• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 13. Rataan Suhu dan Kelembaban di Kandang Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 13. Rataan Suhu dan Kelembaban di Kandang Ayam Broiler"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

24 HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu dan Kelembaban

Rataan suhu dan kelembaban di kandang ayam broiler Blok C Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor selama lima minggu penelitian selengkapnya diperlihatkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Suhu dan Kelembaban di Kandang Ayam Broiler

Minggu ke- Waktu Pengamatan

06.00-08.00 12.00-14.00 18.00-20.00 1 Suhu (oC) 22,3 32,9 26,8 Kelembaban (%) 99,7 58,9 84,1 2 Suhu (oC) 23,8 30,5 27,6 Kelembaban (%) 100 69,7 78,4 3 Suhu (oC) 23,0 30,5 27,1 Kelembaban (%) 99,1 66,6 81,7 4 Suhu (oC) 23,5 29,3 26,6 Kelembaban (%) 98,7 75,1 85,6 5 Suhu (oC) 23,5 31,6 26,9 Kelembaban (%) 99,7 66,0 88,0 Rataan Suhu (oC) 23,22 30,96 27 Kelembaban (%) 99,44 67,26 83,56

Berdasarkan Tabel 13, rataan suhu dan kelembaban siang hari kandang penelitian ayam broiler pada lima minggu penelitian adalah 30,96oC dan 67,26% sedangkan pada minggu kelima dimana ekskreta dan manur ditampung pada siang hari adalah 31,6oC dengan kelembaban 66,0%. Kondisi ini tidak sesuai dengan suhu yang dibutuhkan oleh ayam broiler untuk pertumbuhan optimal. Menurut North dan Bell (1990), suhu lingkungan 18-21oC merupakan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan optimal ayam. Menurut Ross (2009), kelembaban kandang ayam broiler 60-70% merupakan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan optimal ayam. Hasil pengamatan pertambahan bobot badan harian dan konversi ransum ayam broiler CP 707 dalam penelitian ini tidak mencapai standar performa yang ditentukan oleh PT Charoen Pokphand Jaya Farm (Tabel 6). Kondisi perkandangan, suhu dan

(2)

25 manajemen yang tidak sesuai dengan standar manajemen dari PT Charoen Pokphand kemungkinan menyebabkan tidak tercapainya standar performa CP 707 yang ideal (Sutamba, 2011).

Kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi gas yang dihasilkan dari sumber emisi kotoran ayam broiler. Semakin tinggi nilai kelembaban udara di suatu tempat maka semakin baik bagi mikrooganisme untuk tumbuh dan berkembangbiak serta semakin banyak proses perombakan yang terjadi. Berkembangnya mikroorganisme yang merugikan dapat mengganggu kesehatan ternak misalnya bakteri eurolitik. Bakteri eurolitik adalah bakteri penghasil enzim urease yang dapat memecah asam urat menjadi amonia (Blake dan Hess, 2001).

Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler

Pengaruh penambahan Aclinop di dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar air ekskreta ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan Kadar Air Ekskreta Ayam Broiler yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Zeolit

pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---%--- 0,0 (L0) 80,261,65 80,161,94 80,221,01 81,881,78 80,630,57 2,5 (L1) 79,921,47 80,531,63 82,160,54 80,460,54 80,770,73 5,0 (L2) 79,761,01 79,960,30 79,550,76 79,722,49 79,750,33 Rataan 79,980,26 80,220,29 80,641,35 80,691,10 80,380,55

Berdasarkan hasil analisis ragam, penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit dalam litter tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air ekskreta, dan tidak terjadi interaksi antara keduanya. Namun demikian, berdasarkan Tabel 14 memperlihatkan, semakin tinggi taraf Aclinop dalam ransum dapat meningkatkan kadar air ekskreta ayam broiler sebesar 0,38-0,89%. Meningkatnya kadar air ekskreta pada ayam yang diberi ransum R1, R2 dan R3 dikarenakan Aclinop memiliki kadar air sebesar 8,51% (Tabel 9) sehingga mampu meningkatkan kadar air ekskreta yang dihasilkan.

(3)

26 Hasil ini berbeda dengan penelitian Katouli et al. (2010), bahwa penambahan zeolit dalam ransum dengan taraf 1,5 dan 3% mampu menurunkan kadar air ekskreta ayam broiler dari 79,14% menjadi 78,53% dan 73,01% atau terjadi penurunan sebesar 0,67 dan 6,13%. Aclinop merupakan mineral mikro yang dapat digunakan dalam ransum sebagai sumber mineral namun penggunaannya dalam ransum komersial menjadi tidak efektif karena ransum komersial yang ditambahkan Aclinop akan mengalami perubahaan komposisi nutrien sehingga keseimbangannya menjadi berubah. Hal ini diduga dapat mengakibatkan ransum yang ditambah dengan Aclinop tidak sesuai dengan standar kebutuhan nutrien ayam (Sutamba, 2011) terutama pada mineral. Menurut Parakkasi (1983), bila konsentrasi mineral tinggi, fungsi-fungsi biologis akan meningkat pula sampai mencapai titik optimum. Bila titik optimum sudah terlampaui, akan terjadi keracunan dan fungsi-fungsi biologis akan menurun. Menurut Leeson et al. (1995), kelebihan mineral magnesium (Mg) dan sodium (Na) dalam tubuh ternak akan meningkatkan konsumsi air minum. Menurut Church dan Pond (1988), kelebihan mineral fosfor (P) dalam tubuh ternak dapat mengakibatkan diare.

Ketidakseimbangan mineral akibat penambahan Aclinop dalam ransum pada taraf R2 dan R3 mengakibatkan ayam broiler meningkatkan konsumsi air minumnya sehingga kandungan air dalam litter juga meningkat. Taraf 2,5 kg zeolit/m2 litter (L1) diduga tidak mampu lagi menyerap air dan gas dari eksreta yang basah akibat konsumsi air yang meningkat (Sutamba, 2011). Namun, pada faktor perlakuan L2 mengalami penurunan sebesar 1,09% dibandingkan dengan kontrol (L0). Hal ini dikarenakan luas permukann L2 lebih besar daripada L1 sehingga masih terdapat rongga-rongga untuk menyerap air. Luas permukaan mempengaruhi adsorpsi ion ke dalam zeolit (Gates, 1992).

Kadar Amonia (NH3) Ekskreta Ayam Broiler

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar NH3 ekskreta ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 15. Kisaran kadar amonia ekskreta ayam broiler adalah 0,41 - 5,11 ppm dengan rataan 2,430,58 ppm.

(4)

27 Tabel 15. Rataan Kadar Amonia (NH3) Ekskreta Ayam Broiler Selama Tiga Hari

Inkubasi Zeolit

pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---ppm--- 0,0 (L0) 1,930,88 3,060,83 1,672,14 0,410,27 1,770,19 2,5 (L1) 0,940,45 5,111,97 3,783,77 0,830,55 2,671,67 5,0 (L2) 3,132,50 5,051,79 1,371,47 1,851,66 2,851,31 Rataan 2,001,10 4,411,16 2,271,32 1,030,74 2,430,58

Ransum tanpa penambahan Aclinop (R0) kadar amonia lebih rendah (2,001,10 ppm) dibandingkan dengan ransum R1 (4,411,16 ppm) dan R2 (2,271,32 ppm) namun lebih tinggi dibandingkan dengan R3 (1,030,74 ppm). Pada saat di luar tubuh ayam broiler, kemampuan Aclinop pada faktor perlakuan R1 sudah tidak mampu lagi menyerap kembali amonia yang dihasilkan oleh ekskreta sehingga banyak NH3 yang lepas ke udara sampai keseimbangan tercapai. Menurut Handayani dan Widiastuti (2009), keseimbangan tercapai ketika semua pertukaran ion amonium (NH4+) dan kation pada permukaan luar dan dalam zeolit telah tercapai. Luas permukaan sangat mempengaruhi adsorpsi ion NH4+ ke dalam zeolit. Luas permukaan Aclinop pada ransum R3 lebih luas dibandingkan dengan luas permukaan Aclinop pada ransum R1 dan R2. Semakin banyak penambahan Aclinop dalam ransum maka semakin luas permukaan Aclinop untuk menyerap gas amonia yang dihasilkan (Handayani dan Widiastuti, 2009).

North dan Bell (1990) menyatakan bahwa taraf kadar NH3 yang ditoleransi sebagai batas aman bagi ayam broiler adalah di bawah 25 ppm, sedangkan taraf amonia diatas 50 ppm dapat menyebabkan kematian pada ayam broiler. Kadar amonia yang dihasilkan dari penelitian ini berada di bawah batas aman (<25 ppm).

