• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSENTASE KARKAS DAN KARAKTERISTIK ORGAN DALAM AYAM BROILER HASIL PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM DAN LITTERNYA SKRIPSI WIDYA WARDHANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSENTASE KARKAS DAN KARAKTERISTIK ORGAN DALAM AYAM BROILER HASIL PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM DAN LITTERNYA SKRIPSI WIDYA WARDHANI"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PERSENTASE KARKAS DAN KARAKTERISTIK ORGAN

DALAM AYAM BROILER HASIL PENAMBAHAN

ZEOLIT DALAM RANSUM DAN LITTERNYA

SKRIPSI WIDYA WARDHANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PETERNAKAN BOGOR 2011

(2)

RINGKASAN

Widya Wardhani D14070205. Persentase Karkas dan Karakteristik Organ

Dalam Ayam Broiler Hasil Penambahan Zeolit dalam Ransum dan Litternya.

Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S.Pt., MSc.Agr

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS

Seiring dengan terus meningkatnya permintaan masyarakat terhadap daging ayam maka perlu dilakukan perbaikan manajemen pemeliharaan dan pakan untuk memenuhi permintaan dan peningkatan kualitas. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan penaburan zeolit (alam) pada litter serta interaksi keduanya terhadap persentase karkas, saluran pencernaan dan organ pencernaan serta karakteristik fisiknya.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas (Kandang C), Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Ayam broiler yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 72 ekor (20%) dari 360 ekor ayam broiler yang telah dipelihara selama 35 hari. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial 4 x 3. Faktor pertama adalah konsentrasi Aclinop yang ditambahkan pada ransum, terdiri dari empat taraf ( 0, 1, 2, dan 3 kg Aclinop/ 100 kg ransum). Faktor kedua adalah zeolit yang ditaburkan pada litter terdiri dari tiga taraf (0, 2,5, dan 5 kg/m2 litter),

masing-masing dengan tiga ulangan sehingga terdapat 36 unit percobaan yang tiap unitnya diambil dua ekor dari 10 ekor per kandang secara acak. Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain persentase karkas, persentase saluran pencernaan (rempela, duodenum, jejunum, ileum, sekum dan kolon), persentase organ pencernaan (hati, ginjal dan pankreas) dan panjang relatif usus.

Penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong, bobot dan persentase karkas, proventrikulus, rempela, ileum, hati, ginjal, dan pankreas serta terhadap panjang relatif duodenum, jejunum dan ileum. Penambahan Aclinop dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot dan persentase duodenum, jejunum dan sekum. Penaburan zeolit pada litter berpengaruh nyata terhadap bobot dan persentase kolon. Penambahan 2 kg Aclinop dalam 100 kg ransum dapat meningkatkan bobot potong ayam broiler hingga 5,54% lebih tinggi bila dibandingkan bobot potong ayam broiler tanpa penambahan Aclinop dalam ransumnya. Penambahan Aclinop yang semakin meningkat dalam ransum menyebabkan bobot dan persentase usus halus (duodenum, jejunum dan ileum) menurun.

Kata kunci: ayam broiler, Aclinop, zeolit alam, persentase karkas, saluran pencernaan, organ dalam

(3)

ABSTRACT

Carcass Percentage and Internal Organ Characteristics of Broiler Chickens Supplemented with Zeolite on their Ration and Litter

Wardhani, W., M. Ulfah., P. H. Siagian

Since the demand of the meat has been significantly increasing, therefore management improvement of broiler chickens farming to improve the meat yield and quality is important to be done. The purpose of this study was to determine the effect of Aclinop addition on broiler ration and zeolite sowing on litter and the interaction between them on live weight, carcass percentage and internal organ characterictics. This study used 72 chickens that have been maintained for 35 days. The results show that the Aclinop addition on broiler rations and zeolite sowing on litter didn’t significantly effect the carcass, proventriculus, gizzard, ileum, liver, kidney and pancreas percentage and also duodenum, jejunum and ileum length relativity. Aclinop addition on ration significantly effected the percentage of duodenum, jejunum and secum. Zeolit sowing on litter significantly effected the percentage of colon. The treatment of Aclinop addition on the ration and litter gave a better result (5,54%) of the final weight of broiler chickens and decreased weight and percentage of duodenum, jejunum and ileum.

(4)

PERSENTASE KARKAS DAN KARAKTERISTIK ORGAN

DALAM AYAM BROILER HASIL PENAMBAHAN

ZEOLIT DALAM RANSUM DAN LITTERNYA

WIDYA WARDHANI D14070205

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PETERNAKAN BOGOR 2011

(5)

Judul : Persentase karkas dan karakteristik organ dalam ayam broiler hasil penambahan zeolit dalam ransum dan litternya

Nama : Widya Wardhani

NIM : D14070205

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Maria Ulfah, S.Pt., MSc. Agr.) (Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS) NIP: 19761101 199903 2 001 NIP: 19460825 197711 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 29 Mei 1989 dari pasangan Bapak Drs. Slamet Yuwono dan Ibu Dra. Darminilika. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri IV/187 Patokan, Situbondo dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan menengah pertama Penulis dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di MTs PPMI Assalaam Surakarta dan dilanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Assalaam Sukoharjo pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER) sebagai staf divisi Pengembangan Organisasi pada periode 2008/2009, kemudian menjabat sebagai kepala divisi Pengembangan Organisasi di Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER) pada periode 2009/2010 dan aktif pada berbagai kepanitiaan baik tingkat universitas maupun nasional. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di peternakan ayam broiler SMK Farming, Pati pada tahun 2008 dan Balai Besar Peternakan dan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara, Bogor pada tahun 2009.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis diberi kemudahan dalam penelitian dan Penulisan skripsi yang berjudul “Persentase Karkas dan Karakteristik Organ Dalam Ayam Broiler Hasil Penambahan Zeolit dalam ransum dan Litternya”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-Nya serta orang-orang yang senantiasa berjuang di jalan-Nya.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2011 bertempat di Laboraturium Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksi antara keduanya terhadap persentase karkas dan organ pencernaan serta karakteristik fisik organ pencernaan ayam broiler.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah pengetahuan. Terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah mendorong, membantu dan mengizinkan untuk mempergunakan bagian atau materi yang diperlukan selama penelitian dan Penulisan skripsi ini.

Bogor, November 2011

(8)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv LEMBAR PENGESAHAN... v RIWAYAT HIDUP... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan... 1

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Zeolit... 3

Sifat Kimia dan Fisika... 3

Morfologi dan Sistem Kristal... 3

Pemanfaatan Zeolit pada Peternakan Ayam Broiler... 4

Peran Aclinop dalam Ransum... 4

Penggunaan dan Peran Zeolit pada Litter... 5

Ayam Broiler... 6

Karkas Ayam... 6

Saluran Pencernaan... 7

Organ Dalam Ayam Broiler... 9

Hati... 9

Ginjal... 10

Pankreas... 10

METODE PENELITIAN... 11

Lokasi dan Waktu Penelitian... 11

Materi... 11

Prosedur... 13

Peubah yang Diamati... 15

Rancangan Percobaan... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN... 19

Bobot Potong Ayam Broiler... 19

Bobot dan Persentase Karkas Ayam Broiler... 21

Bobot dan Persentase Saluran Pencernaan Ayam Broiler... 22

(9)

ix

Bobot dan Persentase Rempela... 24

Bobot dan Persentase Duodenum... 25

Bobot dan Persentase Jejunum... 27

Bobot dan Persentase Ileum... 28

Bobot dan Persentase Sekum... 29

Bobot dan Persentase Kolon... 30

Organ Dalam Ayam Broiler... 31

Bobot dan Persentase Hati... 31

Bobot dan Persentase Ginjal... 33

Bobot dan Persentase Pankreas Ayam Broiler... 34

Panjang Relatif Usus... 35

Panjang Relatif Duodenum... 35

Panjang Relatif Jejunum... 36

Panjang Relatif Ileum... 37

KESIMPULAN DAN SARAN... 38

Kesimpulan... 38

Saran... 38

UCAPAN TERIMA KASIH... 39

DAFTAR PUSTAKA... 40

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Proksimat Aclinop... 12 2. Kandungan Nutrien Ransum yang Diberikan pada Ayam

Broiler...………. 12 3. Perlakuan dengan Penambahan Zeolit dalam Litter dan

Ransum Ayam Broiler...………..…...

