• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Tingkah Laku Ayam Broiler Pada Suhu Kandang yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Tingkah Laku Ayam Broiler Pada Suhu Kandang yang Berbeda"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Suhu Kandang Yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si.

Daging ayam broiler merupakan salah satu sumber protein yang berasal dari industri peternakan unggas. Daging ayam broiler diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan sumber protein bagi masyarakat Indonesia. Keberhasilan peternakan ayam broiler sangat bergantung pada mutu genetik ternak, keadaan lingkungan, dan interaksi antara genetik dengan lingkungan.

Keadaan lingkungan yang fluktuatif dan suhu yang cenderung tinggi merupakan salah satu kendala keberhasilan budidaya ayam broiler. Pengaturan suhu sangat diperlukan untuk keberhasilan budidaya. Pemeliharaan ayam broiler pada kandang tertutup perlu dilakukan pengaturan suhunya karena suhu berdampak terhadap tingkah laku dan performa ayam.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon tingkah laku ayam broiler yang dipelihara pada berbagai suhu kandang, yaitu suhu tinggi, netral dan lingkungan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu peternak dalam manajemen pemeliharaan ayam broiler.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Setelah data diperoleh dan dilakukan uji asumsi data diolah menggunakan RAL nonparametrik yaitu menggunkan uji Kruskal Wallis, dengan 3 perlakuan dan 4 pengulangan, bahwa setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam broiler. Terdapat tiga level suhu kandang, yaitu panas (30 oC), normal/nyaman (20 oC) dan lingkungan (sesuai suhu lingkungan). Peubah yang diamati adalah tingkah laku ayam broiler meliputi aktivitas makan, minum, istirahat, panting dan lokomosi. Pengambilan data dilakukan setiap enam hari sekali dimulai pada minggu kedua sampai minggu kelima pemeliharaan. Pengambilan data menggunakan metoda scan sampling.

(2)

ii

(3)

Rokhman, A., C. Sumantri, and S. Darwati

High ambient temperature satch in tropics causes heat stress to chickens that reduced feed consumption and productivity. Under this situation, the chickens often changed their oreintation showed by behavioural changes. This experiment aimed to study the behavioural response of broiler chickens at different ambient temperature of neutral (22 oC), heat (30 oC ) and surronding or environment temperature (accordance with surronding temperature). The behavioural observation was carried out with scan sampling method. There were five behavioural traits observed : eating, dringking, panting, resting, and locomoting. The result showed significant different in panting in day 15, 21 and 27 ( P<0.05 ) among ambient temperature. However, the other behaviours did not different.

(4)

Indonesia merupakan negara dengan perkembangan populasi yang tinggi. Seiring hal tersebut maka kebutuhan protein hewani maupun nabati turut meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan protein penduduk tersebut, salah satunya adalah dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber protein. Daging ayam broiler merupakan salah satu sumber protein yang berasal dari industri peternakan unggas. Keberhasilan peternakan ayam broiler sangat bergantung pada mutu genetik ternak, keadaan lingkungan, dan interaksi antara genetik dengan lingkungan. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2000), ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mempunyai karakteristik yang khas antara lain pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang rendah, dan siap dipotong pada umur yang relatif muda yaitu sekitar 4-5 minggu.

Unggas termasuk hewan berdarah panas (homeotermic) yang harus mempertahankan suhu tubuh normal. Unggas memiliki kemampuan homeostatis, yaitu mempertahankan suhu tubuh agar tetap normal walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Bila suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah di luar batas kisaran suhu normal, maka broiler akan mengalami stres. Dalam masa pemeliharaan, broiler memerlukan suhu lingkungan dan pencahayaan yang memadai sesuai umur untuk pertumbuhan yang optimal. Panas lingkungan pada masa pertumbuhan awal (brooding period) dapat diperoleh dari lampu pijar dengan kekuatan (daya) tertentu.

(5)

2 pertumbuhan dan produksi serta peningkatan mortalitas dan kejadian kanibalisme. Suhu lingkungan yang berbeda mempengaruhi aktivitas tingkah laku ayam broiler sehingga perlu diperhatikan kondisi suhu kandang agar ayam tidak mengalami stres sehingga mempengaruhi performa dan produktivitas ayam. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh suhu kandang yang berbeda terhadap tingkah laku ayam broiler dan upaya-upaya untuk meminimalkan kondisi negatif terhadap performa dan produksi broiler.

Tujuan

(6)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Aves, ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Galllus, species Gallus gallus,

dan subspecies Gallus gallus domesticus. Strain ayam broiler berasal dari persilangan antara White Plymouth Rock dan White Cornish. Gordon dan Charles (2002) menyebutkan bahwa ayam pedaging (broiler) adalah strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus.

Ayam broiler memiliki tingkat produktivitas tinggi dengan konversi pakan rendah, masa pemeliharaan relatif singkat, dan pada umur 5-6 minggu sudah bisa dipanen (Suyoto, 1984; Saragih, 2000; Prihatman, 2002). Daging berserat lunak dan kandungan protein tinggi (Hardjosworo, 2000).

Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi faktor pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman (optimum) dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cold shock. Penggunaan warna lampu yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat

meningkatkan performa ayam broiler. Warna lampu yang baik dapat menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat maksimum. Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menambahkan bahwa kualitas day old chick (DOC) yang dipelihara harus yang terbaik, karena performa yang kurang

baik bukan saja dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan tetapi juga oleh kualitas DOC pada saat diterima.

Kandang

(7)

4 terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara (Ilyas, 2004).

Menurut Cahyono (2004), kandang hendaknya dibangun sesuai dengan kebutuhan dan sesuai bagi kehidupan ayam yang akan dipelihara agar ayam dapat hidup nyaman, tenang, dan terpelihara kesehatannya sehingga produktivitas ayam dalam menghasilkan daging dapat ditingkatkan. Mulyono (2001) menyatakan bahwa syarat-syarat kandang yang baik, yaitu kandang harus cukup mendapat sinar matahari, kandang harus cukup udara segar, posisi kandang terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang baik, kandang tidak terletak pada lokasi tanah yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres serta ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam.

Kepadatan kandang yang melebihi batas akan berpengaruh negatif terhadap performa unggas, namun biasanya peternak mengabaikan hal ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan upaya penghematan areal kandang. Kenyamanan ternak dalam kandang, salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan antara jumlah ternak dan luas kandang. Luasan kandang mempengaruhi tingkat aktivitas ternak (French, 1981).

(8)

5 Kandang tertutup (closed house) digunakan oleh peternak-peternak besar atau industri. Penggunaan kandang tertutup dalam pemeliharaan ayam broiler memungkinkan peternak untuk mengatur suhu dalam kandang yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler. Kandang tertutup biasanya menggunakan alat pengatur suhu dan sistem peralatan yang lebih canggih (otomatis).

Suhu dan Homeostasis

Ayam merupakan hewan homeotermi dan memiliki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuh tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Suhu tubuh ayam pedaging berada pada kisaran sempit yang digambarkan oleh batasan rendah atau tinggi ritme circadian di dalam tubuh. Batasan ritme circadian berkisar pada suhu 40,5 ºC (rendah) dan 41,5 ºC (tinggi). Jahja (2000)

menyatakan bahwa mekanisme homeostasis berjalan efisien dan normal pada kisaran wilayah suhu netral (thermoneutral zone atau comfort zone). Apabila suhu tubuh ayam broiler lebih rendah dari suhu lingkungan, maka nutrient yang ada di dalam tubuh sebagian besar digunakan oleh ayam broiler untuk memproduksi panas tubuh (Bruzual et al., 2000).

Suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara 18-22 ºC dan antara 21-29 ºC (Charles, 2002). Untuk ayam broiler umur 3-6 minggu, lingkungan yang panas adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap penyebab stres. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi antara suhu udara, kelembaban, sirkulasi panas dan kecepatan udara serta suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. (European Comission, 2000).

(9)

6 Respon Tingkah Laku

Menurut Prijono dan Handini (1998), tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan akibat pengaruh rangsangan. Rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis (cahaya, suhu, dan kelembaban) dan rangsangan kimiawi (hormon dan saraf). Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi (Mukhtar, 1986).

Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies, meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya berupa tingkah laku dasar. Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behaviour), seperti gerakan menjauh atau mendekat akibat perubahan dari stimulus. Perubahan tingkah laku jantan dan betina saat estrus dan kondisi lingkungan dan mekanisme fisiologis (Stanley dan Andrykovitch, 1984). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969).

Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku, yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim kawin yang lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981).

(10)

7 sering mencakup tingkah laku dasar yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung konsisten dan memperlihatkan perbedaan kecil antara individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk memberi respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985).

Pola tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan tipe tingkah laku, sebagai berikut :

1) Tingkah laku ingestif, yaitu tingkah laku makan dan minum;

2) Tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya;

3) Tingkah laku agonistic, yaitu tingkah laku persaingan antara dua hewan yang sejenis, umumnya terjadi selama musim kawin;

4) Tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis;

5) Care giving atau epimelitic, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour);

6) Care soliciting atau et-epimelitic, atau tingkah laku meminta dipelihara yaitu tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa;

7) Tingkah laku eliminative, yaitu tingkah laku membuang kotoran;

8) Tingkah laku allelomimetik, yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan; dan

(11)

8 Pada sistem pemeliharaan intensif, ayam broiler lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Tingkah laku makan tersebut ditunjukkan ayam broiler karena pada pemeliharaan intensif ayam broiler berada dalam suatu kandang yang membatasi aktivitasnya (Mukhtar, 1986).

Makan dan Minum

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat cekaman, suhu lingkungan, dan aktivitas ternak. Pada suhu lingkungan tinggi (cekaman panas) aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan berkurang, dan konsumsi air minum meningkat (Jahja, 2000). Peredaran darah banyak yang menuju organ pernafasan sementara peredaran darah ke organ pencernaan mengalami penurunan sehingga mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Bell dan Weaver, 2002).

Suhu lingkungan yang tinggi dapat menurunkan tingkah laku makan pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsumsi pakan pada ayam broiler yang dipelihara dalam kondisi suhu lingkungan yang tinggi (Austic, 1985; Ain Bazis et al., 1996; Bonnet et al., 1997). Menurunnya konsumsi ransum pada suhu lingkungan tinggi sebagai upaya untuk mengurangi penimbunan panas dalam tubuh dan ditandai dengan berkurangnya bobot badan (Kuczynski, 2002; May dan Lott, 2001) serta laju pertumbuhan (Bonnet et al., 1997).

Air merupakan salah satu komponen mendasar dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam (Bailey, 1990; Wandoyo, 1997). Wandoyo (1997) lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Tingkah laku minum yang meningkat pada ayam broiler dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuh agar tidak mengalami stres yang diakibatkan oleh suhu lingkungan yang tinggi.

(12)

9 Tingkah laku makan dan minum pada ayam broiler dalam kondisi pemeliharaan intensif biasanya juga dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan peternak disamping faktor suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang.

Pemberian cahaya yang terus menerus selama 24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta aktivitas lainnya. Ayam broiler adalah makhluk diurnal yang apabila menerima rangsangan cahaya pada malam hari akan memberikan kesempatan ayam broiler untuk makan dan minum.

Panting

Keadaan suhu lingkungan yang cukup tinggi pada siang hari di daerah tropis menimbulkan cekaman panas di dalam kandang. Pusat respirasi di otak bekerja lebih aktif selama cekaman panas sehingga kebutuhan oksigen meningkat dan memacu kecepatan laju denyut jantung ayam broiler hingga lebih dari 20 kali per menit (Olanrewaju et al., 2006). Kondisi lingkungan seperti ini dapat menyebabkan perubahan pola tingkah laku ayam broiler.

Perubahan pola tingkah laku dengan meningkatnya pelepasan panas melalui evaporasi dari saluran pernafasan (hyperventilation) disebut panting. Tingkah laku panting pada ayam broiler selama pemeliharaan dapat dikurangi dengan cara menurunkan suhu lingkungan kandang pada kandang tertutup atau membuka tirai yang digunakan sebagai penutup di malam hari pada kandang terbuka. Panting biasanya terjadi pada saat suhu lingkungan sekitar 29 ºC atau suhu tubuh mencapai 42 ºC (European Comission, 2000).

Lokomosi dan Istirahat

Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam (Renden et al., 1996). Cahaya yang masuk melalui retina mata unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan mengurangi resiko kanibalisme.

(13)
(14)

11 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian di Kandang blok B bagian Ilmu Produksi dan Ternak Unggas (IPTU) Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan selama lima minggu dari Juli sampai Agustus 2009.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan adalah 120 ekor DOC broiler Jumbo 747 strain Ross yang diproduksi oleh PT. Cibadak Indah Sari Farm. Ayam yang digunakan tidak dibedakan jenis kelaminnya antara jantan dan betina.

Pakan

Pakan yang diberikan adalah PC 100 (umur 0-7 hari) yang diproduksi oleh PT Charoen Phokphand dengan kandungan protein 21,5%-23,5% dan energi metabolis 3.020-3.120 kkal/kg dan BR 11 (umur 8-35 hari) dengan kandungan protein 21%-23% dan energi metabolis 3.000-3.100 kkal/kg. Komposisi zat makanan yang diberikan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan PC 100 dan BR 11

Zat Makanan PC 100 BR 11

Kadar air (%) Maks. 13,0 Maks. 13,0

Protein (%) 21,5-23,5 21-23

Lemak (%) min. 5,0 min. 5,0

Serat (%) maks. 5,0 maks. 5,0

Abu (%) maks. 7,0 maks. 7,0

Kalsium (%) min. 0,9 min. 0,9

Fosfor (%) min. 0,6 min. 0,6

EM (kkal/kg) (%) 3020-3120 3000-3100

Sumber : P.T. Charoen Phokphand (2009)

Vitamin dan Vaksin

(15)

12 Kandang dan Peralatan

Tiga unit kandang dengan suhu berbeda, yaitu panas (30 oC), netral (20 oC) dan lingkungan (mengikuti suhu lingkungan) digunakan dalam penelitian ini. Luas satu unit kandang adalah 2,85 m2 sehingga luas keseluruhan kandang adalah 8,1225 m2. Setiap kandang (kandang panas, nyaman dan lingkungan) dibagi menjadi 4 sekat dan masing-masing diisi 10 ekor DOC ayam broiler. Luas setiap sekat adalah 1,25 m2. Alas kandang menggunkan sistemlitter berbahan sekam padi.

Peralatan yang digunakan adalah empat buah lampu bohlam 40 watt yang dipasang pada setiap unit kandang yang digunakan sebagai sumber panas dan penerangan. Satu unit pemanas (room heater) dipasang pada setiap kandang panas untuk menjaga suhu ruangan pada 30 oC. Pada setiap kandang nyaman dipasang 1 unit pengatur suhu ruangan (AC) dan diatur untuk menjaga suhu kandang pada 20 o

C. Peralatan lain adalah tempat pakan dan air minum, timbangan kapasitas 5 kg, timbangan digital, kertas label, bambu (sekat), termometer, dan peralatan tulis.

Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan

Persiapan kandang dan peralatan dilakukan dua minggu sebelum pelaksanaan penelitian. Lantai kandang dibersihkan, dilakukan desinfeksi dengan lisol kemudian dilakukan pengapuran dan yang terakhir kandang disemprot menggunakan formalin yang sudah diencerkan dengan air (perbandingan air dan formalin adalah 10 ℓ : 350 ml). Peralatan yang digunakan juga dibersihkan dengan menggunakan air campuran desinfektan kemudian alat-alat direndam dalam larutan biocide. Satu unit lampu pijar berkekuatan 40 watt dipasang pada setiap sekat di dalam kandang.

Pemeliharaan

(16)

13 diberikan pada minggu kedua melalui air minum dan vaksin ND kedua diberikan pada hari ke-22 melalui injeksi.

Penerangan dengan lampu berkekuatan 40 watt dilakukan selama 24 jam pada kandang panas dan netral, sedangkan pada kandang lingkungan selama minggu pertama dan minggu kedua dan seterusnya pada jam 18.00 dan 06.00 WIB. Pada awal pemeliharaan suhu kandang netral dan panas disesuaikan dengan kebutuhan panas DOC, yaitu 33-35 oC sampai umur dua minggu. Setelah itu suhu kandang disesuaikan dengan perlakuan. Suhu kandang panas adalah 30 oC dengan bantuan alat pemanas (room heater) berkekuatan 800 watt, sementara kandang dingin diatur pada suhu 22 oC menggunakan AC.

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang yang digunakan adalah scan sampling. Metode ini dilakukan dengan cara mengamati jumlah ayam yang melakukan tingkah laku yang ingin diamati. Pengamatan dilakukan mulai umur 15 hari selanjutnya pengamatan dilakukan dengan interval pengamatan enam hari. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pagi hari pukul 07.00-08.00 WIB, siang hari pukul 12.00-13.00 WIB, dan sore hari pukul 17.00-18.00 WIB. Masing-masing pengamatan dilakukan selama lima menit dengan jeda waktu setiap satu menit pengamatan.

Cara pengamatan :

1. Perilaku makan, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang mematuk pakan di tempat pakan.

2. Perilaku minum, diukur dengan jumlah ayam dalam kelompok yang menghisap air dari tempat minum.

3. Perilaku istirahat, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang rebah atau posisi mengeram dengan dada menempel pada liter dengan mata terbuka atau berkedip.

4. Perilaku lokomosi, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang melakukan lokomosi dalam satu kelompok tersebut

(17)

14 Rancangan dan Analisis Data

Rancangan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Setelah data diperoleh dan dilakukan uji asumsi data diolah menggunakan uji nonparametrik yaitu menggunkan uji Kruskal Wallis, dengan 3 perlakuan dan 4 pengulangan, serta setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam broiler. Terdapat tiga level suhu kandang, yaitu panas, normal/nyaman (thermoneutral) dan lingkungan (mengikuti suhu lingkungan). Pengambilan data hasil penelitian dilakukan setiap enam hari sekali dimulai pada minggu ke-dua sampai minggu ke-lima pemeliharaan . Perlakuan A adalah suhu kandang :

A1 : kandang panas ( kandang terbagi atas 4 petak berisi 10 ekor) A2 : kandang nyaman ( kandang terbagi atas 4 petak berisi 10 ekor) A3 : kandang lingkungan ( kandang terbagi atas 4 petak berisi 10 ekor)

Analisis Data

Data dianalisis ragam (ANOVA) dan diolah menggunakan model matematika sebagai berikut (Gasperz, 1992):

Yij = µ + Si+ €i

Keterangan :

Yij : nilai pengamatan

µ : nilai tengah umum

Si : pengaruh suhu kandang ke-i (i= panas, nyaman) €i : galat percobaan

Rumus uji nonparametrik Kruskal Wallis

Keterangan :

H : statistik Kruskal Wallis N : banyaknya pengamatan

Ri2: jumlah pangkat kuadrat perlakuan

Peubah yang diamati adalah jumlah tingkah laku ayam broiler meliputi aktivitas makan, minum, istirahat, panting dan lokomosi.

(18)

15 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Suhu kandang merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pemeliharaan ternak. Keadaan suhu yang optimum dapat meningkatkan produksi dan dapat mempengaruhi tingkah laku ternak. Perubahan tingkah laku pada ayam broiler merupakan indikator kondisi kesehatan ternak tersebut. Suhu aktual pada kandang panas adalah 30±0,15 oC, sedangkan suhu pada kandang netral adalah 23±0,06 oC dan suhu kandang lingkungan adalah 29±1,1oC.

Tingkah Laku Makan

Saat terjadi cekaman panas adaptasi yang dilakukan melalui mekanisme pengurangan konsumsi pakan. Penelitian tingkah laku ini secara statistik tidak menunjukan perbedaan pada tingkah laku makan, namun ada kencenderungan jumlah tingkah laku makan ayam broiler pada kandang nyaman (23 oC) lebih banyak dibandingkan dengan ayam broiler yang dipelihara pada kandang panas (30 oC). Tingkah laku makan pada pengamatan hari ke 15 rataanya adalah 78,77. Berikut merupakan gambar contoh tingkah laku makan (Gambar 1).

Gambar 1. Tingkah Laku Makan Ayam Broiler

(19)

16 Produktivitas ayam broiler dapat diukur dari performa produksi seperti tingkat konsumsi pakan, konversi pakan, pertambahan bobot badan, dan bobot badan. Nilai produktivitas tersebut dapat diduga melalui tingkah laku yang terkait dengan hal tersebut. Tingkah laku hewan adalah suatu respon atau ekspresi hewan oleh adanya rangsangan yang mempengaruhinya. Menurut Mukhtar (1986), rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis, dan rangsangan kimiawi. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi (Mukhtar, 1986). Menurut Prijono dan Handini (1998), tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan. Tingkah laku seekor hewan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari dalam (hormon dan sistem saraf) dan faktor dari luar (cahaya, suhu, dan kelembaban). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969). Rataan tingkah laku makan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Tingkah Laku Makan (jumlah ayam beraktifitas makan) pada Umur dan Suhu Kandang Berbeda

Umur Ayam Kandang ̅±sb

Nyaman 63,667±50,677

15 Panas 51,330±26,272

Lingkungan Nyaman

121,334±86,44 135,332±37,959

21 Panas 76,667±48,32

Lingkungan Netral 77,667±26,537 84,335±69,408

27 Panas 111,000±66.096

Lingkungan Nyaman 149,333±140,301 141,667±94,771

33 Panas 53,667±31,372

Lingkungan 201,000±195,879

(20)

17

suhu lingkungan broiler diturunkan menjadi 21 oC untuk meningkatkan konsumsi pakannya (Cornetto dan Esteves, 2001). Bobot badan yang tinggi memerlukan input

pakan yang lebih banyak.

