• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagian besar peternakan di Indonesia merupakan peternakan rakyat yang memberikan pakan ternaknya berbasis hijauan. Masalah utama dari hijauan makanan ternak (HMT) di Indonesia yakni rendahnya kandungan protein HMT untuk mendukung produktivitas ternak ruminansia.

Salah satu jenis HMT yang produktif, kandungan gizinya baik, dan telah banyak dikembangkan di peternakan rakyat yakni Pennisetum purpureum Schum. atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan rumput gajah. Produktivitas yang tinggi pada rumput gajah perlu didukung oleh ketersediaan zat unsur hara yang seimbang. Pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi hijauan seringkali tidak sebanding dengan tingkat produksi dan tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Menurut Munawar (2011), beberapa jenis pupuk yang banyak dipakai dalam pertanian, seperti yang mengandung amonium dan kalsium monofosfat merupakan sumber kemasaman di dalam tanah karena lebih mudah teroksidasi. Pemberian fungi mikoriza arbuskula diharapkan dapat menjadi alternatif teknologi ramah lingkungan dan efisiensi biaya pupuk bagi peternak dalam meningkatkan produksi HMT.

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah asosiasi simbiosis antara akar tanaman dan fungi. Peran utama FMA adalah untuk meningkatkan serapan hara dan air oleh tanaman inang (Karti et al., 2012). Pemberian FMA berpengaruh terhadap peningkatan kualitas serapan P dan N total (Karti dan Setiadi, 2011). FMA dapat digunakan sebagai pupuk hayati yang dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman (Nurbaity et al., 2009). Oleh karena itu, perlu kajian mendalam terhadap efektivitas FMA dalam memperbaiki produktivitas rumput gajah berdasarkan periode pemanenan.

Tujuan

(2)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.)

Rumput gajah merupakan salah satu jenis rumput untuk HMT unggul yang dapat memberikan produksi dan nilai gizi yang tinggi serta mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas. Rumput ini berasal dari daerah Afrika tropis kemudian menyebar keseluruh daerah tropis dan subtropis (Whiteman et al., 1974). Menurut Reksohadiprodjo (1985), rumput gajah adalah tanaman tahunan, termasuk dalam famili Graminae, genus Pennisetum dan spesies purpureum, tumbuh cepat dan tegak mencapai 2-4 meter, perakarannya dalam dengan rizom-rizom yang pendek serta membentuk rumpun dengan jumlah batang setiap rumpun berkisar antara 20-200 batang. Batang tebal mengeras bila menua, ditutupi seludang daun yang agak berbulu. Daun berbentuk panjang seperti pita dan berbulu, panjang daun bisa mencapai 30-120 cm dengan lebar kurang dari 30 cm (Hughes et al., 1976 dan Humprey, 1974).

Kismono (1979) mengemukakan bahwa varietas rumput gajah yang terkenal adalah: Varietas Afrika, Varietas Hawaii dan Varietas Capricorn. Rumput gajah varietas Hawaii sangat produktif dibandingkan varietas lainnya. Kapasitas produksi dapat mencapai 100 sampai 200 ton hijauan segar perhektar pertahun. Menurut Mcllroy (1977) produksi dapat mencapai lebih dari 290 ton hijauan segar perhektar pertahun, bila berada di daerah yang lembab dengan sistem irigasi.

Rumput gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang atau sobekan rumpun. Panjang stek yang dianjurkan adalah 20-25 cm, minimal terdiri atas dua buah buku dan diambil dari tanaman berumur 3-6 bulan (Reksohadiprodjo, 1985).

(3)

3 Interval Pemanenan Rumput Gajah

Interval devoliasi 60 hari pada rumput gajah memberikan pertumbuhan dan produksi rumput gajah paling tinggi, akan tetapi interval devoliasi 50 hari menunjukkan respon yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah yang berada dibawah tegakan pohon sengon (Vanis et al., 2007). Reksohadiprodjo (1985) juga menyebutkan, pemotongan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 50-60 hari agar tanaman itu tumbuh anakan baru dan pemotongan berikutnya adalah setiap 40 hari dimusim hujan dan 60 hari di musim kemarau dengan meninggalkan batang setinggi 10-15 cm dari permukaan tanah.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Mikoriza berasal dari kata miko/mykes yang berarti jamur dan riza yang berarti akar tanaman. Prinsip kerja dari mikoriza adalah menginfeksi system perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehigga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Rungkat, 2009). Menurut Smith dan Read (2008) Jamur mikoriza vesicular arbuskula termasuk kelas zycomycetes ordo Glomales (Gambar 1)

Gambar 1. Taksonomi FMA

(4)

4 Sekitar (82%) dari semua spesies tumbuhan tinggi dapat bersimbiosis dengan jamur mikoriza (Brundrett, 2002). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza antara lain, meningkatkan penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, tahan terhadap serangan patogen akar, dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh, dan dapat menggantikan sebagian dari kebutuhan pupuk (Setiadi, 1989).