17

4. Rataan Bobot Potong Ayam Broiler Hasil Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter...…....…... 19 5. Rataan Bobot dan Persentase Karkas Ayam Broiler Hasil

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.... 21 6. Rataan Bobot dan Persentase Proventrikulus Ayam Broiler

Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada

Litter... 23

7. Rataan Bobot dan Persentase Rempela Ayam Broiler Hasil

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter ... 24 8. Rataan Bobot dan Persentase Duodenum Ayam Broiler Hasil

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter... 25 9. Rataan Bobot dan Persentase Jejunum Ayam Broiler Hasil

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.... 27 10. Rataan Bobot dan Persentase Ileum Ayam Broiler Hasil

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.... 28 11. Rataan Bobot dan Persentase Sekum Ayam Broiler Hasil

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter... 29 12. Rataan Bobot dan Persentase Kolon Ayam Broiler Hasil

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.... 31 13. Rataan Bobot dan Persentase Hati Ayam Broiler Hasil

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.... 32 14. Rataan Bobot dan Persentase Ginjal Ayam Broiler Hasil

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.... 33 15. Rataan Bobot dan Persentase Pankreas Ayam Broiler Hasil

Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.... 34 16. Panjang Relatif Duodenum Ayam Broiler Hasil Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter... 35 17. Panjang Relatif Jejunum Ayam Broiler Hasil Penambahan

Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter... 36 18. Panjang Relatif Ileum Ayam Broiler Hasil Penambahan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 ANOVA Bobot Potong Ayam Broiler... 44

2. ANOVA bobot Karkas Ayam Broiler………... 44

3. ANOVA Bobot Proventrikulus Ayam Broiler...…... 44

4. ANOVA Bobot Rempela Ayam Broiler...…... 44

5. ANOVA Bobot Duodenum Ayam Broiler...…... 45

6. ANOVA Bobot Jejunum Ayam Broiler... 45

7. ANOVA Bobot Ileum Ayam Broiler... 45

8. ANOVA Bobot Sekum Ayam Broiler... 45

9. ANOVA Bobot Kolon Ayam Broiler... 46

10. ANOVA Bobot Hati Ayam Broiler... 46

11. ANOVA Bobot Ginjal Ayam Broiler... 46

12. ANOVA Bobot Pankreas Ayam Broiler... 46

13. ANOVA Panjang Relatif Duodenum Ayam Broiler... 47

14. ANOVA Panjang Relatif Jejunum Ayam Broiler... 47

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi peternakan ayam broiler dewasa ini berkembang sangat pesat seiring dengan semakin meningkatnya permintaan pasar terhadap ayam broiler. Permintaan ayam broiler diperkirakan akan meningkat 31% dari total konsumsi tahun 2009 (1.575.000 ekor) menjadi sebesar 2.064.000 ekor (Ditjen Peternakan, 2008). Permintaan yang tinggi ini tentunya harus selalu diimbangi dengan perbaikan manajemen dalam pemeliharaan ayam broiler. Perbaikan kualitas pakan dan upaya menciptakan lingkungan kandang yang nyaman merupakan salah satu faktor penting dalam perbaikan manajemen pemeliharaan ayam broiler. Salah satu upaya dalam memaksimalkan manajemen pemeliharaan adalah melalui penggunaan zeolit. Zeolit merupakan suatu kelompok mineral yang dihasilkan dari proses hidrotermal pada batuan beku basa. Mineral ini biasanya dijumpai mengisi celah-celah ataupun rekahan dari batuan tersebut. Selain itu zeolit juga merupakan endapan dari aktivitas vulkanik yang banyak mengandung unsur silika. Struktur fisik zeolit yang berongga menyebabkan zeolit dapat menyerap sesuatu disekitarnya yang berdiameter lebih kecil. Mineral zeolit jika ditambahkan dalam ransum diduga berfungsi dalam membantu pengangkutan zat makanan atau memperlambat laju pergerakan digesta dalam proses pencernaan, sehingga diharapkan akan menghasilkan karkas dan organ dalam yang baik.

Pemanfaatan mineral zeolit dalam litter juga mulai dirasa perlu terutama untuk menekan zat-zat yang menyebabkan pencemaran udara, sehingga lingkungan kandang ayam broiler menjadi lebih sehat yang pada akhirnya ayam dapat menghasilkan performa yang lebih baik. Sampai saat ini data tentang kombinasi penambahan zeolit dalam ransum dan litter masih terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh kombinasi penambahan zeolit baik dalam ransum dan maupun litternya sehingga didapt taraf yang tepat untuk menghasilkan ayam broiler dengan kualitas organ dalam yang baik.

Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menentukan taraf penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan penaburan zeolit (alam) pada

(14)

2

litter atau interaksi antara keduanya terhadap persentase karkas dan organ

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Zeolit

Nama zeolit ini berasal dari bahasa Yunani yaitu “Zeni" dan “Lithos" yang berarti batu yang mendidih, karena apabila dipanaskan akan membuih dan mengeluarkan air (Lefond, 1983). Zeolit merupakan mineral mikro yang dapat digunakan dalam ransum sebagai sumber mineral. Kelompok mineral ini merupakan kelompok mineral yang berasal dari logam-logam alkali dan alkali tanah (terutama Ca dan Na). Menurut Harjanto (1987) zeolit bersifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion yang dalam penggunaannya dapat meningkatkan efisiensi pakan ternak. Struktur zeolit yang berpori juga membuat zeolit dapat menyerap senyawa yang bersifat cairan, menyaring yang berukuran halus, menukar ion serta sebagai katalisator.

Sifat Kimia dan Fisika

Mineral zeolit adalah kelompok mineral alumunium silikat terhidrasi LmAlxSiyOz ∙ nH2O, dari logam alkali dan alkali tanah (terutama Ca,dan Na), m, x, y, dan z merupakan bilangan 2 hingga 10, n koefisiensien dari H2O, serta L adalah logam. Zeolit secara empiris ditulis x/n Mn+ [(AlO2)x (SiO2)y] · zH2O. Komponen pertama Mn+ adalah sumber kation yang dapat bergerak bebas dan dapat dipertukarkan secara sebagian atau secara sempurna oleh kation lain (Ginting et al., 2007). Beberapa spesimen zeolit berwarna putih, kebiruan, kemerahan, coklat, dan lain-lain, karena hadirnya oksida besi atau logam lainnya. Densitas zeolit antara 2,0 - 2,3 g/cm3, dengan bentuk halus dan lunak. Kilap yang dimiliki bermacam-macam. Struktur zeolit dapat dibedakan dalam tiga komponen yaitu rangka aluminosilikat, ruang kosong saling berhubungan yang berisi kation logam, dan molekul air dalam fase occluded (Harben dan Kuzvart, 1996).

Morfologi dan Sistem Kristal

Zeolit berbentuk kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung muatan positif dari ion-ion logam alkali dan alkali tanah dalam kerangka kristal tiga dimensi (Hay, 1966), dengan setiap oksigen membatasi antara dua tetrahedra.

Zeolit pada dasarnya memiliki tiga variasi struktur yang berbeda yaitu: a) struktur seperti rantai (chain-like structure), dengan bentuk kristal acicular dan

(16)

4

prismatic, contoh: natrolit, b) struktur seperti lembaran (sheet-like structure), dengan

bentuk kristal platy atau tabular biasanya dengan basal cleavage baik, contoh: heulandit, c) struktur rangka, dimana kristal yang ada memiliki dimensi yang hampir sama, contoh: kabasit. Zeolit mempunyai kerangka terbuka, sehingga memungkinkan untuk melakukan adsorpsi Ca bertukar dengan 2(Na,K) atau CaAl dengan (Na,K)Si. Morfologi dan struktur kristal yang terdiri dari rongga-rongga yang berhubungan ke segala arah menyebabkan permukaan zeolit menjadi luas. Morfologi ini terbentuk dari unit dasar pembangunan dasar primer yang membentuk unit dasar pembangunan sekunder dan begitu seterusnya.

Pemanfaatan Zeolit pada Peternakan Ayam Broiler

Zeolit dewasa ini semakin dimaksimalkan pemanfaatannya di bidang peternakan. Terutama dalam peternakan ayam broiler, zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penurun kandungan amonia dan H2S yang tidak diinginkan bila ditaburkan dalam litter (Polat et al., 2004). Selain itu, menurut Kocakuşak et al., (2001) sifat zeolit yang mempunyai daya serap tinggi sehingga dapat menahan air hingga 60% dari bobotnya karena mempunyai struktur kristal yang porositasnya tinggi. Molekul air di pori-pori dapat dengan mudah menguap atau diserap kembali tanpa merusak struktur zeolit.

Sementara dalam pemanfaatannya untuk ransum, zeolit dapat digunakan sebagai sumber mineral. Zeolit memiliki sifat menyaring molekul dan penukar ion sehingga dapat meningkatkan efisiensi pakan ternak. Mekanisme aksi zeolit dalam pencernaan ternak diperkirakan terpusat pada struktur klinoptilolit yang stabil pada lingkungan asam dan dapat melakukan pertukaran ion serta penyerapan tanpa terjadi pencernaan zeolit (Papaioannou et al., 2002). Hasil penelitian Yenita (1993) menunjukkan bahwa penambahan zeolit pada taraf 0, 3 dan 6% berpengaruh nyata memperbaiki penambahan bobot potong dan konversi ransum, tetapi tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum.