Tabel 3. Rataan Konsumsi Pakan dan Air minum Ayam Broiler *)

Peubah Netral Panas Lingkungan

Konsumsi Pakan (g/ekor) 3.041±64,1 3.013±58,6 2.927±33,3 Konsumsi Air Minum (ml/ekor) 6.954±350a 8.904±577b 8.206±222b Pertambahan Bobot Badan (g/ekor) 1.924±59,4a 1.750±46,2b 1.757±43,7b

Sumber : *) Krisna (2010) (penelitian satu tim)

Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris yang sama menandakan berbeda nyata (P<0,05)

Berkurangnya aktivitas metabolisme tubuh ayam broiler disebabkan suhu lingkungan yang tinggi, yang terlihat dari penurunan aktivitas makan dan minum (Gunawan dan Sihombing, 2004). Ayam broiler pada kondisi suhu lingkungan(suhu fluktuatif mengikuti suhu lingkungan tersebut) pada penelitian ini mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang banyak. Jika dilihat pada tabel 3 konsumsi pakan ayam broiler tidak berbeda namun pertumbuhan bobot ayam berbeda. Konsumsi pakan tidak berbeda dapat diduga karena tingkah laku makan pada penelitian ini tidak berbeda juga.

Kesamaan tingkah laku makan ayam broiler dimungkinkan karena suhu yang diberikan kurang begitu ekstrim sehingga ayam masih bisa berdaptasi dengan baik dan tingkah laku makan masih normal atau tidak terpengaruh oleh perbedaan suhu. Suhu tidak mempengaruhi tingkah laku bisa disebabkan ayam hanya mematuk tempat makan namun tidak ada pakan yang dikomsumsi atau masuk ke dalam tubuh. secara genetis karena ayam yang digunakan seragam diduga tingkah laku cenderung sama atau seragam.

Tingkah Laku Minum

(21)

18 Air banyak diperlukan dalam proses evaporasi yang membawa panas tubuh untuk menurunkan suhu tubuh. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan ayam broiler harus menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan salah satu caranya dengan meningkatkan konsumsi air minum. Tabel 4 menyajikan jumlah tingkah laku minum.

Adaptasi yang dilakukan ayam broiler saat terjadi cekaman panas selain mengurangi konsumsi pakan juga meningkatkan konsumsi air minum untuk mengurangi suhu tubuh. Air merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Ayam dewasa mengkonsumsi air minum sebanyak 150-200 ml setiap hari pada suhu normal (Gibson et al., 1998). Menurut Bell and Weaver (2002), saat cekaman panas, peredaran darah banyak yang menuju ke organ pernafasan sedangkan peredaran darah pada organ pencernaan mengalami penurunan sehingga bisa mengganggu pencernaan dan metabolisme. Contoh tingkah laku makan disajikan pada Gambar 2. Tabel 4. Tingkah Laku Minum (jumlah ayam beraktifitas minum) pada Umur dan Suhu

Kandang Berbeda

Umur Ayam Kandang ̅±sb

Nyaman 6,00±5,11

15 Panas 18,33±10,27

Lingkungan Nyaman

28,66±7,93 20,00±10,67

21 Panas 8,33±6,60

Lingkungan Nyaman 14,16±10,17 1,66±0,90

27 Panas 26,33±6,60

Lingkungan Nyaman 12,33±9,20 8,67±5,25

33 Panas 19,67±11,15

(22)

19 Gambar 2. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Minum

Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum adalah suhu lingkungan. Menurut Bailey (1990) faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam. Wandoyo (1997) lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Pemberian pakan yang terbatas dan pemberian air minum ad libitum juga dapat menyebabkan peningkatan frekuensi minum pada unggas (Savory et al., 1992).

Tingkah Laku Panting

Hasil penelitian pada hari ke-15, 21, dan 27 menunjukkan bahwa pengaruh suhu berbeda nyata pada tingkah laku panting. Tingkah laku panting banyak terjadi pada kandang panas dan juga kandang lingkungan. Tingkah laku pada hari ke-15 dan 21 di kandang netral sebanyak 0, sedangkan pada hari ke-27 dan 33 masing-masing sebanyak 8,33 dan 112. Tingkah laku panting ayam broiler yang dipelihara pada kandang panas hari ke- 15 dan 21 adalah sebanyak 127,33 dan 187,67, sedangkan pada hari ke-27 dan 33 adalah 253 dan 262,33. Tingkah laku panting ayam brolier yang dipelihara pada kandang lingkungan hari ke-15 dan 21 adalah sebanyak 247,67 dan 134, sedangkan pada hari ke-27 dan 33 adalah 199 dan 186,33.

(23)

20 o

C). Pada umur 15,21 dan 27 hari tingkah laku panting suhu berpengaruh nyata (P<0,05), sedangkan pada hari ke-33 suhu tidak berpengaruh nyata terhadap tingkah laku panting. Hal ini di akibatkan ayam broiler pada setiap kandang nyaman, panas, maupun lingkungan melakukan tingkah laku panting.

Ayam broiler pada keadaan suhu tubuh dan lingkungan yang tinggi akan berusaha melepaskan kelebihan suhu tubuh ke lingkungan sebagai mekanisme homeostasis hal ini dilakukan dengan cara sensible heat loss melalui radiasi, konduksi, dan konveksi (Charles, 2002). Pelepasan panas tubuh dilakukan melalui mekanisme panting saat suhu lingkungan melebihi 26 oC. Kebutuhan oksigen meningkat dan kecepatan respirasi meningkat, sehingga terjadi hiperventilasi (panting) yang menyebabkan kehilangan air dari tubuh lewat respirasi. Sesuai sifat fisiologis, ayam broiler memiliki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuhnya tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Gambar 3 memperlihatkan ayam yang sedang panting.

Gambar 3. Tingkah Laku Ayam Brolier saat Panting

(24)

21 utama. Suhu optimum untuk pertumbuhan ayam broiler setelah brooding periode adalah 18-22 oC. Rataan frekuensi tingkah laku panting disajikan pada Tabel 5.

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Tabel 5 menunjukan bahwa dengan bertambahnya umur ayam frekuensi tingkah laku panting semakin meningkat pada kandang nyaman dan kandang panas. Hal ini tidak terjadi pada kandang lingkungan hal ini diduga karena terdapat angin yang mengakibatkan frekuensi tingkah laku panting menjadi fluktuatif.

Penyesuaian tingkah laku ayam broiler untuk mengurangi stres akibat kondisi suhu lingkungan yang panas adalah dengan melakukan panting. Panting pada ayam broiler terjadi pada saat proses pelepasan panas tubuh ke lingkungan melalui radiasi, konduksi, dan konveksi (sensible heat) tidak memadai. Ayam broiler akan mengubah pola pelepasan panas menjadi insensible melalui proses penguapan air dari saluran pernafasan (evaporasi). Mekanisme ini merupakan bagian dari adaptasi ayam broiler terhadap suhu lingkungan tinggi. Oleyumi dan Robert (1980) lebih lanjut menyatakan bahwa pada lingkungan panas suhu tubuh ayam akan meningkat 1-2 ºC hingga tubuh ayam dapat beradaptasi kembali.

Frekuensi panting meningkat seiring dengan bertambahnya umur ayam broiler. Pada umur 33 hari ayam broiler pada suhu normal melakukan panting, dan lebih sedikit dibandingkan ayam broiler pada suhu tinggi. Hal ini menandakan bahwa kecepatan tumbuh yang tinggi ditandai oleh bobot badan yang tinggi sehingga ayam mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk kebutuhan maintenance sekaligus menghasilkan panas yang harus dilepaskan ke lingkungan, salah satunya melalui mekanisme panting.