Mekanisme penghilangan amonium menggunakan zeolit termasuk reaksi pertukaran ion dimana zeolit mempunyai muatan negatif akibat adanya perbedaan muatan antara Si4+ dengan Al3+. Muatan negatif ini muncul karena atom Al yang bervalensi 3 harus mengikat 4 atom oksigen yang lebih elektromagnetif dalam kerangka zeolit. Dengan adanya muatan negatif ini maka zeolit mampu mengikat

(5)

28 kation dengan ikatan lemah seperti kation Na dan Ca. Ion amonium adalah bentuk amonia dalam kondisi lingkungan asam dan ion amonium berubah menjadi amonia dalam kondisi lingkungan basa (Gates, 1992).

Tabel 15 menunjukkan bahwa, meningkatnya taraf penaburan zeolit ternyata meningkatkan kadar NH3 ekskreta yang dihasilkan. Diduga zeolit pada litter sudah tidak mampu menyerap kembali NH3 yang dihasilkan oleh ekskreta ayam broiler. Menurut Estiaty (2005), pada kondisi basa zeolit dapat menyebabkan percepatan penguraian NH3. Gas NH3 tersebut ditangkap oleh zeolit namun tidak ditahannya melainkan dilepaskan terhadap sistem yang miskin NH3 (udara), kemudian mengambil lagi NH3 dari sistem yang kaya akan NH3 dan melepaskannya lagi sampai keseimbangan tercapai. Hal ini yang menyebabkan kadar N dalam pupuk berkurang.

Gambar 5. Produksi Gas NH3 Ekskreta Ayam Broiler

Produksi NH3 dari setiap perlakuan diperlihatkan pada gambar 5. Produksi gas NH3 per hari setiap perlakuan cenderung fluktuatif. Umumnya produksi gas NH3 akan meningkat dari hari pertama hingga hari kedua.

Gas NH3 yang terbentuk pada awal penampungan, masih sedikit karena aktivitas bakteri yang melepaskan NH3 belum bekerja secara maksimal. Setelah satu hari terjadi penguraian komplek karena bakteri bekerja menguraikan sisa-sisa makanan menjadi protein. Selanjutnya terjadi proses penguraian protein yang lebih sederhana menjadi asam-asam amino. Beberapa hari kemudian, gas NH3 meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas bakteri pengurai asam amino yang

(6)

29 melepaskan NH3 (Estevez, 2002). Kemudian gas NH3 menurun karena semakin berkurangnya kandungan air dan nutrien bagi pertumbuhan bakteri (Leeson et al., 1995).

Produksi gas amonia pada perlakuan R3L0 terlihat lebih landai daripada perlakuan lainnya. Produksi gas amonia pada faktor perlakuan R3 di hari ketiga cenderung lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan adanya indikator bahwa luas permukaan Aclinop pada ransum R3 lebih luas dibandingkan dengan R1 dan R2. Semakin banyak penambahan Aclinop dalam ransum maka semakin luas permukaan Aclinop untuk menyerap gas amonia yang dihasilkan (Gates, 1992).

Kadar Protein Ekskreta Ayam Broiler

Pengaruh penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar protein ekskreta ditunjukkan pada Tabel 16.

Tabel 16. Rataan Kadar Protein Ekskreta Ayam Broiler yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Zeolit

pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---%--- 0,0 (L0) 27,184,33 23,011,70 15,202,00 13,901,68 19,820,99ab 2,5 (L1) 22,674,15 24,263,88 15,381,57 13,781,33 19,022,19a 5,0 (L2) 29,703,88 26,833,47 14,611,35 18,174,70 22,332,04b Rataan 26,523,56a 24,701,95a 15,060,40b 15,282,50b 20,391,72

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Kadar protein ekskreta ayam broiler berkisar 13,78% - 29,70% dengan rataan 20,391,72%. Berdasarkan hasil analisis ragam, penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein ekskreta, namun tidak terjadi interaksi antara kedua perlakuan. Tabel 16 memperlihatkan rataan kadar protein ekskreta menurun dengan meningkatnya taraf penambahan Aclinop dalam ransum. Kadar protein ekskreta dengan ransum R0 berbeda nyata (P<0,05) dengan R2 dan R3, tetapi tidak berbeda dengan R1.

(7)

30 Peningkatan taraf pemberian Aclinop dalam ransum mampu menurunkan protein ekskreta berkisar 6,86-43,21%. Meningkatnya kadar Aclinop dalam ransum akan meningkatkan pertukaran kation Na+ dengan NH4+ di duodenum yang menyebabkan proses deaminasi protein meningkat, sehingga protein tidak tercerna yang dikeluarkan bersama feses pun akan berkurang (Cool dan Willard, 1982). Hal ini mengakibatkan proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan meningkat.

Semakin rendah kadar protein ekskreta yang dikeluarkan maka semakin tinggi protein yang diserap oleh tubuh. Namun dalam penelitian ini penurunan kadar protein ekskreta, terkadang tidak diikuti oleh meningkatnya bobot badan ayam broiler. Penelitian Sutamba (2011) menunjukkan kombinasi perlakuan R1L2 memiliki rataan bobot badan akhir paling tinggi yaitu 1857,58 gram. Perlakuan R1L2 memiliki kadar protein ekskreta 26,833,47%. Perlakuan R3L1 memiliki kadar protein ekskreta yang lebih rendah daripada R1L2, tetapi penelitian Sutamba (2011), R3L1 memiliki bobot badan akhir 1819,04 gram yang lebih rendah daripada perlakuan R1L2 (1857,58 gram). Khairinal (2000) menyatakan zeolit mempunyai sifat dapat menyerap molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas yang mempunyai ukuran diameter lebih kecil daripada saluran masuknya sehingga penggunaan Aclinop dalam ransum dikhawatirkan akan menyerap nutrien yang ada pada ransum dan pada saat proses pencernaan berlangsung hanya sebagian nutrien yang dapat diserap oleh tubuh.

Muller (1980) menyatakan bahwa rataan kandungan protein kasar ekskreta ayam adalah 30% dalam kisaran 18-40%. Jumlah tersebut terdiri dari 37-45% protein murni, 28-50% asam urat, 8-15% amonia, 3-10% urea dan komponen nitrogen lainnya. Kandungan protein kasar ekskreta ayam broiler yang dipelihara dengan sistem kandang litter berkisar antara 18-30% (Ensminger, 1992). Penambahan Aclinop pada perlakuan R2 (15,060,40%) dan R3 (15,282,50%) menghasilkan kadar protein ekskreta yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Muller (1980) dan Ensminger (1992). Hal ini menunjukkan penambahan Aclinop 2-3 kg/100 kg ransum, efektif dalam menurunkan kadar protein yang dikeluarkan bersama ekskreta ayam broiler.

Penaburan zeolit pada litter berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein yang dikeluarkan bersama ekskreta ayam broiler. Kadar protein ekskreta pada

(8)

31 faktor perlakuan L1 berbeda nyata (P<0,05) dengan L2, tetapi tidak berbeda dengan L0. Kadar protein ekskreta pada litter L1 (19,022,19%) yang dihasilkan oleh perlakuan 2,5 kg kg/m2, lebih rendah dibandingkan dengan L0 (19,820,99%) dan L2 (22,332,04%). Hal ini diduga zeolit pada litter L1 masih tersedia rongga-rongga kosong sehingga masih efektif untuk menghambat mikroba-mikroba pengurai protein sisa menjadi amonia. Zeolit berperan dalam menurunkan kadar air yang menyebabkan kadar air untuk proses pemecahan asam urat oleh mikroorganisme juga menurun sehingga produksi amonia menurun (Wihandoyo et al., 2001). Kombinasi yang paling efektif dalam menurunkan kadar protein ekskreta ayam broiler adalah perlakuan R3L1 (13,78%).

Kadar Hidrogen Sulfida (H2S) Ekskreta Ayam Broiler

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar H2S ekskreta ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 17. Kisaran kadar H2S ekskreta ayam broiler adalah 29,5226,89 - 50,0344,34 ppm.

