• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAMBAHAN AMPAS KUNYIT (Curcuma domestica) DALAM RANSUM TERHADAP SIFAT REPRODUKSI MENCIT PUTIH (Mus musculus) SKRIPSI ANDRI CHRIS DIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENAMBAHAN AMPAS KUNYIT (Curcuma domestica) DALAM RANSUM TERHADAP SIFAT REPRODUKSI MENCIT PUTIH (Mus musculus) SKRIPSI ANDRI CHRIS DIAN"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMBAHAN AMPAS KUNYIT (Curcuma domestica) DALAM

RANSUM TERHADAP SIFAT REPRODUKSI

MENCIT PUTIH (Mus musculus)

SKRIPSI ANDRI CHRIS DIAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(2)

iii

RINGKASAN

ANDRI CHRIS DIAN. D14103062. Penambahan Ampas Kunyit (Curcuma

domestica) dalam Ransum Terhadap Sifat Reproduksi Mencit Putih (Mus

musculus). Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan.

Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama

: Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

Pembimbing Anggota

: Dr. Ir. Dewi A. Astuti, MS.

Kunyit

(Curcuma domestica) merupakan tanaman obat yang memiliki efek

kesehatan bagi tubuh karena mengandung banyak zat aktif antara lain kurkuminoid dan

minyak atsiri. Oleh karena itu, kunyit umum digunakan sebagai bahan baku obat-obat

tradisional atau jamu. Meningkatnya permintaan jamu membuat peningkatan penggunaan

kunyit yang mengakibatkan hasil ikutan berupa ampas menjadi semakin banyak. Ampas

kunyit masih memiliki nutrien dan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui taraf penambahan ampas kunyit (Curcuma domestica) dalam

ransum terhadap sifat reproduksi mencit, sehingga didapatkan taraf optimum penggunaan

ampas kunyit.

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Juli sampai dengan Oktober 2006 bertempat

di Laboratorium Lapang C, Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi penelitian yang digunakan adalah mencit siap kawin berumur 45 hari sebanyak 20

ekor jantan dan 20 ekor betina.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancanagan Acak Lengkap

(RAL) pola searah dengan empat perlakuan yaitu pakan kontrol tanpa penambahan

ampas kunyit (R0), pakan kontrol 97% ditambahkan ampas kunyit 3% (R1), pakan

kontrol 94% ditambahkan ampas kunyit 6% (R0), dan pakan kontrol 91% ditambahkan

ampas kunyit 9% (R3). Masing-masing perlakuan terdiri dari lima ulangan. Pemberian

ransum dimulai saat sebelum dikawinkan hingga bunting dan menyusui. Parameter yang

diamati adalah litter size, bobot lahir, konsumsi ransum induk selama menyusui,

pertambahan bobot badan anak mencit selama menyusu, konversi ransum induk selama

menyusui, jumlah anak sapih, bobot sapih, dan mortalitas. Data yang diperoleh dianalisis

dengan sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA), jika perlakuan berpengaruh

nyata terhadap peubah yang diamati maka akan dilakukan uji Tuckey.

Hasil penelitian memperlihatkan, penambahan ampas kunyit dalam ransum tidak

berpengaruh nyata terhadap litter size, bobot lahir, konsumsi ransum induk selama

menyusui, pertambahan bobot badan anak mencit selama menyusu, konversi ransum

induk selama menyusui, jumlah anak sapih, bobot sapih, dan mortalitas.

(3)

iv

ABSTRACT

Addition of Turmeric Waste Product (Curcuma domestica) in The Ration of

Mice to Evaluate Reproduction Performance of Mice (Mus musculus)

Dian, A. C., P. H. Siagian, and D. A. Astuti

Turmeric (Curcuma domestica) is herbal plant that has farmacologis effect to body

health. It contains a lot of secondary compounds such as curcuminoid and volatile oil.

Turmeric is commonly used for material of traditional medicine or jamu. The increasing

of jamu’s demands caused the increasing of turmeric utilization. Consequently there is

increasing of turmeric waste. The purpose of this research was to know the effect of

addition of turmeric waste (Curcuma domestica) in the ration to evaluate reproduction

performance of mice. The research was held since July to October, 2006 at Field C

Laboratorium, Non Ruminants and Prospective Animal Division, Department of Animal

Production and Technology, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University.

This research used 40 mouse (20 males and 20 females) aged 45 days. The experimental

design was Completely Randomized Design (CRD) of One Way pattern with four

treatments that consisted of control feed without addition turmeric waste (R0), 97% of

control feed with 3% turmeric waste (R1), 94% of control feed with 6% turmeric waste

(R2), and 91% of control feed with 9% turmeric waste (R3). Each treatment consisted of

five replications. The parameters that observed were litter size, birth weight, feed

consumption during milking period, weight gain during milking period, feed convertion

ratio during milking period, weaning mouse, weaning weight, and mortality. Data were

analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and continue with Tuckey Test to know

the different among the treatments. The result showed that the addition of level turmeric

waste in the ration had no significantly different for all parameters.

(4)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan dari sebuah keluarga yang sakinah pada tanggal 25 Maret 1985

di Pondok Rumput, Kecamatan Tanah Sareal, Kotamadya Bogor, Jawa Barat. Penulis

merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Sarmo dan Ibu

Narsiyem.

Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK Assasul Islam pada tahun 1990-1991,

dilanjutkan dengan pendidikan dasar pada SDN Pabrik Gas I pada tahun 1991-1997.

Sekolah lanjutan tingkat pertama lulus pada tahun 1999 di SLTPN 4 Bogor, kemudian

dilanjutkan ke SMUN I Bogor dan lulus pada tahun 2003.

Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada

tahun 2003. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi

Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor

angkatan 2003 (40).

(5)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrah

manirrahim

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur kehadirat

Allah SWT atas besarnya limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga Penulis

dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam

semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan dan pemimpin umat terbaik hingga akhir

jaman Rasulullah Muhammad SAW.

Karya ilmiah dengan judul Penambahan Ampas Kunyit (Curcuma domestica)

dalam Pakan Pengaruhnya Terhadap Sifat Reproduksi Mencit Putih (Mus musculus) ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, di Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan karya ilmiah ini merupakan

wujud peran aktif dan kontribusi dalam dunia peternakan. Penulis menyadari sepenuhnya

bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu Penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran sehingga karya tulis ini menjadi lebih baik.

Tak lupa ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut

membantu penyusunan karya ilmiah ini, hanya Allah Yang Maha Pemurah dan

Penyayang yang mampu membalasnya. Semoga karya tulis ini bermanfaat dalam dunia

pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amalan shaleh. Amin.

Bogor, Juli 2007

(6)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ...

ii

ABSTRACT... iii

LEMBAR PENGESAHAN ...

iv

RIWAYAT HIDUP……….. v

KATA PENGANTAR……….. vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN ...

1

Latar Belakang ...

1

Perumusan

Masalah ...

2

Tujuan ...

2

Manfaat ...

2

TINJAUAN PUSTAKA ...

3

Mencit

(Mus musculus)...

3

Sifat Reproduksi Mencit ...

3

Jumlah Anak per Induk per Kelahiran ( Litter Size )...

4

Bobot Lahir Anak Mencit ...

5

Bobot Sapih Anak Mencit...

6

Pertumbuhan Pra Sapih Anak Mencit...

6

Mortalitas Anak Mencit ...

7

Kebutuhan Pakan dan Minum Mencit ...

7

Kunyit ...

7

Ampas Kunyit... 9

Sifat Kimia dan Fisika Kunyit ... 9

Sifat Kunyit Sebagai Antioksidan dan Antitoksin ...

10

Khasiat Kunyit ...

11

MATERI DAN METODE...

12

Lokasi

dan

Waktu ...

12

Materi...

12

Rancangan...

12

Perlakuan...

12

Model

Percobaan ...

13

Analisis

Data...

13

Peubah yang Diamati ...

14

(7)

viii

Pra-penelitian... 14

Penelitian... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN...

