler yang diberi Tepung Kemangi (Ocimum basilicum) dalam Pakan. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS Pembimbing Anggota : Ir. Salundik, MSi

Dampak negatif usaha peternakan berkaitan dengan limbah ternak antara lain berupa produksi ekskreta. Limbah tersebut menimbulkanbau dan menyebarkan gas. Bau yang dikeluarkan berasal dari unsur nitrogen dan hidrogen sulfida. Kemangi merupakan tanaman beraroma anggota famili lamiaceae. Aroma khas tersebut muncul dari minyak atsiri kemangi. Ekstrak kemangi berkhasiat menyembuhkan diare, obat disentri.

Pemberian tepung kemangi dalam pakan perlu diaplikasikan pada ayam

broiler di daerah tropis. Penggunaan minyak atsiri kemangi dalam pakan ternak merupakan salah satu alternatif upaya pengelolaan dampak negatif bau dengan harapan dapat mengurangi terbentuknya ekskreta ayam broiler yang cair. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat pemberian tepung kemangi terhadap produksi NH3 dan H2S ekskreta ayam broiler.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Toksikologi Balai Penelitian Veteriner pada bulan Juli sampai September 2006. Penelitian menggunakan 128 ekor DOC ayam broiler strain Cobb, pakan komersial dan tepung kemangi (O basilicum). Tepung kemangi diberikan sejak DOC sampai ayam berumur 37 hari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan 4 taraf perlakuan (terdiri dari pakan komersial + 0% tepung kemangi (TK0); + 1% tepung kemangi (TK1); + 2% tepung kemangi (TK2); dan + 3% tepung kemangi (TK3) dengan 4 ulangan. Masing-masing ulangan diambil 3 ekor ayam untuk dijadikan sampel setelah ayam berumur lima minggu. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif.

Dari hasil penelitian ini pemberian tepung kemangi sampai 3% dalam pakan menghasilkan produksi NH3 ekskreta ayam broiler yang masih berada pada batas aman bagi ayam. Produksi total gas H2S ekskreta ayam broiler berkisar antara 1,26-1,37 ppm. Kadar air ekskreta ayam broiler tiap perlakuan berkisar antara 81,36-81,86%. Pemberian tepung kemangi dalam pakan tidak menurunkan bobot badan akhir ayam broiler.

(3)

ABSTRACT

Production Ammonia and Hydrogen Sulfida of Ekskreta Broiler Given Kemangi Meal (Ocimum basilicum) in Diets

Hidayatun Rini, Niken Ulupi, and Salundik

This reseach was conducted to determine the effect of suplementation kemangi meal (O basilicum) on the production of ammonia and hidrogen sulfida of ekskreta’s

broiler. For five week feeding trial used Completely Randomized Design, all of

broiler chicks (128 broiler) were allocated to four treatments and seven days of incubation. The treatment were TK0 (0% kemangi meal), TK1 (1% kemangi meal), TK2 (2% kemangi meal), and TK3 (3% kemangi meal). After five weeks, 38 out of 128 chicken were moved into 16 cage. Ammonia and hydrogen sulfide were analized and calculated percentage of ekskreta’s broiler. The result showed that production NH3 ekskreta’s broiler at kemangi gift until 3% in diets still in normal boundary. Like also NH3, H2S is still innormal boundary too. Production H2S ekskreta broiler

ranging from 1,26-1,37 ppm. At all of treatment level, production NH3 and H2S tend to increase in the early incubation and downhill by the end of incubation. Rate moisture content of ekskreta broiler to move 81.36%-81.86%. Kemangi meal in ransum didn’t have any effect (P>0,05) on final body weight of broiler which breeding in litter.

(4)

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA

EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI

TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum)

DALAM PAKAN

RINI HIDAYATUN

D14103031

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA

EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI

TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum)

DALAM PAKAN

Oleh:

RINI HIDAYATUN

D14103031

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 23 Februari 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Niken Ulupi, MS Ir. Salundik, MSi NIP. 131 284 604 NIP. 131 839 217

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1985 di desa Kutosari, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Soenarto dan Ibu Sudarti Martingsih.

Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK Aisiyah Bustanul Atfhal I pada tahun 1990-1991, dilanjutkan dengan pendidikan dasar pada SDN Kutosari I pada tahun 1991-1997. Sekolah lanjutan tingkat pertama lulus pada tahun 1999 di SLTPN I Kebumen, kemudian dilanjutkan ke SMUN I Kebumen dan lulus pada tahun 2003.

Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2003. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor angkatan 2003 (40).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul Produksi Ammonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta Ayam Broiler yang diberi Tepung Kemangi (Ocimum Basilicum) dalam Pakan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai masalah pencemaran yang ditimbulkan gas NH3 dan H2S ekskreta ayam broiler.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amalan shaleh. Amien.

Tak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini, hanya Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya.

Bogor, Februari 2007

(8)
(9)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMA KASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Ekskreta Murni pada Beberapa Jenis Unggas ... 5

2. Batas Aman dan Kematian akibat Gas yang Merugikan di Kan- dang Ayam ... 6

3. Baku Mutu Ambient dan Emisi Gas NH3 dan H2S ... 7

4. Ambang Batas Kadar NH3 pada Manusia dan Ternak ... 7

5. Ambang Batas Toleransi Gas Hidrogen Sulfida ... 8

6. Komposisi Nilai Gizi Daun Kemangi (O. basilicum) Perseratus GramBahan ... 11

7. Kandungan Zat Nutrisi Tepung Kemangi ... 18

8. Kandungan Zat Nutrisi Pakan Penelitian ... 18

9. Total Produksi NH3 Ekskreta Ayam Broiler selama Tujuh Hari Inkubasi ... 19

10.Total Produksi H2S Ekskreta Ayam Broiler selama Tujuh Hari Inkubasi ... 23

11.Rataan Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler ... 25

(11)

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA

EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI

TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum)

DALAM PAKAN

SKRIPSI

RINI HIDAYATUN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

RINI HIDAYATUN. D14103031. 2007. Produksi Ammonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta Ayam Broiler yang diberi Tepung Kemangi (Ocimum basilicum) dalam Pakan. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS Pembimbing Anggota : Ir. Salundik, MSi

Dampak negatif usaha peternakan berkaitan dengan limbah ternak antara lain berupa produksi ekskreta. Limbah tersebut menimbulkanbau dan menyebarkan gas. Bau yang dikeluarkan berasal dari unsur nitrogen dan hidrogen sulfida. Kemangi merupakan tanaman beraroma anggota famili lamiaceae. Aroma khas tersebut muncul dari minyak atsiri kemangi. Ekstrak kemangi berkhasiat menyembuhkan diare, obat disentri.

Pemberian tepung kemangi dalam pakan perlu diaplikasikan pada ayam

broiler di daerah tropis. Penggunaan minyak atsiri kemangi dalam pakan ternak merupakan salah satu alternatif upaya pengelolaan dampak negatif bau dengan harapan dapat mengurangi terbentuknya ekskreta ayam broiler yang cair. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat pemberian tepung kemangi terhadap produksi NH3 dan H2S ekskreta ayam broiler.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Toksikologi Balai Penelitian Veteriner pada bulan Juli sampai September 2006. Penelitian menggunakan 128 ekor DOC ayam broiler strain Cobb, pakan komersial dan tepung kemangi (O basilicum). Tepung kemangi diberikan sejak DOC sampai ayam berumur 37 hari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan 4 taraf perlakuan (terdiri dari pakan komersial + 0% tepung kemangi (TK0); + 1% tepung kemangi (TK1); + 2% tepung kemangi (TK2); dan + 3% tepung kemangi (TK3) dengan 4 ulangan. Masing-masing ulangan diambil 3 ekor ayam untuk dijadikan sampel setelah ayam berumur lima minggu. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif.

Dari hasil penelitian ini pemberian tepung kemangi sampai 3% dalam pakan menghasilkan produksi NH3 ekskreta ayam broiler yang masih berada pada batas aman bagi ayam. Produksi total gas H2S ekskreta ayam broiler berkisar antara 1,26-1,37 ppm. Kadar air ekskreta ayam broiler tiap perlakuan berkisar antara 81,36-81,86%. Pemberian tepung kemangi dalam pakan tidak menurunkan bobot badan akhir ayam broiler.

