• Tidak ada hasil yang ditemukan

( Pennisetum purpureum Schum.) BERDASARKAN PERIODE PEMANENAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Judul : Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan

Nama : Lujeng Qurrota A’yun NIM : D24080049

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M.Si) NIP. 19611025 198703 2 002

Pembimbing Anggota,

(Ir. M. Agus Setiana, M.S) NIP. 19570824 198503 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001

v RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Mei 1990 di Bondowoso, Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Basri dan Ibu Sari Purwanti.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SDN Prajekan Kidul 02, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 1 Prajekan dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Prajekan.

Penulis diterima menjadi mahasiswa di Intitut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2009 terdaftar sebagai mahasiswa program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di FOSMA (Forum Silaturahmi Alumni ESQ Mahasiswa) IPB dan Korda Bogor, BEM Fakultas Peternakan sebagai anggota RPM Internal periode 2009-2010, dan HIMASITER Fakultas Peternakan sebagai anggota divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2010-2011.

Bogor, September 2012

Lujeng Qurrota A’yun D24080049

vi KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan nikmat yang dikaruniakan oleh Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula

(FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Rumput gajah sebagai salah satu hijauan makanan ternak memiliki produktivitas dan daya adaptasi yang baik. Produktivitas yang baik perlu didukung oleh ketersediaan zat unsur hara yang seimbang. Pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi seringkali tidak sebanding dengan tingkat produksi dan tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Penambahan mikoriza arbuskula diharapkan dapat menjadi alternatif teknologi ramah lingkungan dan efisiensi biaya pupuk bagi peternak dalam meningkatkan produksi HMT. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah asosiasi simbiosis antara akar tanaman dan fungi. Peran utama FMA adalah meningkatkan serapan hara oleh tanaman inang. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui sejauh mana efektivitas FMA dalam memperbaiki produksi rumput gajah berdasarkan periode pemanenan.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk perbaikan skripsi. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan diaplikasikan dengan baik.

Bogor, September 2012 Penulis

vii DAFTAR ISI

Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... ii LEMBAR PERNYATAAN ... iii LEMBAR PENGESAHAN ... iv RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vi DAFTAR ISI ... vii DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 1 TINJAUAN PUSTAKA ... 2 Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) ... 2 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) ... 3 MATERI DAN METODE ... 6 Lokasi dan Waktu ... 6 Materi ... 6 Prosedur ... 6 Persiapan Lahan ... 6 Inokulasi FMA ... 6 Pemupukan ... 7 Penanaman dan Pemeliharaan ... 7 Pemanenan ... 7 Rancangan dan Analisis Data ... 7 Peubah yang Diamati ... 8 Pertambahan Tinggi Tanaman ... 8 Berat Kering ... 8 Infeksi Akar ... 8 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

Pertambahan Tinggi Tiap Minggu ... 10 Produksi Berat Kering ... 11 Panen Pertaman ... 12 Panen Kedua ... 12 Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Infeksi Akar ... 14

viii KESIMPULAN DAN SARAN ... 16

Kesimpulan ... 16 Saran... 16 UCAPAN TERIMA KASIH ... 17 DAFTAR PUSTAKAN ... 18 LAMPIRAN ... 21

ix DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rataan Pertambahan Tinggi Rumput Gajah Tiap Minggu pada

Periode Kedua (cm) ... 10 2. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Pertama

(gram/tanaman) ... 12 3. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Kedua

(gram/tanaman) ... 13 4. Persentase Infeksi Akar (%) ... 15

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Taksonomi FMA ... 3 2. Penampang Memanjang Anatomi Mikoriza yang Disederhanakan 4 3. Grafik Rataan Produksi Berat Kering Rumput Gajah Pada Periode

Pemanenan Pertama dan Kedua ... 11 4. Infeksi FMA pada Akar Rumput Gajah ... 14

xi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum

purpureum Schum. ... 22 2. Hasil Uji Lanjut Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan ... 22 3. Hasil Uji Lanjut Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan .. 22 4. Hasil Sidik Ragam Produksi Berat Kering Panen Pertama