17

Kondisi Umum……….. 17

Kondisi Lingkungan………. 17

Konsumsi Ransum Induk Selama Menyusui………. 18

Konversi Ransum Induk Selama Menyusui...………... 19

Penampilan Reproduksi Mencit………. 21

Litter Size …….………. 21

Rataan Bobot Lahir……… 23

Jumlah Anak Sapih...………. 24

Rataan Bobot Sapih……… 25

Pertumbuhan Anak Mencit Pra Sapih... 27

Rataan Pertambahan Bobot Badan Anak Pra Sapih....….……… 28

Mortalitas……… 29

KESIMPULAN DAN SARAN……….. 32

UCAPAN TERIMA KASIH……….. 33

(8)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sifat Biologis Mencit ( Mus musculus )... 4

2. Komposisi Zat Makanan Ampas Kunyit ... .. 9

3. Komposisi Zat Makanan Rimpang Kunyit ... 10

4. Pemberian Ampas Kunyit dalam Pakan untuk Tiap Perlakuan ... 15

5. Konsumsi dan Konversi Ransum Induk Selama Menyusui... 18

(9)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram Konsumsi Ransum Induk Mencit Selama Menyusui..……… 19

2. Diagram Konversi Ransum Induk Mencit Selama Menyusui………... 20

3. Diagram Litter Size Mencit Selama Penelitian………. 22

4. Diagram Rataan Bobot Lahir Anak Mencit Selama Penelitian………. 23

5. Diagram Jumlah Anak Sapih Mencit Selama Penelitian……….….. 25

6. Diagram Rataan Bobot Sapih Anak Mencit Selama Penelitian……….. 26

7. Grafik Pertumbuhan Anak Mencit Pra Sapih... 27

8. Diagram Rataan Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Pra Sapih……….. 28

(10)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Konsumsi Ransum Induk....……… 37

2. Konversi Ransum...……… 37

3. Litter Size …… ………. 37

4. Rataan Bobot Lahir………. 37

5. Jumlah Anak Sapih………...……….. 38

6. Rataan Bobot Sapih ……… 38

7. Rataan Pertambahan Bobot Badan……….. 38

8. Mortalitas……….... 38

9. Pertumbuhan Anak Mencit Pra Sapih... 39

10. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Induk...……….. 39

11. Analisis Ragam Konversi Ransum..……… 39

12. Analisis Ragam Litter Size ...……… 39

13. Analisis Ragam Rataan Bobot Lahir……….. 39

14. Analisis Ragam Jumlah Anak Sapih………..………. 40

15. Analisis Ragam Rataan Bobot Sapih……….. 40

16. Analisis Ragam Rataan Pertambahan Bobot Badan………... 40

17. Analisis Ragam Mortalitas……….. 40

(11)

PENAMBAHAN AMPAS KUNYIT (Curcuma domestica) DALAM

RANSUM TERHADAP SIFAT REPRODUKSI

MENCIT PUTIH (Mus musculus)

ANDRI CHRIS DIAN

D14103062

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

(12)

PENAMBAHAN AMPAS KUNYIT (Curcuma domestica) DALAM

RANSUM TERHADAP SIFAT REPRODUKSI

MENCIT PUTIH (Mus musculus)

Oleh

ANDRI CHRIS DIAN

D14103062

Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan di hadapan

Komisi Ujian Lisan pada tanggal 4 Juni 2007

Pembimbing

Utama

Pembimbing

Anggota

Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. Dr. Ir. Dewi A. Astuti, MS. NIP. 130 674 521 NIP.

131 474 289

Dekan Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, M. Rur.Sc

NIP. 131 624 188

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mencit merupakan hewan mengerat berukuran lebih kecil daripada tikus dan sering digunakan sebagai hewan percobaan. Alasan terpenting digunakannya mencit sebagai hewan percobaan adalah mencit memiliki kesamaan secara fisiologis dengan hewan lainnya terutama hewan mamalia sehingga sangat cocok untuk digunakan sebagai hewan penelitian. Keunggulan lainnya antara lain mudah dalam penanganan, siklus hidup pendek, pengadaan hewan ini tidak sulit dan pola reproduksinya yang singkat.

Pakan merupakan faktor terpenting dalam pemeliharaan hewan, karena itu perlu dilakukan pengembangan untuk menghasilkan pakan yang lebih efisien. Salah satu cara yang biasa dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah memodifikasi pakan dengan penambahan bahan tertentu agar mendapatkan produksi yang optimal. Bahan yang berasal dari alam baik untuk digunakan sebagai pakan karena jarang menimbulkan residu di tubuh, namun dapat meningkatkan metabolisme.

Industri jamu di Indonesia sudah mengalami perubahan dari berskala kecil menjadi sebuah industri besar bahkan dapat dikatakan sudah bertaraf internasional. Salah satu bahan baku pembuatan jamu adalah kunyit dan hasil akhir dari pengolahan jamu tersebut diperoleh ampas atau sisa jamu khususnya ampas kunyit. Skala industri yang semakin besar tentunya akan disertai dengan meningkatnya jumlah limbah ampas yang dihasilkan, sehingga dibutuhkan cara bagaimana mengurangi limbah tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah menggunakan atau memanfaatkan limbah tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat misalnya menjadi pakan tambahan bagi hewan percobaan dan ternak. Keunggulan kunyit diantaranya berperan sebagai antioksidan dan antitoksin, sehingga diharapkan dapat mempertahankan kualitas pakan. Selain itu, kunyit juga dipercaya sebagai penambah nafsu makan. Ampas kunyit yang dihasilkan masih memiliki zat aktif yang sama dengan bentuk awalnya meskipun kandungan zat tersebut sudah tidak sebanyak yang dimiliki kunyit segar.

(14)

2 Perumusan Masalah

Meningkatnya permintaan mencit sebagai hewan laboratorium, menghendaki tersedianya pakan yang dapat meningkatkan sifat produksi dan reproduksi hewan tersebut. Permasalahannya adalah :

1. Konsumsi pakan yang rendah menyebabkan sifat reproduksi mencit tidak berkembang dengan optimal.

2. Limbah ampas kunyit yang menumpuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan ransum mencit.

3. Zat aktif pada ampas kunyit diharapkan dapat meningkatkan produksi dan reproduksi hewan laboratorium.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh taraf penambahan ampas kunyit (Curcuma domestica) dalam ransum terhadap sifat reproduksi mencit, sehingga didapatkan taraf optimum penggunaannya.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia peternakan, dimana ampas kunyit sebagai hasil ikutan pembuatan jamu dapat meningkatkan sifat reproduksi mencit dan mungkin dapat juga memberikan respon yang sama pada ternak lainnya. Manfaat lainnya yaitu memanfaatkan limbah dari ampas kunyit agar tidak menjadi masalah yang akan merugikan bagi lingkungan.

(15)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Mencit (Mus musculus)

Mencit merupakan hewan yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan terutama dalam penelitian-penelitian yang dipelihara secara intensif didalam laborotorium. Menurut Arrington (1972), mencit adalah hewan yang paling banyak (40-80%) digunakan sebagai hewan percobaan laboratorium. Keunggulan mencit sebagai hewan percobaan adalah sangat produktif dalam menghasilkan keturunan dan pengelolaannya sangat mudah karena ukurannya yang kecil. Menurut Moriwaki et al. (1994), beberapa keunggulan mencit sebagai hewan percobaan adalah siklus hidupnya relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan reproduksinya menyerupai hewan mamalia lain.

Menurut Storer et al. (1979), urutan taksonomi dari mencit adalah termasuk kedalam Filum Chordata, Kelas Mammalia, Ordo Rodentia, Famili Muridae, Genus Mus, Spesies Mus musculus. Menurut Sumantri (1984), mencit putih memiliki bulu pendek halus berwarna putih dan ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang daripada badan dan kepala. Mencit memiliki warna bulu yang berbeda dapat disebabkan perbedaan dalam kondisi proporsi darah mencit liar dan memiliki kelenturan pada sifat-sifat produksi dan reproduksinya (Nafiu, 1996).

Sifat Reproduksi Mencit

Mencit memiliki sifat reproduksi yang tinggi yaitu polyestrus dan mengalami oestrus post partum 14-28 jam setelah partus yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi anak. Namun, jika induk langsung dikawinkan setelah partus atau beranak maka dapat mengakibatkan kebuntingan yang lebih lama 3-5 hari daripada lama kebuntingan sebelumnya dan kebuntingan terjadi pada saat induk masih menyusui anak (Malole dan Pramono, 1989). Faktor lain yang dapat mempengaruhi sifat reproduksi mencit adalah umur induk. Umur induk merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap jumlah sel telur dan respon hormon yang dihasilkan (Sunarti, 1992). Ditambahkan oleh Day et al. (1991), bahwa penurunan fertilitas dan jumlah anak per kelahiran terjadi pada mencit yang mengalami siklus estrus tidak teratur saat umur setengah tua. Sifat biologis mencit diuraikan pada Tabel 1.

(16)

4 Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus)

Kriteria Keterangan

Lama hidup 1-3 (tahun)

Lama produksi ekonomis 9 bulan

Lama bunting 19-21 hari

Kawin sesudah beranak 1-24 jam

Umur disapih 21 hari

Umur dewasa 35 hari

Umur dikawinkan delapan minggu

Berat dewasa

Jantan 20-40 g

Betina 18-35 g

Berat lahir 0,5-1,0 g

Barat sapih 18-20 g

Jumlah anak rata-rata 6-15 ekor

Kecepatan tumbuh 1 g/hari

Siklus estrus 4-5 hari

Pengawinan pada waktu estrus

Kopulasi dekat periode estrus

Fertilitas dua jam setelah kawin

Aktivitas nokturnal (malam)

Jumlah puting susu 5 pasang

Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo (1988)

Jumlah Anak per Induk per Kelahiran ( Litter Size )

Jumlah anak per induk per kelahiran adalah jumlah total anak hidup dan mati pada waktu dilahirkan (Eisen dan Durrant, 1980). Rata-rata jumlah anak mencit per kelahiran adalah enam ekor bahkan dapat mencapai 15 ekor anak per induk (Smith dan Mangkowidjojo, 1988). Menurut Kon dan Cowie (1961), jumlah anak per induk per kelahiran tergantung pada umur dan ukuran tubuh induk sedangkan nutrisi induk akan menentukan ukuran tubuh atau rataan bobot lahir anak. Umur yang terlalu tua atau muda menyebabkan penurunan jumlah anak per kelahiran, demikian pula

(17)

5 ukuran tubuh terutama ukuran tubuh yang terlalu kecil dapat mempengaruhi jumlah anak per kelahiran.