(13)

ABSTRACT

Production Ammonia and Hydrogen Sulfida of Ekskreta Broiler Given Kemangi Meal (Ocimum basilicum) in Diets

Hidayatun Rini, Niken Ulupi, and Salundik

This reseach was conducted to determine the effect of suplementation kemangi meal (O basilicum) on the production of ammonia and hidrogen sulfida of ekskreta’s

broiler. For five week feeding trial used Completely Randomized Design, all of

broiler chicks (128 broiler) were allocated to four treatments and seven days of incubation. The treatment were TK0 (0% kemangi meal), TK1 (1% kemangi meal), TK2 (2% kemangi meal), and TK3 (3% kemangi meal). After five weeks, 38 out of 128 chicken were moved into 16 cage. Ammonia and hydrogen sulfide were analized and calculated percentage of ekskreta’s broiler. The result showed that production NH3 ekskreta’s broiler at kemangi gift until 3% in diets still in normal boundary. Like also NH3, H2S is still innormal boundary too. Production H2S ekskreta broiler

ranging from 1,26-1,37 ppm. At all of treatment level, production NH3 and H2S tend to increase in the early incubation and downhill by the end of incubation. Rate moisture content of ekskreta broiler to move 81.36%-81.86%. Kemangi meal in ransum didn’t have any effect (P>0,05) on final body weight of broiler which breeding in litter.

(14)

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA

EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI

TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum)

DALAM PAKAN

RINI HIDAYATUN

D14103031

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA

EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI

TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum)

DALAM PAKAN

Oleh:

RINI HIDAYATUN

D14103031

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 23 Februari 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Niken Ulupi, MS Ir. Salundik, MSi NIP. 131 284 604 NIP. 131 839 217

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1985 di desa Kutosari, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Soenarto dan Ibu Sudarti Martingsih.

Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK Aisiyah Bustanul Atfhal I pada tahun 1990-1991, dilanjutkan dengan pendidikan dasar pada SDN Kutosari I pada tahun 1991-1997. Sekolah lanjutan tingkat pertama lulus pada tahun 1999 di SLTPN I Kebumen, kemudian dilanjutkan ke SMUN I Kebumen dan lulus pada tahun 2003.

Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2003. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor angkatan 2003 (40).

(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul Produksi Ammonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta Ayam Broiler yang diberi Tepung Kemangi (Ocimum Basilicum) dalam Pakan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai masalah pencemaran yang ditimbulkan gas NH3 dan H2S ekskreta ayam broiler.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amalan shaleh. Amien.

Tak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini, hanya Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya.

Bogor, Februari 2007

(18)
(19)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMA KASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Ekskreta Murni pada Beberapa Jenis Unggas ... 5

2. Batas Aman dan Kematian akibat Gas yang Merugikan di Kan- dang Ayam ... 6

3. Baku Mutu Ambient dan Emisi Gas NH3 dan H2S ... 7

4. Ambang Batas Kadar NH3 pada Manusia dan Ternak ... 7

5. Ambang Batas Toleransi Gas Hidrogen Sulfida ... 8

6. Komposisi Nilai Gizi Daun Kemangi (O. basilicum) Perseratus GramBahan ... 11

7. Kandungan Zat Nutrisi Tepung Kemangi ... 18

8. Kandungan Zat Nutrisi Pakan Penelitian ... 18

9. Total Produksi NH3 Ekskreta Ayam Broiler selama Tujuh Hari Inkubasi ... 19

10.Total Produksi H2S Ekskreta Ayam Broiler selama Tujuh Hari Inkubasi ... 23

11.Rataan Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler ... 25

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Daun Kemangi (Ocimum basilicum) ... 9 2. Alat Inkubasi Ekskreta dalam Kondisi Aerobik untuk Pengikatan

Gas Ammonia dan Hidrogen Sulfida ... 15 3. Pola Pelepasan GasAmmonia (NH3) Ekskreta Ayam Broiler ... 21 4. Pola Pelepasan Gas Hidrogen Sulfida (H2S) Ekskreta Ayam

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(23)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi ayam ras pedaging di Bogor tahun 2003 mencapai 14,20% (33.864.778 ekor) dari produksi ayam ras pedaging di Jawa Barat. Data Statistik Peternakan (2005) menunjukkan bahwa pada tahun 2005 populasi ayam ras pedaging di propinsi Jawa Barat mencapai angka 44,63% (385.680.666) dari populasi ayam ras pedaging di Indonesia. Angka ini merupakan penyumbang terbesar kebutuhan daging ayam di Indonesia. Ketersediaan populasi ayam broiler tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan konsumen Bogor dan sekitarnya.

Dampak negatif usaha peternakan berkaitan dengan limbah ternak antara lain berupa produksi ekskreta. Limbah tersebut menimbulkanbau dan menyebarkan gas. Bau yang dikeluarkan diantaranya berasal dari unsur nitrogen dan sulfida. Unsur tersebut akan membentuk gas NH3, nitrat, nitrit, dan gas hidrogen sulfida selama proses penguraian. Udara yang tercemar gas NH3 dan sulfida dapat menyebabkan gangguan kesehatan ternak dan masyarakat di sekitar peternakan.

Ayam bersifat homeothermic (berdarah panas), artinya ayam harus mempertahankan suhu tubuh untuk hidup dan berproduksi secara efisien. Ayam berupaya menjaga suhu tubuhnya tetap dalam kisaran 40,6-41,7°C. Ayam akan mencegah kenaikan suhu dengan memperlambat laju metabolisme dan mengurangi konsumsi pakan. Suhu lingkungan antara 18-21°C merupakan suhu yang sesuai (thermoneutral zone) untuk pertumbuhan optimal ayam (North dan Bell, 1990).

Ayam di daerah panas mengalami stres yang ditimbulkan oleh suhu lingkungan yang tinggi. Suhu rata-rata daerah tropis berkisar antara 20,63-33,30oC, dengan rata-rata 26,81ºC (BPS, 2004). Suhu lingkungan yang fluktuatif menyebabkan stres pada ayam meningkat, daya tahan tubuh menurun, mudah terserang penyakit, sehingga produktivitas ayam menurun. Dampak dari suhu tinggi, konsumsi air minum ayam meningkat untuk menurunkan cekaman panas. Ekskreta menjadi lebih cair dan menimbulkan pencemaran bau.

(24)

2 Kemangi merupakan anggota famili lamiaceae yang berarti kelompok tanaman dengan bunga berbibir. Nama genus kemangi adalah ocimum yang berarti tanaman beraroma (Sutarno dan Atmowidjojo, 2001; Massimo et al., 2004). Aroma khas tersebut muncul dari daun kemangi. Kemangi terbukti dapat mengatasi masalah pencernaan pada manusia, meningkatkan kecernaan dan penyerapan. Ekstrak kemangi berkhasiat menyembuhkan diare, obat disentri, dan juga dapat mengatasi

albuminaria, yaitu adanya produksi albumin di dalam urin (Telci et al., 2006). Pemberian tepung kemangi dalam pakan perlu diaplikasikan pada ayam

broiler di daerah tropis. Penggunaan minyak atsiri kemangi dalam pakan ternak merupakan salah satu alternatif upaya pengelolaan dampak negatif bau dengan harapan dapat mengurangi terbentuknya ekskreta ayam broiler yang cair. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat pemberian tepung kemangi terhadap produksi NH3 dan H2S ekskreta ayam broiler.

Perumusan Masalah

Pemeliharaan ayam broiler antara lain dihadapkan pada masalah yang disebabkan oleh praktek manajemen, salah satu contohnya adalah manajemen perkandangan dan penanganan limbah. Ekskreta ayam broiler yang lebih cair karena meningkatnya konsumsi air minum pada suhu lingkungan yang tinggi menimbulkan bau sebagai dampak dari produksi gas ammonia dan hidrogen sulfida.

Kemangi sebagai salah satu tanaman herbal digunakan untuk menunjang produktivitas ternak unggas. Tanaman herbal memiliki kemampuan yang cukup baik dan tidak menimbulkan residu bagi tubuh ternak maupun manusia yang mengkonsumsinya. Kemangi mempunyai kemampuan menurunkan suhu tubuh pada manusia, membantu pencernaan dan menyembuhkan diare. Perumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada point berikut:

1. Apakah pemberian tepung kemangi dalam pakan ayam broiler dapat menurunkan produksi ammonia dan hidrogen sulfida serta kadar air ekskreta ayam broiler?

(25)

3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemberian tepung kemangi dalam pakan terhadap produksi NH3, H2S, kadar air ekskreta dan bobot badan akhir ayam broiler.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi mengenai masalah pencemaran yang ditimbulkan gas NH3 dan H2S ekskreta ayam broiler.

Hipotesis

(26)

4 TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Menurut North dan Bell (1990) ayam pedaging dibedakan menjadi tiga kelas yaitu broiler, roaster, dan capon. Ayam broiler merupakan ayam pedaging yang dijual pada umur sekitar 7 minggu dan dikonsumsi dengan cara dipanggang. Umumnya ayam broiler dijual saat bobot badan mencapai sekitar 1,8 kg. Ensminger (1992) menambahkan ayam broiler adalah ayam muda berumur 6-9 minggu dengan jenis kelamin yang berbaur dalam pemeliharaanya. Ciri-ciri ayam broiler

mempunyai tekstur kulit dan daging yang lembut, serta tulang dada merupakan tulang rawan yang fleksibel.

