• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkah laku ayam broiler di kandang tertutup dengan suhu dan warna cahaya berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkah laku ayam broiler di kandang tertutup dengan suhu dan warna cahaya berbeda"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAH LAKU AYAM

BROILER

DI KANDANG TERTUTUP

DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA

SKRIPSI RIDHO ANDISURO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Ridho Andisuro. D14063166. 2010. Tingkah Laku Ayam Broiler di Kandang Tertutup dengan Suhu dan Warna Cahaya Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S.

Daging ayam sebagai hasil utama industri peternakan ayam broiler diharapkan mampu memenuhi kebutuhan kuantitas dan kualitas protein bagi masyakat Indonesia. Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh aspek manajemen diantaranya suhu dan pencahayaan di dalam kandang.

Suhu lingkungan tinggi dan fluktuatif di Indonesia merupakan kendala dalam keberhasilan budidaya ayam broiler. Pengaturan cahaya yang meliputi intensitas, lama pencahayaan, dan terutama warna masih terbatas digunakan oleh masyarakat peternak karena menggunakan kandang terbuka. Pemeliharaan pada kandang tertutup memungkinkan untuk melakukan pengaturan suhu dan warna cahaya. Suhu dan warna cahaya memiliki pengaruh dalam merangsang tingkah laku dan berakibat kepada performa ayam broiler.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan warna cahaya bersumber dari lampu pijar di kandang tertutup terhadap tingkah laku ayam broiler. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi panduan bagi peternak dalam manajemen budidaya ayam broiler.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial 2x2 dengan suhu dan warna lampu sebagai perlakuan. Suhu kandang dibedakan menjadi 23 oC (nyaman) dan 30 oC (cekaman panas) dan warna cahaya yang digunakan adalah putih dan merah. Pengambilan data dilakukan sebanyak empat kali dengan interval waktu pengamatan setiap enam hari dimulai sejak awal perlakuan (hari ke-15) hingga akhir pemeliharaan (hari ke-35). Data dianalisis ragam (ANOVA) dengan rancangan acak faktorial. Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, panting, lokomosi dan istirahat.

Interaksi suhu kandang dan warna cahaya tidak menunjukkan interaksi yang nyata terhadap tingkah laku. Suhu berpengaruh sangat nyata terhadap tingkah laku panting pada umur 15 dan 27 hari (P < 0,01), berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap tingkah laku panting pada umur 21 hari, tingkah laku minum pada umur 21 dan 27 hari, dan tingkah laku lokomosi pada umur 21 hari. Lampu sebagai sumber cahaya tidak memiliki intenstias cahaya yang cukup untuk mempengaruhi tingkah laku ayam broiler.

(3)

ABSTRACT

Behaviour of Broiler Chickens in Closed House under Different Room Temperatures and Light Colours

Andisuro, R., R. Afnan, and H.S. Iman Rahayu

Broiler chicken industry as a main meat producer has a huge potency to fulfil the quality and quantity of protein requirement for the human. A good management aspect such as house temperature and light regulation plays an important role in raising broiler. High ambient temperature in Indonesia with its large fluctuation becomes constraint in raising broiler. Light regime includes intensity, duration and colour is still limited applied by the broiler farmer as they apply opened house. Raising broiler in closed house gives an opportunity to regulate temperature and light inside the house. Temperature and light stimulate the broiler behaviours that affect broiler performances. This experiment aimed to study the effect of temperature and light regulation on broiler behaviours. It was designed with a 2x2 factorial complete randomized with different house temperatures and lights. House temperatures were adjusted to 23 oC (normal) and 30 oC (heat stress) whereas light was set to red and white. Data collection was done in 4 times of ages within 6 days interval (15, 21, 27 and 33 days). The variant of data was analyzed (ANOVA) and computed with suitable mathematical model observed. That watched behaviour were eating, drinking, locomoting, panting and resting. The housing temperature significantly affected panting (age of 15, 21 and 27 days) and drinking behaviour (age 21 days) as well as locomotive behaviour (age of 21 days). Light colours and their interaction with housing temperature did not significantly affect the behaviours of broilers (P > 0,05). Presumably, the light intensity did not adequate to influence behaviours of broiler chickens.

(4)

TINGKAH LAKU AYAM

BROILER

DI KANDANG TERTUTUP

DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA

RIDHO ANDISURO

D14063166

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PERTENAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

TINGKAH LAKU AYAM

BROILER

DI KANDANG TERTUTUP

DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA

Oleh

RIDHO ANDISURO

D14063166

Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal Juli 2011

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Agustus 1987 di Indramayu, Jawa Barat. Penulis merupakan anak ke tiga dari 3 bersaudara kandung dari pasangan Bapak Suroso dan Ibu Sundarih.

Penulis menyelesaikan pendidikan SD hingga SMU di kota yang sama. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN Paoman I Indramayu, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 2 Sindang, Indramayu dan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2006 di SMAN 1 Sindang, Indramayu.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006 dan terdaftar sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan karunia tak terhingga. Atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Tingkah Laku Ayam Broiler di Kandang tertutup dengan Suhu dan Warna Cahaya Berbeda dalam rangka penyelesaian studi di Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini merupakan hasil peneltian pada ayam broiler yang diberi perlakuan suhu dan warna cahaya. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan ide alternatif dan solusi bagi peternak dalam manajemen budidaya ayam broiler yang dapat meningkatkan produktivitas ayam broiler.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah, sedangkan manusia adalah tempat dosa dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor , Agustus 2011

 

Penulis

(8)

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN… ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Ayam Broiler ... 3

Kandang ... 3

Suhu dan Homeostasis ... 5

Cahaya ... 6

Fungsi Cahaya ... 6

Mekanisme Rangsangan Cahaya ... 6

Intensitas Cahaya ... 6

Warna dan Panjang Gelombang Cahaya ... 7

Lama Pencahayaan ... 8

Respon Tingkah Laku ... 9

Panting ... 11

Makan dan Minum ... 12

Lokomosi dan Istirahat ... 13

MATERI DAN METODE ... 14

Lokasi dan Waktu ... 14

Materi ... 14

Ternak ... 14

Kandang dan Peralatan ... 14

Pakan ... 14

Vitamin dan Vaksin ... 15

Prosedur ... 15

Persiapan Kandang dan Peralatan ... 15

Pemeliharaan ... 15

Pengumpulan Data ... 16

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Hasil Pengamatan ……… 18

Tingkah Laku Makan ... 22

Tingkah Laku Minum ... 24

Tingkah Laku Panting ... 26

Tingkah Laku Lokomosi ... 28

Tingkah Laku Istirahat ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

UCAPAN TERIMA KASIH ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

LAMPIRAN ... 37

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Radiasi Cahaya dalam W/m2 untuk Setiap Lux………. 7 2. Komposisi Zat Makanan PC 100 dan BR 11 ……… 15 3. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-15 dengan Warna

Cahaya dan Suhu Berbeda………. 18

4. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-21 dengan Warna

Cahaya dan Suhu Berbeda………. 19

5. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-27 dengan Warna

Cahaya dan Suhu Berbeda………. 20

6. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada hari ke-33 dengan Warna

Cahaya dan Suhu Berbeda………. 21

7. Konsumsi Pakan Ayam Broiler Strain Ross………. 23 8. Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross Selama Lima Minggu…... 23

(11)

Nomor Halaman

1. Tipe Kandang Tertutup ………. 18

2. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Makan ……..……….. 24

3. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Minum ……… 25

4. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Panting ……… 26

5. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Lokomosi ...……… 28

6. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Istirahat ……… 29

(12)