Day et al. (1991), menyatakan menurunnya jumlah anak per kelahiran berkaitan dengan menurunnya jumlah blastosit yang normal pada hari kelima kebuntingan.

Bobot Lahir Anak Mencit

Bobot lahir adalah bobot badan suatu individu pada saat dilahirkan. Bobot lahir ternak ditentukan oleh pertumbuhan fetus sebelum lahir atau saat pertumbuhan selama didalam kandungan induknya ( Hafez dan Dyer, 1969). Malole dan Pramono (1989), menyatakan bahwa bobot lahir anak mencit berkisar antara 0,5-1,5 g/ekor. Semakin tinggi bobot lahir anak mencit, maka akan semakin baik kemampuan anak mencit tersebut dalam menggunakan pakan yang diberikan induknya selama didalam uterus. Pakan induk baik secara kualitas maupun kuantitas selama kebuntingan yang kurang baik dapat menyebabkan anak yang dilahirkan menjadi lemah dan memiliki bobot lahir yang rendah. Malnutrisi pada induk juga menyebabkan kurang terpenuhinya nutrisi fetus sehingga dapat mengurangi bobot lahir serta viabilitas anak (McDonald et al., 1995).

Pertumbuhan sebelum lahir dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya mutu genetik ternak, umur serta bobot badan induk yang melahirkan, pakan induk dan suhu lingkungan selama kebuntingan (Toelihere, 1979). Hafez (1987), menyatakan bahwa pada spesies yang beranak banyak (polytocous), kenaikan jumlah fetus yang dikandung akan menurunkan pertumbuhan anak baik prenatal maupun postnatal karena adanya persaingan fetus dalam uterus.

Bobot Sapih Anak Mencit

Bobot sapih adalah bobot badan saat dipisahkan atau disapih dari induknya. Sapihan yaitu tahap pertumbuhan suatu hewan dimana tidak lagi bergantung pada air susu induknya dan mulai mengkonsumsi pakan padat dan air (Inglis, 1980). Semakin banyak anak yang menyusu cenderung akan menaikkan produksi air susu induk walaupun tidak harus menjamin kebutuhan optimum dari anak-anak tersebut (Parakkasi, 1983). Air susu mencit mengandung 12,1% lemak, 9% protein, 3,2% laktosa (Malole dan Pramono, 1989). Induk yang memiliki produksi susu tinggi akan menghasilkan anak dengan bobot sapih yang tinggi pula.

(18)

6 Besarnya bobot sapih dinyatakan oleh Hafez dan Dyer (1969), dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, bobot badan induk, umur induk, keadaan saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak dan kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan serta suhu lingkungan. Inglis (1980), berpendapat bahwa penyapihan hendaknya dilakukan saat umur sapih, karena apabila dilakukan lebih dini maka pertumbuhan anak akan terhambat. Mencit yang disapih saat berumur 14-16 hari atau sebelum waktunya, pertumbuhannya tidak akan sebaik mencit yang tetap bersama induknya sampai berumur 20-21 hari. Bobot sapih anak mencit berkisar antara 10-12 g/ekor (Malole dan Pramono, 1989). Namun dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot sapih adalah 5,98 g (Nafiu, 1996), dan 7,67 g per ekor (Fitriawati, 2001).

Pertumbuhan Pra Sapih Anak Mencit

Pertumbuhan anak baik hewan maupun manusia sebelum disapih atau prasapih sangat tergantung pada induk. Parakkasi (1983), menyatakan bahwa pertambahan berat jaringan dan organ-organ adalah akibat proses hyperplasia yaitu pertambahan jumlah sel dan hypertrofi yaitu pertambahan besar sel-sel dari jaringan atau organ-organ tersebut. Pertumbuhan anak sebelum sapih dipengaruhi oleh genetik, bobot lahir, jumlah anak sekelahiran, produksi air susu induk, perawatan induk, dan umur induk (Hafez dan Dyer, 1969).

Pertumbuhan dari lahir sampai sapih sebagian besar dipengaruhi oleh jumlah susu yang dihasilkan induk dan kesehatan individu itu sendiri (Campbell dan Lasley, 1985). Nutrisi yang baik akan dapat mencukupi kebutuhan induk dan anak mencit saat berada dalam uterus maupun saat menyusu. Pertambahan bobot badan anak mencit sampai dengan disapih adalah 0,45-0,52 g/ekor/hari (Malole dan Pramono, 1989) atau 0,43-0,50 g/ekor/hari (Arrington, 1972).

Mortalitas Anak Mencit

Persentase mortalitas atau angka kematian pada anak mencit merupakan salah satu pedoman yang digunakan untuk mengukur kemampuan induk mengasuh anak. Eisen dan Durant (1980), manyatakan bahwa salah satu penyebab tingginya persentase kematian anak sebelum disapih adalah adanya pemilihan berdasarkan jumlah anak per kelahiran dan seleksi indeks berdasarkan peningkatan jumlah anak per kelahiran yang tinggi serta pemilihan berdasarkan penurunan bobot badan umur

(19)

7 enam minggu. Faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas antara lain jumlah anak perkelahiran, kondisi induk setelah beranak, kondisi lingkungan, dan sistem perkawinan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Kebutuhan Pakan dan Minum Mencit

Ransum adalah makanan yang disediakan bagi hewan untuk kebutuhan 24 jam. Pakan seimbang adalah porsi makanan yang mengandung zat makanan yang cukup untuk hidup pokok, pertumbuhann dan reproduksi (Anggorodi, 1985). Aktivitas reproduksi membutuhkan energi yang lebih banyak dan diikuti dengan peningkatan kebutuhan pakan suatu hewan, begitu pula sebaliknya ketersediaan pakan dapat mempengaruhi proses reproduksi. McDonalds et al. (1995), berpendapat bahwa malnutrisi juga berpengaruh pada induk sebab makanan untuk fetus didapatkan dari induk. Jika induk kekurangan nutrisi untuk calon anak, maka nutrisi itu akan dirombak dari tubuh induk, karena fetus merupakan prioritas utama untuk penyaluran zat-zat makanan. Apabila hal tersebut terus terjadi maka kebutuhan nutrisi calon anak pun menjadi tidak tercukupi dan dapat mengganggu perkembang-an fetus.

Malole dan Pramono (1989), menyatakan bahwa seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 15 g/100 g bobot badan/hari, sedangkan mencit membutuhkan pakan berkadar protein diatas 14%. Mencit bunting atau sedang menyusui akan makan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan gizi fetus dan kebutuhan dirinya sendiri. Konsumsi dapat meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan akan meningkat pula, sehingga mampu menampung pakan dalam jumlah yang lebih banyak.

Komposisi zat-zat makanan dalam ransum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan mencit adalah protein kasar 20-25%, kadar lemak 10-12%, kadar pati 44-55%, kadar serat kasar maksimal 4% dan kadar abu 5-6% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Faktor lainnya yang juga sangat penting bagi mencit yaitu air minum. Air minum yang diberikan untuk mencit harus bersih dan selalu tersedia setiap saat ( ad libitum ) karena mencit mudah sekali kehilangan air dari tubuhnya. Air minum yang diperlukan oleh setiap ekor mencit per hari berkisar antara 4-8 ml (Malole dan Promono, 1989).

(20)

8 Kunyit

Kunyit (Curcuma domestica) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat yang bersifat tahunan yang tersebar diseluruh daerah tropis. Kunyit memiliki kromosom sebanyak 2n = 62. Jumlah spesies kunyit sebanyak 20 jenis dan tersebar di seluruh dunia. Habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia, khususnya Asia Tenggara. Diperkirakan kunyit berasal dari Binar, ada juga yang menyatakan dari India. Kata curcuma berasal dari dari bahasa Arab yaitu kurkum dan bahasa Yunani karkom. Pada tahun 77-78 SM, Dioscarides menyebut tanaman ini sebagai Cyperus yang menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat, sedikit pedas dan tidak beracun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan khususnya di India, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia khususnya Jawa dan Filipina (Darwis et al.,1991). Taksonomi tanaman kunyit diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma domestica, Val. (Winarto, 2003)

Menurut Winarto (2003), tanaman kunyit merupakan tanaman tahunan. Ciri khas tanaman ini adalah berkelompok membentuk rumpun. Batangnya merupakan batang semu yang tersusun dari pelepah daun dan terasa agak lunak. Tinggi tanaman ini berkisar antara 40-100 cm. Daun kunyit tersusun dari pelepah daun, gagang daun, dan helai daun. Satu tanaman ini memiliki 6-10 helai daun. Purseglove et al. (1981), menyatakan tumbuhan ini tidak berbulu, batangnya pendek, bunganya putih pucat atau kuning, daunnya berjumbai, mempunyai daun pelindung bewarna putih bergaris hijau dan diujungnya merah jambu, sedangkan yang terletak dibagian bawah bewarna hijau muda, serta pelepah daunnya membentuk batang semu.