Ayam ras pedaging disebut juga ayam broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Pemeliharaannya pun relatif singkat, sekitar 5-6 minggu dengan bobot badan 1,3-1,75 kg sudah dapat dipanen (Prihatman, 2002).

Roaster juga merupakan ayam pedaging yang dikonsumsi dengan cara dipanggang dengan bobot potong sekitar 2,95 kg (North dan Bell, 1990). Menurut Ensminger (1992) roaster lebih berat dan lebih tua dibanding broiler. Pemeliharaan

roaster dengan kedua jenis kelamin berbaur sampai umur 9-11 minggu dan bobot badan mencapai 2,7-3,6 kg.

Capons dikembangkan dengan karakteristik jantan kebiri yang berpial lebih pucat dan kecil. Daging capons lebih gelap dibanding daging ayam broiler pada umur yang sama. Capons dipasarkan saat berumur 20-24 minggu dengan bobot badan 5,4-6,3 kg (Ensminger, 1992).

Ekskreta Ayam

(27)

5 Tabel 1. Jumlah Ekskreta Murni pada Beberapa Jenis Unggas

Jenis

Sumber : Ensminger (1992) * Data diolah

Ekskreta ayam terdiri dari sisa pakan dan serat yang tidak tercerna. Ekskreta ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak dan senyawa lain (Rohaeni,2005). Kadar air yang yang diproduksi pada ekskreta broiler berkisar antara 60-80% (Leeson dan Summers, 2000).

Sumber pencemaran dari ekskreta ayam broiler berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung di dalamnya. Selama penumpukan ekskreta terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas ammonia, nitrat, nitrit, dan gas sulfida. Gas-gas tersebut menyebabkan bau. Kandungan gas ammonia yang tinggi dalam ekskreta menunjukkan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein yang berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua dapat terabsorsi tetapi dikeluarkan sebagai ammonia dalam ekskreta (Rohaeni,2005).

Muller (1980) menyatakan bahwa rataan kandungan protein kasar ekskreta ayam adalah 30% dalam kisaran antara 18-40%. Jumlah tersebut terdiri dari 37- 45% protein murni, 28-50% asam urat, 8-15% ammonia, 3-10% urea dan komponen nitrogen lainnya. Kandungan protein kasar ekskreta ayam broiler yang dipelihara dengan sistem kandang litter berkisar antara 18-30% (Ensminger, 1992).

Metabolisme Protein

(28)

6 Proses degradasi sisa metabolisme menjadi ammonia dipengaruhi oleh kelembaban, suhu, pH, bahan litter, komposisi pakan, kepadatan ternak, dan sirkulasi ventilasi dalam kandang (Suryana, 2002; Estevez, 2002).

Protein diubah menjadi asam amino oleh beberapa reaksi hidrolisis serta enzim-enzim yang bersangkutan dalam proses pencernaan makanan. Enzim yang bekerja pada proses hidrolisis protein antara lain pepsin, tripsin, kimotripsin, karboksi peptidase, tripeptidase, amino peptidase, dan dipeptidase (Leeson et al., 1995).

Ada tiga kemungkinan mekanisme penguraian protein menurut Poedjiadi (1994) yaitu 1) Komponen sel mati mengalami proses penguraian dan dibentuk sel-sel baru, 2) Protein mengalami proses penguraian dan terjadi sintesis protein baru tanpa ada sel yang mati, 3) Protein dikeluarkan dari dalam sel dan diganti dengan sintesis protein baru.

Pencemaran Gas

Gas berbahaya yang sering ditemukan dalam kandang antara lain NH3, H2S, CO2, dan metana. Pada konsentrasi tertentu, gas-gas tersebut dapat menyebabkan kematian (North dan Bell,1990). Batas konsentrasi tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Batas Aman dan Kematian akibat Gas yang Merugikan di Kandang Ayam

Jenis Gas Batas Kematian (%)

Sumber: North dan Bell (1990)

(29)

7 Tabel 3. Baku Mutu Ambient dan Emisi Gas NH3 dan H2S

Ketentuan

Konsentrasi Gas

NH3 H2S

Baku mutu udara ambient

Baku mutu udara emisi

Ringan

Rachmawati (2000) menyebutkan bahwa NH3, H2S, dan gas CO2 seringkali menyebabkan masalah bagi kesehatan ternak, peternak, dan lingkungan sekitar. Beberapa penelitian tentang pengaruh NH3 terhadap ternak unggas telah dilaporkan, diantaranya dapat menurunkan rata-rata pertumbuhan dapat mengurangi effisiensi

pakan, merusak saluran pernafasan (Cronic Respiratory Disease) dan meningkatkan aktivitas virus ND (New Castle Disease).

Ayam broiler merupakan salah satu jenis ternak yang menghasilkan ekskreta dengan ammonia relatif lebih tinggi dibanding ternak lainnya, karena ayam broiler

mengkonsumsi protein lebih tinggi untuk kebutuhan hidup. Batas toleransi kadar NH3 pada ayam disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Ambang Batas Kadar NH3 pada Manusia dan Ternak

Kadar NH3 (ppm) Pengaruh

Mulai timbul iritasi pada mukosa mata dan saluran pernafasan ayam

Penurunan produktivitas ayam

Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 8 jam

Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 10 menit

Penurunan produktivitas ayam dan pembengkakan bursa fabricious

Sumber: Pauzenga (1991)

(30)

8 Kususiyah (1992), menyebutkan bahwa penggunaan zeolit dalam litter dengan taraf 2,5 kg/m2 dapat mengurangi kelembaban litter, dan cenderung menurunkan kandungan ammonia udara kandang. Azhari (1995) juga menyebutkan penaburan zeoilt 15 dan 30% dapat mengurangi tingkat kandungan gas ammonia masing-masing selama 6-10 hari.

Upaya penanggulangan dampak negatif bau dengan zat imbuhan pada pakan ternak juga telah dilakukan Nurlelasari (2005). Air rebusan daun batang sambiloto dengan konsentrasi 15 gram/2 liter air yang direbus selama 5 menit dan diberikan dengan dosis 7,5-22,5 ml/ekor/hari tidak berpengaruh terhadap kandungan ammonia ekskreta ayam petelur strain Hy Line umur 33-40 minggu.

Hidrogen Sulfida (H2S)

Bau yang keluar bersama ekskreta ayam sulit diukur karena terdiri dari beberapa senyawa. Hidrogen sulfida, dan disulfida disebut sebagai salah satu senyawa penyebab bau busuk, demikian juga indol, skatol, dan senyawa lainnya juga berperan secara bersamaan (Overcash et al., 1983).

Asam amino cystine dan methionine mengandungi sulfur, termasuk semua polipeptida, protein, dan enzim yang mengandungi asam amino ini. Cystine mula-mula akan direduksi menjadi dua molekul cystine kemudian diubah menjadi H2S, NH3, asam asetat, dan asam format pada kondisi aerob. Cystine terdeaminasi melepaskan H2S pada kondisi aerobik. Adanya oksigen menyebabkan gas H2S dengan cepat teroksidasi menjadi sulfat (Pelczar dan Chan,1986). Pauzenga (1991) menjelaskan bahwa gas hidrogen sulfida tidak saja bersifat toksik terhadap ternak tetapi juga berbahaya terhadap manusia (Tabel 5).

Tabel 5. Ambang Batas Gas Hidrogen Sulfida

Konsentrasi H2S Gejala yang tampak

10 ppm

Iritasi mata hidung dan tenggorokan Mual muntah dan diare

Pusing depresi dan rentan pneumonia Mual muntah dan pingsan

Dapat menimbulkan kematian

(31)

9 Azhari (1995) menyebutkan penaburan zeoilt 15 dan 30% dapat mengurangi kandungan H2S ekskreta ayam broiler masing-masing selama 6-8 hari. Disebutkan pula penaburan klorin 1000 ppm dapat mengurangi kandungan gas ammonia dan H2S ayam broiler selama 6 hari. Wahyuni (2002) menambahkan bahwa penaburan klinofeed (mineral dengan struktur kristal yang telah diaktivasi) pada ekskreta ayam hingga taraf 5% mampu menyerap gas ammonia dan hidrogen sulfida, sehingga menurunkan kandungan gas ammonia dan hidrogen sulfida yang dilepas oleh ekskreta ayam.

Kemangi (Ocimum basillicum)

Kemangi dalam taksonomi tanaman termasuk dalam famili lamiaceae,

spesies O. basilicum (Sutarno dan Atmowidjojo, 2001). Menurut Agusta (2000) kemangi termasuk divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas

Dicotyledonae, famili Solanales, ordo Labiatae, genus Ocimum.