Pennisetum purpureum Schum. ... 22 5. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Pertama

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan ... 23 6. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Pertama

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan .. 23 7. Hasil Sidik Ragam Produksi Berat Kering Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. ... 23 8. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan ... 23 9. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan .. 23 10. Hasil Sidik Ragam Persentase Infeksi Akar Pennisetum

purpureum Schum. ... 24 11. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Infeksi Akar Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan ... 24 12. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Infeksi Akar Panen Kedua

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagian besar peternakan di Indonesia merupakan peternakan rakyat yang memberikan pakan ternaknya berbasis hijauan. Masalah utama dari hijauan makanan ternak (HMT) di Indonesia yakni rendahnya kandungan protein HMT untuk mendukung produktivitas ternak ruminansia.

Salah satu jenis HMT yang produktif, kandungan gizinya baik, dan telah banyak dikembangkan di peternakan rakyat yakni Pennisetum purpureum Schum. atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan rumput gajah. Produktivitas yang tinggi pada rumput gajah perlu didukung oleh ketersediaan zat unsur hara yang seimbang. Pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi hijauan seringkali tidak sebanding dengan tingkat produksi dan tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Menurut Munawar (2011), beberapa jenis pupuk yang banyak dipakai dalam pertanian, seperti yang mengandung amonium dan kalsium monofosfat merupakan sumber kemasaman di dalam tanah karena lebih mudah teroksidasi. Pemberian fungi mikoriza arbuskula diharapkan dapat menjadi alternatif teknologi ramah lingkungan dan efisiensi biaya pupuk bagi peternak dalam meningkatkan produksi HMT.

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah asosiasi simbiosis antara akar tanaman dan fungi. Peran utama FMA adalah untuk meningkatkan serapan hara dan air oleh tanaman inang (Karti et al., 2012). Pemberian FMA berpengaruh terhadap peningkatan kualitas serapan P dan N total (Karti dan Setiadi, 2011). FMA dapat digunakan sebagai pupuk hayati yang dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman (Nurbaity et al., 2009). Oleh karena itu, perlu kajian mendalam terhadap efektivitas FMA dalam memperbaiki produktivitas rumput gajah berdasarkan periode pemanenan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi rumput gajah yang diinokulasi mikoriza berdasarkan periode panen berbeda dan mengetahui produktivitas rumput gajah dengan pengurangan pupuk.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.)

Rumput gajah merupakan salah satu jenis rumput untuk HMT unggul yang dapat memberikan produksi dan nilai gizi yang tinggi serta mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas. Rumput ini berasal dari daerah Afrika tropis kemudian menyebar keseluruh daerah tropis dan subtropis (Whiteman et al., 1974). Menurut Reksohadiprodjo (1985), rumput gajah adalah tanaman tahunan, termasuk dalam famili Graminae, genus Pennisetum dan spesies purpureum, tumbuh cepat dan tegak mencapai 2-4 meter, perakarannya dalam dengan rizom-rizom yang pendek serta membentuk rumpun dengan jumlah batang setiap rumpun berkisar antara 20-200 batang. Batang tebal mengeras bila menua, ditutupi seludang daun yang agak berbulu. Daun berbentuk panjang seperti pita dan berbulu, panjang daun bisa mencapai 30-120 cm dengan lebar kurang dari 30 cm (Hughes et al., 1976 dan Humprey, 1974).

Kismono (1979) mengemukakan bahwa varietas rumput gajah yang terkenal adalah: Varietas Afrika, Varietas Hawaii dan Varietas Capricorn. Rumput gajah varietas Hawaii sangat produktif dibandingkan varietas lainnya. Kapasitas produksi dapat mencapai 100 sampai 200 ton hijauan segar perhektar pertahun. Menurut Mcllroy (1977) produksi dapat mencapai lebih dari 290 ton hijauan segar perhektar pertahun, bila berada di daerah yang lembab dengan sistem irigasi.