Tabel 17. Rataan Kadar Hidrogen Sulfida (H2S) Ekskreta Ayam Broiler Selama Tiga Hari Inkubasi

Zeolit dalam

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---ppm--- 0,0 (L0) 37,9132,83 29,5226,89 37,5333,97 50,0344,34 38,7534,23 2,5 (L1) 29,5530,39 30,9526,98 40,4036,68 49,6443,82 37,6432,55 5,0 (L2) 32,2029,24 36,6431,71 36,5032,42 43,0240,92 37,0931,97 Rataan 33,224,27 32,373,76 38,142,02 47,563,94 37,820,84

Menurut Pauzenga (1991) konsentrasi H2S antara 29,52-50,03 ppm dapat menyebabkan iritasi mata, hidung dan tenggorokan serta menyebabkan mual, muntah dan diare pada manusia. Rataan produksi total gas H2S dalam 100 gram ekskreta ayam broiler adalah 37,820,84 ppm (Tabel 17). Penambahan Aclinop dalam ransum cenderung meningkatkan rataan H2S ekskreta ayam broiler. Diduga Aclinop dalam ransum tidak efektif lagi untuk menyerap H2S, sehingga hasil yang didapatkan tidak mampu untuk mengurangi gas H2S yang terbentuk.

(9)

32 Aclinop merupakan mineral mikro yang dapat digunakan dalam ransum sebagai sumber mineral namun penggunaannya dalam ransum komersial menjadi tidak efektif karena ransum komersial yang ditambahkan Aclinop akan mengalami perubahaan komposisi nutrien sehingga keseimbangannya menjadi berubah. Hal ini diduga dapat mengakibatkan ransum yang ditambah dengan Aclinop tidak sesuai dengan standar kebutuhan nutrien ayam (Sutamba, 2011) terutama pada mineral.

Penaburan zeolit pada litter cenderung menurunkan kadar H2S ekskreta ayam broiler yang dihasilkan. Zeolit yang ditambahkan pada litter masih mampu menurunkan kadar H2S yang dihasilkan dari ekskreta ayam broiler. Produksi H2S pada setiap perlakuan ditunjukkan pada Gambar 6. Produksi gas H2S per hari pada setiap perlakuan cenderung fluktuatif. Umumnya produksi gas H2S akan meningkat dari hari pertama hingga hari kedua.

Gambar 6. Produksi Gas H2S Ekskreta Ayam Broiler

Gas H2S yang terbentuk pada awal penampungan, masih sedikit karena aktivitas bakteri yang melepaskan H2S belum bekerja secara maksimal. Setelah satu hari terjadi penguraian komplek yaitu bakteri bekerja menguraikan sisa-sisa makanan menjadi protein. Selanjutnya terjadi proses penguraian protein yang lebih sederhana menjadi asam-asam amino. Beberapa hari kemudian, gas H2S meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas bakteri pengurai asam amino yang melepaskan H2S. Menurut Pelczar dan Chan (1996), gas H2S merupakan gas toksik yang berbau busuk. Protein yang terkandung dalam ekskreta ayam akan terurai menjadi

(10)

asam-33 asam amino. Asam amino yang memiliki sulfur akan dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroba sehingga sulfur terlepas sebagai gas H2S. Gas H2S akan dioksidasi oleh bakteri sulfur seperti Thiobacillus menjadi bentuk sulfat dan dalam keadaan O2 tinggal sedikit maka bakteri pereduksi sulfat seperti Spirillum mereduksi senyawa sulfat menjadi hidrogen sulfida kembali. Sistin dan metionin adalah dua asam amino yang mengandung sulfur dalam protein.

Kadar H2S dari ekskreta ayam broiler pada perlakuan R0L1, R0L2, R1L1 dan R1L2 mengalami penurunan tajam pada hari ketiga dibandingkan dengan perlakuan lainnya (R3L0, R3L1 dan R3L2) yang mengalami peningkatan (Gambar 6). Hal ini dikarenakan penambahan Aclinop dalam ransum mempengaruhi ketersediaan mineral dalam tubuh ternak yaitu mineral sulfur (S). Menurut Church dan Pond (1988), kelebihan mineral sulfur dalam tubuh ternak akan meningkatkan kadar H2S yang dikeluarkan bersama ekskreta.

Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler

Pengaruh penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit dalam litter terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH) ayam broiler ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 18. Pertambahan Bobot Badan Harian Ayam Broiler Selama Lima Minggu

Pemeliharaan Zeolit dalam

Litter (kg/m2)

Aclinop dalam Ransum

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---(g/ekor/hari)--- 0,0 (L0) 49,93 48,28 49,41 49,97 49,40 2,5 (L1) 51,35 48,81 44,46 49,26 48,47 5,0 (L2) 50,51 50,70 50,32 51,07 50,65 Rataan 50,60 49,26 48,06 50,10 49,51±1,75 Sumber : Sutamba, 2011

Penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit dalam litter serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH) ayam broiler (Sutamba, 2011). Rataan PBBH ayam broiler dalam penelitian ini adalah 49,51±1,75 g/ekor/hari. Aclinop merupakan mineral mikro yang dapat digunakan dalam ransum sebagai sumber mineral namun penggunaannya dalam ransum komersial menjadi tidak efektif karena ransum komersial yang ditambahkan Aclinop

(11)

34 akan mengalami perubahaan komposisi nutrien sehingga keseimbangannya juga menjadi berubah. Hal ini diduga dapat mengakibatkan ransum yang ditambah dengan Aclinop tidak sesuai dengan standar kebutuhan nutrien ayam sehingga PBBH ayam yang diberi ransum kontrol lebih tinggi (50,60 g/ekor/hari) dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Sutamba, 2011). Disamping itu kondisi lingkungan kandang pada perlakuan R0 lebih nyaman dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Faktor perlakuan R0 memiliki kadar NH3 ekskreta lebih rendah (2,00±1,10 ppm) daripada dengan R1 (4,41±1,16 ppm) dan R2 (2,72±1,32 ppm), tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan R3 (1,03±0,74) (Tabel 15). Perlakuan R0 memiliki kadar H2S lebih rendah (33,22±4,27 ppm) daripada R2 (38,14±2,02 ppm) dan R3 (47,56±3,94 ppm), tetapi lebih tinggi daripada R1 (32,37±3,76 ppm) (Tabel 17).

Penambahan zeolit pada litter juga tidak berpengaruh nyata terhadap PBBH ayam broiler, namun berdasarkan rataan PBBH ayam broiler (Tabel 18) terdapat peningkatan PBBH (50,65 g/ekor/hari) pada taraf penaburan zeolit 5,0 kg/m2 litter atau 2,53% lebih tinggi daripada L0 (49,40 g/ekor/hari) (Sutamba, 2011). Hal ini dikarenakan penaburan zeolit 5,0 kg/m2 litter mampu menghasilkan kondisi lingkungan yang lebih nyaman dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan L2 memiliki kadar air manur lebih rendah (79,75±0,33%) dibandingkan dengan L0 (80,63±0,57%) dan L1 (80,77±0,73%) (Tabel 14). Perlakuan L2 memiliki kadar H2S lebih rendah (37,09±31,97 ppm) dibandingkan dengan L0 (38,75±34,23 ppm) dan L1 (37,64± 32,55 ppm) (Tabel 17), tetapi L2 memiliki kadar NH3 lebih tinggi (2,85±1,31 ppm) dibandingkan dengan L0 (1,77±0,19 ppm) dan L1 (2,67±1,67 ppm) (Tabel 15). Sifat zeolit yang dapat menyerap air dan gas tersebut selanjutnya dapat mengurangi paparan emisi gas beracun pada ayam broiler sehingga menciptakan suasana lebih nyaman dalam kandang dan secara tidak langsung mempengaruhi PBBH ayam broiler (Sutamba, 2011).

Gambar 7 menunjukkan laju pertambahan bobot badan ayam broiler selama lima minggu penelitian. Pertambahan bobot badan paling pesat terjadi pada minggu pertama dan terus meningkat hingga minggu ketiga. Laju pertumbuhan mencapai puncaknya pada minggu keempat dan mulai menurun setelah memasuki minggu kelima (Sutamba, 2011).

(12)

35 Gambar 7. Laju PBBH Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan

(Sutamba, 2011)

Pertumbuhan yang baik terjadi pada ayam broiler yang diberi perlakuan R0L1 dimana PBB ayam broiler mengalami peningkatan sampai minggu kelima (71,271 g/ekor/hari), sedangkan pada perlakuan yang lain, PBB ayam broiler sudah mulai menurun pada minggu kelima. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan kandang R0L1 lebih nyaman daripada perlakuan lainnya. Penurunan kadar NH3 pada perlakuan R0L1 tidak lebih baik daripada R3L0 dan R3L1, tetapi lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 5). Penurunan produksi gas H2S pada perlakuan R0L1 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 6).

Konversi Ransum Ayam Broiler

Pengaruh Penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litter terhadap konversi ransum ayam broiler ditunjukkan pada Tabel 19.