Mikoriza vesicular arbuskular tidak membentuk sarung pelindung, infeksi jamur di sistem perakaran pada kebanyakan tanaman yang ditanam biasanya menyerbu beberapa lapisan terluar korteks akar. Hifa menembus sel-sel individu dan membentuk arbuskula dalam sel dan vesicular disebelah luar sel inang (Gambar 2) (Rungkat, 2009).

Gambar 2. Penampang Memanjang Anatomi Mikoriza yang Disederhanakan

Sumber: Brundrett, 2008

Berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dikelompokkan atas ektomikoriza, endomikoriza atau yang lebih dikenal dengan Vesicular-Arbuscula Mycorrhiza (VAM) atau Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan ektendomikoriza (Setiadi, 1989). FMA memperoleh karbon dari tanaman inangnya, dan sebagai imbalannya FMA meningkatkan penyerapan nutrien dan berbagai manfaat lain seperti perlindungan terhadap patogen, dan stabilitas tanah. Karbon ini digunakan selain untuk pembentukan hifa, digunakan pula untuk kelanjutan kehidupan jamur, seperti pembentukan spora (Rooney et al., 2011).

(5)

5 tanaman di dalam tanah dengan kandungan fosfor yang rendah (Rungkat, 2009). Peran utama dari FMA adalah menyediakan fosfor bagi akar tanaman yang terkena infeksi, karena fosfor adalah salah satu unsur yang sangat tidak mudah penyerapannya di dalam tanah, meskipun jika fosfor ditambahkan di tanah dalam bentuk segera larut, fosfor tersebut akan menjadi tidak mudah diserap seperti fosfor organik dan kalsium fosfat (Turk et al., 2006). Menurut Fakuara et al. (1993), akar yang mempunyai struktur mikoriza mempunyai kemampuan yang lebih banyak dalam memanen P dan unsur-unsur lainnya karena mempunyai bidang kontak khusus antara dinding sel korteks dengan hifa fungi pembentuk mikoriza.

Tanaman yang bermikoriza menurut Rungkat (2009), biasanya tumbuh lebih baik daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut: a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) mikoriza dapat berdaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar, e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan memantabkan struktur tanah. Munawar (2011) menambahkan bahwa mikoriza mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap keracunan unsur, suhu ekstrem, dan pH rendah. Pada tanaman rumput pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan juga cukup baik. Karti et al. (2012) menyatakan bahwa inokulasi FMA pada Stylosanthes seabrana mampu meningkatkan berat kering, proten kasar, produksi gas, dan kecernaan bahan organik dalam kondisi kekeringan. Zhang et al. (2011), tanaman yang diinokulasi FMA memiliki tinggi yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dalam tanah lapang dengan penggunaan pupuk organik yang optimal sangat meningkatkan pertumbuhan jagung dan serapan hara.

(6)

6 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Maret 2012. Bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Analisa infeksi akar dan jumlah spora dilakukan di Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB.

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, stek Pennisetum purpureum Schum., berasal dari Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Inokulum FMA yang digunakan dengan merk dagang

mycofer, diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Pupuk (Urea, KCl, SP-36, dan organik). Peralatan yang digunakan meliputi: timbangan digital, sabit, traktor, cangkul, tali rafia, selang air, sekop kecil, amplop coklat, penggaris kayu, dan oven.

Prosedur Persiapan Lahan

Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman (land clearing). Setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan tanah yang meliputi kegiatan membalik dan memecah tanah dengan menggunakan traktor, sehingga lahan siap tanam. Kemudian dilakukan pemetakan lahan dengan ukuran panjang 4 m x lebar 2 m sebanyak 27 petak yang terdiri dari 3 perlakuan pemupukan, 3 perlakuan interval pemanenan, dan 3 ulangan. Jarak antar petak adalah 1 m, sedangkan jarak tepi petak terhadap tanaman paling pinggir adalah 0,5 m. Jarak antar tanaman dalam satu lajur 0,5 m, dalam satu petak terdapat 4 lajur sehingga keseluruhan tanaman dalam satu petak sebanyak 16 tanaman.

Inokulasi FMA

(7)

7 Pemupukan

Tahap ini merupakan tahap perlakuan yaitu dengan memberikan pupuk pada masing-masing petak sesuai dengan perlakuan. Dosis penuh (100%) untuk pupuk SP36 150 kg/ha, pupuk KCl 150 kg/ha, dan pupuk kandang 4 ton/ha. Ketiga jenis pupuk tersebut diberikan sebelum penanaman. Pemupukan urea pertama dilakukan pada 14 hari setelah penanaman dan 10 hari setelah panen pertama, dengan dosis penuh (100%) pupuk urea 200 kg/ha.