Nomor Halaman 1. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Makan Ayam Broiler Umur 15 hari ... 38 2. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Minum Ayam Broiler Umur 15 hari ………... 38 3. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Panting Ayam Broiler Umur 15 hari ……….. 38 4. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Lokomosi Ayam Broiler Umur 15 hari ……….. 38 5. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Istirahat Ayam Broiler Umur 15 hari ………. 39 6. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Makan Ayam Broiler Umur 21 hari ... 39 7. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Minum Ayam Broiler Umur 21 hari ………... 39 8. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Panting Ayam Broiler Umur 21 hari ……….. 39 9. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Lokomosi Ayam Broiler Umur 21 hari ……….. 40 10. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Istirahat Ayam Broiler Umur 21 hari ………. 40 11. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Makan Ayam Broiler Umur 27 hari ... 40 12. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Minum Ayam Broiler Umur 27 hari ………... 40 13. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Panting Ayam Broiler Umur 27 hari ……….. 41 14. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Lokomosi Ayam Broiler Umur 27 hari ……….. 41 15. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Istirahat Ayam Broiler Umur 27 hari ………. 41 16. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Makan Ayam Broiler Umur 33 hari ... 41 17. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Minum Ayam Broiler Umur 33 hari ………... 42 18. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

Panting Ayam Broiler Umur 33 hari ……….. 42 19. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku

(13)

20. Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Warna Cahaya terhadap Tingkah Laku Istirahat Ayam Broiler Umur 33 hari ………. 42 21. Rataan Suhu dan Kelemaan Selama Penelitian……….. . 43

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berjumlah penduduk besar dengan laju pertumbuhan tinggi memerlukan protein dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Daging ayam sebagai hasil utama industri peternakan ayam broiler diharapkan mampu memenuhi kebutuhan protein bagi masyakat Indonesia. Sesuai karakteristik pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang rendah, siap potong pada umur relatif muda, menghasilkan daging berserat lunak, dan kandungan protein tinggi (Suyoto, 1984; Hardjosworo, 2000; Saragih, 2000; Prihatman, 2002), ayam broiler merupakan

komoditas yang cocok dan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan protein bagi masyakat Indonesia.

Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh manajemen di antaranya aspek suhu dan pencahayaan di dalam kandang. Suhu lingkungan yang tinggi dan fluktuatif di Indonesia merupakan kendala dalam keberhasilan budidaya ayam broiler. Suhu berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku ayam broiler. Suhu lingkungan yang tinggi terutama pada siang hari dapat menimbulkan cekaman panas di dalam kandang dan menaikkan suhu tubuh ayam broiler sebesar 1-2 oC yang ditunjukkan dengan laju pernafasan yang cepat (panting). Ayam broiler berupaya mempertahankan suhu tubuh pada kisaran normal dengan menurunkan konsumsi pakan, meningkatkan konsumsi air, mengurangi lokomosi, dan banyak beristirahat sebagai adaptasi dan bagian dari fungsi homeostasis. Ketidakmampuan ayam beradaptasi dengan cara melakukan perubahan tingkah laku dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan bahkan kematian.

Di samping suhu kandang, cahaya merupakan aspek lingkungan yang penting diperhatikan dan berpengaruh terhadap pola tingkah laku ayam broiler yang berakibat kepada produktivitas. Dalam manajemen budidaya, cahaya memiliki fungsi untuk merangsang anak ayam agar dekat dengan sumber panas, mengetahui letak pakan, mempengaruhi ayam untuk mengonsumsi pakan, dan memberi kesempatan pada ayam untuk makan pada malam hari.

Dalam manajemen budidaya, ayam broiler memerlukan suhu dan

(15)

Panas kandang (brooder) pada masa pertumbuhan awal (brooding period) dapat diperoleh dari panas lampu pijar yang sekaligus berfungsi sebagai sumber cahaya. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang dan dapat mempengaruhi tingkah laku ayam broiler (Saputro, 2007). Semakin tinggi intensitas cahaya yang diberikan akan meningkatkan aktivitas lokomosi dan makan ayam broiler.

Pencahayaan yang meliputi intensitas, lama, dan warna masih terbatas dan sulit dilakukan oleh peternak yang memelihara ayam broiler di kandang terbuka. Pemeliharan pada kandang tertutup memungkinkan peternak melakukan pengaturan suhu kandang dan cahaya lebih efektif. Penelitian yang menggunakan suhu lingkungan kandang yang berbeda dan intensitas cahaya dengan menggunakan warna lampu yang berbeda belum banyak dilakukan, terutama dengan melihat tingkah lakunya yang pada akhirnya akan mempengaruhi performa ayam broiler tersebut.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbedaan suhu (± 30 oC dan ± 23 oC) dan warna cahaya (merah dan putih) kandang terhadap tingkah laku ayam broiler di kandang tertutup.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(16)

 

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Aves, ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Galllus, species Gallus gallus,

dan subspecies Gallus gallus domesticus. Strain ayam broiler berasal dari persilangan antara White Plymouth Rock dan White Cornish. Gordon dan Charles (2002) menyebutkan bahwa ayam pedaging (broiler) adalah strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus.

Ayam broiler memiliki tingkat produktivitas tinggi dengan konversi pakan rendah, masa pemeliharaan relatif singkat, dan pada umur 5-6 minggu sudah bisa dipanen (Suyoto, 1984; Saragih, 2000; Prihatman, 2002), daging berserat lunak dan kandungan protein tinggi (Hardjosworo, 2000). Istilah broiler atau ayam pedaging berasal dari kata kerja “to broil” (sate) yang sering disinonimkan dengan makna bahasa Inggris Amerika yaitu “to grill” (memanggang).

Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi faktor pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman

(optimum) dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cold shock. Penggunaan warna lampu yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat

meningkatkan performa ayam broiler. Warna lampu yang baik dapat menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat

maksimum. Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menambahkan bahwa kualitas DOC yang dipelihara harus yang terbaik, karena performa yang kurang baik bukan saja dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan tetapi juga oleh kualitas DOC pada saat diterima.

Kandang

(17)

Tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Ayam tidak dapat menoleransi suhu lingkungan tinggi. Kejadian ini sering terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara (Ilyas, 2004).

Menurut Cahyono (2004), kandang hendaknya dibangun sesuai dengan kebutuhan dan sesuai bagi kehidupan ayam yang akan dipelihara agar ayam dapat hidup nyaman, tenang, dan terpelihara kesehatannya sehingga produktivitas ayam dalam menghasilkan daging dapat ditingkatkan. Mulyono (2001) menyatakan bahwa syarat-syarat kandang yang baik, yaitu kandang harus cukup mendapat sinar matahari, kandang harus cukup udara segar, posisi kandang terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang baik, kandang tidak terletak pada lokasi tanah yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres serta ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam.

Kepadatan kandang yang melebihi batasnya akan berpengaruh negatif terhadap performa unggas, namun biasanya peternak mengabaikan hal ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari adanya penghematan areal kandang.

Kenyamanan ternak dalam kandang, salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan antara jumlah ternak dan luas kandang. Luasan kandang mempengaruhi tingkat aktivitas ternak (French, 1981).

Kandang berfungsi untuk (a) perlindungan dari cuaca buruk; (b) tempat untuk tidur dan beristirahat; (c) perlindungan dari hewan-hewan pemangsa; (d) perlindungan dari pencurian; (e) mencegah hilangnya ternak karena berkeliaran; (f) mempermudah pemeliharaan; (g) mempermudah seleksi; (h) mempermudah panen; (i) membantu pertumbuhan dan perkembangan (Cahyono, 2004).

(18)

fluktuatif tidak dapat dikontrol, sehingga peternak harus dapat menyiasati apabila suhu terlalu dingin ataupun terlalu panas untuk ayam broiler.

Kandang tertutup (closed house) digunakan oleh peternak-peternak besar atau industri. Penggunaan kandang tertutup dalam pemeliharaan ayam broiler memungkinkan peternak untuk mengatur suhu dalam kandang yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler. Kandang tertutup biasanya menggunakan alat pengatur suhu dan sistem peralatan yang lebih canggih (otomatis).