Rumput gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang atau sobekan rumpun. Panjang stek yang dianjurkan adalah 20-25 cm, minimal terdiri atas dua buah buku dan diambil dari tanaman berumur 3-6 bulan (Reksohadiprodjo, 1985).

Pemupukan pada rumput gajah juga sangat menentukan tingkat produksi yang dihasilkan. Menurut Sastrapradja dan Johar (1980), untuk merangsang pertumbuhan daun rumput gajah biasanya diberikan pupuk nitrogen, phospor dan kapur dalam keadaan seimbang. Hasil penelitian Susetyo (1980) di Bogor menunjukkan bahwa pada tanah latosol, pemberian N sebesar 300 kg/ha, P dan K masing-masing 200 kg/ha memberikan hasil rumput gajah terbaik, yaitu 32 ton/ha/panen produksi bobot kering dan 6,4% protein kasar tiap kali pemotongan.

3 Interval Pemanenan Rumput Gajah

Interval devoliasi 60 hari pada rumput gajah memberikan pertumbuhan dan produksi rumput gajah paling tinggi, akan tetapi interval devoliasi 50 hari menunjukkan respon yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah yang berada dibawah tegakan pohon sengon (Vanis et al., 2007). Reksohadiprodjo (1985) juga menyebutkan, pemotongan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 50-60 hari agar tanaman itu tumbuh anakan baru dan pemotongan berikutnya adalah setiap 40 hari dimusim hujan dan 60 hari di musim kemarau dengan meninggalkan batang setinggi 10-15 cm dari permukaan tanah.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Mikoriza berasal dari kata miko/mykes yang berarti jamur dan riza yang berarti akar tanaman. Prinsip kerja dari mikoriza adalah menginfeksi system perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehigga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Rungkat, 2009). Menurut Smith dan Read (2008) Jamur mikoriza vesicular arbuskula termasuk kelas zycomycetes ordo Glomales (Gambar 1)

Gambar 1. Taksonomi FMA

4 Sekitar (82%) dari semua spesies tumbuhan tinggi dapat bersimbiosis dengan jamur mikoriza (Brundrett, 2002). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza antara lain, meningkatkan penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, tahan terhadap serangan patogen akar, dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh, dan dapat menggantikan sebagian dari kebutuhan pupuk (Setiadi, 1989).

Mikoriza vesicular arbuskular tidak membentuk sarung pelindung, infeksi jamur di sistem perakaran pada kebanyakan tanaman yang ditanam biasanya menyerbu beberapa lapisan terluar korteks akar. Hifa menembus sel-sel individu dan membentuk arbuskula dalam sel dan vesicular disebelah luar sel inang (Gambar 2) (Rungkat, 2009).

Gambar 2. Penampang Memanjang Anatomi Mikoriza yang Disederhanakan

Sumber: Brundrett, 2008

Berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dikelompokkan atas ektomikoriza, endomikoriza atau yang lebih dikenal dengan Vesicular-Arbuscula Mycorrhiza (VAM) atau Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan ektendomikoriza (Setiadi, 1989). FMA memperoleh karbon dari tanaman inangnya, dan sebagai imbalannya FMA meningkatkan penyerapan nutrien dan berbagai manfaat lain seperti perlindungan terhadap patogen, dan stabilitas tanah. Karbon ini digunakan selain untuk pembentukan hifa, digunakan pula untuk kelanjutan kehidupan jamur, seperti pembentukan spora (Rooney et al., 2011).