Kemangi merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak dengan cabang banyak. Daunnya tunggal, berhadapan, bentuk bulat telur, bagian tepi bergerigi, berwarna hijau, dan berbau aromatis khas kemangi. Bentuk daun oval mungil dan berbulu halus di permukaan bagian bawah (Her, 2002). Bunga majemuk berbentuk malai, kelopak berwarna hijau, mahkota dan benang sari berwarna putih. Tinggi tanaman antara 60-70 cm (Massimo et al., 2004). Berikut disajikan gambar tanaman kemangi (O. basilicum) pada Gambar 1.

(32)

10 Kemangi tidak menuntut syarat tumbuh yang rumit, sehingga dapat ditanam di berbagai daerah, khususnya yang bertanah asam. Pada daerah tropis dan subtropis, kemangi dapat tumbuh antara 5-30°C dan optimum kira-kira pada 20°C (Sutarno dan Atmowidjojo, 2001).

Sisca (2003) menyebutkan bahwa menurut tim peneliti dari Center for New Crops and Plant Products, Purdue University, AS, daun kemangi terbukti ampuh untuk menyembuhkan diare, sembelit, dan gangguan ginjal. Telci et al, (2006) menambahkan bahwa ekstrak kemangi berkhasiat menyembuhkan diare, obat disentri, dan juga dapat mengatasi albuminaria, yaitu adanya konsentrasi albumin di dalam urin.

Minyak kemangi berkhasiat mengatasi gangguan pencernaan seperti salah cerna, infeksi usus, radang lambung, serta gas dalam usus. Minyak yang dihasilkan juga dapat memberikan fungsi melawan bakteri seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella enteritidis. Minyak tersebut bahkan mampu menangkal infeksi yang disebabkan virus seperti Bacillus subtilis, Salmonella parathyph, dan Proteus vulgaris (Adnyana dan Firmansyah, 2006).

Massimo et al., (2004) menyatakan minyak atsiri tanaman kemangi mengandung osinema, farsena, sineol, felandrena, sedrena, bergamotena, amorftena, burnesena, kardinena, kopaena, pinena, terpinena, santelena, sitral, dan

kariofilena. Telci et al, (2006) menambahkan bahwa terkandung senyawa lain didalam minyak atsiri tanaman kemangi seperti anetol, apigenin, asam kafeat, eskuletin, eskulin, estragol, faenesol, histidin, magnesium, rutin,tanin, ß – sitoserol.

Ahmet et al., (2005) menyatakan ethanol sari O. basilicum mengandung senyawa antimicrobial yang mampu melawan sembilan jenis bakteri patogen seperti

Acinetobacter, Baksil, Escherichia, dan Staphylococcus. Di sisi lain, metanol dan

heksan ekstrak O. basilicum menunjukkan aktivitas antibacterial melawan enam spesies bakteri meliputi Acinetobacter, Baksil, Brucella, Escherichia, Micrococcus,

dan Staphylococcus.

(33)

11 Tabel 6. Komposisi Nilai Gizi Daun Kemangi (O. basilicum) Perseratus

GramBahan

Nilai Gizi Daun Kemangi

Kalori (kal) 27 (113 kj)

Protein (g) 2,54

Lemak (g) 0,61

Karbohidrat (g) 4,34

Serat (g) 3,90

Kalsium (mg) 154,00

Fosfor (mg) 69,00

Besi (g) 3,17

Magnesium (mg) 81,00

Potassium (mg) 462,00

Seng (mg) 0.85

ß – karoten (μg) 4500,00

Thiamin (mg) 0,02

Rhiboflavin (mg) 0,07

Niasin (mg) 0,92

Vitamin E (mg) 0,26

Vitamin B-12 (mcg) 0,00

Vitamin A (mcg) 386,00

Vitamin A (IU) 3684,00

Asam asorbat(mg) 18,00

Air (%) 90,96

(34)

12 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di kandang B Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kemangi (O. basilicum) dan pakan komersial dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan. Analisis sampel ekskreta dilakukan di Laboratorium Toksikologi Balai Penelitian Veteriner Jl. RE Martadinata No. 30. Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2006.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan yaitu ayam broiler strain Cobb galur CP 707 produksi PT. Charoend Pokphand Jaya Farm sebanyak 128 ekor umur satu hari (Day Old Chick) sampai umur 37 hari.

Kandang

Ayam dipelihara dalam kandang litter berukuran 1 x 1 m2. Kandang yang dibutuhkan 16 buah, masing-masing petak berisi delapan ekor Day Old Chick (DOC). Untuk penampungan ekskreta, ayam broiler dipelihara di 16 buah kandang

cage berukuran 50x60 cm2 masing-masing diisi tiga ekor ayam broiler selama tiga hari.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah tempat pakan dan minum. Peralatan lain yang digunakan yaitu plastik atau tirai penutup, kertas koran, meteran, lampu, gayung, dan ember. Peralatan untuk pengambilan sampel ekskreta ayam

broiler yaitu timbangan, plastik penampung, sendok plastik, plastik hitam, kaleng bekas, alat tulis, dan kertas label. Peralatan untuk analisis ekskreta ayam broiler

(35)

13 Pakan

Pakan yang digunakan selama penelitian yaitu pakan komersial Superfeed MR-1 produksi PT. Cheil Jedang Superfeed. Pakan basal (TK0) ditambah tepung kemangi dengan beberapa tingkat persentase yang berbeda yaitu 1, 2, dan 3% (TK1, TK2, dan TK3).

Rancangan Percobaan

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Tingkat pemberian tepung kemangi dalam pakan ayam broiler merupakan perlakuan. Perlakuan terdiri dari empat taraf pemberian tepung kemangi yaitu 0% (TK0), 1% (TK1), 2% (TK2), dan 3% (TK3). Setiap taraf perlakuan mendapat empat ulangan dengan unit eksperimen masing-masing petak berisi delapan ekor.

Model matematika dari rancangan percobaan mengikuti model matematika Steel dan Torrie (1993) sebagai berikut :

Yij = μ + άi + εij

Yij : Nilai pengamatan satuan percobaan ke-j yang mendapat perlakuan pakan ke-i.

μ : Nilai rata-rata sesungguhnya.

αi : Pengaruh perlakuan teknik pemberian tepung kemangi ke-i (i=1,2,3,4) εij : Pengaruh galat percobaan akibat perlakuan ke-i pada satuan percobaan ke-j

(j=1,2,3,4).

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati adalah produksi ammonia (NH3), hidrogen sulfida (H2S), kadar air ekskreta ayam broiler, dan bobot badan akhir ayam broiler.

Analisis Data

Data produksi NH3, H2S, dan kadar air ekskreta ayam broiler dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk peubah bobot badan akhir dianalisis dengan analisis ragam (Steel, dan Torrie 1993).

Prosedur

Pembuatan Tepung Kemangi (O. basilicum)

(36)

14 dengan suhu 60ºC selama 24 jam. Setelah itu, kemangi yang telah kering digiling dan dicampur dengan pakan komersial sesuai masing-masing taraf perlakuan.

Persiapan Kandang

Kandang dibuat petak-petak untuk masing-masing perlakuan dengan ukuran 1 x 1 m2 dilengkapi dengan satu tempat pakan, satu tempat air minum dan satu buah lampu 75 watt untuk masing-masing petak. Lantai dan pembatas kandang kemudian disemprot dengan desinfekstan dan dikapur, untuk memutus rantai kehidupan mikroorganisme yang merugikan. Tempat pakan dan minum, dicuci terlebih dahulu sebelum dipasang.

Pemeliharaan

Kandang dibersihkan, dikapur, dan disemprot desinfektan. Peralatan dibersihkan dan sekam ditabur pada tiap petak kandang. Pengacakan kandang dilakukan sebelum penempatan ayam broiler dengan menyusun nomor perlakuan dan ulangan terlebih dahulu pada setiap kandang yang telah disiapkan, kemudian dipilih secara acak.

Ayam broiler yang baru datang diberi larutan air gula untuk mengembalikan kondisi tubuh ayam selama perjalanan dari poultry shop. Pakan diberikan sesuai taraf perlakuan dari hari pertama sampai hari ke 37. Pakan dan minum diberikan ad libitum

Untuk mencegah penyakit, umur empat hari dilakukan vaksinasi ND melalui tetes mata, dan vaksinasi gumboro melalui injeksi subkutan. Umur 28 hari dilakukan vaksin ND tahap II secara oral. Vaksin tersebut diproduksi oleh PT. Vaksindo Satwa Nusantara.

Saat ayam broiler berumur 34 hari, dilakukan penimbangan bobot badan akhir (gram/ekor). Selanjutnya setiap unit percobaan diambil secara acak tiga ekor dan dipindahkan ke 16 kandang cage masing-masing berukuran 50x60 cm2. Pada bagian bawah kandang disiapkan plastik penampung ekskreta seluas alas kandang.