(21)

9 Ampas Kunyit

Ampas kunyit merupakan bahan sisa atau limbah bentuk padatan dari proses pembuatan jamu. Proses pemanenan kunyit adalah dicabut dari tanah, dibersihkan dari kotoran, rimpang utama dipisahkan dari anak rimpang atau rimpang samping, siap untuk diproses ( Ashari, 1995 ). Proses pembuatan jamu secara tradisional adalah dicuci terlebih dahulu, ditumbuk, direbus kemudian diperas. Komposisi zat makanan ampas kunyit diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ampas Kunyit. Komponen Komposisi (%) Kadar Air 11,80 Abu 2,79 Lemak 6,21 Protein 8,34 Serat Kasar 21,39

Sumber : Hasil Analisis Proksimat di Laboratorium Pusat Antar Universitas, IPB. 2006 Sifat Kimia dan Fisik Kunyit

Kunyit merupakan tanaman herba yang bisa ditanam sepanjang tahun. Kunyit memiliki ciri-ciri bunganya pucat, daun pelindungnya bewarna putih dan pangkalnya bewarna kuning (Heyne, 1987 dan Oswald, 1981). Bagian yang terpenting dalam pemanfaatan kunyit adalah rimpangnya.

Rimpang kunyit mengandung komponen antara lain minyak volatil, pigmen, zat pahit, resin, protein, selulosa, pentosa, pati, dan elemen mineral. Kunyit mengandung kurkuminoid, minyak atsiri, dan oleoresin. Minyak atsiri kunyit diperoleh dengan cara menyuling (destilasi) rimpang kunyit. Warna kunyit kuning atau kuning jingga dengan penampakan yang terang. Sifat-sifat minyak atsiri kunyit sangat bervariasi tergantung dari daerah asal kunyit dan umurnya. Minyak atsiri pada kunyit mengandung empat komponen utama antara lain sesquiterpen teroksigenasi, sesquiterpen hidrokarbon, monoterpen hidrokarbon, dan monoterpen teroksigenasi (Purseglove et al., 1981). Komposisi zat makanan kunyit dapat dilihat pada Tabel 3.

(22)

10 Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Rimpang Kunyit

Komponen Komposisi (%)

Kadar air 6,0

Protein 8,0

Karbohidrat 63,0

Serat kasar 7,0

Bahan non volatile 6,8

Minyak volatile 3,0

Kurkumin 3,0

Bahan mineral 9,0

Sumber: Natarajan dan Lewis, 1980.

Sifat Kunyit Sebagai Antioksidan dan Antitoksin

Komponen utama dalam pigmen kunyit adalah kurkumin. Komponen pigmen kunyit yang lainnya adalah desmetoksi kurkumin dan bisdesmetoksi kurkumin. Jitoe et al. (1992), melaporkan bahwa aktivitas antioksidan dari kunyit lebih kuat daripada jenis rempah-rempah atau tanaman obat lain kelompok jahe-jahean (Zingibiraceae) serta aktivitas antioksidan dari tiga jenis kurkuminoid (kurkumin, desmetoksi kurkumin dan bisdesmetoksi kurkumin) masing-masing adalah 20,9 dan 8,0 kali lebih kuat daripada alfa tokoferol.

Zat antitoksin adalah zat yang dapat membunuh mikroba (anti mikroba). Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikroba adalah fenol dan senyawa fenolik, alkohol, halogen, logam berat dan senyawanya, zat warna, deterjen, senyawa amonium kuarterner, asam dan basa serta gas khemosterilan (Pelezar et al., 1977). Kurkumin adalah suatu persenyawaan fenolik, maka mekanisme kerjanya sebagai antimikroba akan mirip dengan sifat persenyawaan fenol lainnya. Sidik et al. (1995), menyebutkan bahwa gugus hidroksil fenolik dalam komponen kurkuminoid merupakan zat yang diduga sebagai zat anti mikroba yang mampu membunuh mikroorganisme yang merugikan.

(23)

11 Khasiat Kunyit

Masyarakat umumnya menggunakan kunyit sebagai ramuan jamu karena khasiatnya menyejukkan usus, membersihkan luka, menghilangkan gatal, dan menyembuhkan kesemutan. Air sari kunyit sangat baik untuk kompres, cuci mata, mengurangi rasa nyeri, dan menghilangkan panas (Darwis et al ., 1991). Menurut Winarto (2003), kunyit tidak beracun, selain itu memiliki efek farmakologis melancarkan darah, menurunkan kadar lemak tinggi, antiradang, dan antibakteri.

Komposisi kurkumin yang terkandung didalamnya memilki khasiat dapat mempengaruhi nafsu makan dan memperlancar pengeluaran cairan empedu, yang pada akhirnya dapat meningkatkan aktivitas saluran pencernaan. Adanya pengaruh dari tepung rimpang kunyit tersebut secara tidak langsung berpengaruh pada konsumsi pakan dan absorpsi zat-zat makanan yang pada akhirnya dapat dimanifestasikan dalam bentuk produksi daging (Arifin dan Kardiyono, 1985). Herwintono (2002), menyatakan bahwa minyak atsiri dan kurkuminoid mampu meningkatkan kecernaan bahan kering dan protein.

(24)

12 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Oktober 2006, di Laboratorium Lapang (Kandang C), Bagian Non-Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 ekor mencit putih (Mus musculus) lepas sapih yang terdiri dari 20 ekor jantan dan 20 ekor betina (dewasa kelamin) dengan perkiraan bobot badan awal 18-35 g. Peralatan yang digunakan adalah timbangan elektrik dengan ketelitian 0,01 g, kotak kaca untuk penimbangan mencit, drum penampung air, botol minum, sikat botol, gunting, sarung tangan, masker, pinset dan alat tulis sedangkan bahan yang digunakan adalah sekam padi.

Air minum yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal dari air sumur. Air minum diberikan ad libitum (selalu tersedia). Kandang yang digunakan berukuran 36 x 28 x 12 cm3 untuk sepasang mencit ( jantan dan betina ) per kandang berjumlah 20 buah. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial dalam bentuk crumble yang mengandung protein 17,34%; lemak 7,21%; kadar air 8,31%; serat kasar 2,93%; abu 5,73%; kalsium 0,9%, dan fosfor 0,6 %.

Rancangan Perlakuan

Perlakuan dalam penelitian ini adalah penambahan ampas kunyit pada pakan dengan taraf yang berbeda. Empat jenis pakan sebagai perlakuan dibedakan dengan rasio pakan dan ampas kunyit sebagai berikut :

Perlakuan 1 (R0) : pakan kontrol tanpa penambahan ampas kunyit

Perlakuan 2 (R1) : 97% pakan kontrol dengan penambahan ampas kunyit 3%; Perlakuan 3 (R2) : 94% pakan kontrol dengan penambahan ampas kunyit 6%; Perlakuan 4 (R3) : 91% pakan kontrol dengan penambahan ampas kunyit 9%.

(25)

13 Model Percobaan

Rancangan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penambahan ampas kunyit pada ransum terhadap sifat reproduksi mencit adalah Rancangan Acak Lengkap pola searah. Perlakuan yang diteliti adalah pakan kontrol dengan taraf penambahan ampas kunyit 0; 3; 6; dan 9% masing-masing dengan lima ulangan.

Model matematik menurut Walpole (1995) ; Yij: µ + i + εij

Keterangan :

Yij : respon atas pengaruh pakan ke-i, ulangan ke-j µ : rataan umum

i : pengaruh taraf pemberian ampas kunyit dalam pakan yang ke-i ; 1=0; 2=3; 3= 6; dan 4 = 9%

ε

ij : galat percobaan ; γ = 1, 2, 3, 4, 5. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan analisa sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut ( Mattjik dan Sumertejaya, 2002 ).

Analisis regresi digunakan untuk memprediksi litter size dengan peubah tunggal rataan bobot lahir. Rumus regresi yang digunakan (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) :

Y =  + ßx Keterangan :

Y : litter size

X : rataan bobot lahir  : konstanta ß : gradien

(26)

14 Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Konsumsi pakan (g/ekor/hari), diperoleh dengan menghitung selisih jumlah pakan yang diberikan dan pakan yang tersisa.

2. Rataan pertambahan bobot badan anak (g/ekor/hari), diperoleh dengan menghitung selisih bobot sapih dan bobot lahir dibagi dengan umur (hari).

3. Konversi pakan, diperoleh dengan menghitung konsumsi pakan induk dibagi dengan pertambahan bobot badan seluruh anak dalam waktu tertentu.

4. Litter size (ekor), diperoleh dengan melakukan perhitungan jumlah anak mencit yang lahir hidup dan mati dari setiap pasang induk mencit.

5. Rataan bobot lahir (g/ekor), diperoleh dari penimbangan bobot total anak yang lahir hidup dari seekor induk kemudian dibagi jumlah anak dari induk yang sama. 6. Jumlah anak sapih (ekor), diperoleh dengan menghitung jumlah anak mencit

yang hidup pada umur 21 hari penyapihan.

7. Rataan bobot sapih (g/ekor), diperoleh dengan menimbang semua anak yang masih hidup pada saat anak mencit berumur 21 hari, dan dibagi dengan jumlah anak (ekor).

8. Mortalitas (%), diperoleh dengan menghitung jumlah anak mencit yang mati selama menyusui dibanding dengan litter size.

Prosedur Pra Penelitian

Persiapan Kandang. Kandang dan semua peralatan yang akan digunakan dicuci bersih dengan menggunakan sabun cuci dan disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%, kemudian alas kandang dilapisi dengan sekam padi seberat 50 g/kandang dengan ketinggian lapisan ± 2 cm.