Ayam tidak dapat mentoleransi suhu lingkungan tinggi. Kejadian ini sering terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban Tabel 5. Tingkah Laku Panting (Jumlah Ayam Beraktifitas Panting) Umur dan Suhu

Kandang yang Berbeda

daHari ke Kandang

Nyaman Panas Lingkungan

15 0±0 a 127,33±91,6b 247,67±83,28b

(25)

22 relatif pada udara (Ilyas, 2004). Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi aspek pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman (optimum) dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cekaman dingin (cold shock).

Menurut European Comission (2000) bahwa tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Ayam betina mulai panting pada suhu lingkungan 29 ºC atau ketika suhu tubuh ayam mencapai 42 ºC, kondisi suhu optimal ayam pedaging berkisar antara 21-29 ºC untuk ayam pedaging umur 3-6 minggu.

Persentase ayam broiler melakukan panting cenderung meningkat dengan pertambahan umur yang berasosiasi dengan pertambahan bobot badan dan produksi panas tubuh. Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah.

Tingkah Laku Lokomosi

Secara statistik keseluruhan hasil penelitian menunjukan tingkah laku lokomosi tidak berbeda diantara semua perlakuan. Rataan tingkah laku lokomosi ayam yang di pelihara pada kandang nyaman adalah 59,16. Tingkah laku lokomosi ayam broiler yang dipelihara di kandang panas rataan adalah 64,33 dan kisaran tingkah laku ayam broiler yang dipelihara pada kandang lingkungan adalah 60,33.

(26)

23 Tabel 6. Tingkah Laku Lokomosi (jumlah ayam beraktifitas lokomosi) pada Umur dan

Suhu Kandang Berbeda

Umur Ayam Kandang ̅±sb

Nyaman 88,00±60,46

15 Panas 107,00±62,49

Lingkungan Nyaman

114,00±26,62

79,33±4,98

21 Panas 62,00±27,43

Lingkungan Nyaman

68,667±40,08

37,66±16,78

27 Panas 54,67±18,73

Lingkungan Nyaman

24,67±6,94 31,67±5,24

33 Panas 33,67±2,49

Lingkungan 34,00±10,03

.

Tingkah laku lokomosi juga dapat dilihat saat ayam broiler bermain dengan ayam broiler lainnya (Pitchard, 1995). Intensitas tingkah laku makan dan minum ayam broiler pada suhu tinggi yang lebih sedikit, dapat diasumsikan bahwa ayam lebih sering bergerak melakukan aktivitas lain selain makan dan minum. Aktivitas lainnya tersebut dapat berupa tingkah laku bermain, investigasi, atau bahkan hanya bergerak atau berpindah tempat dari satu sisi kandang ke sisi kandang yang lainnya. Contoh tingkah laku lokomosi disajikan pada gambar 4.

(27)

24 Tingkah Laku Istirahat

Pengamatan tingkah laku istirahat dilakukan selama hari terang, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Selama beberapa hari sebelum dilakukan pengambilan data, pengamatan dilakukan pada malam hari dan ayam broiler dominan melakukan istirahat atau tidur. Frekuensi tingkah laku istirahat disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Tingkah Laku Istirahat (jumlah ayam beraktifitas istirahat) pada Umur dan Suhu Kandang Berbeda

Umur Ayam Kandang ̅±sb

Nyaman 471,00±106,17

15 Panas 444,33±50,21

Lingkungan Nyaman

381,67±96,94 407,67±38,00

21 Panas 463,33±64,32

Lingkungan Nyaman

443,33±78,91

366,667±76,61

27 Panas 414,67±74,84

Lingkungan Nyaman

360,67±180,48

401,67±86,74

33 Panas 328,00±205,98

Lingkungan 345,00±183,22

(28)

25 Gambar 5. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Istirahat

Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan cepat dan bobot badan tinggi yang mengakibatkan kecenderungan untuk malas bergerak dan lebih banyak beristirahat. Frekuensi istirahat yang lebih tinggi pada ayam broiler dapat menyebabkan bobot badan tinggi dikarenakan energi yang dihasilkan oleh tubuh ayam broiler tidak banyak terbuang untuk melakukan aktivitas lainnya selain untuk maintenance tubuhnya.

Ayam broiler melakukan aktivitas pada siang hari dan beristirahat pada malam hari dikarenakan ayam broiler termasuk hewan diurnal. Fase aktif dan istirahat diatur ritme circadian secara hormonal. Tingkah laku ini diatur oleh hormon melantonin. Pada keadan lingkungan yang nyaman, broiler lebih banyak melakukan istirahat karena merasa aman dari ancaman musuh (Cornetto dan Esteves, 2001). Tingkah laku ini sering dimanfaatkan oleh peternak untuk manajemen pemeliharaan. Peternak biasanya mengurangi lama pencahayaan pada umur tertentu di malam hari sehingga ayam broiler lebih banyak melakukan istirahat. Ayam broiler dengan bobot badan tinggi merupakan hasil dan kumulasi dari tingkat konsumsi dan kemampuan atau efisiensi penggunaan pakan yang dapat dilihat dari tingkah laku makan dan minum (ingestive behaviour).

(29)
(30)

27 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Suhu kandang yang berbeda tidak bepengaruh pada tingkah laku makan, minum, lokomosi, dan istirahat. Suhu berpengaruh pada tingkah laku panting pada hari ke 15 , 21, dan 27.

Saran

(31)

SKRIPSI ALIF ROKHMAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(32)

SKRIPSI ALIF ROKHMAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(33)

Suhu Kandang Yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si.

Daging ayam broiler merupakan salah satu sumber protein yang berasal dari industri peternakan unggas. Daging ayam broiler diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan sumber protein bagi masyarakat Indonesia. Keberhasilan peternakan ayam broiler sangat bergantung pada mutu genetik ternak, keadaan lingkungan, dan interaksi antara genetik dengan lingkungan.

Keadaan lingkungan yang fluktuatif dan suhu yang cenderung tinggi merupakan salah satu kendala keberhasilan budidaya ayam broiler. Pengaturan suhu sangat diperlukan untuk keberhasilan budidaya. Pemeliharaan ayam broiler pada kandang tertutup perlu dilakukan pengaturan suhunya karena suhu berdampak terhadap tingkah laku dan performa ayam.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon tingkah laku ayam broiler yang dipelihara pada berbagai suhu kandang, yaitu suhu tinggi, netral dan lingkungan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu peternak dalam manajemen pemeliharaan ayam broiler.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Setelah data diperoleh dan dilakukan uji asumsi data diolah menggunakan RAL nonparametrik yaitu menggunkan uji Kruskal Wallis, dengan 3 perlakuan dan 4 pengulangan, bahwa setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam broiler. Terdapat tiga level suhu kandang, yaitu panas (30 oC), normal/nyaman (20 oC) dan lingkungan (sesuai suhu lingkungan). Peubah yang diamati adalah tingkah laku ayam broiler meliputi aktivitas makan, minum, istirahat, panting dan lokomosi. Pengambilan data dilakukan setiap enam hari sekali dimulai pada minggu kedua sampai minggu kelima pemeliharaan. Pengambilan data menggunakan metoda scan sampling.

(34)

ii

(35)

Rokhman, A., C. Sumantri, and S. Darwati

High ambient temperature satch in tropics causes heat stress to chickens that reduced feed consumption and productivity. Under this situation, the chickens often changed their oreintation showed by behavioural changes. This experiment aimed to study the behavioural response of broiler chickens at different ambient temperature of neutral (22 oC), heat (30 oC ) and surronding or environment temperature (accordance with surronding temperature). The behavioural observation was carried out with scan sampling method. There were five behavioural traits observed : eating, dringking, panting, resting, and locomoting. The result showed significant different in panting in day 15, 21 and 27 ( P<0.05 ) among ambient temperature. However, the other behaviours did not different.