Penggunaan dan Peran Zeolit dalam Ransum

Mekanisme aksi zeolit dalam pencernaan ternak menurut hasil penelitian Cool dan Willard (1982) adalah dengan mengurangi pembentukan NH4+ dalam saluran pencernaan. Reaksi NH4+ + OH- akan menghasilkan NH3 + H2O. Jika

(17)

5 pembentukan NH4+ dapat dihambat maka pembentukan NH3 yang merupakan senyawa beracun juga dapat dikurangi.

Cool dan Willard (1982) yang melakukan penelitian pada ternak babi menunjukkan bahwa senyawa NH4+ terikat pada struktur zeolit mulai dari lambung sampai akhir duodenum, secara bertahap kemudian dilepas di saluran pencernaan bagian bawah karena pengaruh pH lumen usus. Kenyataan ini dibuktikan dengan meningkatnya konsentrasi NH4+ sebesar 10 kali pada jejunum dalam saluran pencernaan babi. Zeolit menukar kation Na+ ketika berada di duodenum sehingga aliran digesta mulai dari lambung sampai duodenum diperlambat, hal ini mengakibatkan proses deaminasi protein meningkat.

Penggunaan dan Peran Zeolit pada Litter

Zeolit alam dapat menyerap CO, CO2, SO2, H2S, NH3, HCHO, Ar, O2, N2, H2O, He, H2, Kr, Xe, CH3OH dan gas lainnya. Zeolit dapat digunakan untuk mengumpulkan gas-gas tersebut dan berfungsi sebagai pengontrol bau. Zeolit dapat digunakan dalam kandang pada peternakan intensif karena secara signifikan dapat menurunkan kandungan amonia dan H2S yang menyebabkan bau yang tidak diinginkan (Polat et al., 2004). Sifat zeolit lainnya yang menyebabkan zeolit cocok ditambahkan dalam litter adalah daya serapnya yang tinggi. Zeolit dapat menahan air hingga 60% dari bobotnya, karena mempunyai struktur kristal yang porositasnya tinggi. Molekul air di pori-pori dapat dengan mudah menguap atau diserap kembali tanpa merusak struktur zeolit (Kocakuşak et al., 2001).

Palczar dan Chan (1986) menyatakan bahwa produk ekskresi hewan yang terbuang ke tanah akan diuraikan oleh mikroba-mikroba yang menguraikan protein sisa menjadi asam amino. Mikroba pengurai protein dapat hidup dan berkembang dengan pesat dalam keadaan yang lembab. Asam amino selanjutnya akan mengalami deaminasi oleh mikroba dan menghasilkan gas-gas amonia (proses amonification). O’Halloran (1993) menambahkan bahwa penguapan gas amonia dari manur hewan merupakan mekanisme utama dari proses kehilangan nitrogen dalam manur hewan. Palczar dan Chan (1986) juga menambahkan asam amino yang memiliki unsur sulfur (seperti sistin dan metionin) kemudian akan dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroba sehingga sulfur terlepas sebagai gas hidrogen sulfida. Mikroba yang dapat menghasilkan gas H2S biasanya berupa mikroba yang berasal

(18)

6 dari genus Desulfovibrio dan proses pemecahan bahan organik yang mengandung sulfur ini disebut putrefaction. Gas hidrogen sulfida akan dioksidasi oleh bakteri sulfur seperti Thiobacillus menjadi bentuk sulfat dan dalam keadaan O2 tinggal sedikit maka bakteri pereduksi sulfat seperti spirillum mereduksi senyawa sulfat menjadi hidrogen sulfida kembali. Reaksinya adalah sebagai berikut:

H2SO4 + 4 H2  H2S + 4 H2O

Penambahan zeolit pada litter akan mengurangi kelembaban litter sehingga menghambat perkembangan dan kerja bakteri pengurai sulfur, hasilnya produksi gas hidrogen sulfida dapat dikurangi.

Ayam Broiler

Karakteristik ayam broiler modern menurut Pond et al. (1995) adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan lemak pada bagian dada dan otot-otot daging, serta aktivitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis ayam petelur. Ayam broiler merupakan ayam muda jantan atau betina yang menghasilkan daging dan umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan bobot potong antara 1,2-1,9 kg/ekor (Kartasudjana, 2005).

Karkas Ayam

Karkas ayam pedaging menurut BSN (1995) ialah bagian dari ayam pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikeluarkan organ dalam dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker). Karkas unggas biasanya dijual kepada konsumen dalam bentuk karkas utuh, belahan karkas kiri dan kanan, seperempat karkas atau potongan-potongan karkas yang lebih kecil.

Persentase karkas ayam broiler menurut Moreng dan Avens (1985) berkisar antara 60-70%. Persentase pemotongan pada ayam broiler, ayam lokal dan kalkun meningkat selama pertumbuhan, peningkatan umur dan kenaikan bobot potong. Pada itik dan unggas yang lebih kecil misalnya burung puyuh, persentase pemotongan selama pertumbuhan secara relatif adalah konstan (Soeparno, 1994). Pada umur yang sama, ayam broiler dan kalkun jantan mempunyai persentase karkas yang lebih tinggi daripada betina (Moran, 1977).

(19)

7

Saluran Pencernaan

Pencernaan dapat didefinisikan sebagai proses perombakan protein, lemak, dan karbohidrat menjadi bagian yang lebih kecil sehingga mudah diserap. Dalam prosesnya tentunya terdapat organ-organ penting yang diperlukan untuk menunjang penyerapan zat-zat makanan yang dimakan sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik (Putnam, 1991).

Gambar 1. Saluran Pencernaan Ayam Broiler (Sturkie, 2000)

Mulut

Mulut menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase saliva, tetapi pemecahan bahan pakan di mulut ini kecil sekali karena mulut hanya digunakan untuk lewat sesaat. Saliva mulut, selain mengandung kedua enzim tersebut juga digunakan untuk membasahi pakan agar mudah ditelan. Produksi saliva 7-30 ml per hari, tergantung jenis pakan. Sekresi saliva dipacu oleh saraf parasimpatik (Sturkie, 2000).

Oesophagus

Oesophagus merupakan saluran lunak dan elastis yang mudah mengalami pemekaran apabila ada bolus (pakan) yang masuk. Oesophagus memanjang dari

pharinx hingga proventrikulus melewati tembolok (crop). Organ ini menghasilkan

mukosa yang berfungsi untuk melicinkan pakan menuju tembolok (Sturkie, 2000).

Tembolok (Crop)

Tembolok adalah modifikasi dari oesophagus. Fungsi utama tembolok adalah untuk menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam makan dalam jumlah banyak. Jenis makanan atau benda lain yang mempunyai ukuran besar dapat menyumbat saluran tembolok. Jika hal ini terjadi maka makanan yang ada dalam

(20)

8 saluran tembolok tidak dapat lewat dan akan terjadi fermentasi. Kapasitas tembolok mampu menampung pakan hingga 250 g (Sturkie, 2000).

Proventrikulus

Proventrikulus disebut juga perut kelenjar atau glandular stomach yang mensekresikan pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan lemak. Pada proventrikulus lintasan pakan sangat cepat masuk ke empedal melalui isthmus proventrikulus sehingga secara nyata belum sempat dicerna.sekresi pepsinogen dan HCl tergantung pada stimulasi saraf vagus, pakan yang melintas dan aksi cairan gastrik. Pada keadaan tidak makan, sekresi glandula perut ini 5-20 ml/jam dan mampu mencapai 40 ml ketika ada pakan (Sturkie, 2000).

Empedal atau Rempela (gizzard)

Empedal atau rempela (gizzard) disebut juga perut muskular yang merupakan perpanjangan dari proventrikulus. Fungsi utama empedal adalah memecah atau melumatkan pakan dan mencampurnya dengan air menjadi pasta (chyme). Kekuatan empedal dipengaruhi dari kebiasaan makan ayam, ayam yang hidup bebas berkeliaran memiliki empedal yang lebih kuat daripada empedal ayam yang dikurung dengan pakan yang lebih lunak. Empedal mensekresikan coilin untuk melindungi permukaan empedal terhadap lerusakan yang disebabkan oleh pakan atau benda lain yang tertelan (Scanes et al., 2004).

Usus Halus

Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan secara enzimatis. Usus halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum adalah bagian paling atas dari usus halus. Duodenum merupakan tempat terjadinya pencernaan yang paling aktif dengan hidrolisis dari nutrient kasar yang berupa pati lemak dan protein. Penyerapan hasil pencernaan sebagian besar terjadi di duodenum ini. Duodenum mensekresikan enzim dari pankreas dan dari getah empedu. Selanjutnya proses pencernaan terjadi di jejunum. Jejunum adalah kelanjutan duodenum yang berfungsi seperti duodenum yaitu penyerapan makanan yang belum selesai saat di duodenum. Lalu proses pencernaan berlanjut ke ileum, dimana ileum merupakan kelanjutan dari jejunum dengan fungsi yang sama yaitu penyerapan

(21)

9 makanan dan pencernaan secara enzimatis. Panjang dari usus halus ini bervariasi tergantung pada kebiasaan makan dari ayam tersebut (Scanes et al., 2004).