Suhu dan Homeostasis

Ayam merupakan hewan homeotermi dan memiliki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuh tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Suhu tubuh ayam pedaging berada pada kisaran sempit yang digambarkan oleh batasan rendah atau tinggi ritme circadian di dalam tubuh. Batasan ritme circadian berkisar pada 40,5 ºC (rendah) dan 41,5 ºC (tinggi). Jahja (2000) menyatakan bahwa mekanisme homeostasis berjalan efisien dan normal pada kisaran wilayah suhu netral (thermoneutral zone atau comfort zone). Apabila suhu tubuh ayam broiler lebih rendah daripada suhu lingkungan, maka nutrient yang ada di dalam tubuh sebagian besar digunakan oleh ayam broiler untuk memproduksi panas tubuh (Bruzual et al.,

2000).

Suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara 18-22 ºC dan antara 21-29 ºC (Charles, 2002). Untuk ayam broiler umur 3-6 minggu, lingkungan yang panas adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap penyebab stres pada ayam broiler. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi antara suhu udara, kelembaban, sirkulasi

panas serta kecepatan udara, dimana suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. (European Comission, 2000).

(19)

(May dan Lott, 2001). Peningkatan suhu yang melebihi batas adaptasi ayam broiler dapat menyebabkan cekaman panas yang berujung pada kematian ayam broiler.

Cahaya

Cahaya secara fisik merupakan energi berbentuk gelombang yang bergerak lurus ke semua arah, tidak dapat membelok, dan dapat dipantulkan. Cahaya yang paling banyak digunakan dalam kandang tertutup untuk produksi ayam broiler bersumber dari lampu pijar.

Fungsi Cahaya

Cahaya berfungsi dalam proses penglihatan. Cahaya merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol pertumbuhan, pendewasaan, reproduksi, dan tingkah laku. Cahaya mengatur ritme harian dan beberapa fungsi penting di dalam tubuh seperti suhu tubuh dan beragam tahapan metabolisme yang terkait dengan pemberian pakan dan pencernaan (Olanrewaju et al., 2006).

Mekanisme Rangsangan Cahaya

Mekanisme proses fisiologis rangsangan cahaya diawali dengan rangsangan

mekanis pada syaraf penglihatan dan selanjutnya secara kimiawi melalui rangsangan hormonal dan mempengaruhi organ-organ tubuh. Cahaya yang mengenai mata ayam akan diterima oleh reseptor pada mata ayam, merangsang syaraf mata dan kemudian rangsangan ini diteruskan ke hiphofisa.

Hasil kerja selanjutnya menyebabkan pengeluaran hormon pengendali dari hiphofisa anterior yang berfungsi mengatur pengeluaran kelenjar endokrin. Hormon pengendali tersebut terdiri atas hormon stimulasi tiroid yang meningkatkan stimulasi tiroid dan hormon somatotropik yang berfungsi mengatur pertumbuhan dengan mengendalikan metabolisme asam amino dalam pembentukan protein. Hormon pertumbuhan penting dalam pengendalian pertumbuhan dan aspek lainnya dari

metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh unggas (Card dan Nesheim, 1972).

Intensitas Cahaya

(20)

menghasilkan intensitas cahaya sebesar 12,56 lm. Intensitas cahaya yang diberikan pada ayam broiler menurut rekomendasi Renden et al. (1996) adalah 20 lux hingga ayam broiler berumur tujuh hari dan berikutnya adalah 5,0 lux hingga berumur 49 hari. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang (Saputro, 2007).

Program pencahayaan pada tahap pertumbuhan awal anak ayam berumur antara satu sampai tujuh hari menggunakan intensitas cahaya minimum 20 lux yang diberikan secara terus menerus. Pemberian cahaya seperti ini bertujuan untuk memastikan anak ayam dapat beadaptasi dengan baik terhadap lingkungannya serta meningkatkan aktivitas sehingga mengurangi kelainan pada cacat kaki. Intensitas cahaya dapat mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas ayam untuk berjalan dan berdiri, mengurangi tingkah laku berkelahi antar sesama ayam, serta menurunkan aktivitas mengepakkan sayap dan kanibalisme. Intensitas cahaya yang sangat rendah (< 5 lux) akan menyebabkan kebutaan pada ayam (Olanrewaju et al., 2006).

Faktor konversi dari berbagai sumber cahaya dalam W/m2 (Canham, 1966) disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Radiasi Cahaya dalam W/m2 untuk Setiap Lux

Sumber cahaya Radiasi energi cahaya dalam W/m2 untuk setiap lux

Matahari 4,00

Lampu pijar 500 W 4,16

Lampu pijar 100 W 4,23

Philips : TL-33 (putih) 3,11

TL-55 (cahaya siang hari)

3,64

TL-15 (merah) 14,68

Osram : Putih 3,11

Cahaya siang hari 3,01

Alami 3,47

Sumber : Canham (1966)

(21)

Panjang gelombang yang berbeda-beda diintrepetasikan oleh otak sebagai warna cahaya dan merangsang retina mata yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut dengan pandangan. Penglihatan memerlukan mata yang berfungsi baik dan cahaya yang tampak. Cahaya tampak adalah sebagian dari spektrum yang mempunyai panjang gelombang 400 – 800 nanometer. Gelombang cahaya di bawah 400 nanometer (ultraviolet) dan di atas 800 nanometer tidak dapat dilihat oleh mata.

Indera penglihatan ayam memiliki sensitivitas terhadap warna akibat stimulus warna yang diterima retina mata (Lewis dan Moris, 1998) dan dapat membedakan warna dengan tingkat kepekaan yang berbeda. Cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda mempunyai efek yang berbeda pula pada retina dan dapat mengakibatkan perubahan pada pola tingkah laku yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada ayam (Lewis dan Morris, 2000).

Ayam tidak mampu melihat warna yang memiliki panjang gelombang yang pendek, tetapi memiliki kepekaan paling baik terhadap warna kuning dan merah. Cahaya merah akan meningkatkan agresivitas dan aktivitas ayam serta berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi pakan selama periode brooding (Widjaja dan

Haerudin, 2006). Penggunaan berbagai macam lampu dengan panjang gelombang yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula dan dapat mempengaruhi tingkah laku yang berdampak pada performa dan produktivitas ayam broiler (Rozenboim et al., 1999a, Rozenboim et al., 1999b, Olanrewaju et. al.,

2006).

Lama Pencahayaan

Cahaya sangat diperlukan oleh ayam broiler terutama pada umur tujuh hari pertama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah total lama pencahayaan bukan merupakan aspek yang penting dalam pengaturan cahaya bagi ayam broiler. Ayam broiler tidak melakukan aktivitas pada Periode gelap (tanpa cahaya) dan memberi kesempatan kepada ayam broiler untuk mencerna makanan secara sempurna (Classen, 1989).

(22)

meningkatkan pembentukan bulu (Lavergne, 2005) tetapi menyebabkan terjadinya gangguan ritme harian (diurnal), kelainan kaki dan tulang (Sanotra et al., 2002) yang mengakibatkan kesulitan pergerakan ayam broiler untuk mendapatkan pakan dan air minum (Wong-Valle et al., 1993). Ayam broiler yang tetap berada pada posisi ritme harian, mampu mengatur pola tingkah laku seperti makan, tidur, bergerak dan istirahat secara normal (Olanrewaju et al., 2006).

Pencahayaan secara bergantian (intermitten lighting) akan mengurangi stres pada ayam broiler dibandingkan dengan ayam broiler yang diberikan cahaya secara terus-menerus yang diukur berdasarkan konsentrasi plasma kortikosteron. Plasma kortikosteron akan meningkat pada ayam broiler yang mengalami stres (Puvadolpirod dan Thaxton, 2000). Pemberian lama pencahayaan selama 16 jam dapat menurunkan stres fisiologis, peningkatan respon kekebalan, peningkatan metabolisme tulang, peningkatan aktivitas total, dan peningkatan kesehatan kaki (Classen et al., 2004).