(36)

ALIF ROKHMAN D14060523

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PERTENAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(37)

Nama : Alif Rokhman NIM : D14060523

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) (Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si.) NIP : 19591212 198603 1 004 NIP : 19631003 198903 2 001

Mengethaui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP : 19591212 198603 1 004

(38)

vi

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara kandung dari pasangan Bapak Bambang dan Ibu Cucinih.

Penulis menyelesaikan pendidikan SD hingga SMU di kota yang sama. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN Paoman 9 Indramayu, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 2 Sindang, Indramayu dan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2006 di SMAN 1 Sindang, Indramayu.

(39)

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Respon Tingkah Laku Ayam Broiler pada Suhu Kandang yang Berbeda dalam rangka penyelesaian studi di Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian pada ayam broiler yang diberi perlakuan suhu kandang yang berbeda. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan ide alternatif dan solusi bagi peternak dalam manajemen budidaya ayam broiler yang dapat meningkatkan produktivitas ayam broiler.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah, sedangkan manusia adalah tempat dosa dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, 28 Januari 2013

(40)

RINGKASAN ... . i ABSTRACT ... . iii LEMBAR PERNYATAAN... . iv LEMBAR PENGESAHAN ... . v RIWAYAT HIDUP ... . vi KATA PENGANTAR ... . vii DAFTAR ISI ... . viii DAFTAR TABEL ... . x DAFTAR GAMBAR ... . xi DAFTAR LAMPIRAN ... . xii PENDAHULUAN… ... 1

(41)

ix

(42)
(43)
(44)

1. Contoh Perhitungan Analisis Kruskal Wallis pada Tingkah 33 Laku Makan...

2. Contoh Perhitungan Analisis Kruskal Wallis pada Tingkah

(45)

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan perkembangan populasi yang tinggi. Seiring hal tersebut maka kebutuhan protein hewani maupun nabati turut meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan protein penduduk tersebut, salah satunya adalah dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber protein. Daging ayam broiler merupakan salah satu sumber protein yang berasal dari industri peternakan unggas. Keberhasilan peternakan ayam broiler sangat bergantung pada mutu genetik ternak, keadaan lingkungan, dan interaksi antara genetik dengan lingkungan. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2000), ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mempunyai karakteristik yang khas antara lain pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang rendah, dan siap dipotong pada umur yang relatif muda yaitu sekitar 4-5 minggu.

Unggas termasuk hewan berdarah panas (homeotermic) yang harus mempertahankan suhu tubuh normal. Unggas memiliki kemampuan homeostatis, yaitu mempertahankan suhu tubuh agar tetap normal walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Bila suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah di luar batas kisaran suhu normal, maka broiler akan mengalami stres. Dalam masa pemeliharaan, broiler memerlukan suhu lingkungan dan pencahayaan yang memadai sesuai umur untuk pertumbuhan yang optimal. Panas lingkungan pada masa pertumbuhan awal (brooding period) dapat diperoleh dari lampu pijar dengan kekuatan (daya) tertentu.

(46)

2 pertumbuhan dan produksi serta peningkatan mortalitas dan kejadian kanibalisme. Suhu lingkungan yang berbeda mempengaruhi aktivitas tingkah laku ayam broiler sehingga perlu diperhatikan kondisi suhu kandang agar ayam tidak mengalami stres sehingga mempengaruhi performa dan produktivitas ayam. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh suhu kandang yang berbeda terhadap tingkah laku ayam broiler dan upaya-upaya untuk meminimalkan kondisi negatif terhadap performa dan produksi broiler.

Tujuan

(47)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Aves, ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Galllus, species Gallus gallus,

dan subspecies Gallus gallus domesticus. Strain ayam broiler berasal dari persilangan antara White Plymouth Rock dan White Cornish. Gordon dan Charles (2002) menyebutkan bahwa ayam pedaging (broiler) adalah strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus.

Ayam broiler memiliki tingkat produktivitas tinggi dengan konversi pakan rendah, masa pemeliharaan relatif singkat, dan pada umur 5-6 minggu sudah bisa dipanen (Suyoto, 1984; Saragih, 2000; Prihatman, 2002). Daging berserat lunak dan kandungan protein tinggi (Hardjosworo, 2000).

Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi faktor pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman (optimum) dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cold shock. Penggunaan warna lampu yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat

meningkatkan performa ayam broiler. Warna lampu yang baik dapat menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat maksimum. Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menambahkan bahwa kualitas day old chick (DOC) yang dipelihara harus yang terbaik, karena performa yang kurang

baik bukan saja dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan tetapi juga oleh kualitas DOC pada saat diterima.

Kandang

(48)

4 terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara (Ilyas, 2004).

Menurut Cahyono (2004), kandang hendaknya dibangun sesuai dengan kebutuhan dan sesuai bagi kehidupan ayam yang akan dipelihara agar ayam dapat hidup nyaman, tenang, dan terpelihara kesehatannya sehingga produktivitas ayam dalam menghasilkan daging dapat ditingkatkan. Mulyono (2001) menyatakan bahwa syarat-syarat kandang yang baik, yaitu kandang harus cukup mendapat sinar matahari, kandang harus cukup udara segar, posisi kandang terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang baik, kandang tidak terletak pada lokasi tanah yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres serta ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam.

Kepadatan kandang yang melebihi batas akan berpengaruh negatif terhadap performa unggas, namun biasanya peternak mengabaikan hal ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan upaya penghematan areal kandang. Kenyamanan ternak dalam kandang, salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan antara jumlah ternak dan luas kandang. Luasan kandang mempengaruhi tingkat aktivitas ternak (French, 1981).

(49)

5 Kandang tertutup (closed house) digunakan oleh peternak-peternak besar atau industri. Penggunaan kandang tertutup dalam pemeliharaan ayam broiler memungkinkan peternak untuk mengatur suhu dalam kandang yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler. Kandang tertutup biasanya menggunakan alat pengatur suhu dan sistem peralatan yang lebih canggih (otomatis).

Suhu dan Homeostasis

Ayam merupakan hewan homeotermi dan memiliki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuh tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Suhu tubuh ayam pedaging berada pada kisaran sempit yang digambarkan oleh batasan rendah atau tinggi ritme circadian di dalam tubuh. Batasan ritme circadian berkisar pada suhu 40,5 ºC (rendah) dan 41,5 ºC (tinggi). Jahja (2000)

menyatakan bahwa mekanisme homeostasis berjalan efisien dan normal pada kisaran wilayah suhu netral (thermoneutral zone atau comfort zone). Apabila suhu tubuh ayam broiler lebih rendah dari suhu lingkungan, maka nutrient yang ada di dalam tubuh sebagian besar digunakan oleh ayam broiler untuk memproduksi panas tubuh (Bruzual et al., 2000).

Suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara 18-22 ºC dan antara 21-29 ºC (Charles, 2002). Untuk ayam broiler umur 3-6 minggu, lingkungan yang panas adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap penyebab stres. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi antara suhu udara, kelembaban, sirkulasi panas dan kecepatan udara serta suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. (European Comission, 2000).

(50)

6 Respon Tingkah Laku

Menurut Prijono dan Handini (1998), tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan akibat pengaruh rangsangan. Rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis (cahaya, suhu, dan kelembaban) dan rangsangan kimiawi (hormon dan saraf). Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi (Mukhtar, 1986).

Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies, meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya berupa tingkah laku dasar. Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behaviour), seperti gerakan menjauh atau mendekat akibat perubahan dari stimulus. Perubahan tingkah laku jantan dan betina saat estrus dan kondisi lingkungan dan mekanisme fisiologis (Stanley dan Andrykovitch, 1984). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969).

Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku, yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim kawin yang lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981).

(51)

7 sering mencakup tingkah laku dasar yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung konsisten dan memperlihatkan perbedaan kecil antara individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk memberi respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985).

Pola tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan tipe tingkah laku, sebagai berikut :

1) Tingkah laku ingestif, yaitu tingkah laku makan dan minum;

2) Tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya;

3) Tingkah laku agonistic, yaitu tingkah laku persaingan antara dua hewan yang sejenis, umumnya terjadi selama musim kawin;

4) Tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis;

5) Care giving atau epimelitic, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour);

6) Care soliciting atau et-epimelitic, atau tingkah laku meminta dipelihara yaitu tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa;

7) Tingkah laku eliminative, yaitu tingkah laku membuang kotoran;

8) Tingkah laku allelomimetik, yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan; dan

(52)

8 Pada sistem pemeliharaan intensif, ayam broiler lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Tingkah laku makan tersebut ditunjukkan ayam broiler karena pada pemeliharaan intensif ayam broiler berada dalam suatu kandang yang membatasi aktivitasnya (Mukhtar, 1986).

Makan dan Minum

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat cekaman, suhu lingkungan, dan aktivitas ternak. Pada suhu lingkungan tinggi (cekaman panas) aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan berkurang, dan konsumsi air minum meningkat (Jahja, 2000). Peredaran darah banyak yang menuju organ pernafasan sementara peredaran darah ke organ pencernaan mengalami penurunan sehingga mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Bell dan Weaver, 2002).

Suhu lingkungan yang tinggi dapat menurunkan tingkah laku makan pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsumsi pakan pada ayam broiler yang dipelihara dalam kondisi suhu lingkungan yang tinggi (Austic, 1985; Ain Bazis et al., 1996; Bonnet et al., 1997). Menurunnya konsumsi ransum pada suhu lingkungan tinggi sebagai upaya untuk mengurangi penimbunan panas dalam tubuh dan ditandai dengan berkurangnya bobot badan (Kuczynski, 2002; May dan Lott, 2001) serta laju pertumbuhan (Bonnet et al., 1997).

Air merupakan salah satu komponen mendasar dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam (Bailey, 1990; Wandoyo, 1997). Wandoyo (1997) lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Tingkah laku minum yang meningkat pada ayam broiler dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuh agar tidak mengalami stres yang diakibatkan oleh suhu lingkungan yang tinggi.

(53)

9 Tingkah laku makan dan minum pada ayam broiler dalam kondisi pemeliharaan intensif biasanya juga dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan peternak disamping faktor suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang.

Pemberian cahaya yang terus menerus selama 24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta aktivitas lainnya. Ayam broiler adalah makhluk diurnal yang apabila menerima rangsangan cahaya pada malam hari akan memberikan kesempatan ayam broiler untuk makan dan minum.

Panting

Keadaan suhu lingkungan yang cukup tinggi pada siang hari di daerah tropis menimbulkan cekaman panas di dalam kandang. Pusat respirasi di otak bekerja lebih aktif selama cekaman panas sehingga kebutuhan oksigen meningkat dan memacu kecepatan laju denyut jantung ayam broiler hingga lebih dari 20 kali per menit (Olanrewaju et al., 2006). Kondisi lingkungan seperti ini dapat menyebabkan perubahan pola tingkah laku ayam broiler.

Perubahan pola tingkah laku dengan meningkatnya pelepasan panas melalui evaporasi dari saluran pernafasan (hyperventilation) disebut panting. Tingkah laku panting pada ayam broiler selama pemeliharaan dapat dikurangi dengan cara menurunkan suhu lingkungan kandang pada kandang tertutup atau membuka tirai yang digunakan sebagai penutup di malam hari pada kandang terbuka. Panting biasanya terjadi pada saat suhu lingkungan sekitar 29 ºC atau suhu tubuh mencapai 42 ºC (European Comission, 2000).

Lokomosi dan Istirahat

Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam (Renden et al., 1996). Cahaya yang masuk melalui retina mata unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan mengurangi resiko kanibalisme.

(54)
(55)

11 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian di Kandang blok B bagian Ilmu Produksi dan Ternak Unggas (IPTU) Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan selama lima minggu dari Juli sampai Agustus 2009.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan adalah 120 ekor DOC broiler Jumbo 747 strain Ross yang diproduksi oleh PT. Cibadak Indah Sari Farm. Ayam yang digunakan tidak dibedakan jenis kelaminnya antara jantan dan betina.

Pakan

Pakan yang diberikan adalah PC 100 (umur 0-7 hari) yang diproduksi oleh PT Charoen Phokphand dengan kandungan protein 21,5%-23,5% dan energi metabolis 3.020-3.120 kkal/kg dan BR 11 (umur 8-35 hari) dengan kandungan protein 21%-23% dan energi metabolis 3.000-3.100 kkal/kg. Komposisi zat makanan yang diberikan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan PC 100 dan BR 11

Zat Makanan PC 100 BR 11

Kadar air (%) Maks. 13,0 Maks. 13,0

Protein (%) 21,5-23,5 21-23

Lemak (%) min. 5,0 min. 5,0

Serat (%) maks. 5,0 maks. 5,0

Abu (%) maks. 7,0 maks. 7,0

Kalsium (%) min. 0,9 min. 0,9

Fosfor (%) min. 0,6 min. 0,6

EM (kkal/kg) (%) 3020-3120 3000-3100

Sumber : P.T. Charoen Phokphand (2009)

Vitamin dan Vaksin

(56)

12 Kandang dan Peralatan

Tiga unit kandang dengan suhu berbeda, yaitu panas (30 oC), netral (20 oC) dan lingkungan (mengikuti suhu lingkungan) digunakan dalam penelitian ini. Luas satu unit kandang adalah 2,85 m2 sehingga luas keseluruhan kandang adalah 8,1225 m2. Setiap kandang (kandang panas, nyaman dan lingkungan) dibagi menjadi 4 sekat dan masing-masing diisi 10 ekor DOC ayam broiler. Luas setiap sekat adalah 1,25 m2. Alas kandang menggunkan sistemlitter berbahan sekam padi.

Peralatan yang digunakan adalah empat buah lampu bohlam 40 watt yang dipasang pada setiap unit kandang yang digunakan sebagai sumber panas dan penerangan. Satu unit pemanas (room heater) dipasang pada setiap kandang panas untuk menjaga suhu ruangan pada 30 oC. Pada setiap kandang nyaman dipasang 1 unit pengatur suhu ruangan (AC) dan diatur untuk menjaga suhu kandang pada 20 o

C. Peralatan lain adalah tempat pakan dan air minum, timbangan kapasitas 5 kg, timbangan digital, kertas label, bambu (sekat), termometer, dan peralatan tulis.

Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan

Persiapan kandang dan peralatan dilakukan dua minggu sebelum pelaksanaan penelitian. Lantai kandang dibersihkan, dilakukan desinfeksi dengan lisol kemudian dilakukan pengapuran dan yang terakhir kandang disemprot menggunakan formalin yang sudah diencerkan dengan air (perbandingan air dan formalin adalah 10 ℓ : 350 ml). Peralatan yang digunakan juga dibersihkan dengan menggunakan air campuran desinfektan kemudian alat-alat direndam dalam larutan biocide. Satu unit lampu pijar berkekuatan 40 watt dipasang pada setiap sekat di dalam kandang.