Ampas Kunyit. Ampas kunyit didapatkan dari tempat penggilingan jamu di daerah Wonogiri, Solo, Jawa Tengah.

Identifikasi dan Penimbangan Awal Mencit. Tiap ekor mencit diidentifikasi jenis kelaminnya, kemudian seekor jantan dan seekor betina disatukan dalam satu kandang. Semua kandang berjumlah 20 buah dimana setiap kandang

(27)

15 terdapat satu ekor jantan dan satu ekor betina. Penimbangan awal dilakukan setelah proses identifikasi dan pengelompokkan mencit berdasarkan jenis kelaminnya.

Pencampuran Ransum. Untuk mencampurkan ransum (pakan kontrol dan ampas kunyit), dilakukan dengan cara pengadukan sampai homogen. Susunan campuran pakannya adalah:

Perlakuan 1 (R0): 100% pakan kontrol tanpa penambahan ampas kunyit. Perlakuan 2 (R1): 97% pakan kontrol ditambah 3% ampas kunyit. Perlakuan 3 (R2): 94% pakan kontrol ditambah 6% ampas kunyit. Perlakuan 4 (R3): 91% pakan kontrol ditambah 9% ampas kunyit. Penelitian

Mencit dipelihara mulai dari persiapan akan dikawinkan, bunting (19-21 hari) hingga penyapihan pada umur 21 hari. Mencit jantan dan betina digabungkan dalam satu kandang dan membutuhkan proses kawin selama 3-7 hari, dengan demikian lama pemeliharaan berkisar 60 hari. Mencit dipelihara didalam kandang dengan dua ekor mencit/kandang masing-masing satu ekor jantan dan betina. Mencit jantan dikeluarkan dari betina setelah mencit betina bunting yang terlihat kira-kira pada 14 hari kebuntingan. Mencit pada tiap kandang diberikan pakan 8 g/ekor/hari yaitu pada pagi hari (pukul 8.00 WIB). Susunan pakan yang diberikan selama mencit belum beranak diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pemberian Ampas Kunyit dalam Pakan Kontrol Untuk Tiap Perlakuan

Komposisi Ransum Perlakuan

Pakan (g) Ampas Kunyit (g)

R0 8,00 0,00 R1 7,76 0,24 R2 7,52 0,48 R3 7,28 0,72

(28)

16 Selama jantan dan betina disatukan jumlah pakan yang diberikan adalah 8 g per ekor per hari, sehingga jumlah pakan yang diberikan adalah 16 g per kandang per hari. Ketika proses pemisahan dilakukan, juga dilakukan pergantian sekam dan pemberian pakan hanya untuk satu ekor saja ( betina bunting ) dengan pemberian sebanyak 8 g/ekor/hari.

Setelah mencit beranak pakan diberikan lebih banyak daripada sebelumnya. Jumlah pakan disesuaikan dengan umur anak mencit. Jumlah pakan ditambahkan dua gram per minggu hingga minggu ketiga menjadi 14 g per kandang per hari.

Perhitungan konsumsi pakan dan sisa konsumsi pakan dilakukan setiap sepuluh hari sekali bersamaan dengan penggantian sekam. Penghitungan sisa konsumsi pakan dilakukan dengan menimbang jumlah sisa pakan dalam sekam.

(29)

17 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang, Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Kecamatan Darmaga, Kotamadya Bogor. Laboratorium Lapang ini memelihara mencit dan tikus dengan jumlah yang besar. Ruangan pemeliharaan tikus dan mencit disatukan. Pemeliharaan dilakukan pada kandang yang diletakkan diatas rak-rak kayu dengan bagian atas tiap kandang terbuka yang ditutup oleh jaring-jaring besi.

Laboratorium lapang ini terdiri dari beberapa ruangan, yaitu ruangan tempat pemeliharaan mencit dan tikus, gudang, dan ruangan operator kandang. Didalam kandang terdapat rak kayu yang terdiri dari beberapa tingkat sebagai tempat kandang mencit termasuk kandang mencit penelitian. Ruangan yang digunakan juga memiliki sistem ventilasi yang cukup baik.

Kondisi Lingkungan

Suhu dan kelembaban udara merupakan faktor lingkungan yang sangat penting diperhatikan dalam memelihara hewan ternak, karena apabila suhu dan kelembaban tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh ternak maka dapat mengganggu penampilan produksi ternak tersebut. Rataan suhu lingkungan pada siang hari selama penelitian adalah 32,59oC, dengan kisaran antara 25,30-35oC.

Kelembaban udara selama penelitian berkisar antara 70-80%. Malole dan Pramono (1989), menyatakan bahwa suhu dan kelembaban lingkungan yang ideal dalam pemeliharaan mencit masing-masing berkisar 21-29oC dan 30-70%. Hal ini menunjukkan bahwa suhu lingkungan dan kelembaban udara selama penelitian lebih tinggi dibanding dengan suhu dan kelembaban yang optimal dalam pemeliharaan mencit meskipun selalu terjadi perubahan setiap hari atau fluktuatif . Suhu dan kelembaban lingkungan pada siang hari selama penelitian masing-masing dapat mencapai 32,590C dan 70%, namun hal ini tidak membuat mencit penelitian stress karena kandang memiliki ventilasi yang baik sehingga mampu mengurangi dampak dari panas lingkungan yang ekstrim. Selain itu, mencit merupakan hewan nokturnal yang aktivitas kehidupannya lebih banyak dilakukan pada malam hari sedangkan pada siang hari lebih banyak digunakan untuk beristirahat.

(30)

18 Konsumsi Ransum Induk Selama Menyusui

Rataan konsumsi dan nilai konversi ransum induk selama menyusui ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Konsumsi dan Konversi Ransum Induk Selama Menyusui

Konsumsi Ransum Induk (g/ekor/hari) 5,66±0,96 5,83±0,60 5,36±1,47 5,12±1,14 18,94 Konversi Ransum 6,50±2,76 4,73±2,31 4,27±0,99 5,65±2,32 41,33

Ransum yang diberikan selama pemeliharaan memiliki kandungan protein rata-rata diatas 17%. Batas minimal kandungan protein ransum mencit untuk menjamin siklus atau proses reproduksi dan laktasi yang baik adalah sebesar 13,6% (Goettsch, 1960). Ransum yang diberikan selama penelitian sudah cukup karena mampu memenuhi kebutuhan mencit selama bunting dan menyusui anak. Nafiu (1996), melaporkan bahwa ransum mencit dengan kandungan protein dibawah 12,6% akan menimbulkan cekaman dan dapat menurunkan persentase induk yang melahirkan menjadi hanya 56,67%.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa penambahan ampas kunyit dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum induk mencit selama menyusui. Suardi (2006), melaporkan bahwa pemberian ekstrak kunyit dalam air minum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsunsi ransum. Meskipun tidak berbeda nyata namun terjadi peningkatan konsumsi sebesar 3% pada perlakuan dengan penambahan 3% ampas kunyit dalam ransum (R1) dibanding kontrol (R0).

Peningkatan konsumsi ransum induk selama menyusui hanya dipengaruhi oleh jumlah anak yang disusui oleh induk atau jumlah anak sapih (Tabel 5). Semakin banyak jumlah anak yang disapih maka konsumsi akan cenderung meningkat pula. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan ampas kunyit sampai taraf 9% dalam ransum tidak menurunkan atau menyebabkan gangguan terhadap reproduksi mencit sehingga dapat digunakan sebagai pakan tambahan pengganti karena harganya lebih murah

Ampas Kunyit (%) Peubah

(31)

19 jika dibanding dengan tepung kunyit. Rataan konsumsi ransum induk mencit selama menyusui ditampilkan pada Gambar 1.

5.66 5.83 5.36 5.12 4.6 4.8 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 RO R1 R2 R3 Perlakuan K ons um s i R a ns um ( g /e k o r/ ha ri )

Gambar 1. Diagram Konsumsi Ransum Induk Selama Menyusui

Perlakuan penambahan 3% ampas kunyit dalam ransum (R1) menghasilkan konsumsi yang meningkat. Hal tersebut menujukkan bahwa ransum yang diberikan masih disukai atau palatabel namun terjadi perubahan komposisi nutrien dalam ransum dimana serat kasar yang semakin tinggi dibanding R0. Mencit adalah hewan monogastrik yang tidak mampu mencerna serat kasar yang tinggi sehingga dibutuhkan lebih banyak ransum yang dimakan untuk mencukupi seluruh asupan nutrien yang dibutuhkan. Ransum dengan taraf 6 dan 9% ampas kunyit justru menurunkan konsumsi pakan masing-masing sebanyak 5,30% dan 9,54%. Hal ini mungkin disebabkan oleh palatabilitas yang menurun dengan penambahan ampas kunyit yang semakin tinggi dalam ransum. Palatabilitas ransum menurun diduga karena rasa ampas kunyit yang pahit dan pedas jika diberikan dalam jumlah yang cukup banyak. Serat kasar juga bersifat bulky atau amba yang menimbulkan efek mudah kenyang sehingga semakin tinggi serat kasar dalam ransum menyebabkan penurunan konsumsi ransum tersebut.