Sekum

Sekum terdiri atas dua seka atau saluran buntu yang berukuran panjang 17-20 cm. Beberapa nutrien yang tidak tercerna mengalami dekomposisi oleh mikrobia sekum, tetapi jumlah dan penyerapannya kecil sekali. Beberapa jenis penyakit (misalnya koksidiosis pada ayam dan blackhead pada kalkun) dapat berkembang dengan baik pada sekum (Scanes et al., 2004).

Usus Besar

Usus besar dinamakan juga intestinum crasum, merupakan tempat terjadinya perombakan partikel pakan yang tidak tercerna oleh mikroorganisme menjadi feses. Bagian ini juga merupakan muara ureter dari ginjal, sehingga urin dan feses akan keluar menjadi satu dan disebut ekskreta. Feses dan urin juga akan mengalami penyerapan air sekitar 72-75%. Disini juga terdapat muara saluran reproduksi, dan proses pencernaan akan berakhir di kloaka, dimana kloaka adalah tempat keluarnya ekskreta dan juga telur pada ayam betina. Pakan dalam saluran pencernaan ayam kurang lebih empat jam (Scanes et al., 2004).

Organ Dalam Ayam Broiler

Organ dalam ayam broiler yang diamati pada penelitian ini antara lain hati, ginjal dan pankreas.

Hati

Menurut Tanudimadja (1981), hati terdiri dari dua gelambir yang besar, berwarna coklat kemerahan, terletak pada lengkungan duodenum dan rempela. Ressang (1984) menyatakan bahwa salah satu fungsi hati adalah untuk menyaring racun yang masuk kedalam darah. Hati yang mengalami keracunan akan memperlihatkan kelainan secara fisik, yaitu adanya perubahan warna hati, pembengkakan, pengecilan pada salah satu lobi atau tidak adanya kantong empedu. Nilai kisaran bobot hati menurut Putnam (1991) yaitu antara 1,70-2,80% dari bobot hidup.

(22)

10

Ginjal

Ginjal pada unggas terletak di belakang paru-paru dan berjumlah dua buah. Saluran ureter menghubungkan antara ginjal dan kloaka (Bell dan Weaver, 2002). Ginjal berperan dalam mempertahankan keseimbangan susunan darah dengan mengeluarkan zat-zat seperti air yang berlebih, sisa-sisa metabolisme, garam-garam organik dan bahan-bahan lain yang terlarut dalam darah (Ressang, 1984).

Ginjal merupakan organ yang menyaring plasma dari darah dan secara selektif menyerap kembali air serta unsur-unsur berguna dari filtrat, yang pada akhirnya mengeluarkan kelebihan dan produk buangan plasma. Hampir semua jenis ternak bentuk ginjalnya seperti kacang (Frandson, 1992). Sturkie (2000) menyatakan fungsi utama ginjal adalah mereduksi urin melalui filtrasi darah sehingga air dan limbah metabolisme disekresikan. Proses yang selanjutnya terjadi yaitu reabsorbsi beberapa nutrien (misalnya glukosa dan elektrolit) yang kemungkinan digunakan kembali oleh tubuh.

Pankreas

Pankreas adalah organ yang berwarna merah terletak antara lipatan duodenal

loop yang berfungsi untuk mensekresikan enzim amilase, protease dan lipase untuk

membantu pencernaan karbohidrat, potein dan lemak. Bobot pankreas berkisar antara 2,5-4 g pada ayam dewasa (Sturkie, 2000).

Pankreas merupakan salah satu aksesoris organ pencernaan yang mempunyai peranan penting pada pencernaan unggas, yakni terdapat kelenjar endokrin dan eksokrin yang secara fisiologis mempunyai peranan yang sangat berbeda. Kelenjar endokrin berfungsi untuk menghasilkan hormon insulin, glukagon, somatostatin dan polipeptida. Fungsi kelenjar eksokrin adalah menghasilkan dan mengeluarkan cairan yang berhubungan pencernaan dan penyerapan yang dibutuhkan dalam usus halus (Scanes et al., 2004).

(23)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa proksimat pakan dilaksanakan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Teknologi, Institut Pertanian Bogor. Pengukuran bobot dan panjang relatif organ pencernaan dilaksanakan di Laboraturium Biologi dan Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ayam Broiler

Ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini adalah 72 ekor ayam broiler Strain Cobb CP 707 produksi PT. Charoen Pokphan Jaya Farm yang berasal dari 360 ekor ayam broiler yang telah dipelihara selama 35 hari.

Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian adalah kandang dengan sistem

litter dengan luas 36 m2 kemudian dibagi menjadi 36 petak kandang, sehingga tiap petak kandang berukuran 1 x 1 x 0,8 m2 dan masing-masing diisi dengan 10 ekor ayam broiler.

Zeolit

Zeolit dalam penelitian ini ditambahkan dalam ransum dan litter. Zeolit yang digunakan dalam ransum adalah Aclinop dan yang ditambahkan pada litter adalah zeolit alam yang berasal dari CV. Minatama, Lampung. Penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter disesuaikan berdasarkan taraf yang telah ditentukan. Aclinop adalah singkatan dari Aquatic Clinoptilolite yaitu zeolit dari golongan klinoptilolit (Na4K4Al8Si40O9624.H2O) yang diproduksi oleh CV. Minatama Lampung. Aclinop berwarna abu-abu, berbentuk tepung, berukuran 50 mesh dengan derajar kehalusan (MF) 2,916 yang termasuk dalam kategori halus. Kandungan nutrien Aclinop dapat dilihat pada Tabel 1.

(24)

12 Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Aclinop

Nutrien Persentase (%) Kadar air 8,51 Protein kasar 0,13 Lemak kasar 0,36 Serat kasar 1,52 Abu 85,92 Ca 0,09 P 14,02 ppm

Sumber: Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Teknologi, IPB (2011)

Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial CP 511 produksi PT. Charoen Pokphan Jaya Farm (Tabel 1). Aclinop yang ditambahkan ke dalam ransum terdiri dari empat taraf yaitu 0 kg Aclinop/ 100 kg ransum, 1 kg Aclinop/ 100 kg ransum, 2 kg Aclinop/ 100 kg ransum dan 3 kg Aclinop/ 100 kg ransum masing-masing disebut R0, R1, R2 dan R3. Aclinop yang ditambahkan dalam ransum diberikan sejak hari pertama pemberian ransum.

Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum yang Diberikan pada Ayam Broiler

Nutrien R0 R1 R2 R3 Standar

Kadar air (%) 13,41 13,361 13,311 13,271 Maks. 132

Protein kasar (%) 20,16 19,961 19,771 19,581 18,0-22,03

Lemak kasar (%) 9,64 9,551 9,461 9,371 Min. 32

Abu (%) 4,66 5,461 6,251 7,031 Maks. 82

Serat kasar (%) 1,80 1,801 1,791 1,791 Maks. 62

Ca (%) 0,93 0,921 0,911 0,911 0,89-953

P (%) 0,51 0,501 0,501 0,501 0,38-0,453

EM (kkal/kg) 2900-3000 - - - 3050-31503

Keterangan: Hasil Analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Teknologi, IPB (2011). 1 Hasil

Perhitungan, 2 BSN (2011) 3 Leeson dan Summers (2005), EM: Energi Metabolis.

Litter

Alas kandang atau litter yang digunakan adalah sekam padi yang ditaburkan pada lantai kandang dengan ketebalan 5 cm dari permukaan lantai. Penambahan zeolit pada alas sekam ini terdiri dari tiga taraf pemberian yang berbeda yaitu 0 kg

(25)

13 zeolit per m2 litter, 2,5 kg zeolit per m2 litter dan 5 kg zeolit per m2 litter masing-masing disebut L0, L1 dan L2. Pemberian zeolit pada litter dalam penelitian ini dilakukan pada hari ke-21 pemeliharaan. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa setelah umur pemeliharaan tersebut kotoran ayam semakin banyak sehingga diharapkan penambahan zeolit pada litter menjadi lebih efisien untuk mengurangi bau yang ditimbulkan oleh ekskreta ayam.

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah tempat pakan, tempat minum, ember, gayung, lampu, koran, sekat seng, tirai plastik, timbangan, meteran dan peralatan kebersihan kandang. Untuk pengujian karakteristik fisik saluran pencernaan digunakan alat ukur (penggaris, jangka sorong) dan timbangan digital.

Prosedur

Persiapan Kandang

Persiapan kandang diawali dengan pembersihan dan desinfeksi kandang dan peralatan yang akan digunakan. Lantai kandang disapu lalu kandang dicuci dengan cara disikat menggunakan sabun dan air kemudian dikeringkan. Proses selanjutnya adalah pembersihan menggunakan karbol lalu dibilas dengan air dan dikeringkan. Kandang yang telah kering sempurna selanjutnya dikapur.