Pemeliharaan

(57)

13 diberikan pada minggu kedua melalui air minum dan vaksin ND kedua diberikan pada hari ke-22 melalui injeksi.

Penerangan dengan lampu berkekuatan 40 watt dilakukan selama 24 jam pada kandang panas dan netral, sedangkan pada kandang lingkungan selama minggu pertama dan minggu kedua dan seterusnya pada jam 18.00 dan 06.00 WIB. Pada awal pemeliharaan suhu kandang netral dan panas disesuaikan dengan kebutuhan panas DOC, yaitu 33-35 oC sampai umur dua minggu. Setelah itu suhu kandang disesuaikan dengan perlakuan. Suhu kandang panas adalah 30 oC dengan bantuan alat pemanas (room heater) berkekuatan 800 watt, sementara kandang dingin diatur pada suhu 22 oC menggunakan AC.

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang yang digunakan adalah scan sampling. Metode ini dilakukan dengan cara mengamati jumlah ayam yang melakukan tingkah laku yang ingin diamati. Pengamatan dilakukan mulai umur 15 hari selanjutnya pengamatan dilakukan dengan interval pengamatan enam hari. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pagi hari pukul 07.00-08.00 WIB, siang hari pukul 12.00-13.00 WIB, dan sore hari pukul 17.00-18.00 WIB. Masing-masing pengamatan dilakukan selama lima menit dengan jeda waktu setiap satu menit pengamatan.

Cara pengamatan :

1. Perilaku makan, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang mematuk pakan di tempat pakan.

2. Perilaku minum, diukur dengan jumlah ayam dalam kelompok yang menghisap air dari tempat minum.

3. Perilaku istirahat, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang rebah atau posisi mengeram dengan dada menempel pada liter dengan mata terbuka atau berkedip.

4. Perilaku lokomosi, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang melakukan lokomosi dalam satu kelompok tersebut

(58)

14 Rancangan dan Analisis Data

Rancangan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Setelah data diperoleh dan dilakukan uji asumsi data diolah menggunakan uji nonparametrik yaitu menggunkan uji Kruskal Wallis, dengan 3 perlakuan dan 4 pengulangan, serta setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam broiler. Terdapat tiga level suhu kandang, yaitu panas, normal/nyaman (thermoneutral) dan lingkungan (mengikuti suhu lingkungan). Pengambilan data hasil penelitian dilakukan setiap enam hari sekali dimulai pada minggu ke-dua sampai minggu ke-lima pemeliharaan . Perlakuan A adalah suhu kandang :

A1 : kandang panas ( kandang terbagi atas 4 petak berisi 10 ekor) A2 : kandang nyaman ( kandang terbagi atas 4 petak berisi 10 ekor) A3 : kandang lingkungan ( kandang terbagi atas 4 petak berisi 10 ekor)

Analisis Data

Data dianalisis ragam (ANOVA) dan diolah menggunakan model matematika sebagai berikut (Gasperz, 1992):

Yij = µ + Si+ €i

Keterangan :

Yij : nilai pengamatan

µ : nilai tengah umum

Si : pengaruh suhu kandang ke-i (i= panas, nyaman) €i : galat percobaan

Rumus uji nonparametrik Kruskal Wallis

Keterangan :

H : statistik Kruskal Wallis N : banyaknya pengamatan

Ri2: jumlah pangkat kuadrat perlakuan

Peubah yang diamati adalah jumlah tingkah laku ayam broiler meliputi aktivitas makan, minum, istirahat, panting dan lokomosi.

(59)

15 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Suhu kandang merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pemeliharaan ternak. Keadaan suhu yang optimum dapat meningkatkan produksi dan dapat mempengaruhi tingkah laku ternak. Perubahan tingkah laku pada ayam broiler merupakan indikator kondisi kesehatan ternak tersebut. Suhu aktual pada kandang panas adalah 30±0,15 oC, sedangkan suhu pada kandang netral adalah 23±0,06 oC dan suhu kandang lingkungan adalah 29±1,1oC.

Tingkah Laku Makan

Saat terjadi cekaman panas adaptasi yang dilakukan melalui mekanisme pengurangan konsumsi pakan. Penelitian tingkah laku ini secara statistik tidak menunjukan perbedaan pada tingkah laku makan, namun ada kencenderungan jumlah tingkah laku makan ayam broiler pada kandang nyaman (23 oC) lebih banyak dibandingkan dengan ayam broiler yang dipelihara pada kandang panas (30 oC). Tingkah laku makan pada pengamatan hari ke 15 rataanya adalah 78,77. Berikut merupakan gambar contoh tingkah laku makan (Gambar 1).

[image:59.595.85.507.39.818.2]

Gambar 1. Tingkah Laku Makan Ayam Broiler

(60)

16 Produktivitas ayam broiler dapat diukur dari performa produksi seperti tingkat konsumsi pakan, konversi pakan, pertambahan bobot badan, dan bobot badan. Nilai produktivitas tersebut dapat diduga melalui tingkah laku yang terkait dengan hal tersebut. Tingkah laku hewan adalah suatu respon atau ekspresi hewan oleh adanya rangsangan yang mempengaruhinya. Menurut Mukhtar (1986), rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis, dan rangsangan kimiawi. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi (Mukhtar, 1986). Menurut Prijono dan Handini (1998), tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan. Tingkah laku seekor hewan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari dalam (hormon dan sistem saraf) dan faktor dari luar (cahaya, suhu, dan kelembaban). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969). Rataan tingkah laku makan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Tingkah Laku Makan (jumlah ayam beraktifitas makan) pada Umur dan Suhu Kandang Berbeda

Umur Ayam Kandang

Gambar

Gambar 1.  Tingkah Laku Makan Ayam Broiler
Tabel 2. Tingkah Laku Makan (jumlah ayam beraktifitas makan) pada Umur
Tabel 4.  Tingkah Laku Minum (jumlah ayam beraktifitas minum) pada Umur dan Suhu
Gambar 2.  Tingkah Laku  Ayam Broiler Saat Minum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa domba betina yang dicukur tidak menunjukkan tingkah laku agonistic pada minggu kesatu dan kedua setelah pencukuran, namun pada

pemeliharaan terhadap kualitas kimia daging ayam broiler yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein di dalam daging ayam broiler yang dipelihara pada

Setelah melakukan pengamatan selama 3 hari tingkah laku induk ayam kampung betina dan anak ayam yang jarang dilakukan yaitu tingkah laku mencari tempat berteduh Pada

Deskriptif prospektif dalam penelitian ini sendiri mempunyai pengertian suatu penelitian yang dilakukan dengan pengamatan tingkah laku makan berdasarkan jumlah

H0: Tidak ada perbedaan tingkah laku makan dan ruminasi sapi Madura jantan yang diberi pakan dengan level berbeda. H1: Terdapat perbedaan tingkah laku makan dan

Pemberian ekstrak hipofisa berbagai level pada kambing Kejobong betina tidak memperlihatkan perbedaan pada tingkah laku berahi menggerak – gerakkan ekor, menurunya nafsu

Hasil penelitian menunjukan bahwa ayam broiler yang dipelihara dalam kandang closed house di dataran tinggi (Ampel) memiliki susut masak, drip loss dan kecerahan warna daging

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah perbedaan rasio jantan dan betina dalam satu unit kandang penelitian mempengaruhi intensitas tingkah laku makan dan minum,