Konversi Ransum

Nilai dari suatu konversi ransum dapat menentukan keefisienan penggunaan ransum oleh ternak untuk menghasilkan suatu produksi, dimana semakin kecil nilai konversi ransum maka semakin efisien hewan atau ternak dalam menggunakan

(32)

20 ransum. Konversi ransum disini adalah ransum yang dikonsumsi oleh induk selama menyusui terhadap pertambahan bobot badan anak. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan ampas kunyit dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap konversi ransum induk. Hadian (2004), menyatakan bahwa penambahan tepung kunyit tidak mempengaruhi konversi ransum mencit. Meskipun pengaruh ampas kunyit tidak berbeda nyata dalam penelitian ini, namun terjadi penurunan nilai konversi sebesar 34,30% pada perlakuan penambahan 6% ampas kunyit dalam ransum (R2) dibanding kontrol (R0) (Tabel 5). Hal ini terjadi karena pertambahan bobot badan yang semakin meningkat dengan meningkatnya taraf ampas kunyit dalam ransum dengan konsumsi ransum yang relatif sama selama masa menyusui, kecuali pada perlakuan penambahan ampas kunyit 9% (R3) dengan nilai konversi ransum yang tinggi. Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur, kualitas pakan, kualitas air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan, faktor pemberian pakan, penerangan dan faktor sosial (Anggorodi, 1984). Rataan konversi ransum induk selama menyusui diperlihatkan pada Gambar 2. 6.5 4.73 4.27 5.65 0 1 2 3 4 5 6 7 RO R1 R2 R3 Perlakuan K onv e rs i R a ns um

Gambar 2. Diagram Konversi Ransum Induk Mencit Selama Menyusui

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terjadi penurunan nilai konversi ransum dari kontrol kecuali pada perlakuan R3. Konversi ransum berkaitan dengan tingkat konsumsi dan pertambahan bobot badan (PBB). Hasil menunjukkan bahwa konsumsi yang rendah tidak selalu menghasilkan nilai konversi yang rendah pula. Faktor yang lebih mempengaruhi konversi adalah pertambahan bobot badan karena

(33)

21 berapapun jumlah konsumsi jika pertambahan bobot badan yang dihasilkan baik maka dapat dikatakan nilai konversi yang dihasilkan adalah baik.

Penampilan Reproduksi Mencit

Penampilan reproduksi mencit yang dimaksud dalam penelitian ini menyangkut litter size, bobot lahir, jumlah anak sapih, bobot sapih, pertambahan bobot badan, dan mortalitas selama penelitian yang ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Penampilan Reproduksi Mencit Putih (Mus musculus) selama Penelitian

Litter size (ekor) 8,40±2,07 7,60±1,67 7,00±1,00 7,20±1,92 22,60

Rataan Bobot Lahir (g/ekor) 1,42±0,09 1,57±0,17 1,72±0,17 1,53±0,29 13,07 Jumlah Anak sapih (ekor) 6,00±0,82 6,40±1,67 7,00±1,00 5,00±2,94 29,87 Rataan Bobot Sapih (g/ekor) 5,31±2,15 6,32±1,91 6,99±2,74 7,55±2,96 35,99 Rataan PBB Anak (g/ekor/hari) 0,19±0,09 0,23±0,08 0,25±0,12 0,29±0,15 45,83 Mortalitas Anak Pra Sapih (%) 37,78±37,30 13,89±20,22 0,00±0,00 37,14±51,11 163,35 Keterangan: PBB : Pertambahan Bobot Badan

KK : Koefisien Keragaman

Litter Size

Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan ampas kunyit tidak mem-berikan pengaruh nyata terhadap litter size. Meskipun pengaruh ampas kunyit tidak berbeda nyata dalam penelitian ini, namun terjadi penurunan litter size sebesar 16,67% pada perlakuan penambahan 6% ampas kunyit dalam ransum (R2) dibanding kontrol (R0) (Tabel 6). Penurunan tersebut disebabkan oleh semakin rendah jumlah kolestrol yang berfungsi sebagai prekursor hormon-hormon reproduksi sehingga dapat mengganggu proses pembentukan sel telur dalam ovarium mencit dan pembentukan sperma pada mencit jantan. Penelitian yang menggunakan ampas

Ampas Kunyit (%) Peubah

(34)

22 kunyit lainnya didapatkan bahwa penambahan ampas kunyit 3, 6, dan 9% dalam ransum mencit dapat menurunkan kolestrol baik pada yang jantan maupun betina. Terganggunya proses reproduksi tersebut diduga menurunkan jumlah sel telur dan sel sperma sehingga litter size yang didapatkan menjadi lebih rendah.

Serat kasar memiliki sifat menarik atau mengikat segala macam lemak yang ada di saluran pencernaan sehingga mengurangi jumlah lemak (termasuk kolestrol) yang diserap oleh usus dari ransum yang diberikan. Hal tersebut mengakibatkan kadar lemak (termasuk kolestrol) didalam tubuh berkurang yang dapat mengganggu proses atau siklus reproduksi sehingga didapatkan litter size yang rendah. Toelihere (1979), menyatakan banyaknya jumlah anak per kelahiran dipengaruhi oleh bangsa ternak, umur induk, musim kelahiran, makanan, silang dalam, dan kondisi lingkungan. Umur yang terlalu tua atau muda menyebabkan penurunan jumlah anak per kelahiran karena berkaitan dengan kesiapan uterus menerima implantasi. Uterus pada mencit yang terlalu muda belum siap menerima implantasi rahim sehingga implantasi yang terjadi sedikit yang berakibat litter size yang didapatkan sedikit pula. Pada penelitian ini mencit yang digunakan baru beranak pertama. Rataan litter size mencit selama penelitian diperlihatkan pada Gambar 3.

8.4 7.6 7 7.2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 RO R1 R2 R3 Perlakuan L it te r si z e ( eko r)

Gambar 3. Diagram Litter Size Mencit Selama Penelitian

Selama penelitian terjadi mencit yang litter size sangat rendah yaitu pada perlakuan dengan penambahan 6% ampas kunyit dalam ransum (R2) ulangan pertama dan ulangan keempat dengan litter size masing-masing berjumlah dua dan empat ekor. Hal tersebut disebabkan oleh induk yang tidak subur dan sifat

(35)

23 kanibalisme induk pasca melahirkan (sebagian besar anak yang baru dilahirkan dimangsa oleh induk) sehingga jumlah total anak yang lahir tidak diketahui secara pasti karena sudah dimangsa terlebih dahulu. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Parindra (2007), melaporkan bahwa penambahan kunyit dalam pakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap litter size. Hasil rataan litter size yang didapatkan selama penelitian berada dalam selang 5,4 sampai dengan 8,4 ekor. Hal ini didukung dengan hasil pengamatan Rahnefeld et al. (1966), mendapatkan litter size rata-rata berkisar antara 5,25 sampai dengan 9,25 ekor.

Rataan Bobot Lahir

Hasil analisis memperlihatkan bahwa penambahan ampas kunyit dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap rataan bobot lahir anak mencit. Meskipun pengaruh ampas kunyit tidak berbeda nyata namun terjadi peningkatan rataan bobot lahir sebesar 21,13% pada perlakuan dengan penambahan 6% ampas kunyit dalam ransum (R2) dibanding kontrol (R0). Hasil rataan bobot lahir yang diperoleh memperlihatkan bahwa sangat erat kaitannya dengan litter size mengikuti persamaan y = 22,4 – 9,78x dimana y adalah litter size dan x adalah bobot lahir dengan nilai R2 = 87,30%. Perbandingan antara litter size dan rataan bobot lahir dapat dilihat pada

Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa mencit yang memiliki litter size yang lebih tinggi akan memiliki bobot lahir yang lebih rendah, dan sebaliknya mencit yang memiliki litter size yang lebih rendah akan memiliki bobot lahir yang lebih tinggi.

Menurut Kon dan Cowie (1961), bahwa bobot litter secara keseluruhan akan meningkat seiring dengan meningkatnya litter size akan tetapi rataan bobot lahir tiap anak menjadi lebih rendah. Bobot lahir anak mencit dipengaruhi oleh pertumbuhan foetus selama dalam kandungan induknya. Pertumbuhan sebelum lahir dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya mutu genetik ternak, umur serta bobot badan induk yang melahirkan, pakan induk, dan suhu lingkungan selama kebuntingan (Toelihere, 1979).

Hasil rataan bobot lahir yang diperoleh juga sesuai dengan pernyataan Malole dan Pramono (1989), bahwa bobot lahir anak mencit berkisar antara 0,5 - 1,5 g/ekor. Rataan bobot lahir anak mencit selama penelitian ditampilkan pada Gambar 4.

(36)

24 1.42 1.57 1.72 1.53 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 RO R1 R2 R3 Perlakuan R a ta a n B obo t La hi r ( g /e k o r)

Gambar 4. Diagram Rataan Bobot Lahir Anak Mencit Selama Penelitian Pengaruh ampas kunyit dalam ransum terhadap rataan bobot lahir tidak terlalu terlihat karena ransum yang diberikan sudah memenuhi kebutuhan reproduksi mencit. Malnutrisi pada induk menyebabkan kurang terpenuhinya nutrisi foetus sehingga dapat mengurangi bobot lahir anak (McDonald et al., 1995). Rataan bobot lahir per ekor anak mencit pada penelitian ini lebih dipengaruhi oleh litter size. Arrington (1972), menyatakan bahwa semakin banyak jumlah anak mencit lahir, maka bobot lahir anak cenderung semakin ringan.