Tabel 19. Konversi Ransum Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan Zeolit

dalam

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) 0,0 (L0) 1,62 1,71 1,64 1,62 1,65 2,5 (L1) 1,58 1,70 1,67 1,61 1,64 5,0 (L2) 1,60 1,60 1,65 1,70 1,64 Rataan 1,60 1,67 1,65 1,64 1,64 Sumber : Sutamba, 2011

Penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit dalam litter serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap konversi ransum ayam broiler. Berdasarkan konversi ransum yang dihasilkan secara keseluruhan selama lima minggu penelitian

(13)

36 maka perlakuan yang paling baik atau lebih efisien adalah R0L1 (1,58). Hal ini dikarenakan Aclinop nampaknya bekerja efektif untuk meningkatkan pertumbuhan pada minggu pertama hingga ketiga pemeliharaan sedangkan zeolit yang ditambahkan pada litter berfungsi untuk menciptakan lingkungan kandang yang lebih sehat sehingga berperan dalam meningkatkan performa ayam broiler secara tidak langsung (Sutamba, 2011). Hasil konversi ransum ayam broiler selama lima minggu penelitian diperlihatkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Konversi Ransum Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan (Sutamba, 2011)

Rataan konversi ransum pada perlakuan R0L1 (1,58) (Tabel 19) paling baik sampai minggu kelima pemeliharaan. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan kandang R0L1 lebih nyaman daripada perlakuan lainnya. Penurunan kadar NH3 pada perlakuan R0L1 lebih tinggi atau tidak lebih baik dibandingkan R3L0 dan R3L1, tetapi lebih rendah atau lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 5). Penurunan kadar H2S pada perlakuan R0L1 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 6). Pertambahan bobot badan pada perlakuan R0L1 (71,27 g/ekor/hari) lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya pada minggu kelima (Sutamba, 2011).

Komposisi Mineral Manur Ayam Broiler

Kandungan mineral makro (C, N, P (P2O5), K (K2O), Ca (CaO), dan Mg (MgO)) dan mikro (Fe, Zn, Mn, Cu), pH, kadar air dan kapasitas tukar kation (KTK) manur ayam broiler yang dihasilkan dari penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter ditunjukkan pada Tabel 20.

(14)

37

Tabel 20. Komposisi Mineral Manur Ayam Broiler dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Peubah Perlakuan **SNI (2004)

R0L0 R0L1 R0L2 R1L0 R1L1 R1L2 R2L0 R2L1 R2L2 R3L0 R3L1 R3L2 Rataan Min Max Kadar Air (%) 30,81 22,08 21,58 27,82 25,99 19,66 27,37 15,70 15,70 22,07 30,79 16,36 22,99 pH 8,5 8,0 8,0 8,5 8,1 8,0 8,3 7,8 7,9 8,2 8,5 7,9 8,14 6,80 7,49 C-organik (%) 26,77 12,31 18,67 16,59 22,42 22,90 22,98 33,48 18,09 29,03 20,09 22,09 22,12 9,80 32 N (%) 2,47 2,56 2,07 2,45 2,41 2,19 2,54 2,34 2,44 2,26 2,21 2,36 2,36 0,40 C/N 11 5 9 11 9 10 9 14 7 13 9 9 9,67 10 29 P2O5 (%) 3,18 2,99 1,88 3,41 2,50 3,12 3,44 2,58 1,63 3,21 2,85 2,54 2,78 0,10 K2O (%) 2,17 2,67 2,41 2,57 2,19 2,29 2,69 2,74 2,09 2,42 2,09 2,38 2,39 0,20 * CaO (%) 2,48 2,62 2,32 3,09 2,70 3,01 3,84 2,91 2,74 3,14 3,02 3,15 2,92 * 25,50 MgO (%) 0,42 0,43 0,36 0,45 0,39 0,40 0,44 0,39 0,35 0,40 0,38 0,37 0,40 * 0,60 Fe (ppm) 1976 3468 2968 3630 2323 2344 2970 2988 2923 2648 2687 2437 2780,17 Mn (ppm) 288 296 228 325 262 263 367 233 220 267 270 251 272,50 Cu (ppm) 261 249 168 295 211 195 251 215 158 257 254 299 234,42 Zn (ppm) 187 186 127 248 151 144 213 187 132 193 187 153 175,67 KTK (cmol/kg) 28,40 37,47 40,99 30,32 37,81 45,98 33,89 44,27 45,12 38,20 36,51 44,38 38,16

Keterangan : *Nilainya lebih besar daripada unsur atau lebih kecil daripada maksimum **SNI 19-7030-2004. Standar kualitas kompos dari sampah organik domestik. Sumber: Komposisi mineral manur ayam broiler, hasil analisa Balai Penelitian Tanah (2011)

(15)

38 Kadar Air Manur Ayam Broiler

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar air manur ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 21.

Tabel 21. Kadar Air Manur (%) yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---%--- 0,0 (L0) 30,81 27,82 27,37 22,07 27,02 2,5 (L1) 22,08 25,99 15,70 30,79 23,64 5,0 (L2) 21,58 19,66 15,70 16,36 18,33 Rataan 24,82 24,49 19,59 23,07 22,99

Berdasarkan Tabel 20, rataan kadar air manur adalah 22,99% dengan kisaran 15,70-30,81%. Penaburan zeolit pada litter menyebabkan terjadinya penurunan kadar air manur yang dihasilkan. Rataan kadar air faktor perlakuan L0 (27,02%) lebih tinggi dibandingkan dengan L1 (23,64%) dan L2 (18,33%) atau semakin tinggi taraf penaburan zeolit pada litter maka semakin rendah kadar air manur yang dihasilkan. Zeolit berperan dalam menurunkan kadar air yang menyebabkan kadar air untuk proses pemecahan asam urat oleh mikroorganisme juga menurun sehingga produksi amonia menurun (Wihandoyo et al., 2001).

Penambahan Aclinop dalam ransum memperlihatkan dapat membantu mengurangi kadar air manur yang dihasilkan. Rataan kadar air perlakuan R0 (24,82%) lebih tinggi daripada R1 (24,49%) dan R2 (19,59%), tetapi terjadi peningkatan kembali pada R3 (23,07%) (Tabel 21). Hal ini diduga penambahan Aclinop 3 kg/100 kg (R3) ransum mempengaruhi jumlah ketersediaan mineral bagi ayam broiler, sehingga metabolisme pencernaan ayam broiler terganggu. Menurut Leeson et al. (1995), kelebihan mineral magnesium (Mg) dan sodium (Na) dalam tubuh ternak akan meningkatkan konsumsi minum. Hal ini yang dapat menyebabkan kadar air manur menjadi meningkat. Kombinasi penggunaan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter yang paling efektif untuk menurunkan kadar air

(16)

39 manur adalah perlakuan R2L1 dan R2L2 dengan nilai kadar air manur yang sama yaitu 15,70%.

pH Manur Ayam Broiler

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap pH manur ayam broiler ditunjukkan pada Tabel 22.

Tabel 22. Rataan pH Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) 0,0 (L0) 8,50 8,50 8,30 8,20 8,38 2,5 (L1) 8,00 8,10 7,80 8,50 8,10 5,0 (L2) 8,00 8,00 7,90 7,90 7,95 Rataan 8,17 8,20 8,00 8,20 8,14

Manur yang dihasilkan dari perlakuan penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter memiliki kisaran pH 7,8-8,5 dengan rataan 8,14 (Tabel 22). Hasil analisa menunjukkan, penaburan zeolit pada litter mempengaruhi nilai pH. Semakin banyak jumlah zeolit yang ditaburkan pada litter, maka nilai pH manur yang dihasilkan semakin rendah. Nilai pH manur pada perlakuan L2 (7,95) lebih rendah dibandingkan perlakuan L1 (8,1) dan L0 (8,38). Nilai pH manur yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan manur yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler pada umumnya. Menurut Blake dan Hess (2001), umumnya kisaran nilai pH manur yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler adalah 9-10. Nilai pH manur dipengaruhi oleh kandungan amonia dan kadar air pada manur. Konsentrasi amonia cenderung meningkat dengan meningkatnya nilai pH manur. Menurut Wihandoyo et al (2001) amonia dihasilkan dari proses pemecahan asam urat oleh mikroorganisme yang akan dipercepat karena adanya air dan pH yang kondusif. Pada penelitian ini zeolit berperan dalam menurunkan kadar air yang menyebabkan kadar air untuk proses pemecahan asam urat oleh mikroorganisme juga menurun sehingga produksi amonia menurun.