Kandang dibagi menjadi 36 petak kandang. Setiap petak kandang mempunyai ukuran 1 x 1 x 0,8 m3. Pemetakan kandang dilakukan dengan menyekat kandang menjadi 36 bagian. Sekat dibuat dari bilah bambu yang telah dipotong dan dibersihkan. Bagian lantai kandang ditaburi alas berupa sekam dengan ketebalan 5 cm dari lantai kandang. Kandang didesinfeksi menggunakan air dan formalin. Campuran ini disemprotkan keseluruh bagian kandang untuk membunuh semua kuman penyakit yang masih terdapat didalam kandang.

Semua peralatan pemeliharaan yang akan digunakan dicuci dan disterilkan terlebih dahulu. Peralatan dicuci menggunakan air dan deterjen. Peralatan disikat, dibilas sampai bersih dengan air lalu dikeringkan. Kandang kemudian dikosongkan sampai anak ayam umur sehari (Day Old Chick/ DOC) tiba.

(26)

14

Pemeliharaan

Kandang dan peralatan dipastikan sudah dalam keadaan siap sebelum DOC datang. Persiapan kedatangan DOC meliputi brooder yang telah dinyalakan sekitar 6-8 jam sebelumnya. Brooder yang digunakan berupa lampu pijar 60 watt yang sekaligus dapat berfungsi sebagai alat penerangan dalam kandang. Koran diletakkan diatas sekam agar DOC terhindar dari luka akibat tekstur sekam yang tajam dan menghindari sekam termakan oleh DOC. Segera setelah DOC datang dilakukan pemeriksaan kesehatan dan penimbangan. Day Old Chick yang telah ditimbang selanjutnya dipilih secara acak untuk dimasukkan ke dalam tiap petak kandang sebanyak 10 ekor per kandang dan diberi minum air gula untuk mengembalikan energi setelah pengangkutan.

Selama minggu pertama pemeliharaan DOC harus diperhatikan secara intensif. Day Old Chick membutuhkan suhu lingkungan 32-33°C oleh karena itu, pemanas dipasang 24 jam, tirai tidak boleh dibuka, diberikan obat antistress (Vitastress). Pemberian ransum dilakukan setiap empat jam sekali untuk merangsang pertumbuhan ayam. Ransum ditaburkan pada feeder tray untuk memudahkan ayam dalam mengkonsumsi ransum yang disediakan.

Mulai minggu kedua pemeliharaan, lapisan koran yang menutupi litter tidak lagi digunakan. Tirai mulai dibuka 1/3 bagian dan penggunaan brooder hanya diperlukan pada malam hari. Minggu ketiga, tirai sudah dapat dibuka 2/3 bagian. Lampu hanya berfungsi sebagai penerang kandang sehingga hanya digunakan pada malam hari. Tempat ransum diganti dengan tempat ransum gantung yang digantung sesuai ketinggian ayam agar mudah dijangkau.

Tirai dibuka seluruhnya pada minggu keempat kecuali pada saat hujan dan cuaca dingin. Ayam dipanen pada minggu kelima. Penimbangan sebelum pemanenan harus dilakukan untuk mengetahui bobot akhir ayam broiler saat panen.

Kegiatan-kegiatan umum yang dilakukan setiap hari selama pemeliharaan adalah pemberian pakan dan air minum disediakan ad libitum sehingga harus selalu diisi sebelum habis. Ayam yang mati segera dibawa ke Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor agar penyebab kematian ayam dapat diketahui. Setiap akhir minggu pemeliharaan dilakukan penimbangan ayam

(27)

15 dan penimbangan sisa pakan sehingga konsumsi dan perkembangan bobot potong ayam broiler dapat diketahui.

Metode Pemotongan

Untuk memperoleh hasil pemotongan yang baik, ayam yang akan dipotong dipuasakan terlebih dahulu agar saluran pencernaan bersih sehingga mempermudah penanganan dan pengamatan. Cara pemotongan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan metode Kosher, yaitu memotong arteri karotis, vena jugularis dan oesofagus. Pada saat penyembelihan, darah harus keluar sebanyak mungkin. Jika darah dapat keluar secara sempurna, maka beratnya sekitar 4% dari bobot tubuh. Setelah proses penyembelihan, dilakukan pencabutan dan pembersihan bulu. Proses pembersihan bulu ini dapat dipermudah dengan sebelumnya mencelupkan ayam ke dalam air panas dengan suhu 50-54°C selama 30 detik. Proses selanjutnya adalah pemotongan bagian kepala dan kaki serta pengeluaran organ dalam. Proses pengeluaran organ dalam dimulai dari pemisahan tembolok dan trakhea serta kelenjar minyak bagian ekor. Kemudian pembukaan rongga badan dengan membuat irisan dari kloaka ke arah tulang dada. Kloaka dan organ dalam lalu dikeluarkan, kemudian dilakukan pemisahan tiap-tiap organ (Soeparno,1994).

Pengujian Karasteristik Fisik

Pengujian karakteristik fisik alat pencernaan broiler dilakukan pada hari ke 35 pemeliharaan. Pengujian dilakukan dengan mengambil ayam secara acak dari tiap sekat sebanyak dua ekor atau 20%. Setelah ayam dipotong kemudian segera diukur bobot saluran pencernaannya (proventrikulus, rempela, duodenum, jejunum, ileum, sekum, kolon, hati, ginjal dan pankreas). Selain pengukuran bobot saluran pencernaan diukur pula panjang usus halusnya (duodenum, jejunum dan ileum).

Peubah yang Diamati

Pada akhir penelitian ini dilakukan pemotongan sebanyak 20% dari jumlah ayam penelitian yang diamati dari masing-masing petak. Peubah yang diukur pada penelitian ini antara lain :

1. Bobot potong, diperoleh dengan cara menimbang ayam broiler yang telah dipuasakan selama ±12 jam terlebih dahulu.

(28)

16 2. Bobot karkas, diperoleh dengan cara menimbang ayam broiler yang telah

dipotong dan tanpa kepala, kaki serta organ dalamnya.

3. Persentase karkas terhadap bobot potong, dihitung dengan rumus:

% bobot karkas = x 100%

4. Persentase bobot saluran pencernaan terhadap bobot potong meliputi:

Persentase bobot rempela terhadap bobot potong, dihitung dengan rumus:

% bobot rempela = x 100%

Persentase bobot usus halus terhadap bobot potong, dihitung dengan rumus:

a. % bobot duodenum = x 100%

b. % bobot jejunum = x 100%

c. % bobot ileum = x 100%

Persentase bobot sekum terhadap bobot potong, dihitung dengan rumus:

% bobot sekum x 100%

Persentase bobot kolon terhadap bobot potong, dihitung dengan rumus:

% bobot kolon x 100%

5. Persentase bobot organ dalam terhadap bobot potong meliputi:

Persentase bobot hati terhadap bobot potong, dihitung dengan rumus:

% bobot hati = x 100%

Persentase ginjal terhadap bobot potong, dihitung dengan rumus:

% bobot ginjal = x 100%

Persentase bobot pankreas terhadap bobot potong, dihitung dengan rumus:

% bobot pankreas = x 100%

6. Panjang relatif usus halus terhadap bobot potong, dihitung dengan rumus:

Panjang relatif duodenum =

(29)

17 Panjang relatif ileum =

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial 4 x 3. Faktor pertama berupa taraf Aclinop yang ditambahkan pada ransum (0, 1, 2, dan 3 kg Aclinop/ 100 kg ransum). Faktor kedua ialah zeolit yang ditaburkan pada litter (0, 2,5, dan 5 kg/m2 litter), dengan demikian terdapat 12 perlakuan dan masing-masing

dengan tiga ulangan sehingga terdapat 36 satuan unit percobaan. Pada akhir pemeliharaan (35 hari) tiap petak kandang percobaan diambil dua ekor ayam secara acak sehingga ada 72 ekor ayam yang dipotong. Dua belas perlakuan tersebut asing-masing adalah R0L0, R0L1, R0L2, R1L0, R1L1, R1L2, R2L0, R2L1,R2L2, R3L0, R3L1, dan R3L2 selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 3. Perlakuan dengan Penambahan Aclinop dalam ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Ayam Broiler

Taraf Zeolit dalam

Litter (kg/m2)

Taraf Aclinop dalam Ransum (kg/100 kg)

Total 0,0 (R0) 1,0 (R1) 2,0 (R2) 3,0 (R3) 0,0 (L0) R0L0 (3) R0L1 (3) R0L2 (3) R0L3 (3) 12 2,5 (L1) R1L0 (3) R1L1 (3) R1L2 (3) R1L3 (3) 12 5,0 (L2) R2L0 (3) R2L1 (3) R2L2 (3) R2L3 (3) 12 Total 9 9 9 9 36

Model matematika rancangan percobaan mengikuti Gasperz (1995) yaitu, Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan karkas dan organ dalam ayam broiler pada taraf penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litter yang berbeda µ = nilai tengah pengaruh kombinasi pemberian taraf Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litter

αi = pengaruh faktor perlakuan penambahan Aclinop dalam ransum pada taraf ke-i ( i = 0,0 ; 1,0 ; 2,0 dan 3,0 kg Aclinop per 100 kg ransum)

βj = pengaruh faktor perlakuan penaburan zeolit dalam litter pada taraf ke-j (j = 0,0 ; 2,5 dan 5,0 kg per m2 litter)

(30)

18 (αβ)ij = pengaruh interaksi penambahan Aclinop dalam ransum pada taraf ke-i dan

penaburan zeolit pada litter pada taraf ke-j.