Jumlah Anak Sapih

Sapih yaitu tahap pertumbuhan suatu hewan tidak lagi bergantung pada air susu induknya dan mulai mengkonsumsi pakan padat dan cair (Inglis, 1980). Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan ampas kunyit dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anak sapih. Meskipun pengaruh ampas kunyit tidak berbeda nyata namun terjadi peningkatan jumlah anak sapih sebesar 16,67% pada perlakuan penambahan 6% ampas kunyit dalam ransum (R2) dibanding dengan kontrol (R0). Rataan jumlah anak sapih dengan penambahan ampas kunyit 0; 3; 6; dan 9% berturut-turut menghasilkan sebesar 6,0; 6,4; 7,0; dan 5,0 ekor. Hasil ini menunjukkan bahwa litter size yang tinggi tidak selalu menghasilkan jumlah anak sapih yang tinggi pula. Hal tersebut terlihat pada induk dengan perlakuan R0 yang memiliki litter size tertinggi (8,4 ekor) ternyata menghasilkan jumlah anak sapih yang rendah (6 ekor), demikian juga dengan perlakuan R3 dimana litter sizenya 7,2 ekor menghasilkan jumlah anak sapih paling rendah yaitu 5,0 ekor. Jumlah anak

(37)

25 sapih sangat berhubungan dengan kematian anak selama menyusu yang secara tidak langsung berhubungan dengan kemampuan induk dalam merawat anaknya (mothering ability), dimana selama penelitian kematian anak lebih disebabkan sifat kanibalisme induk yang mengalami stres setelah beranak meskipun tingkat stresnya mungkin berbeda. Hal ini terlihat dari bangkai anak yang tersisa dan jumlah anak yang berkurang. Sifat kanibalisme pada induk muncul dimungkinkan karena adanya defisiensi nutrisi, faktor genetik, dan adanya stres (Harianto, 2006). Induk muda atau pertama kali beranak mengalami stres yang berat karena proses kelahiran dan belum memiliki sifat mengasuh anak (mothering ability) yang baik sehingga tingkat mortalitas anak mencit relatif tinggi. Rataan jumlah anak sapih mencit selama penelitian ditampilkan pada Gambar 5.

6 6.4 7 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 RO R1 R2 R3 Perlakuan Ju m lah A n a k S a p ih ( e k o r)

Gambar 5. Diagram Jumlah Anak Sapih Mencit Selama Penelitian

Menurut Wibowo (1984), jumlah anak sapih juga dipengaruhi oleh tingkat mortalitas anak. Mortalitas sangat mempengaruhi jumlah anak sapih yang dihasilkan, terlihat pada perlakuan R0 dan R3 masing-masing dengan taraf 0 dan 9% ampas kunyit kematian anak mencit adalah tinggi. Hal tersebut mengakibatkan pada kedua perlakuan terjadi penurunan jumlah anak yang hidup hingga disapih atau jumlah anak sapih meskipun kedua perlakuan memiliki litter size yang cukup tinggi.

Rataan Bobot Sapih

Bobot sapih adalah bobot badan anak saat dipisahkan dari induknya yang pada umumnya disapih pada umur 21-28 hari, namun pada penelitian ini anak mencit disapih pada umur 21 hari. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terjadi pengaruh

(38)

26 nyata terhadap bobot sapih dengan penambahan ampas kunyit. Meskipun tidak berbeda nyata namun terjadi peningkatan bobot sapih sebesar 29,67% pada perlakuan penambahan 9% ampas kunyit dalam ransum (R3) dibanding kontrol (R0). Bobot sapih sangat erat kaitannya dengan jumlah anak sapih dimana jumlah anak sapih yang rendah (R3) sejumlah 5 ekor menghasilkan bobot sapih yang tinggi sebesar 7,55 gram. Hasil penelitian ini didukung oleh Parindra (2007), melaporkan bahwa penambahan tepung kunyit dalam ransum mencit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot sapih anak mencit. Rataan bobot sapih anak mencit selama penelitian ditampilkan pada Gambar 6.

5.31 6.32 6.99 7.55 0 1 2 3 4 5 6 7 8 RO R1 R2 R3 Perlakuan R a ta a n B obo t S a pi h ( g /e k o r)

Gambar 6. Diagram Rataan Bobot Sapih Anak Mencit Selama Penelitian Semakin banyak jumlah anak yang disusui maka jumlah air susu yang didapatkan tiap individu anak mencit akan menjadi lebih sedikit sehingga pertambahan bobot badan anak menjadi rendah dan akhirnya menurunkan bobot sapih anak mencit. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah anak yang disusui maka kemungkinan anak yang dihasilkan lebih berat karena kebutuhan anak mencit tersebut terpenuhi dengan baik. Menurut Sumantri (1984), rataan bobot lahir dan sapih berkorelasi negatif dengan jumlah anak per induk per kelahiran (litter size), namun berkorelasi positif dengan total kelahiran. Faktor yang mempengaruhi bobot sapih antara lain jenis kelamin, bobot badan induk, umur induk, keadaan pada saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak dan suhu lingkungan (Hafez dan Dyer, 1969).

(39)

27 Pertumbuhan Anak Mencit Pra Sapih

Pertumbuhan anak mencit pra sapih dimulai dari umur 0 hari atau lahir hingga hari ke-21 atau disapih. Selama penelitian didapatkan rataan bobot badan seluruh perlakuan per minggu dari minggu ke-0 sampai minggu ke-3. Rataan minggu ke-0, 1, 2, dan 3 masing-masing sebesar 1,56; 3,33; 5,32; dan 6,54. Pertumbuhan anak mencit pra sapih per perlakuan per minggu ditampilkan pada Gambar 7.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 Minggu B o bot B a da n (g /e k o r/ ha ri ) R0 R1 R2 R3

Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Anak Mencit Pra Sapih

Pertumbuhan pada tujuh hari pertama dihasilkan rataan pertambahan bobot badan seluruh perlakuan sebesar 1,77 g. Kemudian pertumbuhan pada tujuh hari kedua dihasilkan rataan pertambahan bobot badan seluruh perlakuan sebesar 1,99 g dan pada tujuh hari terakhir sebesar 1,22 g (Lampiran 9). Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan optimal pra sapih adalah pada tujuh hari kedua atau antara minggu pertama dan kedua. Perlakuan tanpa penambahan ampas kunyit menampilkan pertumbuhan yang jelek karena sejak minggu 0 sampai minggu ke-3 bobot badan yang dihasilkan selalu paling rendah dibanding perlakuan lainnya. Perlakuan penambahan 3% dan 6% ampas kunyit menampilkan pertumbuhan yang relatif tetap selama tiga minggu atau pra sapih. Perlakuan penambahan 9% ampas kunyit menampilkan pertumbuhan yang sangat baik karena pada minggu ke-0 dan ke-1 bobot badan yang dihasilkan masih rendah. Kemudian pada minggu ke-2 dan ke-3 menghasilkan bobot badan yang paling tinggi dibanding perlakuan lainnya.

(40)

28 Rataan Pertambahan Bobot Badan Anak Pra Sapih

Hasil rataan pertambahan bobot badan (PBB) anak mencit setelah dianalisis memperlihatkan bahwa penambahan ampas kunyit dalam ransum memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil ini didukung oleh Parindra (2007), menyatakan bahwa penambahan kunyit dalam pakan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan anak selama menyusu atau pra sapih. Secara umum peningkatan penambahan ampas kunyit dalam ransum menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi diikuti dengan nilai konversi yang rendah kecuali pada perlakuan penambahan 9% ampas kunyit (R3) yang memiliki nilai konversi yang tinggi pula. Hal ini memperlihatkan bahwa pertambahan bobot badan sangat erat kaitannya dengan nilai konversi dimana konversi ransum yang baik akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang baik pula. Rataan pertambahan bobot badan anak pra sapih ditampilkan pada Gambar 8.

0.19 0.23 0.25 0.29 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 RO R1 R2 R3 Perlakuan R a ta an P B B A n ak ( g /e ko r/ h a ri )

Gambar 8. Diagram Rataan PBB Anak Mencit Pra Sapih

Meskipun tidak berbeda nyata namun terjadi peningkatan pertambahan bobot badan sebesar 34,48 % pada perlakuan penambahan 9% ampas kunyit dalam ransum (R3) dibanding kontrol (R0). Pertambahan bobot badan yang baik akan menghasilkan bobot sapih yang tinggi pula (Tabel 6). Jull (1972), menyatakan pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh potensi genetik, konsumsi ransum, dan kondisi lingkungan. Selain itu, PBB anak pra sapih sangat dipengaruhi oleh kemampuan induk untuk menyusui anaknya baik produksi susu maupun kemampuan merawat (mothering ability). Pertumbuhan anak sebelum sapih dipengaruhi oleh

(41)

29 genetik, bobot lahir, jumlah anak sekelahiran, produksi air susu induk, perawatan induk, dan umur induk (Hafez dan Dyer, 1969).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan juga dipengaruhi oleh litter size. Litter size yang tinggi akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang rendah dan litter size yang rendah akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Hal ini disebabkan induk memiliki batas maksimal dalam menghasilkan susu sehingga induk dengan jumlah anak yang banyak tidak dapat memenuhi kebutuhan susu seluruh anaknya dan menghasilkan pertambahan bobot badan yang rendah. Sebaliknya terjadi pada induk dengan anak yang sedikit dimana kebutuhan seluruh anaknya dapat terpenuhi dan menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Hasil pertambahan bobot badan pada penelitian ini (Gambar 7) masih rendah, karena menurut Arrington (1972), pertambahan bobot badan anak mencit sampai disapih adalah 0,43-0,50 g/ekor/hari.