Pengambilan Sampel

(37)

15 kandang cage. Ekskreta yang digunakan untuk analisis yaitu ekskreta basah yang telah ditampung kurang lebih 24 jam. Sampel diaduk supaya homogen, dan dibungkus dalam plastik yang tertutup rapat. Dilakukan penimbangan, diambil 100 gram ekskreta untuk setiap perlakuan, kemudian dianalisis produksi NH3, H2S, dengan metode Nessler (Suryana, 2002) dan kadar air ekskreta ayam broiler

(AOAC,1988).

Analisis Produksi NH3 dan H2S

Tahapan dalam menghitung produksi NH3 dan H2S pada metode Nessler meliputi tiga tahap yaitu 1) penampungan dan pengikatan gas NH3 dan H2S ekskreta ayam broiler, 2) pengukuran produksi NH3, dan 3) pengukuran produksi (H2S) ekskreta ayam broiler.

Penampungan dan Pengikatan Gas NH3 dan H2SEkskreta Ayam Broiler. Setiap erlenmeyer yang tertutup rapat dihubungkan dengan aerator dan gas yang dihasilkan oleh ekskreta ayam dialirkan dengan bantuan aerator berkecepatan tetap melalui selang plastik ke dalam dua erlenmeyer masing-masing berukuran 250 ml. Erlenmeyer I berisi 200 ml asam borat 0,1% yang berfungsi untuk mengikat gas ammonia dan erlenmeyer II berisi 200 ml seng asetat 0.04 N yang berfungsi untuk mengikat gas hidrogen sulfida. Larutan pengikat diganti setiap hari selama tujuh hari untuk diukur kadar gas yang tertampung. Alat yang digunakan untuk pengikatan gas disusun seperti Gambar 2.

X Y Z

(38)

16 Mekanisme Pengikatan NH3 dan H2S:

1) Udara dari aerator masuk ke dalam tabung X melalui selang 1.

2) Selang 2 tempat keluarnya gas-gas yang dihasilkan ekskreta dalam tabung X yang akan didorong oleh udara dari aerator, masuk ke tabung Y. Gas hidrogen sulfida di sini akan diikat oleh larutan seng asetat, sedangkan gas lain akan keluar menuju tabung Z.

3) Selang 3 keluar gas selain hidrogen sulfida dari tabung Y masuk ke tabung Z. Di sini gas ammonia diikat oleh larutan asam borat, sedangkan gas lain akan keluar melalui selang 4.

4) X adalah erlenmeyer 1000 ml berisi ekskreta ayam 100 gram. 5) Y adalah erlenmeyer berisi 200 ml larutan seng asetat 0.04 N. 6) Z adalah erlenmeyer berisi 200 ml larutan asam borat 0,1%.

Pengukuran Produksi NH3 Ekskreta Ayam Broiler . Gas ammonia yang terikat dalam asam borat 0,1% dianalisis dengan metode Nessler (Lab Spektroskopi,1992) sebagai berikut :

1. Penentuan panjang gelombang serapan dan pembuatan kurva kalibrasi gas ammonia.

Kurva kalibrasi dibuat dengan berbagai kandungan larutan induk gas ammonia (0; 0,5; 1; 2; 4; 8; 16) ditambah pereaksi Nessler sebanyak 0,5 ml. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 400 nm dan dicari persamaan regresi.

2. Analisis gas ammonia.

Gas ammonia yang terikat dalam asam borat 0,1% dicampur dengan 0,5 ml larutan Nessler yang akan menghasilkan warna kuning sampai coklat kemerahan. Warna yang terbentuk diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm.

(39)

17 tiosulfat sampai tidak berwarna. Volume natrium tiosulfat yang terpakai dicatat. Kanji digunakan sebagai indikator warna.

(40)

18 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Pakan

Bahan makanan yang dipakai dalam pakan komersial Superfeed MR-1 produksi PT. Cheil Jedang Superfeed terdiri dari jagung, dedak, gluten jagung, polard, tepung ikan, tepung daging dan tulang, bungkil kedelai, bungkil biji-bijian, minyak, calsium fosfat, methionine, lysine, vitamin dan mineral. Kandungan zat nutrisi pada tepung kemangi kering, dan pakan penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Tabel 7. Kandungan Zat Nutrisi Tepung Kemangi

Zat Nutrisi Jumlah (%)

Bahan Kering 92,72

Abu 11,55

Protein Kasar 24,64

Serat Kasar 16,93

Lemak 3,82

EM (Kkal/kg)* 2526,65

Keterangan :

Hasil Analisis Proksimat, di Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2006).

* Hasil perhitungan manual

Tabel 8. Kandungan Zat Nutrisi Pakan Penelitian

Zat Nutrisi

TK0) Hasil Analisis Proksimat di Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu

Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2006)

TK1-TK3) Hasil perhitungan setelah penambahan 1-3% tepung kemangi

(41)

19 Kandungan protein kasar pakan penelitian berkisar antara 22,66-22,72%. Kandungan protein kasar pakan penelitian masih berada dalam batas kebutuhan ayam broiler umur 0-6 minggu yaitu sebesar 20-23% (Ensminger,1992; NRC, 1994) atau 22-24% pada periode starter di daerah subtropis (North dan Bell, 1990).

Kandungan energi metabolisme pakan penelitian berkisar antara 2949,99- 2963,08 kkal/kg. Kandungan energi metabolisme pakan di daerah tropis lebih rendah dibandingkan pakan pemeliharaan ayam broiler di daerah subtropis. Menurut Ensminger (1992) dan NRC (1994) kebutuhan energi metabolisme pakan ayam

broiler mencapai 3.200 kkal/kg pada pemeliharaan periode starter sampai grower di daerah subtropis.

Kandungan serat kasar tepung kemangi tergolong tinggi bagi ayam broiler, akan tetapi, kandungan serat kasar pakan penelitian masih dalam batas aman 4-7%. Menurut Ewing (1963) batas maksimal kandungan serat kasar untuk pertumbuhan ayam broiler yang baik adalah 7%. Menurut SNI Direktorat Bina Produksi (1997) serat kasar pakan ayam broiler periode starter maksimal 5%. Semakin tinggi kandungan serat kasar pada pakan ayam broiler, efisiensi pakan semakin rendah.

Produksi NH3

Produksi total gas NH3 dalam 100 gram contoh ekskreta ayam broiler selama tujuh hari inkubasi yang diberi perlakuan tepung kemangi dalam pakan berkisar antara 0,27-0,54 ppm, dengan rata-rata 0,41 ppm. Hasil pengamatan penelitian pemberian tepung kemangi (O. basilicum) dalam pakan terhadap total produksi NH3 ekskreta ayam broiler selama tujuh hari inkubasi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Total Produksi NH3 Ekskreta Ayam Broiler selama Tujuh Hari Inkubasi

Perlakuan Produksi NH3

(42)

20 Menurut Ensminger (1992), setiap ekor ayam broiler menghasilkan ekskreta murni sebanyak 11-15 gram/kg bobot badan/hari. Dalam kandang tersebut, dengan rata-rata bobot badan akhir 1500 gram/ekor, dan dalam satu kandang terdapat 32 ekor ayam broiler, diperkirakan menghasilkan ekskreta segar sebesar 720 gram/hari. Dari perhitungan hasil penelitian menunjukkan setiap 100 gram ekskreta ayam

broiler menghasilkan produksi gas ammonia tertinggi sebesar 0,54 ppm, sehingga setiap harinya dalam satu hari diproduksi ammonia sebesar 3,88 ppm.

Menurut Pauzenga (1991), menyebutkan kandungan ammonia sebesar 5 ppm dalam kandang mulai menimbulkan iritasi pada mukosa mata dan saluran pernafasan. Meskipun secara deskriptif, data produksi gas ammonia TK3 sedikit lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain, namun perhitungan di atas menunjukkan tanpa pemberian tepung kemangi dalam pakan pun, kondisi lingkungan kandang penelitian bila dilihat dari produksi NH3 masih sangat aman. Hal tersebut terjadi karena ayam-ayam tersebut dipelihara dengan tingkat kepadatan yang tidak terlalu tinggi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses degradasi sisa metabolisme menjadi ammonia adalah kepadatan ternak, dan sirkulasi ventilasi dalam kandang (Suryana, 2002). Menurut Kususiyah (1992), menyebutkan pemeliharaan ayam

broiler pada kepadatan kandang 10 ekor/m2 memiliki tingkat konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan bobot badan akhir yang tinggi. Satu ekor ayam

broiler membutuhkan ruang gerak 0,8 sampai satu square foot (0,0929 m2), berarti petak kandang beukuran 1 x 1 m2 dapat diisi 10-11 ekor ayam broiler (North dan Bell, 1990; Ensminger, 1992).

Mengacu pada penelitian Batshan (2002) mengenai performa dan toleransi panas ayam broiler dengan rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban sekitar 23±1°C dan 60±5% didapat angka konsumsi dan konversi pakan yang lebih baik. Penelitian ini setiap satu m2 hanya diisi dengan delapan ekor ayam broiler. Dari kenyataan tersebut, maka pemberian tepung kemangi dalam pakan sampai tiga persen dikatakan kurang efektif, karena tanpa perlakuan pemberian tepung kemangi kondisi lingkungan kandang sudah bagus, sehingga proses metabolisme tidak terganggu.