Periode gelap harian diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin secara normal. Hormon melatonin, secara fisiologis yang disintesis dalam

kelenjar pineal dan retina pada unggas, disekresikan selama periode gelap sebagai respon terhadap aktivitas enzim serotonin-N-acetyltranspherase. Enzim ini berfungsi

mengkatalisis sintesis melatonin baik pada retina maupun kelenjar pineal dan terlibat dalam proses ritme harian suhu tubuh, beberapa fungsi esensial metabolisme tubuh terkait dengan konsumsi pakan dan pencernaan serta sekresi beberapa limphokines yang terkait dengan sistem kekebalan (Apeldorn et al., 1999). Unggas yang diberikan periode gelap yang cukup akan mengurangi mortalitas, gangguan pada kaki, dan sindrom kematian mendadak (sudden death syndrome) (Moore dan Siopes, 2000).

Respon Tingkah laku

(23)

Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies, meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya berupa tingkah laku dasar. Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behaviour), seperti gerakan menjauh atau mendekat akibat perubahan dari stimulus. Perubahan tingkah laku jantan dan betina saat estrus dan kondisi lingkungan dan mekanisme fisiologis (Stanley dan Andrykovitch, 1984). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969).

Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku, yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim

kawin yang lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981).

Tingkah laku merupakan aktivitas yang melibatkan fungsi fisiologis seperti rangsangan melalui pancaindra (mata). Rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf, dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik baik internal maupun eksternal. Kebanyakan tingkah laku untuk tujuan tertentu seperti makan, minum, tidur dan seksual terdiri atas tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut adalah tingkah laku apetitif, konsumatoris, dan refraktoris. Tahap apetitif dapat dipelajari dengan sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari tingkah laku dasar yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung konsisten dan memperlihatkan perbedaan kecil antara individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk member respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985).

(24)

1. Tingkah laku ingestif, yaitu tingkah laku makan dan minum.

2. Tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya.

3. Tingkah laku agonistic, yaitu tingkah laku persaingan antara dua hewan yang sejenis, umumnya terjadi selama musim kawin.

4. Tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis.

5. Care giving atau epimelitic, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour).

6. Care soliciting atau et-epimelitic, atau tingkah laku meminta dipelihara yaitu tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa.

7. Tingkah laku eliminative, yaitu tingkah laku membuang kotoran.

8. Tingkah laku allelomimetik, yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan.

9. Tingkah laku investigative, yaitu tingkah laku memeriksa lingkungannya.

Tingkah laku yang ditunjukkan ayam broiler berkaitan erat dengan kebiasaan, habitat, dan lingkungan (suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang). Suhu lingkungan yang berbeda mempengaruhi aktivitas tingkah laku ayam broiler seperti makan, minum, panting, lokomosi, dan istirahat (Jahja, 2000). Cahaya

juga merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol tingkah laku dan mengatur ritme harian (Olanrewaju et al., 2006).

Pada sistem pemeliharaan intensif, ayam broiler lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Tingkah laku makan tersebut ditunjukkan ayam broiler karena pada pemeliharaan intensif ayam broiler berada dalam suatu kandang yang membatasi aktivitasnya (Mukhtar, 1986).

Panting

(25)

(Olanrewaju et al., 2006). Kondisi lingkungan seperti ini dapat menyebabkan perubahan pola tingkah laku ayam broiler.

Perubahan pola tingkah laku dengan meningkatnya pelepasan panas melalui evaporasi dari saluran pernafasan (hyperventilation) disebut panting. Tingkah laku panting pada ayam broiler selama pemeliharaan dapat dikurangi dengan cara menurunkan suhu lingkungan kandang pada kandang tertutup atau membuka tirai yang digunakan sebagai penutup di malam hari pada kandang terbuka. Panting biasanya terjadi pada saat suhu lingkungan sekitar 29 ºC atau suhu tubuh mencapai 42 ºC (European Comission, 2000).

Makan dan Minum

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat cekaman, suhu lingkungan, dan aktivitas ternak. Pada suhu lingkungan tinggi (cekaman panas) aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan berkurang, dan konsumsi air minum meningkat (Jahja, 2000). Peredaran darah banyak yang menuju organ pernafasan sementara peredaran darah ke organ pencernaan mengalami penurunan sehingga mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang

dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Bell dan Weaver, 2002).

Suhu lingkungan yang tinggi dapat menurunkan tingkah laku makan pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsumsi pakan pada ayam broiler yang dipelihara dalam kondisi suhu lingkungan yang tinggi (Austic, 1985;

Ain Bazis et al., 1996; Bonnet et al., 1997). Menurunnya konsumsi ransum pada suhu lingkungan tinggi sebagai upaya untuk mengurangi penimbunan panas dalam tubuh dan ditandai dengan berkurangnya bobot badan (Kuczynski, 2002; May dan Lott, 2001) dan laju pertumbuhan (Bonnet et al., 1997).

(26)

dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuhnya agar tidak mengalami stres yang diakibatkan oleh suhu lingkungan yang tinggi.

Ayam broiler yang dipelihara dengan sistem intensif akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Pemeliharaan dengan sstem intensif mengurangi aktivitas ayam broiler untuk mengekspresikan tingkah laku selain makan dan minum. Tingkah laku makan dan minum pada ayam broiler dalam kondisi pemeliharaan intensif biasanya juga dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan peternak disamping faktor suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang.

Pemberian cahaya yang terus menerus selama 24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta aktivitas lainnya. Ayam broiler adalah makhluk diurnal yang apabila menerima rangsangan cahaya pada malam hari akan memberikan kesempatan ayam broiler untuk makan dan minum.

Lokomosi dan Istirahat

Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam (Renden et al., 1996). Cahaya yang masuk melalui retina mata

unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan mengurangi resiko kanibalisme.

(27)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor sejak bulan Juli sampai September 2009.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan adalah 160 ekor DOC (Day Old Chick) broiler Jumbo 747 strain Ross yang diproduksi oleh PT. Cibadak Indah Sari Farm dan tidak dibedakan antara jantan dan betina.

Kandang dan Peralatan

Dua kandang tertutup masing-masing bersuhu tinggi sekitar 30 oC (cekaman panas) dan nyaman sekitar 23 oC digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing kandang terdiri atas empat sekat berukuran 1,15 x 1,15 m2. Setiap sekat diisi 10 ekor

ayam broiler dan dipasang 1 unit lampu pijar berkekuatan 60 watt dengan warna cahaya merah dan putih sesuai perlakuan. Kandang cekaman panas dilengkapi dengan sebuah alat pemanas (heater room) berkekuatan 800W yang menghasilkan suhu kandang berkisar 30 oC. Sementara suhu kandang nyaman berkisar 23 oC dicapai dengan bantuan sebuah pengatur suhu ruangan (AC). Masing-masing kandang dilengkapi dengan exhaust fan untuk sirkulasi udara.

Peralatan lain yang digunakan adalah tempat pakan dan minum, timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 20 g, timbangan digital merek Philipp dengan ketelitian 1 g, stop watch, kertas label, kardus, termometer basah kering, dan peralatan tulis.

Pakan

(28)

dan energi metabolis 3000-3100 Kkal/kg. Komposisi zat makanan yang diberikan diperlihatkan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

 

Tabel 2. Komposisi Zat Makanan PC 100 dan BR 11

Zat Makanan PC 100 BR 11

Kadar air (%) Maks. 13,0 Maks. 13,0

Protein (%) 21,5-23,5 21-23

Lemak (%) min. 5,0 min. 5,0

Serat (%) maks. 5,0 maks. 5,0

Abu (%) maks. 7,0 maks. 7,0

Kalsium (%) min. 0,9 min. 0,9

Fosfor (%) min. 0,6 min. 0,6

EM (kkal/kg) (%) 3020-3120 3000-3100

Sumber : P.T. Charoen Phokphand, (2009)

Vaksin dan Vitamin

Vaksin ND 1 LD500 diberikan pada hari ke-3 melalui tetes mata, sedangkan vaksin ND La Sota sebagai booster diberikan pada hari ke-22 melalui intra muskuler

dengan injeksi. Vaksin Gumboro B produksi PT Medion diberikan pada minggu ke-2 melalui air minum.