εijk = pengaruh galat percobaan yang berasal dari faktor perlakuan penambahan Aclinop dalam ransum taraf ke-i dan faktor perlakuan penambahan zeolit dalam litter taraf ke-j pada ulangan ke-k ; k=1,2 dan 3.

Analisis Data

Data yang didapat terlebih dahulu diuji syarat validitas prosedur parametrik (keaditifan, kehomogenan, kenormalan data serta kebebasan galat). Sesudah memenuhi syarat maka dilakukan uji parametrik dengan analisis ragam atau analysis

of variance (ANOVA). Analisis ragam dilakukan untuk melihat pengaruh tiap faktor

perlakuan dan interaksinya. Pengujian ini dilakukan menggunakan software Minitab

14. Jika hasil analisis ragam menunjukkan nyata (P<0,05) atau sangat nyata (P<0,01)

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil sidik ragam menunjukkan penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong, bobot dan persentase karkas, proventrikulus, rempela, ileum, hati, ginjal, dan pankreas serta terhadap panjang relatif duodenum, jejunum dan ileum. Penambahan Aclinop dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot dan persentase duodenum, jejunum dan sekum. Penaburan zeolit pada litter berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot dan persentase kolon.

Bobot Potong Ayam Broiler

Data rataan bobot potong ayam broiler berdasarkan perlakuan ditunjukkan pada Tabel 3. Rataan bobot potong ayam broiler yang dihasilkan selama penelitian adalah 1838,3±12,06 g/e.

Tabel 4. Rataan Bobot Potong Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.

Taraf Aclinop dalam ransum (kg/100kg)

Taraf zeolit pada litter (kg/m2)

Rataan Peningkatan bobot potong (%) 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2) --- (g/e) --- 0 (R0) 1836,3 1829,8 1720,3 1795,5 0,0 1 (R1) 1842,7 1792,0 1868,2 1834,3 2,2 2 (R2) 1837,3 1846,5 2001,0 1894,9 5,5 3 (R3) 1781,3 1799,2 1904,8 1828,4 1,8 Rataan 1824,4 1816,9 1873,6 1838,3 % Peningkatan bobot potong 0,0 -0,4 2,7 0,8

Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot potong ayam broiler. Namun demikian, perlakuan R2L2 menghasilkan bobot potong ayam broiler tertinggi (2001,0 g/e) dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Tabel 3). Bobot potong terendah dihasilkan oleh perlakuan R0L2 yaitu sebesar 1720,3 g/e. Penambahan Aclinop dalam ransum hingga taraf 2 kg/100 kg ransum meningkatkan bobot potong hingga 5,5% lebih tinggi daripada bobot potong ayam broiler tanpa penambahan Aclinop. Yenita (1993) juga menemukan bahwa penambahan zeolit hingga taraf 3 kg/100 kg dalam ransum menghasilkan bobot potong yang lebih tinggi

(32)

20 daripada kontrol atau 3,51% lebih tinggi daripada bobot potong ayam broiler tanpa penambahan zeolit dalam ransumnya.

Zeolit mempunyai kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas. Penambahan Aclinop (zeolit) dalam ransum akan mengefektifkan penyerapan ransum dalam tubuh ayam broiler sehingga pembentukan daging lebih maksimal. Mekanisme aksi zeolit dalam pencernaan ternak diperkirakan terpusat pada struktur klinoptilolit yang stabil pada lingkungan asam dan dapat melakukan pertukaran ion serta penyerapan tanpa terjadi pencernaan zeolit (Papaionnou, 2002).

Aktivitas zeolit di saluran pencernaan ternak diduga berhubungan langsung dengan penyerapan senyawa berbentuk nitrogen melalui strukturnya (Pond et al., 1995). Dibantu aktivitas mikroba di saluran pencernaan, diperkirakan terjadi modifikasi senyawa-senyawa nitrogen yang dapat menguntungkan seperti mensintesis vitamin, mensintesa asam-asam amino esensial, menghasilkan enzim untuk proses pencernaan dan mencegah mikroba patogen masuk saluran pencernaan (Coates, 1982). Penyerapan zat makanan yang maksimal akan berkorelasi dengan pembentukan daging sehingga bobot potong ayam broiler yang didapat dari penambahan Aclinop dalam ransum lebih tinggi dari pada ayam broiler kontrol (tanpa penambahan Aclinop).

Penaburan zeolit pada litter tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong ayam broiler, akan tetapi penaburan zeolit pada taraf 5,0 kg/m2 (L2) meningkatkan bobot potong menjadi 1873,6 g/e atau sebesar 2,7% lebih tinggi dibandingkan bobot potong ayam broiler yang pada litternya tidak ditaburi zeolit (L0: 1824,4 g/e). Zeolit dapat ditambahkan dalam litter karena menurunkan kandungan amonia dan H2S yang menimbulkan bau yang tidak diinginkan dan mempunyai daya serap yang tinggi (Kocakuşak et al., 2001). Kondisi ini akan menyebabkan suasana nyaman dalam kandang ayam broiler sehingga akan berpengaruh tidak langsung terhadap bobot potong ayam broiler. Berbeda dengan penaburan taraf 5,0 kg zeolit/m2 litter,

penaburan zeolit pada taraf 2,5 kg/m2 litter (L1) justru menurunkan bobot potong sebesar 0,4% (Tabel 4) dibandingkan bobot potong ayam broiler tanpa penaburan zeolit pada litternya (L0). Hal ini dapat dikarenakan kondisi zeolit yang jenuh akibat terlalu banyak menyerap air yang terkandung dalam ekskreta dan litter dan hanya

(33)

21 dilakukan sekali penaburan. Sesuai dengan hasil penelitian Kamaluddin (2011) kadar air pada taraf penaburan 2,5 kg zeolit/m2 litter adalah yang paling tinggi (80,77%) dibandingkan taraf penaburan 0 kg zeolit/m2 litter (80,63%) dan taraf penaburan 5,0 kg zeolit/m2 litter (79,75%). Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi kondisi kandang menjadi kurang nyaman bagi ayam broiler sehingga mempengaruhi secara tidak langsung terhadap bobot potongnya.

Bobot dan Persentase Karkas Ayam Broiler

Data rataan bobot dan persentase karkas ayam broiler hasil penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan penaburan zeolit (alam) pada litternya disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan penaburan zeolit (alam) pada litter tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot dan persentase karkas ayam broiler. Rataan bobot karkas ayam broiler adalah 1261,4 g/e sementara rataan persentase karkas ayam broiler adalah 68,6%.

Tabel 5. Rataan Bobot dan Persentase Karkas Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.

Taraf Aclinop dalam ransum (kg/100kg)

Taraf zeolit pada litter (kg/m2)

Rataan 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2) ---Bobot Karkas (g / e ) --- 0 (R0) 1256,3 1232,8 1194,3 1227,8 1 (R1) 1276,6 1196,8 1274,5 1249,3 2 (R2) 1271,8 1287,0 1389,5 1316,1 3 (R3) 1240,5 1219,3 1297,5 1252,4 Rataan 1261,3 1234,0 1288,9 1261,4 ---Persentase Karkas ( % ) --- 0 (R0) 68,4 67,4 69,4 68,4 1 (R1) 69,3 66,8 68,2 68,1 2 (R2) 69,2 69,7 69,4 69,5 3 (R3) 69,6 67,8 68,1 68,5 Rataan 69,1 67,9 68,8 68,6

Penambahan zeolit (Aclinop) yang semakin meningkat pada ransum dapat menaikkan bobot karkas, meskipun sedikit menurun pada R3 (1252,4 g/e) namun

(34)

22 masih lebih tinggi daripada R0 (1227,8 g/e). Hasil ini tidak diikuti hasil persentase karkas sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 5. Data rataan bobot karkas ayam broiler (Tabel 5) memperlihatkan bahwa rataan tertinggi yang dihasilkan dari penelitian ini terdapat pada perlakuan R2L2 yaitu sebesar 1389,5 g/e, sementara untuk nilai terendahnya terdapat pada perlakuan R0L2 yaitu sebesar 1194,3 g/e. Kedua perlakuan ini juga menghasilkan bobot potong yang tertinggi dan terendah masing-masing 2001,0 g/e (R2L2) dan 1720,3 g/e (R0L2) sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4. Bobot karkas yang tinggi tidak selalu diiringi persentase karkas yang tinggi. Data rataan persentase karkas memperlihatkan persentase karkas tertinggi terdapat pada perlakuan R2L1 yaitu sebesar 69,7% dan terendahnya terdapat pada perlakuan R0L1 yaitu sebesar 67,4%.