(43)

21 fenolik seperti eugenol, cavikol, dan carvacrol dalam tepung kemangi yang memiliki fungsi memperbaiki metabolisme tubuh, banyak yang hilang selama proses pemanasan dan pengeringan dalam proses pembuatan tepung kemangi.

Kemangi mengandung minyak atsiri kurang dari 1% dengan komposisi yang kompleks dan bervariasi. Tanaman ini mengandung minyak atsiri yang jika disuling menghasilkan rendemen sekitar 0,2% sampai 0,75%. Sisca (2003) menggolongkan minyak kemangi sebagai minyak atsiri tinggi. Artinya, aroma kemangi segera hilang setelah 24 jam dioleskan ke tubuh.

Pola pelepasan produksi gas NH3 tiap perlakuan ditunjukkan pada Gambar 3. Pola pelepasan gas NH3 per hari tiap perlakuan cenderung fluktuatif. Umumnya pola pelepasan produksi gas NH3 akan meningkat mulai dari hari pertama hingga mencapai puncaknya pada hari ke dua sampai ke tiga, kemudian mulai menurun pada hari ke empat.

Gambar 3. Pola Pelepasan Gas Ammonia (NH3) Ekskreta Ayam Broiler

(44)

22 Gas NH3 yang terbentuk pada awal penampungan, masih sedikit karena aktivitas bakteri yang melepaskan NH3 belum bekerja secara maksimal. Setelah satu hari terjadi penguraian komplek yaitu bakteri bekerja menguraikan sisa-sisa makanan menjadi protein. Selanjutnya terjadi proses penguraian protein yang lebih sederhana menjadi asam-asam amino. Beberapa hari kemudian, gas NH3 meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas bakteri pengurai asam amino yang melepaskan NH3 (Estevez, 2002). Pola pelepasan gas ammonia TK0 terlihat lebih landai daripada pola pelepasan gas ammonia pada perlakuan pemberian kemangi dalam pakan. Hal ini menimbulkan adanya indikator bahwa pemberian tepung kemangi diduga mampu mempercepat proses perombakan sisa metabolisme pada ekskreta ayam broiler oleh mikroba.

Ekskreta ayam broiler yang ditampung dalam waktu yang lama menjadi kering karena aktivitas bakteri yang menguraikan protein dan sisa makanan tersebut menurun (Pauzenga, 1991). Hal ini disebabkan karena semakin berkurangnya kandungan air dan nutrient bagi pertumbuhan bakteri (Leeson et al.,1995).

Pelepasan produksi ammonia dalam penelitian ini mendekati pola pelepasan ammonia yang dilaporkan Wahyuni (2002) yang menyatakan gas ammonia yang terbentuk selama masa dekomposisi ekskreta meningkat secara cepat dari hari ke-tiga dan kembali menurun setelah hari ke-tujuh.

Produksi H2S

Produksi total gas H2S dalam 100 gram contoh ekskreta ayam broiler selama tujuh hari inkubasi yang diberi perlakuan tepung kemangi dalam pakan berkisar antara 1,24-1,37 ppm, dengan rata-rata 1,31 ppm. Hasil pengamatan penelitian pemberian tepung kemangi (O. basilicum) dalam pakan terhadap total produksi H2S ekskreta secara deskriptif ada kecenderungan produksi gas H2S yang dihasilkan ayam broiler selama tujuh hari inkubasi disajikan pada Tabel 10.

(45)

23 H2S sebesar 9,86 ppm masih dapat ditoleransi. Batas konsentrasi gas H2S sampai 10 ppm baru menunjukkan gejala iritasi pada mata ternak

Tabel 10. Total Produksi H2S Ekskreta Ayam Broiler selama Tujuh Hari Inkubasi

Gas hidrogen sulfida merupakan hasil perombakan asam amino yang mengandung sulfur menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroba. Sulfur terdapat terutama sebagai konstituen asam amino cystine dan methionine. Jaringan sulfur sebagian besar diserap dalam bentuk organik sebagai asam amino. Sebagian besar sulfur yang dibuang merupakan sisa metaboilsme asam amino. Pengeluaran 85-95% sulfur melalui ekskreta dalam bentuk anorganik. (Winarno, 1992).

Kebutuhan asam amino cystine dan methionine pada ayam broiler periode starter berkisar antara 0,72-0,93% (North dan Bell, 1990). National Research Council (1994) menyebutkan bahwa kebutuhan asam amino cystine dan methionine pada ayam broiler umur 0-28 hari adalah 0,58-0,93%. Bahan pakan komersial yang digunakan dalam penelitian sudah dilengkapi dengan methionine. Protein yang tinggi pada kemangi (24,64%) dengan komposisi kandungan methionine 0,036 g dan

cystine 0,028 g/100 g kemangi (Riana, 2002) tidak banyak mengubah komposisi

methionine dan cystine pakan penelitian untuk memenuhi kebutuhan ayam broiler, sehingga produksi gas H2S ekskreta ayam broiler yang dihasilkan tiap perlakuan menunjukkan angka yang hampir sama.

(46)

24 3% (TK3) menghasilkan gas H2S terbesar pada hari ke enam. Perlakuan pakan komersial dengan tambahan tepung kemangi 1% (TK1) dan 2% (TK2) menghasilkan gas H2S terbesar pada hari ke tiga. Pada keempat perlakuan terlihat pola pelepasan mencapai titik puncak setelah beberapa hari inkubasi. Hal ini disebabkan karena dalam proses penguraiannya, bakteri membutuhkan waktu dari penguraian komplek (penguraian dari protein menjadi asam amino) sampai penguraian yang lebih sederhana yaitu penguraian asam amino cystine dan methionine yang membebaskan sulfur (Pelczar dan Chan,1986).

0

Gambar 4. Pola Pelepasan Gas Hidrogen Sulfida (H2S) Ekskreta Ayam

Broiler

Pola penurunan kandungan gas H2S dari ekskreta ayam broiler TK0, TK2, dan TK3 mengalami penurunan pada hari ke tujuh. Hal ini disebabkan ekskreta ayam

broiler yang ditampung dalam waktu yang lama menjadi kering karena aktivitas bakteri yang menguraikan protein dan sisa makanan tersebut menurun (Pauzenga, 1991). Menurunnya aktivitas bakteri tersebut disebabkan karena semakin berkurangnya kandungan air dan nutrient bagi pertumbuhan bakteri (Leeson et al, 1995).

(47)

25 ke-tujuh. Akan tetapi, pada penelitian Wahyuni (2002) masa inkubasi gas H2S dilanjutkan sampai hari ke-12, yang merupakan produksi gas H2S yang paling sedikit.

Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler

Kadar air 100 gram ekskreta ayam broiler dipengaruhi oleh kelembaban dan temperatur lingkungan serta kondisi iklim selama pengamatan. Kadar air 100 gram ekskreta ayam broiler tiap perlakuan hampir sama, berkisar antara 81,36-81.86%. Rataan kadar air ekskreta ayam broiler setiap perlakuan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler

Perlakuan Kadar Air Ekskreta (%)

TK0

Pemberian tepung kemangi dalam pakan penelitian sampai 3% tidak menurunkan kadar air ekskreta ayam broiler. Hal ini menunjukkan kandungan komponen minyak atsiri dalam tepung kemangi kurang efektif dalam memperbaiki proses metabolisme dan penyerapan air. Pakan komersial yang digunakan sudah memenuhi standar kebutuhan ayam broiler, dan pemberian tepung kemangi dalam pakan tidak terlalu banyak mengubah komposisi zat nutrisi perlakuan pakan penelitian.

Kadar air ekskreta ayam broiler yang didapat masih lebih tinggi jika dibandingkan Leeson dan Summer (2000) yaitu berkisar antara 60-80% di daerah subtropis. Suhu rata-rata daerah tropis berkisar antara 20,63-33,30oC, dengan rata-rata 26,81ºC (BPS, 2004). Suhu lingkungan kandang pemeliharaan selama penelitian berkisar antara 26-33°C. Suhu tersebut lebih tinggi dibandingkan suhu nyaman bagi ayam yaitu 12,8-23,9ºC (North dan Bell 1990).

(48)

26 dan metabolisme secara umum. Pengaruh tersebut ditandai dengan perentangan sayap, peningkatan frekuensi pernafasan (panting), banyak minum sehingga ekskreta lebih cair.