Vitamin yang digunakan adalah Vita Chicks dan Vita Stress. Vitamin diberikan untuk menghindari stres saat kedatangan ayam dan setelah perlakuan (vaksinasi).

Prosedur

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang beserta peralatan disiapkan seminggu sebelum penelitian. Lantai kandang dibersihkan dan dilakukan pengapuran serta desinfeksi dengan Bromoquad-10 dan formalin. Formalin dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 3%. Peralatan yang digunakan dibersihkan dengan menggunakan air campuran desinfektan kemudian dicelupkan ke dalam larutan Biocide.

Satu unit lampu pijar berkekuatan 60 watt dengan warna merah dan putih sesuai perlakuan dipasang pada setiap sekat di dalam kandang. Lampu dipasang pada jarak 2,5 m dari litter.

(29)

Sebanyak 10 ekor DOC ditempatkan pada tiap sekat. Bobot badan awal DOC ditimbang sebelum ditempatkan ke dalam petak perlakuan. DOC diberikan larutan air gula 5% pada saat kedatangan sebagai pengganti energi yang hilang selama pengangkutan dan perjalanan. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Vaksinasi ND pertama dilakukan melalui tetes mata pada umur 3 hari, vaksin Gumboro pada minggu kedua melalui air minum, dan vaksin ND ke dua melalui injeksi pada umur 22 hari.

Suhu kandang perlakuan nyaman dan cekaman panas mulai umur 15 hari (minggu ketiga) disesuaikan dengan kebutuhan panas DOC, yaitu 30-35 oC sampai umur 2 minggu. Suhu kandang cekaman panas diatur sekitar 30 oC dengan bantuan alat pemanas (heater room) berkekuatan 800 W dan kandang netral diatur pada suhu sekitar 23 oC menggunakan AC. Penggunaan lampu penerangan dilakukan selama 24 jam pada kedua kandang tersebut. Perlakuan atau penggunaan lampu merah dilakukan setelah pemeliharaan memasuki minggu ke tiga. Ketinggian lampu penerangan disesuaikan dengan kebutuhan panas ayam broiler.

Pengumpulan Data

Peubah yang diamati adalah tingkah laku makan, minum, istirahat, panting,

dan lokomosi. Pengamatan dilakukan mulai umur 15 hari dengan interval pengamatan 6 hari. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pagi hari pukul 07.00-08.00 WIB, siang hari pukul 12.00-13.00 WIB, dan sore hari pukul 17.00-18.00 WIB.

Cara pengamatan :

1. Perilaku makan, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang mematuk pakan di tempat pakan.

2. Perilaku minum, diukur dengan jumlah ayam dalam kelompok yang menghisap air dari tempat minum.

3. Perilaku istirahat, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang rebah atau posisi mengeram dengan dada menempel pada litter dengan mata terbuka atau berkedip.

(30)

5. Perilaku panting, diukur dengan mencatat jumlah ayam dalam kelompok yang terlihat melakukan panting (terengah-engah atau megap-megap).

Rancangan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x2 dengan suhu dan warna cahaya lampu sebagai perlakuan. Taraf suhu yang digunakan adalah 23 oC (suhu nyaman) dan 30 oC (suhu cekaman panas). Taraf warna cahaya lampu adalah warna cahaya putih dan merah. Data dianalisis ragam (ANOVA) dan diolah menggunakan model matematika sebagai berikut (Gasperz, 1991):

Yij = µ + Si + Wj + SWij + €ijk Keterangan :

Yijk : nilai pengamatan µ : nilai tengah umum

Si : pengaruh suhu kandang ke-i (i= panas, netral)

Wj : pengaruh warna cahaya ke-j (j= merah, putih)

SWij : pengaruh interaksi antara faktor suhu kandang ke-i dan faktor warna cahaya ke-j.

€ijk : galat percobaan

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

Pengamatan tingkah laku pada ayam broiler di kandang tertutup dengan perlakuan suhu dan warna cahaya yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan metode scan sampling. Tingkah laku yang diamati adalah makan, minum, lokomosi, istirahat dan panting dilakukan dalam empat waktu pengamatan berbeda, yaitu pada umur 15, 21, 27, dan 33 hari. Suhu aktual kandang panas adalah 30±0,15 oC dengan kisaran 29 oC sampai 31 oC dan suhu kandang netral adalah 23±0,06 oC dengan kisaran 22 oC sampai 23 oC. kandang tertutup yang digunakan pada penelitian diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 1. Tipe Kandang Tertutup

Sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan warna cahaya lampu kandang tidak menunjukkan interaksi terhadap tingkah laku ayam broiler yang diamati (Lampiran 1 – 20). Proporsi tingkah laku ayam broiler pada warna cahaya dan suhu yang diamati pada hari ke-15 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-15 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya

Putih

Cahaya

Merah Rataan Cahaya

Putih

Cahaya

(32)

Makan 10,12 13,23   6,31 3,48  

Minum 0,95 1,32   2,14 0,72  

Panting 0,00 0,06 0,03 B 14,26 37,21 25,73A

Lokomosi 13,99 14,47   13,57 7,95  

Istirahat 74,92 70,92   63,72 50,64  

Keterangan : Huruf superskrip menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)

Pengamatan pada hari ke-15 menunjukkan pengaruh suhu berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkah laku panting. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu cekaman panas (sekitar 30 oC) menunjukkan persentase tingkah laku panting lebih tinggi dibandingkan pada suhu nyaman (sekitar 23 oC), yaitu 3,44 vs 0,05. Tingkah laku panting pada ayam broiler menunjukkan keadaan suhu tubuh dan lingkungan yang tinggi. Ayam broiler akan berusaha melepaskan kelebihan suhu tubuh ke lingkungan sebagai mekanisme homeostasis dengan cara sensible heat loss

melalui radiasi, konduksi, dan konveksi (Charles, 2002). Pelepasan panas tubuh dilakukan melalui mekanisme panting saat suhu lingkungan melebihi 26 oC. Kebutuhan oksigen meningkat dan kecepatan respirasi meningkat, sehingga terjadi hiperventilasi (panting) yang menyebabkan kehilangan air dari tubuh lewat respirasi. Sesuai sifat fisiologis, ayam broiler sebagai hewan homeotermi, memilki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuhnya tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah.

Pengamatan tingkah laku ayam broiler pada hari ke-21 menunjukkan suhu berpengaruh terhadap tingkah laku minum, panting, dan lokomosi. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada pengamatan hari ke-21 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-21 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya

Putih

Cahaya

Merah Rataan

Cahaya Putih

Cahaya

Merah Rataan

Makan 19,78 14,78   9,43 8,73  

Minum 3,04 2,23 2,64a 1,00 0,04 0,52b

Panting 0,00 0,00 0,00a 21,03 26,53 23,78b

Lokomosi 13,27 9,23 11,25a 6,27 6,45 6,36b

Istirahat 63,91 73,76   62,27 58,25  

Keterangan : Huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

(33)

tingkah laku minum ayam broiler pada suhu 23 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu 30 oC. Hal ini berkaitan dengan tingkah laku makan ayam broiler pada suhu 23 oC juga lebih tinggi sehingga diimbangi dengan asupan cairan yaitu minum yang dilakukan oleh ayam broiler. Ayam broiler dengan bobot badan tinggi merupakan hasil dan kumulasi dari tingkat konsumsi dan kemampuan atau efisiensi penggunaan pakan yang dapat dilihat dari tingkah laku makan dan minum (ingestive behaviour). Tingkah laku ingestive berkaitan dengan tingkah laku pergerakan (lokomosi) dan istirahat (resting behaviour). Tingkah laku lokomosi memiliki asosiasi dengan pergerakan untuk mencari makan atau minum sementara tingkah laku istirahat banyak ditemukan karena tingkat konsumsi yang terpenuhi atau karena suhu lingkungan yang terlalu tinggi (Pitchard, 1995).