Persentase karkas selain disebabkan oleh bobot hidup yang dihasilkan, dipengaruhi pula oleh penanganan dalam proses pemotongan. Faktor lingkungan juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi bobot karkas dan persentase karkas yang biasanya meningkat seiring dengan meningkatnya bobot hidup ayam. (Soeparno, 1994).

Persentase karkas dari penambahan Aclinop dalam ransum penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Wijaya (2010) yang menambahkan cassabio pada ransum yang hanya sebesar 61,65-63,82%. Hal ini menunjukkan bahwa zeolit dapat membantu proses penyerapan zat-zat makanan ayam broiler sehingga dapat membantu proses pembentukan karkas menjadi lebih baik.

Bobot dan Persentase Saluran Pencernaan Ayam Broiler

Saluran pencernaan yang diukur dan diamati dalam penelitian ini meliputi proventrikulus, rempela, duodenum, jejunum, ileum, sekum dan kolon.

Bobot dan Persentase Proventrikulus

Data rataan bobot dan persentase proventrikulus ayam broiler hasil penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan penaburan zeolit (alam) pada

litternya disajikan pada Tabel 6. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan

Aclinop dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot dan persentase proventrikulus ayam broiler demikian pula penambahan zeolit dalam litter

(35)

23 maupun interaksi dari penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada

litter (Tabel 6).

Rataan bobot proventrikulus hasil penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter sebesar 7,10 g/e dengan persentase 0,39%. Bobot proventrikulus yang tinggi selalu diikuti persentase proventrikulus yang tinggi. Dapat dilihat pada Tabel 6, bobot proventrikulus tertinggi ayam broiler hasil penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan penaburan zeolit (alam) terdapat pada perlakuan R1L2 yaitu sebesar 8,31 g/e, sementara bobot terendahnya terdapat pada perlakuan R3L0 yaitu sebesar 6,13 g/e. Persentase tertinggi terdapat pada perlakuan R1L2 yaitu sebesar 0,44% dan terendah terdapat pada perlakuan R3L2 sebesar 0,32%.

Tabel 6. Rataan Bobot dan Persentase Proventrikulus Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litternya.

Taraf Aclinop dalam ransum (kg/100kg)

Taraf zeolit pada litter (kg/m2)

Rataan 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2) --- Bobot Proventrikulus (g / e ) --- 0 (R0) 6,51 6,99 7,40 6,97 1 (R1) 6,32 7,40 8,31 7,34 2 (R2) 7,32 7,22 7,19 7,24 3 (R3) 6,82 7,57 6,13 6,84 Rataan 6,74 7,30 7,26 7,10 --- Persentase Proventrikulus ( % ) --- 0 (R0) 0,35 0,38 0,43 0,39 1 (R1) 0,34 0,41 0,44 0,40 2 (R2) 0,40 0,39 0,36 0,38 3 (R3) 0,38 0,42 0,32 0,37 Rataan 0,37 0,40 0,39 0,39

Bobot proventrikulus ini terbilang lebih rendah bila dibandingkan hasil penelitian Elfiandra (2007) yang memberi pakan komersial terhadap ayam broiler yaitu sebesar 0,45% dari bobot hidup. Hal ini diduga karena kandungan serat kasar ransum penelitian lebih rendah dan tidak mengandung antitripsin sehingga kerja proventrikulus tidak terlalu berat. Proventrikulus, atau juga disebut dengan perut kelenjar yang mensekresikan pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan

(36)

24 lemak. Kandungan antitripsin dalam pakan yang tinggi akan meningkatkan kinerja proventrikulus sehingga akan berakibat pula pada peningkatan bobot proventrikulus.

Bobot dan Persentase Rempela

Data rataan bobot dan persentase rempela ayam broiler hasil penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litternya disajikan pada Tabel 7 berikut. Penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot dan persentase rempela ayam broiler. Hasil analisa menunjukkan rataan bobot rempela sebesar 23,33 g/e dan rataan persentase rempela adalah sebesar 1,27%.

Tabel 7. Rataan Bobot dan Persentase Rempela Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.

Taraf Aclinop dalam ransum (kg/100kg)

Taraf zeolit pada litter (kg/m2)

Rataan 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2) --- Bobot Rempela (g / e ) --- 0 (R0) 24,31 23,57 23,61 23,83 1 (R1) 24,96 23,53 23,15 23,88 2 (R2) 22,24 21,79 23,26 22,43 3 (R3) 20,72 24,62 24,16 23,17 Rataan 23,06 23,38 23,55 23,33 --- Persentase Rempela ( % ) --- 0 (R0) 1,32 1,29 1,37 1,33 1 (R1) 1,35 1,31 1,24 1,30 2 (R2) 1,21 1,18 1,16 1,18 3 (R3) 1,16 1,37 1,27 1,27 Rataan 1,26 1,29 1,26 1,27

Bobot rempela tertinggi terdapat pada perlakuan R1L0 yaitu sebesar 24,96 g/e dan bobot terendahnya sebesar 20,72 g/e pada perlakuan R3L0. Persentase rempela terbesar terdapat pada perlakuan R0L2 dan R3L1 dengan nilai yang sama yaitu sebesar 1,37% dan persentase terendah terdapat pada perlakuan R3L0 dan R2L2 juga dengan nilai yang sama yaitu sebesar 1,16%. Hasil penelitian ini lebih rendah dari nilai persentase bobot rempela yang dilaporkan oleh Putnam (1991) yang melakukan pemeliharaan ayam broiler selama 42 hari adalah sebesar 1,60-2,30% dari bobot

(37)

25 hidup. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan waktu penelitian, dimana penelitian ini dilakukan selama 35 hari.

Rempela merupakan organ pencernaan yang berperan penting dalam proses pencernaan ayam broiler, terdiri dari otot merah, tebal, kuat dan berfungsi menghancurkan butiran-butiran pakan. Pond et al. (1995) mengungkapkan bahwa fungsi rempela adalah menggiling atau memecah partikel makanan menjadi lebih kecil. Bobot rrempela dipengaruhi oleh jenis makanan yang masuk. Meningkatnya persentase bobot rempela disebabkan karena kadar serat kasar ransum makin tinggi dan kerja rempela semakin berat.

Bobot dan Persentase Duodenum

Data rataan bobot dan persentase bobot duodenum ayam broiler hasil pemeliharaan selama 35 hari disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Bobot dan Persentase Duodenum Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litternya.

Taraf Aclinop dalam ransum (kg/100kg)

Taraf zeolit pada litter (kg/m2)

Rataan 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2) --- Bobot Duodenum (g / e ) --- 0 (R0) 9,67 8,83 10,5 9,67a 1 (R1) 9,67 8,50 8,83 9,00a 2 (R2) 8,33 8,50 8,67 8,50ab 3 (R3) 7,70 8,17 7,17 7,68b Rataan 8,84 8,50 8,79 8,71 --- Persentase Duodenum ( % ) --- 0 (R0) 0,53 0,48 0,61 0,54a 1 (R1) 0,53 0,47 0,47 0,49a 2 (R2) 0,45 0,46 0,43 0,45ab 3 (R3) 0,43 0,45 0,48 0,45b Rataan 0,49 0,47 0,50 0,47

Keterangan: abSuperskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada perbedaan pada

P<0,05

Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan Aclinop dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase duodenum, akan tetapi penaburan zeolit pada litter dan interaksi antara penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter tidak berpengaruh terhadap bobot dan persentase

(38)

26 duodenum (Tabel 8). Rataan bobot duodenum hasil penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter adalah sebesar 8,71 g/e dengan rataan persentase 0,47%. Rataan bobot dan persentase duodenum tertinggi terdapat pada perlakuan R0L2 masing-masing 10,50 g/e dan 0,61%, sementara bobot terendahnya terdapat pada perlakuan R3L2 yaitu sebesar 7,17 g/e dan persentase terendahnya terdapat pada perlakuan R3L0 dan R2L2 dengan nilai yang sama yaitu 0,43%. Bobot duodenum yang tinggi tidak selalu diikuti dengan persentase yang tinggi dan demikian pula sebaliknya.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa bobot dan persentase duodenum menurun seiring dengan meningkatnya taraf penambahan Aclinop dalam ransum. Hal ini dikarenakan semakin menurunnya kandungan serat kasar dalam ransum (Tabel 2) sehingga tidak meningkatkan kerja duodenum, dengan demikian bobot duodenum pun tidak meningkat. Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan, penyerapan zat-zat makanan dan penggerak aliran ransum (Akoso, 1993). Dinding-dinding usus halus terdapat selaput lendir yang dilengkapi dengan jonjot usus yang lembut seperti villi yang berfungsi untuk memaksimalkan penyerapan sari-sari makanan sehingga pertumbuhan ayam broiler akan maksimal juga (Sturkie, 2000).