(17)

40 Penambahan Aclinop dalam ransum, tidak menunjukkan penurunan atau peningkatan pH manur yang signifikan dengan meningkatnya penambahan Aclinop dalam ransum (Tabel 22). Setelah keluar dari tubuh ayam broiler, daya serap Aclinop menjadi kecil dan hanya menyerap sedikit gas NH3, karena adanya bakteri penghasil enzim urease yang dapat memecah asam urat menjadi amonia (Blake dan Hess, 2001). Suhu dan kelembaban kandang sangat mendukung untuk berkembangnya bakteri eurolitik, sehingga banyak gas NH3 yang terbentuk yang menyebabkan pH manur meningkat dan kandungan N dalam pupuk kandang ayam broiler berkurang. Nilai pH pada faktor perlakuan R2 (8,00) lebih rendah dibandingkan R0 (8,17), R1 (8,20), dan R3 (8,20). Namun kadar N pada faktor perlakuan R2 (2,44%) lebih tinggi dibandingkan R0 (2,37%), R1 (2,35%), dan R3 (2,28%).

Kombinasi penggunaan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter yang menghasilkan pH manur terendah adalah perlakuan R2L1 (7,80) dan

R2L2 serta R3L2 dengan nilai yang sama yaitu 7,90 dan tertinggi adalah perlakuan R0L0, R0L1 dan R3L1 dengan nilai yang sama yaitu 8,50. Pupuk dari manur ayam broiler yang dihasilkan dalam penelitian ini dalam kisaran pH 7,8-8,5 (Tabel 22), cocok untuk tanah yang bersifat masam sehingga dapat memenuhi unsur hara yang tidak terdapat di tanah yang bersifat masam.

Kemasaman atau kebasaan adalah salah satu aspek tanah yang penting dan diukur sebagai pH. Kemasaman optimum untuk pertumbuhan sebagian besar sayuran adalah pada pH 5,8-7,5. Tanah di lokasi yang curah hujannya tinggi cenderung lebih masam, sedangkan tanah di daerah kering bersifat basa. Ketersediaan mineral tanah bergantung pada pH tanah. Kelebihan atau kekurangan mineral dapat berakibat pada kekurangan atau menjadi keracunan pada tanaman. Besi, mangan, boron, tembaga dan seng menjadi kurang tersedia pada pH tinggi. Kalium, belerang, kalsium dan magnesium menjadi kurang tersedia pada pH rendah (<6,5) (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Karbon Organik (C-Organik)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar C-Organik manur ayam broiler ditunjukkan pada Tabel 23.

(18)

41 Tabel 23. Rataan kadar C-Organik (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Zeolit

pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---%--- 0,0 (L0) 26,77 16,59 22,98 29,03 23,84 2,5 (L1) 12,31 22,42 33,48 20,09 22,08 5,0 (L2) 18,67 22,90 18,09 22,09 20,44 Rataan 19,25 20,64 24,85 23,74 22,12

Penambahan Aclinop dalam ransum meningkatkan kandungan C-organik pada manur (Tabel 23). Kandungan C-organik pada perlakuan R0 (19,25%) lebih rendah dibandingkan R1 (20,64%), R2 (24,85%), dan R3 (23,74%). Hal ini dikarenakan Aclinop yang diproduksi CV Minatama mengandung komponen 52,55% karbon (C) (Tabel 10) sehingga mampu meningkatkan kandungan C-organik pada ekskreta yang menyebabkan kandungan C-organik pada manur meningkat. Pelepasan unsur karbon tersebut digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi (Gunawan dan Surdiyanto, 2001).

Penaburan zeolit pada litter menurunkan kandungan C-organik pada manur. Semakin tinggi taraf penaburan zeolit pada litter, menyebabkan menurunnya kadar C-organik pada manur. Kandungan C-organik pada faktor perlakuan L2 (20,44%) lebih rendah dibandingkan L1 (22,08%) dan lebih rendah dibandingkan L0 (23,84%) atau semakin tinggi taraf penaburan zeolit pada litter maka kadar C-organik dalam manur semakin rendah. Diduga kondisi manur basa menyebabkan zeolit menyerap kembali kandungan C-organik yang dihasilkan dari ekskreta ayam broiler sehingga tidak banyak mikroorganisme yang menggunakan C-organik sebagai sumber energi.

Kombinasi penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter yang menghasilkan kadar C-organik yang terendah dan tertinggi adalah

perlakuan R0L1 (12,31%) dan R2L1 (33,48%). SNI (2004) menyatakan bahwa batasa maksimum kadar C-Organik adalah 32%. Kadar C-organik pada perlakuan R2L1 (33,48%) telah melebihi batas standar maksimum SNI (2004). Apabila kadar C-Organik melebihi batas maksium, maka kandungan nutrien yang terkandung

(19)

42 dalam pupuk akan menurun akibat lamanya proses degradasi yang dilakukan oleh mikroba (Gunawan dan Surdiyanto, 2001).

Nitrogen (N)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar N manur ayam broiler ditunjukkan pada Tabel 24.

Tabel 24. Rataan Kadar N (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---%--- 0,0 (L0) 2,47 2,45 2,54 2,26 2,43 2,5 (L1) 2,56 2,41 2,34 2,21 2,38 5,0 (L2) 2,07 2,19 2,44 2,36 2,27 Rataan 2,37 2,35 2,44 2,28 2,36

Kadar N manur ayam broiler yang dihasilkan dari setiap perlakuan berkisar 2,07-2,56% dengan rataan 2,36% (Tabel 24). Kadar N manur ayam broiler dari perlakuan penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter, lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Tan (1993) yaitu 1,5%. Hal ini dikarenakan ransum yang digunakan pada penelitian ini berbeda dengan penelitian Tan (1993).

Penambahan Aclinop dalam ransum tidak menyebabkan peningkatan kadar N dalam manur. Penaburan zeolit pada litter dapat menurunkan kadar N manur. Rataan kadar N pada faktor perlakuan L2 (2,27%) lebih rendah dibandingkan L1 (2,38%) dan L0 (2,43%) atau semakin tinggi taraf penambahan zeolit pada litter semakin rendah kadar N dalam manur. Hal ini dikarenakan pH manur yang dihasilkan berada dikisaran 7,8-8,5. Daya adsorpsi ion amonium (NH4+) menggunakan zeolit optimum adalah saat kondisi pH < 8 (Thornton, 2007). Pada pH = 8 dan dibawahnya, kebanyakan amonium berada dalam bentuk ionnya (Handayani dan Widiastuti, 2009). Oleh karena itu sangat mungkin berasumsi bahwa kondisi-kondisi ini sangat baik untuk proses penghilangan ion amonium (Thornton, 2007). Diatas pH 8 keseimbangan bergeser dengan cepat ke arah amonium dalam bentuk bukan ionnya

(20)

43 (NH3) dan dengan meningkatnya pH maka kurang baik untuk proses penghilangan amonium (Handayani dan Widiastuti, 2009). Hal ini yang menyebabkan kadar N dalam pupuk berkurang.

Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena N merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam amino dan asam nukleat. Kekurangan unsur ini dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak apabila tanaman kekurangan N yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat rontok (Bennet, 1996). Titik kritis kebutuhan N pada tanaman adalah <2,0% dan tidak beracun jika kebutuhan nitrogen (N) lebih tinggi daripada 5% (Bennet, 1996). Kadar N manur yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar SNI (2004) yaitu 0,4%. Kombinasi penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter yang menghasilkan terhadap kadar N terendah dan tertinggi adalah perlakuan R0L2 (2,07%) dan R0L1 (2,56%). Rasio C/N

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap rasio C/N manur ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 25.

Tabel 25. Rataan Rasio C/N Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) 0,0 (L0) 11,00 11,00 9,00 13,00 11,00 2,5 (L1) 5,00 9,00 14,00 9,00 9,25 5,0 (L2) 9,00 10,00 7,00 9,00 8,75 Rataan 8,33 10,00 10,00 10,33 9,67

Rasio C/N yang dihasilkan berkisar 5-14 dengan rataan 9,67. Rataan C/N yang dihasilkan berada di bawah standar minimum kadar C/N pupuk, yaitu sebesar 10-29 (SNI 2004). Penambahan Aclinop dalam ransum menyebabkan terjadinya peningkatan rasio C/N yang dihasilkan dalam pupuk. Rataan rasio C/N pada perlakuan R0 (8,33) lebih rendah dibandingkan R1 (10,00), R2 (10,00), dan R3 (10,33) (Tabel 25). Hal ini dikarenakan Aclinop yang diproduksi CV Minatama

(21)

44 mengandung komponen 52,55% karbon (C) (Tabel 10) sehingga mampu meningkatkan kandungan organik pada ekskreta yang menyebabkan kandungan C-organik pada manur meningkat dan mampu meningkatkan rasio C/N pupuk.