Penyerapan nutrisi yang meningkat karena adanya interaksi yang sinergis antara FMA dengan mikroorganisme tanah yang bermanfaat untuk membantu pemecahan N dan pelarut P (Turk et al., 2006). Mikoriza dikenal efektif dalam meningkatkan penyerapan hara, terutama akumulasi fosfor dan biomassa dari banyak

5 tanaman di dalam tanah dengan kandungan fosfor yang rendah (Rungkat, 2009). Peran utama dari FMA adalah menyediakan fosfor bagi akar tanaman yang terkena infeksi, karena fosfor adalah salah satu unsur yang sangat tidak mudah penyerapannya di dalam tanah, meskipun jika fosfor ditambahkan di tanah dalam bentuk segera larut, fosfor tersebut akan menjadi tidak mudah diserap seperti fosfor organik dan kalsium fosfat (Turk et al., 2006). Menurut Fakuara et al. (1993), akar yang mempunyai struktur mikoriza mempunyai kemampuan yang lebih banyak dalam memanen P dan unsur-unsur lainnya karena mempunyai bidang kontak khusus antara dinding sel korteks dengan hifa fungi pembentuk mikoriza.

Tanaman yang bermikoriza menurut Rungkat (2009), biasanya tumbuh lebih baik daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut: a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) mikoriza dapat berdaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar, e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan memantabkan struktur tanah. Munawar (2011) menambahkan bahwa mikoriza mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap keracunan unsur, suhu ekstrem, dan pH rendah. Pada tanaman rumput pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan juga cukup baik. Karti et al. (2012) menyatakan bahwa inokulasi FMA pada Stylosanthes seabrana mampu meningkatkan berat kering, proten kasar, produksi gas, dan kecernaan bahan organik dalam kondisi kekeringan. Zhang et al. (2011), tanaman yang diinokulasi FMA memiliki tinggi yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dalam tanah lapang dengan penggunaan pupuk organik yang optimal sangat meningkatkan pertumbuhan jagung dan serapan hara.

Intensitas infeksi FMA dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, meliputi pemupukan, nutrisi tanaman, pestisida, intensitas cahaya, musim, kelembaban tanah, pH kepadatan inokulum, dan tingkat kerentanan tanaman. Menurut Muhammad et al. (2003) infeksi FMA yang diinokulasikan lebih dipengaruhi oleh faktor abiotik termasuk tanah, kondisi lingkungan dan kegiatan pertanian, dan ditambahkan pula oleh Muthukumar dan Udaiyan (2002) yakni faktor iklim dan edafis.

6 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Maret 2012. Bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Analisa infeksi akar dan jumlah spora dilakukan di Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB.

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, stek Pennisetum purpureum Schum., berasal dari Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Inokulum FMA yang digunakan dengan merk dagang

mycofer, diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Pupuk (Urea, KCl, SP-36, dan organik). Peralatan yang digunakan meliputi: timbangan digital, sabit, traktor, cangkul, tali rafia, selang air, sekop kecil, amplop coklat, penggaris kayu, dan oven.

Prosedur Persiapan Lahan

Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman (land clearing). Setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan tanah yang meliputi kegiatan membalik dan memecah tanah dengan menggunakan traktor, sehingga lahan siap tanam. Kemudian dilakukan pemetakan lahan dengan ukuran panjang 4 m x lebar 2 m sebanyak 27 petak yang terdiri dari 3 perlakuan pemupukan, 3 perlakuan interval pemanenan, dan 3 ulangan. Jarak antar petak adalah 1 m, sedangkan jarak tepi petak terhadap tanaman paling pinggir adalah 0,5 m. Jarak antar tanaman dalam satu lajur 0,5 m, dalam satu petak terdapat 4 lajur sehingga keseluruhan tanaman dalam satu petak sebanyak 16 tanaman.

Inokulasi FMA

Setelah penanaman stek rumput gajah pada tiap petak, kemudian didiamkan selama 1 minggu, kemudian dilakukan inokulasi FMA dengan cara ditaburkan melingkar di sekitar stek sebanyak 10 gram/tanaman.

7 Pemupukan

Tahap ini merupakan tahap perlakuan yaitu dengan memberikan pupuk pada masing-masing petak sesuai dengan perlakuan. Dosis penuh (100%) untuk pupuk SP36 150 kg/ha, pupuk KCl 150 kg/ha, dan pupuk kandang 4 ton/ha. Ketiga jenis pupuk tersebut diberikan sebelum penanaman. Pemupukan urea pertama dilakukan pada 14 hari setelah penanaman dan 10 hari setelah panen pertama, dengan dosis penuh (100%) pupuk urea 200 kg/ha.