Tingkah laku ayam broiler yang diamati pada hari ke-27 menunjukkan bahwa faktor suhu berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku minum dan sangat nyata (P< 0,01) terhadap tingkah laku panting. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada hari ke-27 dapat dilihat pada Tabel 5. 

Tabel 5. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-27 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya

Putih

Cahaya

Merah Rataan

Cahaya Putih

Cahaya

Merah Rataan

Makan 17,24 31,02 11,86 14,27  

Minum 0,40 0,18 0,29b 3,01 0,81 1,91a

Panting 1,72 0,00 0,86B 27,56 33,78 30,67A

Lokomosi 6,83 8,15   6,17 5,01  

Istirahat 73,81 60,65   51,40 46,13  

Keterangan : Huruf superskrip (a dan b) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Huruf superskrip (A dan B) menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Ayam broiler akan mengatur suhu tubuhnya sebagai upaya homeostasis agar dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan dengan mengatur tingkat konsumsi pakan dan air minum serta pengaturan pergerakan dan istirahat sebagai proses adaptasi terhadap perubahan suhu tubuh dan suhu lingkungan. Pelepasan panas sensible ke

(34)

Tingkah laku panting berkaitan erat dengan perubahan tingkat konsumsi pakan dan minum serta pergerakan (lokomosi) dan istirahat ayam broiler yang berimplikasi kepada bobot badan. Secara sederhana, dapat dilihat dari semakin tingginya tingkah laku minum yang ditunjukkan sebagai akibat dari adanya panting. Tingkah laku panting merupakan upaya yang dilakukan oleh ayam broiler untuk mengatur suhu tubuhnya sesuai dengan suhu lingkungan. Apabila suhu lingkungan terlalu ekstrim atau terlalu tinggi di atas 35 oC maka dapat menyebabkan suhu tubuh ayam naik menjadi sangat tinggi (Jahja, 2000). Suhu tubuh ayam yang terlalu tinggi di atas batas normalnya akan mengakibatkan kematian pada ayam broiler. Panting pada ayam broiler juga dapat disebabkan oleh kepadatan kandang yang terlalu tinggi sehingga ayam broiler mengalami kesulitan dalam bernafas yang berakibat pada kerja jantung yang lebih cepat (Perry, 2004).

Pengamatan pada hari ke-33 menunjukkan tidak ada interaksi antara warna cahaya dan suhu serta faktor tunggal suhu dan warna cahaya pada tingkah laku ayam broiler yang diamati. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada hari ke-33 ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-33 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya Putih Cahaya Merah Cahaya Putih Cahaya Merah

Makan 22,01 17,12 6,11 21,28

Minum 1,02 1,78 2,53 1,45

Panting 15,34 13,63 26,45 23,07

Lokomosi 4,28 4,67 4,33 3,17

Istirahat 57,35 62,80 60,58 51,03

Ketiadaan pengaruh disebabkan intensitas cahaya yang diterima oleh ayam broiler tidak berbeda dengan intensitas yang biasanya diterima oleh retina mata ayam

broiler. Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas ayam untuk

(35)

laku seperti makan, tidur, bergerak, dan istirahat secara normal (Olanrewaju et al., 2006).

Intensitas cahaya yang diterima retina mata ayam broiler diduga kurang dari lima lux, sehingga tingkah laku ayam broiler yang diberi warna cahaya merah dan putih tidak menunjukkan perbedaan. Intensitas cahaya yang kurang dari lima lux tidak dapat direspon dengan baik oleh retina mata ayam broiler sehingga secara keseluruhan tidak mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Intensitas cahaya yang diberikan pada ayam broiler menurut rekomendasi Renden et al. (1996) adalah 20 lux hingga ayam broiler berumur tujuh hari dan berikutnya adalah lima lux hingga berumur 49 hari. Penggunaan warna cahaya yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat meningkatkan performa ayam broiler. Warna cahaya yang baik dapat

menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat maksimum. Pencahayaan secara bergantian (intermitten lighting) akan mengurangi stres pada ayam broiler dibandingkan dengan ayam broiler yang diberikan cahaya secara terus-menerus yang diukur berdasarkan konsentrasi plasma kortikosteron. Plasma kortikosteron akan meningkat pada ayam broiler yang

mengalami stres (Puvadolpirod dan Thaxton, 2000). Pemberian lama pencahayaan pada ayam broiler selama 16 jam dapat menurunkan stres fisiologis, peningkatan

respon kekebalan, peningkatan metabolisme tulang, peningkatan aktivitas total, dan peningkatan kesehatan kaki (Classen et al., 2004).

(36)

kelembaban). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969).

Tingkah Laku Makan

Adaptasi yang biasanya dilakukan ayam pada suhu kandang tinggi selain melalui mekanisme panting adalah dengan mengurangi aktivitas makan. Penelitian ini secara statistik tidak menunjukkan perbedaan tingkah laku makan pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu dan warna cahaya yang berbeda. Ada

kecenderungan yang terilihat dari manifestasi tingkah laku makan. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu cekaman panas (sekitar 30 oC) mengkonsumsi pakan lebih

sedikit dibandingkan ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang nyaman (23 oC).

Ayam broiler merupakan ayam ras yang diseleksi secara intensif untuk menghasilkan bobot badan yang tinggi dan pertumbuhan cepat. Sesusai dengan karakteristik tersebut, ayam broiler akan berusaha untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pokok (maintenance). Pada masa pertumbuhan,

suhu lingkungan broiler diturunkan menjadi 21 oC untuk meningkatkan konsumsi

pakannya (Cornetto dan Esteves, 2001). Bobot badan yang tinggi memerlukan input pakan yang lebih banyak, sesuai dengan standar konsumsi pakan pada Tabel 7 dan konversi pakan pada Tabel 8.

Tabel 7. Konsumsi Pakan Ayam Broiler Strain Ross

Minggu Konsumsi Pakan (g/ekor)

Minggu 1 139

Minggu 2 462

Minggu 3 1.024

Minggu 4 1.849

Minggu 5 2.877

Sumber : Cibadak Indah Sari Farm (2005)

Tabel 8. Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu

Minggu Konversi Pakan

Minggu 1 0,88

Minggu 2 1,1

(37)

Minggu 4 1,46

Minggu 5 1,6

Sumber : Cibadak Indah Sari Farm (2005)

Ayam broiler pada kondisi suhu lingkungan cekaman panas (30 oC) pada penelitian ini mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang banyak walaupun tidak sebanyak ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang nyaman. Berkurangnya aktivitas metabolisme tubuh ayam broiler disebabkan suhu lingkungan yang tinggi, yang terlihat dari penurunan aktivitas makan dan minum (Gunawan dan Sihombing, 2004). Gambar 2 menyajikan tingkah laku makan ayam broiler.

Gambar 2. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Makan

Tingkah Laku Minum

(38)

Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam (Bailey, 1990; Wandoyo, 1997). Wandoyo (1997) lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Tingkah laku minum yang meningkat pada ayam broiler dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuhnya agar tidak mengalami cekaman panas. Pemberian pakan yang terbatas dan air minum yang ad libitum juga dapat menyebabkan peningkatan frekuensi minum pada unggas (Savory et al, 1992). Gambar 3 menyajikan tingkah laku minum ayam broiler saat penelitian.

Gambar 3. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Minum

Sebagian besar tubuh ayam broiler terdiri dari air. Konsumsi air minum pada kondisi normal adalah dua kali dari jumlah pakan yang dikonsumsi. Selain sebagai salah satu kebutuhan maintenance tubuhnya, ayam broiler mengkonsumsi air minum sebagai salah satu bentuk upaya untuk mengatur suhu tubuhnya agar sesuai dengan suhu lingkungan. Tingkat konsumsi air minum pada ayam broiler tidak sama setiap harinya sesuai dengan kebutuhan tubuh dan suhu lingkungan. Konsumsi air minum akan lebih banyak terjadi pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi yang berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh.