Penaburan zeolit pada litter menunjukkan terjadinya penurunan rasio C/N (Tabel 25) sampai berada di bawah standar minimum pupuk menurut SNI (2004). Rataan rasio C/N pada perlakuan L0 (11,00), L1 (9,25) dan L2 (8,75). Rasio karbon dan nitrogen (rasio C/N) sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan mikrooganisme selama proses pengomposan berlangsung. Karbon diperlukan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen untuk membentuk protein. Mikroorganisme akan mengikat nitrogen tetapi tergantung pada ketersediaan karbon. Apabila rasio C/N rendah maka tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas. Dalam hal ini jumlah nitrogen bebas dilepaskan dalam bentuk NH3+ dan kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas rendah. Apabila ketersediaan karbon berlebihan, jumlah nitrogen sangat terbatas sehingga merupakan faktor pembatas mikroorganisme (Sutanto, 2002). Nilai rasio C/N yang memenuhi standar SNI (2004) pada penelitian ini dihasilkan pada kombinasi perlakuan R2L1 (14,00), R3L0 (13,00), R0L0 (11,00) dan R1L0 (11,00).

Fosfor (P)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar P manur ayam broiler ditunjukkan pada Tabel 26.

Tabel 26. Rataan Kadar P (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---%--- 0,0 (L0) 3,18 3,41 3,44 3,21 3,31 2,5 (L1) 2,99 2,50 2,58 2,85 2,73 5,0 (L2) 1,88 3,12 1,63 2,54 2,29 Rataan 2,68 3,01 2,55 2,87 2,78

(22)

45 Penaburan zeolit pada litter menurunkan kadar P pada manur ayam broiler (Tabel 26). Diduga pada kondisi lingkungan basa, unsur P akan diserap oleh zeolit dan menggantikan posisi NH4+ yang berubah dalam bentuk molekulnya (NH3). Menurut Muchtar (2005), kapasitas zeolit untuk menjerap fosfor optimum tercapai pada kondisi larutan basa (8,00-9,00) dengan kapasitas adsorpsi 73,4-82,2%. Penambahan Aclinop dalam ransum tidak menyebabkan adanya penurunan atau peningkatan terhadap kadar P yang dihasilkan (Tabel 26). Diduga pada saat kondisi asam yaitu dalam saluran pencernaan, zeolit tidak efektif dalam menjerap P. Penelitian Wardhani (2011), menyatakan bahwa kisaran pH saluran pencernaa ayam broiler adalah 5,71-6,79. Menurut Muchtar (2005), sifat keasaman sangat mempengaruhi daya adsorpsi zeolit.

Kandungan standar minimum P menurut SNI (2004) adalah 0,1%. Kisaran kadar P manur ayam broiler dari perlakuan penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter adalah 1,63%-3,44% dengan rataan 2,78%, lebih tinggi jika dibandingkan standar minimum SNI (2004). Menurut Bennet (1996), kebutuhan P pada tanaman sebesar 0,2-0,5%, kandungan batas minimal P pada tanaman sebesar 0,1%, dan tanaman tidak beracun jika kadar P pada tanah ataupun pupuk melebihi kebutuhan tanaman.

Fosfor (P) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman pada saat pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan, dan peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk adenosin difosfat (ADP) dan adenosin trifosfat (ATP). Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4-. Kekurangan unsur P menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil saat tumbuh muda dan warna daun hijau gelap (kadang-kadang hijau ungu gelap) (Bennet, 1996).

Tanaman asal benih melalui fase produktif yaitu fase juvenil, transisi, dan dewasa (Hartman et al., 1990). Pertumbuhan ini memerlukan suplai karbohidrat, dimana suplai itu membutuhkan energi berupa ATP yang berasal dari P dan ion penggerak berupa K (Marschner, 1998).

Kalium (K)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

(23)

46 Tabel 27. Rataan Kadar K (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop

dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Zeolit

pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---%--- 0,0 (L0) 2,17 2,57 2,69 2,42 2,46 2,5 (L1) 2,67 2,19 2,74 2,09 2,42 5,0 (L2) 2,41 2,29 2,09 2,38 2,29 Rataan 2,42 2,35 2,51 2,30 2,39

Kisaran K yang dihasilkan adalah 2,17-2,74% dengan rataan 2,39%. Rataan K manur ayam broiler yang dihasilkan dari penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter berada diatas standar minimum kadar K pupuk sebesar 0,20% (SNI, 2004). Penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter diharapkan dapat meningkatkan unsur kalium dalam pupuk. Menurut Estiaty

(2005), penambahan zeolit mampu meningkatkan unsur K pada manur karena unsur yang terdapat dalam zeolit diantaranya adalah kalium.

Penaburan zeolit pada litter dapat menurunkan kadar K dalam manur. Menurunnya unsur K dalam manur (Tabel 27) disebabkan berkurangnya N dalam manur (Tabel 24) sehingga zeolit menyerap kembali kalium untuk menggantikan posisi N dalam zeolit. Diduga pada kondisi lingkungan basa, unsur K akan diserap oleh zeolit dan menggantikan posisi NH4+ yang berubah dalam bentuk molekulnya (NH3).

Menurut SNI (2004), kadar minimum K pada pupuk adalah 0,20%. Kadar K manur yang dihasilkan dalam penelitian ini berada diatas nilai minimum standar SNI (2004). Kombinasi penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter yang menghasilkan kadar K terendah adalah perlakuan R2L2 dan R3L1 dengan

nilai yang sama yaitu 2,09% dan tertinggi adalah perlakuan R2L1 (2,74%).

Kalium (K) adalah kation yang esensial bagi tanaman. Kadar K dalam tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan optimal adalah sebesar 2-5% dan titik kritis sebesar <1,0% (Bennet, 1996). Peran utama K dalam tanaman adalah sebagai aktivator enzim. Kalium menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan

(24)

47 akar. Kalium diperlukan dalam pembentukan karbohidrat dan translokasi gula (Soepardi, 1983). Kekurangan K pada tanaman mengakibatkan bagian tepi daun klorosis, daun menjadi keriting dan menggulung, batang menjadi lemah dan ramping. Kelebihan K pada tanaman tidak mengakibatkan keracunan (Bennet, 1996).

Kalsium (Ca)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar Ca manur ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 28.

Tabel 28. Rataan Kadar Ca (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---%--- 0,0 (L0) 2,48 3,09 3,84 3,14 3,14 2,5 (L1) 2,62 2,70 2,91 3,02 2,81 5,0 (L2) 2,32 3,01 2,74 3,15 2,81 Rataan 2,47 2,93 3,16 3,10 2,92

Kadar Ca yang terdapat dalam manur ayam broiler hasil penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter berkisar 2,32-3,84% dengan rataan 2,92%. Rataan Ca yang dihasilkan berada di bawah standar maksimum kadar CaO pupuk sebesar 25,50% (SNI, 2004). Penambahan Aclinop dalam ransum meningkatkan kadar Ca pada pupuk kandang ayam broiler yang dihasilkan. Perlakuan R0L0 (2,48%), R0L1 (2,62%), dan R0L2 (2,32%) memiliki kandungan Ca yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Menurut Handayani dan Widiastuti (2009) zeolit bersifat sebagai penukar kation yaitu kation Na dan Ca akan tergantikan posisinya dengan ion amonium (NH4+) pada kondisi lingkungan asam. Hal ini diduga yang menyebabkan penambahan Aclinop dalam ransum mampu meningkatkan kadar Ca pada manur ayam broiler yang dihasilkan. Penelitian Wardhani (2011), menyatakan bahwa kisaran pH saluran pencernaan ayam broiler adalah 5,71-6,79.

Penaburan zeolit pada litter menurunkan kadar Ca pada manur ayam broiler (Tabel 28). Diduga pada kondisi lingkungan basa, unsur Ca akan diserap oleh zeolit

(25)

48 dan menggantikan posisi NH4+ yang berubah dalam bentuk molekulnya (NH3). Kadar Ca yang dihasilkan manur ayam broiler berada dalam batas aman untuk tanaman karena menurut SNI 2004, kadar Ca dalam pupuk maksimum sampai 25,50%.