Penanaman dan Pemeliharaan

Stek rumput gajah ditanam dengan posisi miring 60o, dibenamkan dalam tanah hingga pertengahan node pertama dan kedua. Pemeliharaan rumput gajah dilakukan dengan penyiraman dan pembersihan gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut gulma apabila terdapat invasi gulma pada bedengan.

Pemanenan

Masa adaptasi dilakukan selama 80 hari setelah tanam. Interval pemanenan H30 dilakukan 30 hari setelah masa adaptasi, perlakuan H50 dilakukan 50 hari setelah masa adaptasi dan perlakuan H60 dilakukan 60 hari setelah masa adaptasi. Periode panen kembali (periode kedua) dilakukan setelah 30 hari untuk H30, 50 hari untuk H50 dan 60 hari untuk H60.

Rancangan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah pemupukan, yakni P0

(kontrol), P1 (penggunaan dosis pupuk 100% tanpa FMA), dan P2 (penggunaan dosis pupuk 50% + FMA). Faktor kedua adalah interval pemanenan, yaitu H30 (hari panen ke 30), H50 (hari panen ke 50), dan H60 (hari panen ke 60).

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (analysis of variance) dan jika hasilnya bersifat nyata akan dilanjutkan dengan uji jarak duncan (Steel and Torrie, 1993). Analisis data menggunakan Program SPSS Statistics 20.0. Model linier matematika untuk rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

8 Keterangan:

Yijk = Hasil pengamatan dari perlakuan faktor A (pemupukan) taraf ke-i dan faktor B (interval pemanenan) taraf ke –j dengan ulangan ke-k

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh faktor pemupukan pada taraf ke-i

βj = Pengaruh faktor interval pemanenan pada taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara faktor pemupukan taraf ke-i dan faktor interval pemanenan taraf ke-j

εijk = Galat percobaan Peubah yang Diamati

Pertambahan Tinggi Tanaman. Pengukuran pertambahan tinggi vertikal tanaman dimulai dari bagian tanaman di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman dengan menggunakan penggaris kayu atau pita ukur. Pertambahan tinggi tanaman diukur seminggu setelah pemanenan periode pertama. Pertambahan tinggi tanaman diukur dengan cara meluruskan daun, kemudian mengukur dari permukaan tanah hingga daun yang terpanjang.

Pertambahan tinggi vertikal tanaman = Tm – T0 Keterangan :

T0 = tinggi vertikal awal (cm) Tm = tinggi vertikal akhir (cm)

Berat Kering. Jumlah berat kering (BK) tiap tanaman diperoleh setelah dilakukan pengovenan rumput hasil panen pada suhu 70oC selama 48 jam. Kemudian setelah di oven rumput gajah kering ditimbang dan diperoleh berat kering dalam satuan gram/tanaman.

Infeksi Akar. Banyak infeksi ini diukur dengan melihat persentase akar yang terinfeksi oleh hifa. Sebelum menghitung jumlah infeksi oleh FMA, terlebih dahulu dilakukan teknik pewarnaan akar yang dikembangkan oleh Philips dan Hayman (1970) yang dimodifikasi oleh teknik Koske dan Gemma (1989). Pewarnaan akar dilakukan dengan cara akar yang telah dipotong-potong kemudian dicuci dan

9 dimasukkan kedalam tabung, lalu ditambahkan larutan 2,5% KOH dan tabung ditutup. Setelah 24 jam KOH dibuang dan diganti dengan yang baru kemudian didiamkan selama 24 jam. Akar dicuci dan disaring dengan saringan kemudian dimasukkan ke dalam tabung, ditambahkan HCl 2% dan dibiarkan selama 24 jam. Larutan diganti dengan larutan staining dibiarkan selama 24 jam dan simpan pada tabung film. Untuk menghitung infeksi akar, potongan akar dengan panjang 1 cm diambil sebanyak 10 buah, kemudian letakkan di gelas preparat dan tutup dengan

cover glass. Agar tidak goyang diberikan PVLG, bila belum dapat dihitung, akar yang terinfeksi dapat disimpan dikulkas. Persentase jumlah akar yang terinfeksi dapat dilihat menggunakan mikroskop stereo dengan rumus sebagai berikut:

%Infeksi akar =

10 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertambahan Tinggi Tiap Minggu

Pertambahan tinggi tanaman mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman, begitu pula interaksi antar perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman, sehingga dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan. Data rataan pertambahan tinggi rumput gajah pada tiap minggunya pada periode kedua dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Pertambahan Tinggi Rumput Gajah Tiap Minggu pada Periode Kedua Perlakuan Pemupukan Interval Pemanenan (cm) Rataan H30 H50 H60 P0 10,35 ± 0,50b 8,31 ± 2,34c 8,49 ± 1,83c 9,05 ± 1,13B P1 23,48 ± 3,79a 9,13 ± 3,22b 13,79 ± 2,80b 15,47 ± 7,32A P2 24,35 ± 3,20a 9,52 ± 5,18b 13,61 ± 3,49b 15,83 ± 7,66A Rataan 19,40 ± 7,84A 8,99 ± 0,62C 11,96 ± 3,01B

Keterangan: Superscrip huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Superscrip huruf besar yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).

Berdasarkan hasil uji jarak Duncan diketahui bahwa rataan pertambahan tinggi pada perlakuan P2H30 tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan P1H30, rataan pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan P2H50 tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan P0H30, P1H50, P1H60, dan P2H60. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan FMA sebagai pengganti setengah dosis pupuk berpengaruh terhadap pertambahan tinggi rumput gajah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2011), tanaman yang diinokulasi FMA memiliki tinggi yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA, dan aplikasi inokulasi FMA dalam tanah lapang dengan penggunaan dosis pupuk organik yang optimal sangat meningkatkan pertumbuhan jagung dan serapan hara.

Rataan pertambahan tinggi pada P2H30 dan P1H30 nyata (P<0,05) lebih tinggi jika dibandingkan perlakuan P0H30, P0H50, P1H50, P2H50, P0H60, P1H60 dan P2H60. Hal

11 ini karena pada perlakuan P0H50, P1H50, P2H50, P0H60, P1H60, dan P2H60 tanaman rumput gajah telah memasuki masa generatif. Sajimin et al. (1999) menyatakan bahwa, hingga umur 42 hari rumput gajah masih berada pada masa vegetatif sehingga produksi daunnya masih tinggi. Rumput yang telah memasuki masa generatif tidak bertambah produksi daunnya (Sajimin et al., 2005). Pada masa generatif, meristem vegetatif berubah menjadi reproduktif (mulai membentuk bunga) sehingga sebagian berubah menjadi meristem generatif (Salisbury dan Ross, 1995), mengakibatkan pertumbuhan tinggi tanaman terhambat. Sedangkan pada perlakuan P0H30 pertambahan tinggi terhambat dikarenakan kurangnya asupan zat hara oleh tanaman.

Produksi Berat Kering

Produksi berat kering dianalisis pada tiap periode pemanenan. Produksi berat kering pada periode panen pertama jika dibandingkan dengan periode panen kedua menunjukkan hasil yang lebih baik (Gambar 2). Hal ini dapat disebabkan tanah yang dipakai berulang kali mengakibatkan kandungan haranya banyak terkuras (Djazuli dan Trisilawati, 2004), sehingga mengakibatkan menurunnya produksi BK pada periode selanjutnya.

Gambar 3. Rataan Produksi Berat Kering Rumput Gajah pada Periode Pemanenan Pertama dan Kedua. P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA)

9.03 70.30 59.24 7.76 39.86 33.96 -20.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 P0 P1 P2 Periode 1 Peiode 2

12 Periode Panen Pertama. Data produksi BK periode panen pertama dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode panen pertama, sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi BK periode panen pertama, sehingga dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan.

Dokumen terkait