Duodenum juga berfungsi sebagai tempat terjadinya lipolisis dalam tubuh ayam broiler. Semakin menurunnya kadar lemak dalam ransum yang diberikan (Tabel 2) menyebabkan kerja duodenum tidak meningkat. Peningkatan kerja pada duodenum akan meningkatkan bobot duodenum, sehingga dengan menurunnya kadar lemak kasar ransum bobot duodenum pun semakin menurun. Dinding duodenum akan mensekresikan enzim yang mampu meningkatkan pH zat makanan yang masuk dalam tubuh, sehingga kelarutan dan penyerapan di jejunum dan ileum akan meningkat (Anggorodi, 1985). Duodenum bermula dari ujung distal rempela. Bagian ini berbentuk kelokan, disebut sebagai duodenal loop. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat banyak villi. Setiap villus mengandung pembuluh limfe yang disebut lacteal dan pembuluh kapiler. Permukaan villi terdapat banyak mikrovilli yang berfungsi melakukan absorpsi hasil pencernaan (Sturkie, 2000).

(39)

27

Bobot dan Persentase Jejunum

Jejunum berperan sebagai tempat penyerapan zat-zat makanan yang terbesar dalam tubuh ayam broiler. Jejunum dan ileum merupakan segmen yang sulit dibedakan pada saluran pencernaan ayam broiler, namun dapat dilihat dengan adanya devertikulum yang tampak di permukaan usus halus. Jejunum memanjang dari duodenum hingga ileum (Grist, 2006). Hasil rataan bobot dan persentase jejunum ayam broiler hasil penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan penaburan zeolit (alam) dalam litter tersaji pada Tabel 9. Rataan bobot jejunum ayam broiler hasil penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter sebesar 18,15 g/e atau rataan persentasenya sebesar 0,99%.

Tabel 9. Rataan Bobot dan Persentase Jejunum Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.

Taraf Aclinop dalam ransum (kg/100kg)

Taraf zeolit pada litter (kg/m2)

Rataan 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2) ---Bobot Jejunum (g / e ) --- 0 (R0) 18,50 19,67 20,50 19,56a 1 (R1) 20,17 19,00 17,17 18,78a 2 (R2) 17,83 17,83 18,00 17,89ab 3 (R3) 17,00 17,17 15,00 16,39b Rataan 18,38 18,42 17,67 18,15 --- Persentase Jejunum ( % ) --- 0 (R0) 1,01 1,07 1,19 1,09a 1 (R1) 1,09 1,06 0,92 1,02a 2 (R2) 0,97 0,97 0,90 0,95ab 3 (R3) 0,95 0,95 0,79 0,90b Rataan 1,01 1,01 0,95 0,99

Keterangan: abSuperskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada perbedaan pada

P<0,05

Penambahan Aclinop dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot dan persentase jejunum, akan tetapi penaburan zeolit pada litter dan interaksi penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter tidak berpengaruh nyata terhadap bobot dan persentase jejunum.

(40)

28 Seperti halnya bobot dan persentase duodenum, taraf penambahan Aclinop yang semakin meningkat dalam ransum mengakibatkan bobot dan persentase jejunum yang semakin rendah. Kandungan serat kasar yang semakin kecil dalam ransum (Tabel 2) mengakibatkan penurunan bobot jejunum. Kandungan serat kasar yang tinggi akan meningkatkan kinerja usus sehingga akan mengakibatkan peningkatan bobot usus tersebut. Tidak seperti ruminansia yang memiliki kemampuan untuk mencerna selulosa, pada unggas aliran ransum dalam sistem pencernaan sangat cepat. Hal tersebut disebabkan sedikitnya bakteri dalam saluran pencernaan sehingga ransum berserat hanya sedikit yang dapat dicerna. Sebagian besar pencernaan pada ayam broiler terjadi di usus halus (Blakely dan Bade, 1991).

Bobot dan Persentase Ileum

Hasil rataan bobot dan persentase ileum ayam broiler hasil penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan penaburan zeolit (alam) pada litternya disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Bobot dan Persentase Ileum Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.

Taraf Aclinop dalam ransum (kg/100kg)

Taraf zeolit pada litter (kg/m2)

Rataan 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2) --- Bobot Ileum (g / e ) --- 0 (R0) 14,17 15,67 17,00 15,61 1 (R1) 14,83 15,67 14,17 14,89 2 (R2) 14,33 14,50 14,67 14,50 3 (R3) 14,17 15,00 14,17 14,45 Rataan 14,38 15,21 15,00 14,86 --- Persentase Ileum ( % ) --- 0 (R0) 0,77 0,86 0,99 0,87 1 (R1) 0,80 0,87 0,76 0,81 2 (R2) 0,78 0,79 0,73 0,77 3 (R3) 0,80 0,83 0,74 0,79 Rataan 0,79 0,84 0,81 0,81

Perlakuan penambahan zeolit (Aclinop) dalam ransum dan zeolit (alam) pada

(41)

29 ileum sebesar 14,86 g/e atau 0,81%. Ileum merupakan tempat terjadinya gerak peristaltik (kontraksi otot polos) yang bertujuan untuk mendorong bahan-bahan dalam sistem pencernaan ke sekum dan rektum (Blakely dan Bade, 1991). Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa semakin tinggi taraf penambahan Aclinop dalam ransum akan menurunkan bobot dan persentase ileum. Hal ini disebabkan kandungan serat kasar dalam ransum yang semakin rendah (Tabel 2) sehingga meringankan kinerja ileum dan mempengaruhi bobot ileum. Berat dari ileum dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ayam broiler. Terdapat beberapa jenis serat yang sulit dicerna oleh unggas seperti selulosa, lignin dan silika. Bila ransum mengandung tiga serat tersebut maka dapat meningkatkan kerja usus dalam mencerna dan menyerap zat makanan serta meningkatkan bobot ileum (Amrullah, 2004).

Bobot dan Persentase Sekum

Hasil rataan bobot dan persentase sekum ayam broiler hasil penambahan Aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Bobot dan Persentase Sekum Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter.

Taraf Aclinop dalam ransum (kg/100kg)

Taraf zeolit pada litter (kg/m2)

Rataan 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2) --- Bobot Sekum (g / e ) --- 0 (R0) 8,00 7,50 6,83 7,44a 1 (R1) 6,83 5,00 8,50 6,78b 2 (R2) 10,5 10,33 8,33 9,72a 3 (R3) 8,17 7,83 8,17 8,06ab Rataan 8,38 7,67 7,96 8,00 --- Persentase Sekum ( % ) --- 0 (R0) 0,44 0,41 0,40 0,42a 1 (R1) 0,36 0,28 0,45 0,36b 2 (R2) 0,57 0,56 0,42 0,52a 3 (R3) 0,46 0,44 0,43 0,44ab Rataan 0,46 0,42 0,43 0,44

Keterangan: abSuperskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada perbedaan pada

Gambar

Gambar 1. Saluran Pencernaan Ayam Broiler (Sturkie, 2000)  Mulut
Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum yang Diberikan pada Ayam Broiler
Tabel 3 .  Perlakuan dengan Penambahan Aclinop dalam ransum dan Penaburan Zeolit  pada Litter Ayam Broiler
Tabel  4.  Rataan  Bobot  Potong  Ayam  Broiler  Hasil  Penambahan  Aclinop  dalam  Ransum dan Zeolit pada Litter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rataan Kadar Protein Ekskreta Ayam Broiler yang Dihasilkan dari Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter .... Rataan Kadar Hidrogen Sulfida

Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan lempuyang hingga taraf 0,20% dalam ransum belum berpengaruh nyata terhadap bobot potong, hal ini diduga

Penggunaan bikatein pada ransum ayam broiler pada taraf lima persen tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bobot karkas, sedangkan sampai taraf 15% tidak

Data analisis sidik ragam pertambahan bobot badan ayam broiler Data rataan pertambahan bobot badan ayam broiler umur 0-35 hari.... Data analisis sidik ragam konversi ransum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan penambahan tepung daun kelor sampai dengan 12 % ternyata berpengaruh tidak nyata terhadap berat karkas

Penggunaan endopower β dalam ransum komersil yang mengandung bungkil inti sawit 20% berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong bobot karkas dan persentase

Hasil penelitian memperlihatkan, penambahan ampas kunyit dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap litter size, bobot lahir, konsumsi ransum induk selama menyusui,

Data yang diperoleh dalam penelitian diolah secara statistik dengan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji beda nyata BNT.Hasil penelitian persentase bobot potong dan karkas