Menurut Bennet (1996) kebutuhan optimum mineral Ca pada tanaman adalah 0,1-1,0%, titik kritis sebesar <0,1%, dan tidak mengalami keracunan jika melebihi kebutuhan optimum. Namun menurut SNI (2004) kebutuhan Ca pada pupuk kompos dibatasi sampai 25,50%. Kekurangan Ca pada tanaman mengakibatkan tanaman menjadi kerdil (Bennet, 1996).

Magnesium (Mg)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar Mg manur ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 29.

Tabel 29. Rataan Kadar Mg (%) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---%--- 0,0 (L0) 0,42 0,45 0,44 0,40 0,43 2,5 (L1) 0,43 0,39 0,39 0,38 0,40 5,0 (L2) 0,36 0,40 0,35 0,37 0,37 Rataan 0,40 0,41 0,39 0,38 0,40

Magnesium (Mg) yang dihasilkan dari penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter berkisar 0,35-0,45% dengan rataan 0,40% (Tabel 29). Rataan Mg yang dihasilkan berada di bawah standar maksimum kadar Mg pupuk yaitu sebesar 0,60% (SNI, 2004). Penaburan zeolit pada litter menurunkan kadar Mg pada manur ayam broiler. Diduga pada kondisi lingkungan basa, unsur Mg akan diserap oleh zeolit dan menggantikan posisi NH4+ yang berubah dalam bentuk molekulnya (NH3). Penelitian Estiaty (2005) menunjukkan penambahan zeolit pada pupuk menurunkan kadar Mg pada pupuk yang dihasilkan.

Penambahan Aclinop dalam ransum menunjukkan adanya sedikit penurunan kadar Mg yang dihasilkan yaitu R0 (0,40%), R1 (0,41%), R2 (0,39%), dan R3

(26)

49 (0,38%). Diduga pada saat kondisi asam yaitu dalam proses pencernaan, zeolit dapat menggantikan posisi Mg dengan NH4+ meskipun dalam jumlah kecil. Kadar Mg yang dihasilkan dari manur ayam broiler yang dihasilkan berada di bawah standar maksimum SNI (2004) yaitu 0,6%.

Magnesium (Mg) berperan dalam pembentukan klorofil dan fotosintesis tanaman, terlibat dalam sintesis protein dan sistem enzim pada tanaman (Bennet, 1996). Berdasarkan hasil analisa, kadar Mg manur ayam broiler yang dihasilkan berkisar 0,35-0,45% dengan rataan 0,40%. Menurut Bennet (1996) kebutuhan optimum Mg pada tanaman sebesar 0,1-0,4%, dan titik kritis sebesar <0,1%. Kadar Mg manur ayam broiler yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Menurut Bennet (1996) kekurangan Mg pada daun jagung yang tua warnanya berubah menjadi ungu kemerah-merahan dan tepi daun seperti daun mati, pada daun jagung muda warnanya menjadi kuning keputihan sepanjang daun.

Besi (Fe)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar Fe manur ayam broiler ditunjukkan pada Tabel 30.

Tabel 30. Rataan Kadar Fe (ppm) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---ppm--- 0,0 (L0) 1976,00 3630,00 2970,00 2648,00 2806,00 2,5 (L1) 3468,00 2323,00 2988,00 2687,00 2866,50 5,0 (L2) 2968,00 2344,00 2923,00 2437,00 2668,00 Rataan 2804,00 2765,67 2960,39 2590,67 2780,17

Kadar Fe manur ayam broiler berkisar 1976-3630 ppm dengan rataan 2780,17 ppm (Tabel 30). Penambahan Aclinop dalam ransum menunjukkan kadar Fe manur ayam broiler yang dihasilkan nilainya fluktuatif. Hal ini menunjukkan penambahan Aclinop dalam ransum tidak efektif dalam menurunkan kadar Fe dalam manur ayam broiler. Penaburan zeolit pada litter cenderung menurunkan kadar Fe manur ayam broiler yang dihasilkan. Menurut Wingenfelder et al. (2005), zeolit lebih efektif

(27)

50 dalam menurunkan kadar Fe pada pH diatas 6,75. Penelitian Wardhani (2011), menyatakan bahwa kisaran pH saluran pencernaan ayam broiler adalah 5,71-6,79. Kisaran pH manur dalam penelitian ini adalah 7,8-8,5.

Kadar Fe manur ayam broiler tertinggi dihasilkan pada perlakuan R0L1 (3630 ppm) dan terendah pada R0L0 (1976 ppm). Menurut Bennet (1996), kebutuhan optimum Fe pada tanaman sebesar 50-250 ppm, titik kritis tanaman sebesar <50 ppm, dan jika Fe pada tanaman melebihi kebutuhannya maka tanaman tersebut tidak keracunan.

Fungsi Fe pada tanaman adalah sebagai katalis atau bagian dari suatu enzim yang berhubungan dengan pembentukan klorofil. Gejala kekurangan Fe pada tanaman adalah klorosis pada daun muda. Klorosis pada daun muda disebabkan Fe dibutuhkan untuk sintesis kompleks klorofil-protein dalam kloroplas (Bennet, 1996). Mangan (Mn)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar Mn manur ayam broiler ditunjukkan pada Tabel 31.

Tabel 31. Rataan Kadar Mn (ppm) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---ppm--- 0,0 (L0) 288,00 325,00 367,00 267,00 311,75 2,5 (L1) 296,00 262,00 233,00 270,00 265,25 5,0 (L2) 228,00 263,00 220,00 251,00 240,50 Rataan 270,67 283,33 273,33 262,67 272,50

Kandungan Mn yang terdapat pada manur ayam broiler setiap perlakuan penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litter berkisar 220-367 ppm dengan rataan 272,50 ppm (Tabel 31). Penambahan Aclinop dalam ransum menghasilkan peningkatan rataan kadar Mn dari faktor perlakuan R0 (270,67 ppm) sampai R1 (283,33 ppm). Kemudian mengalami penurunan pada perlakuan R2 (273,33 ppm) dan R3 (262,67 ppm). Hal ini menunjukkan penambahan Aclinop dalam ransum tidak efektif dalam menurunkan kadar Mn dalam manur ayam broiler.

(28)

51 Penambahan zeolit pada litter menyebabkan terjadinya penurunan kandungan Mn yang dihasilkan. Tanpa penambahan zeolit pada litter atau L0 (311,75 ppm) memiliki kandungan Mn lebih tinggi daripada L1 (265,25 ppm) dan L2 (240,50 ppm), atau semakin tinggi penaburan zeolit pada litter maka semakin rendah Mn yang dihasilkan. Menurut Dwairi dan Gougazeh (2010), zeolit cukup efektif dalam menurunkan kandungan Mn pada pH basa (>7). Kombinasi penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter yang mengasilkan kadar Mn terendah dan tertinggi masing-masing adalah perlakuan R2L2 (220 ppm) dan R2L0 (367 ppm).

Menurut Fontenot et al. (1983), kandungan Mn yang dihasilkan dari limbah peternakan ayam broiler adalah sebesar 225 ppm sedangkan rataan kandungan Mn yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 272,50 ppm. Hal ini diduga disebabkan penggunaan ransum yang diberikan pada ayam broiler berbeda dengan penelitian Fontenot et al. (1983) sehingga mempengaruhi kandungan mineral yang dihasilkan.

Menurut Bennet (1996), kebutuhan optimum Mn pada tanaman adalah sebesar 20-300 ppm, titik kritis sebesar 10-20 ppm dan terjadi keracunan jika Mn pada tanaman sebesar >300 ppm. Hasil analisa pada penelitian ini menunjukkan kandungan Mn manur pada perlakuan R1L0 (325 ppm) dan R2L0 (367 ppm) tidak layak untuk digunakan sebagai pupuk, karena memiliki kandungan Mn yang melebihi kebutuhan optimum tanaman.

Mangan (Mn) merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman sehingga gejala defisiensinya muncul mula-mula pada bagian yang muda. Fungsi utama Mn pada reaksi fotosintetik yang menghasilkan oksigen dan air. Gejala defisiensi Mn adalah klorosis pada daun muda yang akhirnya berkembang menjadi noda kecil nekrosis (Bennet, 1996).

Cuprum (Cu)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar Cu manur ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 32. Kisaran

kadar Cu dalam manur ayam broiler hasil penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter adalah 158-295 ppm dengan rataan 234,42 ppm.