Bobot Badan Akhir Ayam Broiler

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa bobot badan akhir ayam broiler

dengan pemberian tepung kemangi tidak berbeda nyata. Bobot badan akhir berkisar antara 1447,5 sampai 1531,5 gram/ekor, dengan rata-rata 1500,2 gram/ekor. Rataan bobot badan akhir ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler

Perlakuan Bobot akhir Ayam Broiler (g/ekor)

TK0

Bobot badan akhir ayam broiler tidak berbeda nyata disebabkan kebutuhan nutrisi broiler sudah tercukupi dari pakan komersial yang diberikan. Perbedaan kandungan nutrisi pakan akibat pemberian tepung kemangi tidak terlalu signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan kandungan protein kasar dalam pakan penelitian (22,66-22,72%) sudah memenuhi standar kebutuhan ayam broiler yaitu berkisar antara 20-23% (North dan Bell,1990). Kandungan energi metabolis berkisar antara 2949,99-2963,08 kkal/kg. Angka tersebut sesuai dengan kisaran energi metabolisme National Research Council (1994) yaitu sebesar 2900-3100 kkal/kg.

Bobot badan akhir ayam broiler selama penelitian tidak dipengaruhi oleh penambahan persentase tepung kemangi dalam pakan, namun rataan bobot badan akhir yang diperoleh masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan Ensminger (1992) yaitu 1.110-1.250 gram/ekor pada ayam broiler umur lima minggu dan kandungan energi metabolisme pakan 3.200 kkal/kg. Bobot badan akhir yang diperoleh juga lebih tinggi dari North dan Bell (1990) yaitu 1.450 gram/ekor pada ayam broiler

(49)

27 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Produksi gas NH3 ekskreta ayam broiler terendah (0,38 ppm) ditunjukkan pada perlakuan pemberian tepung kemangi 3%. Akan tetapi dari hasil penelitian ini seluruh perlakuan menghasilkan gas NH3 ekskreta ayam broiler yang masih berada pada batas aman bagi ayam (0,27-0,54 ppm).

Produksi total gas H2S ekskreta ayam broiler berkisar antara 1,090-1,250 ppm. Produksi gas H2S masing-masing perlakuan menunjukkan peningkatan seiring dengan bertambahnya persentase pemberian tepung kemangi. Akan tetapi dari hasil penelitian ini pemberian tepung kemangi sampai 3% dalam pakan menghasilkan gas H2S ekskreta ayam broiler yang masih berada pada batas aman bagi ayam.

Kadar air ekskreta ayam broiler tiap perlakuan hampir sama yaitu berkisar antara 81,36-81,86%. Pemberian tepung kemangi dalam pakan tidak menurunkan bobot badan akhir ayam broiler.

Saran

Pemanfaatan minyak atsiri kemangi lebih efektif bila diberikan dalam bentuk ekstrak kemangi dalam air minum pada ayam broiler secara adlibitum, agar kandungan minyak atsiri tidak banyak berkurang.

Bentuk pakan ayam broiler jika dicampur dengan tepung kemangi yang halus, sebaiknya tidak dalam bentuk mash atau crumble, tetapi dicampur dan dibuat dalam bentuk pellet

(50)

28 UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil'alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Pertama, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Niken Ulupi, MS dan Ir. Salundik, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan penuh kesabaran dan keyakinan memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih penulis haturkan kepada Dr.Ir. Bagus P Purwanto MAgr. selaku dosen Pembimbing akademik. Tak lupa ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Ahmad Yani, S.TP. selaku dosen pembahas seminar, kepada Ir. Suhut Simamora, MS dan Ir. Widya Hermana, MSi selaku dosen penguji sidang yang banyak memberikan saran dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak, ibu, kakak dan segenap keluarga atas doa, perhatian, motivasi, dan pengorbanan moral maupun materi selama ini. Terima kasih atas semua pendidikan dan bentukan dari rumah, yang membuat penulis mengambil banyak kebaikan dan pelajaran. Tiap patah katanya adalah doa, tiap langkah kakinya adalah usaha dan pengorbanan, dan tiap tetes keringatnya adalah perjuangan demi putra-putri tercintanya. Tak lupa terima kasih kepada Bapak Trihardiyanto, Keluarga besar Putra Perdana Chicken (PPC), Bapak Mursyid, Bapak Rahmat, seluruh crew anak kandang, dan keluarga besar Laboratoriun Toksikologi Balai Penelitian Veteriner, serta rekan satu tim yang telah bersama-sama melaksanakan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Teknologi Produksi Ternak angkatan 40, rekan-rekan BEM Fakultas Peternakan IPB masa bakti 2004-2006, saudara-saudaraku di FORKOMA IPB dan di Wisma Mobster Balio atas bantuan dan kerjasamanya selama di IPB. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, hanya Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan. Amien.

Bogor, Februari 2007

(51)

29 DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, K dan A. Firmansyah. 2006. Kemangi versus Selasih. Solusisehat. net. [19 Mei 2006].

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. ITB Bandung, Bandung.

Ahmet, A., Medine G., I. I. Ce1,. Meryem Peng., Hatice ., Fikrettin Pahun., dan Usa Karaman. 2005. Antimicrobial effects of Ocimum basilicum (Lamiatae) extract. Turk Biology Journal. 29:155-160

AOAC. 1988. Official Methods of Analisis. 13th. Ed. Association of Official Analitical Chemist. Washington, D.C.

Azhari.1995. Pengaruh penaburan zeolit dan klorin terhadap pengurangan dampak negative manur ayam. Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia2001, Jakarta. Indonesia.

Batshan, H. A. 2002. Performance and tolerance of broiler as affected by genotype and high ambient temperature. Department of Animal Production. College of Agriculture. King Saud University, Saudi Arabia.

Direktorat Bina Produksi. 1997. Kumpulan SNI Ransum. Departemen Pertanian, Jakarta.

Ensminger, M.E. 1992. Poultry Science (Animal Agricultural Series). 3rd Ed. Interstate Publishers, Inc. Danville, Illionis.

Estevez, I. 2002. NH3 and poultry welfare. Poultry Perspectives 4 (1) : 1-3.

Ewing, W.R.1963. Poultry Nutrition. 5 th Ed. The Ray Ewing Company. Passadena, California.

Her. 2002. Merawat kulit dan melawan bakteri dengan kemangi. http://www.tempo.co.id/iptek/kesehatan/2002/03/3/kes03.html. 519 [29 Mei 2006].

Kususiyah. 1992. Pengaruh penggunaan zeolit dalam litter terhadap kualitas lingkungan kandang dan performa broiler pada kepadatan kandang berbeda. Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Laboratorium Spektroskopi. 1992. Analisis Ammonia dengan Cara Spektrofotometer HACH DR 2000 dan Sinar Tampak. Puslitbang Kimia Terapan. LIPI, Indonesia.

Leeson, S., G. Diaz dan Steven. 1995. Poultry Metabolic Disorders and Mytcotoxins. University Books. Guelph. Ontario, Canada.

Leeson, S. dan J. D. Summer. 2000. Broiler Breeder Production. University Books. Guelph, Ontario, Canada.

(52)

30 Muller, Z.O. 1980. Feed from Animal Waste: State of Knowledge. Food and

Agriculture Organization of The United Nations, Rome.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington D. C.

North, M.O. dan D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 th Ed. An Avi Book. Van Nostrand Reinhold, New York.

Nurlelasari, E. 2005. Manfaat pemberian air rebusan daun dan batang sambiloto (Andrographis Panuculata Ness) terhadap kadar ammonia manur, suhu, dan pH litter ayam petelur umur 33-44 minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Peternakan Bogor, Bogor.

Overcash, M.R., F.J. Humenik., dan J. R. Miner. Livestock Waste Management. Vol II. CRC Press Inc, Boca Raton, Florida.

Pauzenga,. 1991. Animal production in the 90’s in harmony with nature : A case study in the Netherlands. In : Biotechnology in The Feed Industry (T.P. Lyons Eds.) Proc. Alltech’s Seventh Annual Symposium. Nicholasville, Kentucky.

Pelczar jr. M. J. dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar- dasar Mikrobiologi I. Terjemahan: R. S. Hadioetomo, T. Imas, S.S. Tjitrosomo dan S. L. Angka. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Prihatman, K. 2002. Budidaya ayam ras pedaging.

http://www.digilib.brawijaya.ac.id/virtual_library/mlg_warintek/ristek-pdii-lipi/Data/budidaya%20peternakan. [9 Oktober 2006].

Rachmawati, S. 2000. Upaya pengelolaan lingkungan usaha peternakan ayam. WARTAZOA Vol. 9 No. 2.

Riana, A. 2000. http://www.asiamaya.com/nutrients/kemangi.htm. PT Asiamaya Dotcom Indonesia.[19 Mei 2006].

Rohaeni, E. S. 2005. Dampak pencemaran lingkungan dan upaya mengatasinya. Poultry Indonesia. Maret 2005. 58-61.

Sisca, D. 2003. Berbagai khasiat daun kemangi. Solusisehat. net. [9 Oktober 2006]. Statistik Perternakan. 2005. Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Dinas Peternakan. Steel R. G. D dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. suatu

Pendekatan Biometrik. Terjemahan: Bambang Sumantri. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

Suryana. 2002. Ammonia bahaya, dan penanggulanganya. Poultry Indonesia. Juni 2002.56-57.