Mortalitas

Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan ampas kunyit dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas. Meskipun tidak berbeda nyata namun terjadi penurunan mortalitas sebesar 100% pada perlakuan penambahan 6% ampas kunyit dalam ransum (R2) dan sebesar 63,24% pada perlakuan penambahan 3% ampas kunyit dalam ransum (R1) dibanding kontrol (R0). Parindra (2007), melaporkan bahwa penambahan kunyit dalam ransum mencit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas.

Jumlah kematian atau persentase mortalitas merupakan salah satu pedoman yang digunakan untuk mengukur kemampuan induk dalam mengasuh anak (mothering ability). Selama penelitian kematian anak lebih disebabkan oleh sifat kanibalisme induk terutama pada perlakuan kontrol (R0) dimana pada setiap ulangan terjadi kematian yang disebabkan kanibalisme induk. Sifat tersebut sering muncul terutama pada hari pertama dan kedua setelah beranak. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh induk yang stres setelah beranak karena mengalami kesakitan sehingga membuat induk stres. Sifat kanibalisme pada induk muncul dimungkinkan karena adanya defisiensi nutrisi, faktor genetik, dan adanya stres (Harianto, 2006). Rataan mortalitas anak mencit selama penelitian ditampilkan pada Gambar 9.

(42)

30 37.78 13.89 0 37.14 0 5 10 15 20 25 30 35 40 RO R1 R2 R3 Perlakuan M o rt al it as ( % )

Gambar 9. Diagram Mortalitas Anak Mencit Selama Penelitian

Pada perlakuan tanpa penambahan ampas kunyit (R0) pernah terjadi kematian dalam satu kandang yang mungkin disebabkan oleh penyakit. Penyakit yang menyerang mencit tersebut kemungkinan adalah Salmonellosis yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypimurium atau Salmonella enteritis. Hal tersebut terlihat dari gejala-gejala yang diperlihatkan selama mencit sakit antara lain mencret, bulu kasar, bobot badan turun atau badan kurus, lemah dan mortalitas yang tinggi. Dijelaskan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988), bahwa gejala-gejala seperti pada penelitian ini merupakan ciri-ciri mencit tersebut terkena penyakit Salmonellosis. Winarto (2003), menyatakan bahwa kunyit tidak beracun, selain itu memiliki efek farmakologis melancarkan darah, menurunkan kadar lemak yang tinggi, antiradang, dan antibakteri.

Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien keragaman yang tinggi (160%) dari total semua perlakuan. Hal ini menunjukkan kemampuan induk dalam memelihara dan membesarkan anak (mothering ability) sangat bervariasi. Tingginya nilai koefisien keragaman diduga karena respon induk yang berbeda terhadap suhu dan keadaan lingkungan sekitar, karena selama penelitian berlangsung suhu lingkungan cukup ekstrim, yakni dapat mencapai 35oC pada siang hari. Tingginya suhu ini dapat menyebabkan induk stress, sehingga menimbulkan sifat kanibalisme dari induk mencit tersebut. Faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas antara lain jumlah anak per kelahiran, kondisi induk setelah beranak, kondisi lingkungan, dan sistem perkawinan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

(43)

31 Pembahasan Umum

Semua perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap seluruh peubah reproduksi yang diamati. Hasil penelitian yang didapatkan kemudian dilakukan perangkingan terhadap semua peubah. Kriteria yang digunakan antara lain peubah litter size dicari yang berjumlah tinggi, peubah rataan bobot lahir dicari yang berbobot tinggi, peubah jumlah anak sapih dicari yang berjumlah banyak, peubah rataan bobot sapih dicari yang berbobot tinggi, peubah rataan pertambahan bobot badan anak dicari yang pertambahan bobot badannya tertinggi, dan peubah mortalitas anak pra sapih dicari yang kematiannya paling rendah.

Berdasarkan kriteria diatas didapatkan bahwa perlakuan R0 memberikan hasil optimum pada peubah litter size; perlakuan R1 tidak memberikan hasil optimum pada salah satu peubah pun; perlakuan R2 memberikan hasil optimum pada peubah rataan bobot lahir, jumlah anak sapih, dan mortalitas anak pra sapih; dan R3 memberikan hasil optimum pada peubah rataan bobot sapih dan rataan pertambahan bobot badan anak. Hasil perangkingan menunjukkan bahwa perlakuan R2 memberikan hasil optimum terbanyak. Penggunaan ampas kunyit yang direkomendasikan adalah pada taraf 6% dari ransum.

(44)

32 KESIMPULAN

Penambahan ampas kunyit sampai dengan 9% dalam pakan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi pakan dan konversi pakan serta parameter reproduksi mencit seperti litter size, bobot lahir, jumlah anak sapih, bobot sapih, pertambahan bobot badan anak dan mortalitas. Meskipun tidak berbeda nyata, penggunaan ampas kunyit yang direkomendasikan adalah pada taraf 6% dari ransum.

SARAN

Perlu diteliti lebih jauh mengenai kandungan kurkumin dalam ampas kunyit dan mekanisme pengaruh kurkumin yang ada pada ampas kunyit terhadap parameter reproduksi.

(45)

33 UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memancarkan nikmat terbesar yaitu nikmat Iman dan Islam serta nikmat lainnya yang takkan pernah bisa ditulis. Meskipun kayu dari seluruh pepohonan di bumi sebagai pena dan air dari kelima samudra sebagai tinta serta bumi dan ketujuh langit yang luas sebagai kertas tidak akan pernah bisa menulis seluruh nikmat yang Allah SWT berikan kepada penulis. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada pemimpin dan teladan bagi seluruh manusia hingga akhir jaman Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga. Penulis mensyukuri atas semua kasih sayang yang telah dicurahkan oleh Ayahanda H. Sarmo dan Ibunda Hj. Narsiyem serta Adinda Besgiyan Saputro serta seluruh keluarga besar yang takkan bisa penulis balas kebaikannya, semoga dibalas oleh Allah SWT dengan kebaikan yang berlipat baik di dunia maupun di akhirat.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya pada Dr. Ir. Pollung H. Siagian, M.S. dan Dr. Ir. Dewi A. Astuti, M.S. yang telah membimbing penulis dengan penuh perhatian, kesabaran, serta kasih sayang, serta penguji sidang Dr. Ir. Muladno, MS dan Dr. Ir. Kartiarso, MSc yang telah memberi masukan-masukan yang sangat berarti serta Ir. Hotnida C. H. Siregar, MS sebagai dosen pembahas seminar. Hanya Allah SWT yang dapat membalas jasa-jasa beliau semua.

Penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada Pembimbing Akademik yaitu Ahmad Yani, STP dan segenap dosen serta staf Departemen Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang begitu berharga bagi penulis. Tak lupa kepada staf kandang C dan laboratorium NRSH yaitu Pak Dadang, Pak Slamet, Cecep dan Mbak Ani.

Tak lupa penulis haturkan terima kasih pada rekan-rekan penelitian Mencit XI yaitu Arief, Nori, Weki, Wahyu, Ichsan, Arista, Utari, Dini, Wening, dan Rika. Kepada rekan-rekan Regenkcy Aif, Goro, Mambo, Abdan, Cholil, Echa, Adit serta seluruh mahasiswa TPT 40 ( Semoga silaturahim kita tetap selalu terjaga ) dan semua pihak yang telah memberi bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan dengan pahala serta kebaikan yang berlipat ganda baik di dunia maupun di akhirat. Amin.

Gambar

Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ampas Kunyit.
Tabel 4. Pemberian Ampas Kunyit dalam Pakan Kontrol Untuk Tiap  Perlakuan
Tabel 5. Konsumsi dan Konversi Ransum Induk Selama Menyusui
Gambar 1. Diagram Konsumsi Ransum Induk Selama Menyusui
+7

Referensi

Dokumen terkait

terselubung dan tidak mudah dibuka tanpa alat khusus. a) Untuk penyambungan dengan sumber tenaga listrik, lampu tabung gas harus dilengkapi dengan alat penyambung yang

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi formulasi sediaan masker serbuk ekstrak beras hitam telah memenuhi syarat

Ketua Pengadilan Tinggi Perihal :Usulan Kenaikan Pangkat atas nama Tata Usaha Negara Jakarta. ………..,

Perusahaan dengan keahlian dan kerajinan dewan yang tinggi berpengaruh positif terhadap pembentukan RMC Andarini dan Januarti (2010) Hubungan Karakteristik Dewan Komisaris

Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Gloomy Sunday” merupakan wujud dari

Hasil penelitian menyatakan (1) kesulitan aspek bahasa yaitu beberapa siswa membaca soal kurang tepat sehingga terjadi kesalahan penafsiran, sulit memahami bahasa

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis kelas kata yang terdapat dalam tulisan deskripsi siswa kelas VIII C SMP Muhammadiyah 6 Surakarta tentang karakter