Penelitian ini menunjukkan konsumsi air minum ayam broiler yang

(39)

dibandingkan ayam broiler pada suhu normal. Ayam broiler dengan umur yang lebih dewasa menghasilkan panas tubuh yang lebih tinggi sesuai dengan konsumsi pakan yang juga semakin tinggi.

Hasil penelitian menujukkan bahwa tingkah laku minum lebih sering ditemukan pada umur 27 hari pada kandang dengan suhu lingkungan yang tinggi. Air yang lebih banyak diperlukan dalam proses evaporasi yang membawa panas tubuh untuk menurunkan suhu tubuh. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan ayam broiler harus menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan. Bentuk penyesuaian

ayam broiler adalah dengan lebih banyak mengkonsumsi air minum, yang dapat dilihat dari tingkah laku minum yang lebih sering dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh.

Tingkah Laku Panting

Lingkungan yang panas merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan stres pada ayam broiler. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi suhu antara udara, kelembaban, sirkulasi panas, dan kecepatan udara, dimana suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. Suhu optimum untuk pertumbuhan ayam broiler setelah brooding period adalah 18-22 oC (Charles, 2002). Untuk mengurangi panas yang dapat menyebabkan stres, ayam broiler melakukan

tingkah laku yang disebut panting (Gambar 4).

Gambar 4. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Panting

(40)

tidak memadai. Ayam broiler akan mengubah pola pelepasan panas menjadi insensible melalui proses penguapan air dari saluran pernafasan (evaporasi).

Mekanisme ini merupakan bagian dari adaptasi ayam broiler terhadap suhu lingkungan tinggi. Seperti yang dinyatakan oleh Oleyumi dan Robert (1980), bahwa pada lingkungan panas suhu tubuh ayam akan meningkat 1-2 ºC hingga tubuh ayam dapat kembali beradaptasi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pada perlakuan di umur 15 dan 27 hari suhu berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dan pada umur 21 hari suhu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku panting. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi (± 30 oC) menunjukkan tingkah laku panting lebih banyak dibandingkan dengan ayam broiler yang dipelihara pada suhu normal (± 23 oC). Pada umur 33 hari, ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi cenderung telah dapat beradaptasi dengan tingkat cekaman panas sehingga suhu tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku panting. Suhu normal ayam broiler pada umur 15 hari adalah erkisar 23 oC (Charles, 2002).

Frekuensi panting meningkat seiring dengan bertambahnya umur ayam broiler. Pada umur 33 hari, sekitar 14-15% ayam broiler pada suhu normal

melakukan panting dan masih lebih sedikit dibandingkan ayam broiler pada suhu

tinggi. Hal ini menandakan bahwa kecepatan pertumbuhan tinggi yang ditandai dengan bobot badan tinggi akan mengonsumsi pakan lebih banyak untuk kebutuhan maintenance sekaligus menghasilkan panas yang harus dilepaskan ke lingkungan,

salah satunya melalui mekanisme panting.

Persentase ayam broiler melakukan panting cenderung meningkat dengan pertambahan umur yang berasosiasi dengan pertambahan bobot badan dan produksi panas tubuh. Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah.

(41)

3-6 minggu. Bell and Weaver (2002) menyatakan bahwa suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara 18-23 ºC.

Ayam tidak dapat menoleransi suhu lingkungan tinggi. Kejadian ini sering terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara (Ilyas, 2004). Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi aspek pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman (optimum) dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas

ataupun cekaman dingin (cold shock).

Tingkah Laku Lokomosi

Lokomosi didefinisikan sebagai pergerakan ayam untuk melakukan aktivitas yang berpindah tempat. Lokomosi yang dilakukan ayam broiler bertujuan untuk menaikkan panas tubuhnya (Jahja, 2000). Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam (Renden et al., 1996). Cahaya yang masuk melalui retina mata unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari

dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan dapat mengurangi resiko kanibalisme. Secara keseluruhan, ayam yang dipelihara pada suhu dan warna cahaya yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan persentase lokomosi kecuali ayam broiler yang dipelihara pada umur 21 hari.

Lokomosi yang dilakukan ayam broiler adalah bagian dari ekspresi tingkah laku berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya seperti mendapatkan makanan ataupun minuman. Tingkah laku lokomosi juga dapat dilihat saat ayam broiler bermain dengan ayam broiler lainnya (Pitchard, 1995). Intensitas tingkah

(42)

Gambar 5. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Lokomosi

Ayam broiler pada suhu tinggi umumnya akan lebih banyak beristirahat untuk mengurangi produksi panas. Tetapi pada umur 21 hari ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi melakukan lokomosi lebih sering dibandingkan ayam broiler pada suhu normal. Hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa lokomosi

yang dilakukan oleh ayam broiler berhubungan erat dengan tingkah laku, yaitu tingkah laku makan dan minum. Hal ini dapat diasosiakan dengan pergerakan mencari air minum untuk menurunkan suhu tubuh.

Tingkah Laku Istirahat

(43)

Gambar 6. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Istirahat

Periode gelap harian diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin secara normal. Melatonin yang disintesis dalam kelenjar pineal dan retina pada unggas, disekresikan selama periode gelap sebagai respon terhadap aktivitas enzim serotonin-N-acetyltranspherase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis sintesa melatonin baik pada retina maupun kelenjar pineal.

Pencahayaan yang terus-menerus dapat menyebabkan melatonin dikatalisis dengan tidak semestinya, sehingga cahaya yang diterima retina tidak direspon sebagaimana mestinya. Hal inilah yang memungkinkan hasil penelitian ini tidak ada interaksi antara suhu dan warna cahaya terhadap tingkah laku ayam broiler karena pemeliharaan yang dilakukan menggunakan periode pencahayaan selama 24 jam atau terus menerus.

Pengamatan tingkah laku istirahat dilakukan selama hari terang, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Selama beberapa hari sebelum dilakukan pengambilan data, pengamatan dilakukan pada malam hari dan ayam broiler dominan melakukan

istirahat atau tidur. Pada pengamatan di kondisi hari terang, tidak ditemukan adanya perbedaan tingkah laku istirahat pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi

(44)

beristirahat. Frekuensi istirahat yang lebih tinggi pada ayam broiler dapat menyebabkan bobot badan tinggi dikarenakan energi yang dhasilkan oleh tubuh ayam broiler tidak banyak terbuang untuk melakukan aktivitas lainnya selain untuk maintenance tubuhnya.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Interaksi antara suhu dan warna cahaya pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap tingkah laku makan, minum, panting, lokomosi dan istirahat ayam broiler. Perlakuan suhu sebagai faktor tunggal pada penelitian ini berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkah laku panting pada umur 15, berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku panting pada umur 21 dan 27 hari, tingkah laku minum dan lokomosi pada umur 21 hari.

Saran

Perlu dilakukan pengukuran intensitas cahaya untuk mengetahui secara akurat besaran intensitas cahaya yang diberikan. Pemberian perlakuan suhu yang ekstrim lebih rendah dan lebih tinggi dari penelitian ini dapat dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap tingkah laku ayam broiler yang diakibatkan perlakuan suhu dan warna cahaya.

(45)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan karunia tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dalam rangka penyelesaian program sarjana di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis sangat menyadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua tercinta yang dengan penuh pengorbanan membiayai studi penulis, memberikan

dorongan semangat, dukungan moral, dan kasih sayang, serta do’a yang tiada henti. Terima kasih kepada kedua kakakku tercinta (Riadi dan Riani) atas dukungan dan kasih sayangnya.