(53)

31 Telci, I., E. Bayram., G. Yilmaz., dan B. Avci. 2006. Variabilityy in essential oil

composition of Turkish basils. Biochemical Systematics and Ecology Journal. 34 (2006):489-497.

Wahyuni, H.A. 2002.Penggunaan klinofeed (klinoptilolit) sebagai adsorban gas ammonia dan hydrogen sulfide manur ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(54)

32 Lampiran 1. Penyiapan Pereaksi

A. Pereaksi Gas Ammonia

1.Larutan pengikat gas Ammonia

Dalam penelitian ini, untuk mengikat gas ammonia digunakan 10 gram asam borat 0,1% yang dilarutkan dalam 10 liter aquades.

2. Pereaksi Nessler

Larutan NaOH 5 N dibuat dengan melarutkan 50 gram NaOH ke dalam aquades 150 ml. HgCl2 sebanyak 22 gram dilarutkan ke dalam aquades sebanyak 350 ml. Larutan HgCl2 dituang ke dalam KI secara perlahan-lahan sambil diaduk terus. Setelah homogen, larutan NaOH juga dimasukkan secara perlahan sampai homogen. Larutan didiamkan beberapa saat sampai terbentuk endapan berwarna orange, kemudian disaring. Setelah itu larutan dimasukkan ke dalam botol berwarna gelap dan disimpan di dalam lemari pendingin selam 24 jam.

3. Larutan standar gas ammonia

Larutan induk ammonia dibuat dari NH4Cl anhidrat sebanyak 0,3819 gram yang dilarutkan dalam aquades 100 ml.

B. Pereaksi Analisis Gas Hidrogen Sulfida

1. Larutan pengikat gas hidrogen sulfida

Dalam pemelitian ini, untuk mengikat gas hidrogen sulfida digunakan 175,6 gram seng asetat 0,04 N yang dilarutkan dalam 10 liter aquades.

2. Larutan kanji

Kanji sebanyak 0.5 gram dilarutkan dalam 500 ml aquades, kemudian dipanaskan sambil diaduk-aduk sampai mengental. Setelah dingin disimpan dalam botol tertutup.

3. Larutan KIO3

KIO3 sebanyak 1,785 gram dilarutkan dalam 500 ml aquades, kemudian disimpan di dalam labu ukur.

4. Larutan I2 0.025 N

(55)

33 5. Larutan Na2S2O3 0.025 N

Larutan Na2S2O3 0,025 N sebanyak 28 gram dilarutkan dalam 1000 ml aquades. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan 0,1 gram Na2CO3 0.1 N. Larutan ini dipipet sebanyak 250 ml dan diencerkan menjadi 1000 ml.

C. Pembakuan Larutan

1. Pembakuan larutan Na2S2O3 0,025 N

Larutan KIO3 dipipet 5 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah 100 ml yang telah berisi 10 ml air, 1 gram KI dan 5 ml HCl 2 N. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N. Setelah warnanya menjadi kuning muda, diberikan beberapa tetes karutan kanji. Selanjutnya, titrasi kembali hingga warna biru tepat hilang. Volume larutan Na2S2O3 0,025 N yang terpakai dicatat.

2. Pembakuan Larutan I2 0.025 N

Larutan I2 0,025 N sebanyak 5 ml ditambah dengan 3 ml HCl dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,025 N. Kanji dignakan sebagai ingikator warna. Volume larutan Na2S2O3 0,025 N yang terpakai dicatat.

3. Pembakuan laritan standar gas hidrogen sulfida

Blanko gas hidrogen sulfida dikocok hingga homogen lalu dipipet sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam erlemeyer asah 100 ml yang di dalamnya sudah berisi 5 ml larutan I2 0,025 N dan 3 ml HCl 4 N. Setelah itu dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,025 N sampai tidak berwarna. Volume larutan Na2S2O3 0,025 N yang terpakai dicatat.

(56)

34 Lampiran 2. Penghitungan Kandungan Gas Hidrogen Sulfida

1. Faktor Larutan Na2S2O3 0,025 N

Dapat dihitung dengan rumus : f=b/a

Keterangan : f = faktor larutan Na2S2O3 0,025 N

a= Volume larutan Na2S2O3 0,025 N untuk titrasi b= Volume larutan KIO3 0,1 N untuk titrasi.

Contoh Perhitungan :

a= 20,75 ml

b= 5 ml

Jadi konsentrasi larutan Na2S2O3 = 0,241 x 0,025 = 0,006

2. Larutan Na2S2O3 0,025 N : 400 006 ,

0 N

x 100 = 0,0015 N

3. Larutan I2 (blanko) V1N1 = V2N2

3 N(I2) = 11,75 x 0,0015 N(I2) = 0,0059 N

4. Perhitungan Kandungan Gas hidrogen Sulfida S2- (mg/L) = (blanko-titrasi)x 0,0059 x16x1000

ml contoh

Contoh : Volume blanko = 11,423ml Volume titrasi = 11,375 ml

ml contoh = 20,000 ml

S2- (mg/L) = (11,423x11,375) x 0,0059x16x1000 20

= 0,23

(57)

35 Lampiran 3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Gas Ammonia

1. Penentuan deret kalibrasi yang akan dibuat

2. NH4Cl 0,3819 gram diencerkan dalam 100 ml aquades 3. Pembuatan deret kalibrasi

0 --- 0 ml NH4Cl + 10 ml aquades

4. Setiap deret kalibrasi ditambah dengan 0,5 ml larutan Nessler dan dispektro dengan panjang gelombang 400 nm.

5. Deret kalibrasi gas amonia yang diperoleh adalah :

X (ppm) 0 0,5 1 2 4 8 16

Y (adsorban)

6. Kurva Kalibrasi gas ammonia :

y = 0,1092x

Lampiran 4. Analisis Ragam Bobot Badan Akhir

SK db JK KT F hitung F 0,05

Perlakuan 3 19023 6341 2,82 3,49

Error 12 26995 2250

(58)

36 Lampiran 5. Perhitungan Produksi Gas Ammonia dalam Kandang

Produksi Ekskreta menurut Ensminger, (1992)

= 15 gram /kg bobot badan/hari x rata-rata bobot badan x jumlah ternak = 15 gram /kg bobot badan/hari x 1500 gram x 32 ekor

= 720 gram/hari

Dalam 100 gram ekskreta dihasilkan gas H2S tertinggi sebesar 1,37 ppm

=

gram hari gram

100 / 720

x 1,37 ppm = 9,86 ppm

Lampiran 6. Perhitungan Produksi Gas Hidrogen Sulfida dalam Kandang

Produksi Ekskreta menurut Ensminger, (1992)

= 15 gram /kg bobot badan/hari x rata-rata bobot badan x jumlah ternak = 15 gram /kg bobot badan/hari x 1500 gram x 32 ekor

= 720 gram/hari

Dalam 100 gram ekskreta dihasilkan gas NH3 tertinggi sebesar 0,54 ppm

=

gram hari gram

100 / 720

Gambar

Tabel 1. Jumlah Ekskreta Murni pada Beberapa Jenis Unggas
Tabel 2. Batas Aman dan Kematian akibat Gas yang Merugikan di Kandang   Ayam
Tabel  3.  Baku Mutu Ambient dan Emisi Gas NH3 dan H2S
Tabel  5. Ambang Batas Gas Hidrogen Sulfida
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot akhir dan persentase karkas ayam broiler yang diberi pakan mengandung tepung inti sawit (P2 dan P3) lebih rendah dari kontrol, namun

Apabila hasil pengujian tersebut ditemukan cemaran dalam tepung ulat hongkong dan pakan, maka dapat diimpretasikan bahwa kandungan cemaran dalam tepung ulat

Ayam broiler yang diberikan testosteron pada semua tingkatan dosis memiliki konsumsi pakan dan rasio konversi pakan yang sama dengan kontrol, serta pada kelompok ayam yang

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung daun kemangi ke dalam pakan sampai dengan taraf 12 % tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

Hasil persentase berat organ dalam ayam pedaging (broiler) yang diberikan tepung daun sirih sebagai imbuhan pakan selama 6 minggu masing-masing perlakuan dapat disajikan

Hasil analisis variansi menunjukan penambahan tepung purslane pada pakan sampai level 6% tidak memberikan efek negatif terhadap kualitas fisik daging ayam

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penambahan tepung kemangi sebanyak 1,25% (P4) dapat memperbai- ki kandungan kimia yaitu meningkatkan kadar protein, menurunkan kadar lemak dan

Parameter yang diamati adalah hidrogen sulfida, partikel debu 10 μm , monosit, basofil, dan eosinofil pada ayam broiler dengan suhu ruang berbeda.. Data dianalisis secara