(29)

52 Tabel 32. Rataan Kadar Cu (ppm) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop

dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Zeolit

pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---ppm--- 0,0 (L0) 261,00 295,00 251,00 257,00 266,00 2,5 (L1) 249,00 211,00 215,00 254,00 232,25 5,0 (L2) 168,00 195,00 158,00 299,00 205,00 Rataan 226,00 233,67 208,00 207,00 234,42

Penambahan Aclinop dalam ransum tidak menunjukkan adanya penurunan dan peningkatan kadar Cu pada manur ayam broiler (Tabel 32). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Aclinop dalam ransum tidak efektif dalam menurunkan kadar Cu manur ayam broiler. Namun penaburan zeolit pada litter memperlihatkan terjadinya penurunan kandungan Cu seiring bertambahnya kadar zeolit. Penaburan zeolit pada taraf 0 kg/m2 litter (L0) memiliki kandungan Cu (266,00 ppm) lebih tinggi daripada L1 (232,25 ppm) dan L2 (205,00 ppm). Menurunnya unsur Cu dalam manur disebabkan berkurangnya N dalam manur sehingga zeolit menyerap kembali Cu untuk menggantikan posisi N dalam zeolit. Diduga pada kondisi lingkungan basa, unsur Cu akan diserap oleh zeolit dan menggantikan posisi NH4+ yang berubah dalam bentuk molekulnya (NH3).

Menurut Fontenot et al. (1983), kadar Cu yang dihasilkan manur ayam broiler adalah 195 ppm. Tingginya kadar Cu yang dihasilkan dari manur ayam broiler tidak menimbulkan gejala keracunan pada ternak sapi yang berada di pastura.

Cuprum (Cu) sering terjadi kekurangan pada tanah organik dan pada pH tinggi. Fungsi utama Cu dalam tanaman yaitu dalam sistem enzim, sintesis protein, berperan dalam pembentukan klorofil, pembentukan dinding sel dan metabolisme nitrogen (N). Kebutuhan optimum Cu dalam tanaman adalah 5-20 ppm, titik kritis Cu dalam tanaman sebesar 3-5 ppm dan tidak terjadi keracunan pada tanaman tertentu jika kebutuhan Cu dalam tanaman >20 ppm. Kebutuhan Cu pada tanaman jagung sebesar 7-20 ppm dan sorgum sebesar 2-50 ppm (Bennet, 1996).

(30)

53 Seng (Zn)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap kadar Zn manur ayam broiler diperlihatkan pada Tabel 33.

Tabel 33. Rataan Kadar Zn (ppm) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter

Zeolit pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) ---ppm--- 0,0 (L0) 187,00 248,00 213,00 193,00 210,25 2,5 (L1) 186,00 151,00 187,00 187,00 177,75 5,0 (L2) 127,00 144,00 132,00 153,00 139,00 Rataan 166,67 181,00 177,33 177,67 175,67

Kandungan Zn pupuk kandang ayam yang dihasilkan berkisar 127-248 ppm dengan rataan 175,67 ppm. Kebutuhan optimum Zn pada tanaman adalah sebesar 20-100 ppm, batas minimal sebesar 15-20 ppm, dan tanaman akan keracunan jika Zn pada tanaman sebesar >400 ppm (Bennet, 1996). Kandungan Zn manur ayam broiler yang dihasilkan masih aman untuk digunakan pada tanaman. Kebutuhan seng tanaman jagung sebesar 20-50 ppm dan sorghum sebesar 14-39 ppm (Bennet, 1996).

Penambahan Aclinop dalam ransum menyebabkan terjadinya peningkatan kadar Zn manur ayam broiler dibandingkan dengan kontrol (R0) (Tabel 33). Diduga Aclinop ketika dalam proses metabolisme atau dalam kondisi asam melepaskan Zn dan menukarnya dengan ion NH4+. Menurut Kim dan Patterson (2004), penambahan Zn dalam ransum ayam broiler mampu mengurangi hilanganya N dalam ekskreta ayam broiler pada pH 3-6,5. Penelitian Wardhani (2011), menyatakan bahwa kisaran pH saluran pencernaa ayam broiler adalah 5,71-6,79.

Penaburan zeolit pada litter menyebabkan terjadinya penurunan kandungan Zn pada manur ayam broiler (Tabel 33). Diduga zeolit ketika dalam kondisi basa, menyerap kembali Zn yang dihasilkan dari ekskreta ayam broiler. Menurut Patterson dan Adrizal (2005), kandungan Cu dan Zn yang tinggi pada litter dapat menyebabkan keracunan pada tanaman tertentu. Menurut Wingenfelder et al. (2005), zeolit lebih efektif dalam menurunkan kadar Zn pada pH diatas 6,75.

(31)

54 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Pengaruh penambahan Aclinop ke dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter terhadap nilai KTK manur ayam broiler ditunjukkan pada Tabel 34.

Tabel 34. Rataan Nilai KTK (cmol(+)/kg) Manur yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Zeolit

pada

Litter

(kg/m2)

Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg ransum)

Rataan 0 (R0) 1 (R1) 2 (R2) 3 (R3) --- cmol(+)/kg --- 0,0 (L0) 28,40 30,32 33,89 38,20 32,70 2,5 (L1) 37,47 37,81 44,27 36,51 39,02 5,0 (L2) 40,99 45,98 45,12 44,38 44,12 Rataan 35,62 38,04 41,09 39,70 38,61

Kemampuan menahan air dan KTK yang tinggi sekitar 200-300 me/100g menyebabkan zeolit sering digunakan sebagai media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Winarna dan Sutarta, 2005). Berdasarkan Tabel 33, penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter cukup efektif dalam meningkatkan nilai KTK pupuk yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai KTK pada pupuk maka semakin baik penggunaan KTK pada tanah.

Kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah berguna bagi tanaman untuk mempermudah penyerapan unsur hara dan juga menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara yang berada didalam tanah. Hasil analisis KTK adalah berkisar 28,40-45,98 cmol(+)/kg dengan rataan 38,61 cmol(+)/kg. Kombinasi nilai KTK yang paling baik dihasilkan pada perlakuan R1L2 dengan nilai 45,98 cmol(+)/kg.

Kapasitas tukar kation (KTK) zeolit dikatakan tinggi jika nilainya berkisar antara 80-200 cmol(+)/kg dengan kandungan zeolit >50%, dimana zeolit tersebut sebelumnya sudah diaktivasi sampai suhu 300oC. Sebaliknya, jika nilai KTK zeolit <80 cmol(+)/kg yang dinilai rendah dengan kandungan zeolit <50%, dan disamping itu sangat dimungkinkan bahwa zeolit tersebut sebelumnya tidak diaktivasi sampai suhu 300oC (Jabri, 2008). Oleh karena itu, diduga Aclinop dalam ransum dan zeolit yang ditaburkan dalam litter belum diaktivasi sampai suhu 300oC.

Gambar

Tabel  13. Rataan Suhu dan Kelembaban  di Kandang Ayam Broiler
Tabel 14.  Rataan  Kadar  Air  Ekskreta  Ayam  Broiler  yang  Dihasilkan  dari  Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Zeolit
Tabel  16.  Rataan  Kadar  Protein  Ekskreta  Ayam  Broiler  yang  Dihasilkan  dari  Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Zeolit
Tabel 17.   Rataan  Kadar  Hidrogen  Sulfida  (H 2 S)  Ekskreta  Ayam  Broiler  Selama  Tiga Hari Inkubasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dosis penambahan tepung mengkudu dalam ransum yang dinilai paling maksimal dalam menurunkan kadar kolesterol daging dada ayam broiler

Penelitian tingkah laku ini secara statistik tidak menunjukan perbedaan pada tingkah laku makan, namun ada kencenderungan jumlah tingkah laku makan ayam broiler

Kesimpulan bahwa penambahan asap cair sampai 1 % pada performa ayam broiler, tidak berpengaruh terhadap konsumi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan konsumsi

Sistem kerja prototype alat kontrol serta deteksi suhu dan kelembaban kandang ayam broiler dengan metode fuzzy berbasisi IoT dimulai saat dinyalakan dengan

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dosis penambahan tepung mengkudu dalam ransum yang dinilai paling maksimal dalam menurunkan kadar kolesterol daging dada ayam broiler

Konversi ransum per minggu menun- jukkan bahwa penambahan potassium-diformat pada taraf 1 dan 1,5% dalam ransum ayam broiler (P3 dan P4) menghasilkan konversi ransum

Hasil sidik ragam menunjukkan penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot

39-46, Juni 2023 PENGARUH PENAMBAHAN ZEOLIT PADA LITTER TERHADAP KADAR AMONIA LITTER, SUHU LITTER, FOOT PAD DERMATITIS DAN PENAMPILAN PRODUKSI BROILER The Effect of Zeolite