(46)

selaku dosen penguji pada ujian sidang yang telah memberikan saran dan perbaikan, kepada Dr. Ir. Asnath M. Fuah, M.S. selaku dosen pembimbing akademik serta para staf pengajar yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada tim penelitian unggas (Krisna, Wahid, Alif, dan Listi), Noni Puspita, para petugas kandang Unit Unggas (Kandang B), dan seluruh teman-teman IPTP angkatan 43 yang telah banyak memberikan bantuan selama penyelesaian skripsi ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan memerlukannya.

Bogor, Agustus 2011

Penulis

DAFTAR PUSTAKA

Ain Baziz, H., P.A. Geraert, J.C.F. Padilha & S. Guillaumin. 1996. Chronic heat exposure enhances fat deposition and modifies muscle and fat partition in broiler carcasses. Poult. Sci. 75: 505 – 513.

Apeldoorn, E. J., J. W. Schrama, M. M. Mashaly & H. K. Parmentier. 1999. Effect of melatonin and lighting schedule on energy metabolism in broiler chicken. Poult. Sci., 78 : 223-227.

Austic, R.E. 1985. Feeding Poultry in Hot and Cold Climates, in Stress Physiology in Livestock, vol. III. In: M.K.Yousef (Ed). CRC Press, Inc, Boca Raton, Florida: 124 – 136.

Bailey, M. 1990. The Water Requirements of Poultry. In. Haresign, W. & D. J. A. Cole (Ed.). Recent Advances in Animal Nutrition. Butterworths, London.

Bell, D. D. & W. D. Weaver, Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Edition. Springer Science and Business Media Inc, New York. Bonnet, S., P.A. Geraert, M. Lessire, M.B. Cerre & S. Guillaumin. 1997. Effect of

highambient temperature on feed digestibility inbroilers. Poult. Sci. 76:857-863.

(47)

Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler). Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Canham, A. E. 1966. Artificial Light in Horticulture. Centrex Publishing Company, Eindhoven.

Card, L. E., & M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 75th Edition. Lea and Febriger, Philadelphia.

Charles, D. R. 2002. Responses to the thermal environment. In: Charles, D. A & Walker, A. W. (Eds). Poultry Environment Problems, A guide to solution Nottingham University Press, Nottingham, pp. 1-16.

Cibadak Indah Sari Farm. 2005. Standar Broiler Jumbo.

http://www.cibadak.com/main.php?q=prd1 (24 Mei 2005).

Classen, H. L. 1989. The role of photoperiod manipulation in broiler chicken management. University of Saskatchewan, Canada.

Classen, H. L., C. B Annet, K. V. Schwean-lardner, R. Gonda & D. Derow. 2004. The effects of lighting programmes with twelve hours of darkness per day provided in one, six or twelve hour interval on the productivity and health of broiler chickens. Br. Poult. Sci., 45 :31-32.

Cornetto, T. & I. Esteves. 2001. Behaviour of the domestic fowl in the presence of vertical panels. Poult. Sci. 80, 1455-1465.

Craig, J. V. 1981. Domestic Animal Behaviour : Causes and Implication For Animal Care and Management. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. European Commision. 2000. Health and Consumer Protection Directorate-General :

The Welfare of Chickens Kept for Meat Production (Broilers). Report of The Scientific Committee on Animal Health and Animal Welfare.

French, K. M. 1981. Practical Poultry Raising. Manual Number II. Peace Corps, Washington DC.

Gibson, S. W., Dun, P. & B. O. Hughes. 1998. The performance and behaviour of laying fowls in a covered strawyard system. Research and Development in Agriculture 5, 153-163.

Gordon, S.H. & D.R. Charles. 2002. Niche and Organic Chicken Product : Their Technology and Scientific Principles. Nothingham University Press, Definitions : III – X, UK.

Gunawan & D. T. H. Sihombing. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Jurnal. Vol. 14 No. 1.

Hafez, E. S. 1969. The Behaviour of domestic animals. 2nd Edition by the Williams and Withins Co, Baltimore.

Hardjosworo, P. S. & Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar Swadaya, Depok.

(48)

Jahja. 2000. Ayam Sehat Ayam Produktif. Petunjuk-petunjuk Beternak Ayam. Edisi ke-18. Medion Press, Bandung.

Kartasudjana, R & E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kuczynski, T. 2002. The application of poultry behaviour responses on heat stress to improve heating and ventilation systems efficiency. J. Pol. Agric. Univ. 5:1-11.

Lavergne, T. K. 2005. The Broiler Project. Louisiana State University Agricultural. Center. http://ucce.ucdavis.edu/files/filelibrary/2328/18363 [11 Maret 2010] Lewis, P. D, & T. R. Morris, 1998. Response of domestics poultry to various light

sources. World’s Dyschondroplasia. Poult. Sci. J., 54: 72-75.

Lewis, P. D. & T. R. Morris, 2000. Poultry and colored lights. World Poult. Sci. J., 56 : 189-207.

May, J. D. & B. D. Lott. 2000. The effect of environmental temperature on growth and feed convertion of broilers to 21 days of age. Poult. Sci. 79: 669 – 671. Moore, C. B. & Siopes, TD. 2000. Effect of lighting conditions and melatonin

supplementation on the cellular and humoral immune responses in Japanese quail Coturnix coturnix japonica. Gen. Comp. Endocrinol. 199 : 95-104. Mukhtar, A. S. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tingkah Laku Satwa (Ethologi). Direktorat

Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan, Bogor.

Mulyono, S. 2001. Memelihara Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Olenrewaju, H. A. J. P. Thaxton. W. A. Dozier. J Purswell, W. B. Roush, & S. L. Branton. 2006. A Review of Lighting Program for Broiler Production

http://www.sp.uconn.edu/poultrypages/light_inset.html. [11 Maret 2010]

Oleyumi, J. A. & F. A. Robert. 1980. Poultry Production in Warm Wet Climates. The Macmillan Press. Ltd, London and Basingtoke.

Perry, G. C. 2004. Welfare of the Laying Hen Poultry Science Symponium Series. CAB International Publishing. British Library, London.

Prihatman. K. 2002. Budidaya Ayam Broiler. Jurnal. intek. Go. Id. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan Pengembangan Ekonomi Masyarakat di Pedesaan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.

Prijono, S. N. & S. Handini. 1998. Memelihara, Menangkar dan Melatih Nuri. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pritchard, D. C. 1995. The Language of Light. In: Lighting. Longman, Harlow, pp. 1-14.

Gambar

Tabel 1. Radiasi Cahaya dalam W/m2 untuk Setiap Lux
Gambar 1. Tipe Kandang Tertutup
Tabel 4. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-21 dengan Warna
Tabel 6. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-33 dengan Warna
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fusi Data dengan kaidah penjumlahan lebih optimal dibanding yang lainnya sehingga peningkatan akurasi pengenalan mencapai rata-rata sekitar 8.85% dari hasil

Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di

Menurut Hani Handoko (2002) pengukuran kinerja adalah usaha untuk merencanakan dan mengontrol proses pengelolaan pekerjaan sehingga dapat dilaksanakan sesuai tujuan

Sesuai latar belakang dan segmentasi karya ini sendiri yaitu untuk anak-anak sekolah dasar, dalam hal ini penulis berupaya mewujudkan karya dengan pengemasan yang

Penerapan manajemen risiko telah sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku, dengan memperhatikan pilar-pilar pengawasan, antara lain dalam pengawasan aktif Dewan Komisaris

Sketsa tersebut akan menjadi panduan dasar bagi modeler untuk membuat model, akan lebih baik sketsa desain tersendiri dari komponen gambar yang lengkap berikut

Pada tahap pelaksanaan, tim PENGABDIAN MULTI TAHUN 2020 akan melakukan pembuatan pestisida nabati, pembuatan pupuk produktif keong mas, desain alat pencacah keong mas,

y Dibuat dari bakteri atau virus liar penyebab penyakit yang dilemahkan di laboratorium y A gar menimbulkan respon imun, vaksin live attenuated harus bereplikasi dalam sel host y