Penanaman dan Pemeliharaan

Stek rumput gajah ditanam dengan posisi miring 60o, dibenamkan dalam tanah hingga pertengahan node pertama dan kedua. Pemeliharaan rumput gajah dilakukan dengan penyiraman dan pembersihan gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut gulma apabila terdapat invasi gulma pada bedengan.

Pemanenan

Masa adaptasi dilakukan selama 80 hari setelah tanam. Interval pemanenan H30 dilakukan 30 hari setelah masa adaptasi, perlakuan H50 dilakukan 50 hari setelah

masa adaptasi dan perlakuan H60 dilakukan 60 hari setelah masa adaptasi. Periode

panen kembali (periode kedua) dilakukan setelah 30 hari untuk H30, 50 hari untuk

H50 dan 60 hari untuk H60.

Rancangan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah pemupukan, yakni P0

(kontrol), P1 (penggunaan dosis pupuk 100% tanpa FMA), dan P2 (penggunaan dosis

pupuk 50% + FMA). Faktor kedua adalah interval pemanenan, yaitu H30 (hari panen

ke 30), H50 (hari panen ke 50), dan H60 (hari panen ke 60).

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (analysis of variance) dan jika hasilnya bersifat nyata akan dilanjutkan dengan uji jarak duncan (Steel and Torrie, 1993). Analisis data menggunakan Program SPSS Statistics 20.0. Model linier matematika untuk rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

(8)

8 Keterangan:

Yijk = Hasil pengamatan dari perlakuan faktor A (pemupukan) taraf ke-i dan

faktor B (interval pemanenan) taraf ke –j dengan ulangan ke-k µ = Rataan umum

αi = Pengaruh faktor pemupukan pada taraf ke-i

βj = Pengaruh faktor interval pemanenan pada taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara faktor pemupukan taraf ke-i dan faktor interval

pemanenan taraf ke-j εijk = Galat percobaan

Peubah yang Diamati

Pertambahan Tinggi Tanaman. Pengukuran pertambahan tinggi vertikal tanaman dimulai dari bagian tanaman di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman dengan menggunakan penggaris kayu atau pita ukur. Pertambahan tinggi tanaman diukur seminggu setelah pemanenan periode pertama. Pertambahan tinggi tanaman diukur dengan cara meluruskan daun, kemudian mengukur dari permukaan tanah hingga daun yang terpanjang.

Pertambahan tinggi vertikal tanaman = Tm – T0 Keterangan :

T0 = tinggi vertikal awal (cm) Tm = tinggi vertikal akhir (cm)

Berat Kering. Jumlah berat kering (BK) tiap tanaman diperoleh setelah dilakukan pengovenan rumput hasil panen pada suhu 70oC selama 48 jam. Kemudian setelah di oven rumput gajah kering ditimbang dan diperoleh berat kering dalam satuan gram/tanaman.

(9)

9 dimasukkan kedalam tabung, lalu ditambahkan larutan 2,5% KOH dan tabung ditutup. Setelah 24 jam KOH dibuang dan diganti dengan yang baru kemudian didiamkan selama 24 jam. Akar dicuci dan disaring dengan saringan kemudian dimasukkan ke dalam tabung, ditambahkan HCl 2% dan dibiarkan selama 24 jam. Larutan diganti dengan larutan staining dibiarkan selama 24 jam dan simpan pada tabung film. Untuk menghitung infeksi akar, potongan akar dengan panjang 1 cm diambil sebanyak 10 buah, kemudian letakkan di gelas preparat dan tutup dengan

cover glass. Agar tidak goyang diberikan PVLG, bila belum dapat dihitung, akar yang terinfeksi dapat disimpan dikulkas. Persentase jumlah akar yang terinfeksi dapat dilihat menggunakan mikroskop stereo dengan rumus sebagai berikut:

%Infeksi akar =

(10)

10 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertambahan Tinggi Tiap Minggu

Pertambahan tinggi tanaman mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman, begitu pula interaksi antar perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman, sehingga dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan. Data rataan pertambahan tinggi rumput gajah pada tiap minggunya pada periode kedua dapat dilihat pada Tabel 1.

Keterangan: Superscrip huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Superscrip huruf besar yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).

Berdasarkan hasil uji jarak Duncan diketahui bahwa rataan pertambahan tinggi pada perlakuan P2H30 tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan

P1H30, rataan pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan P2H50 tidak berbeda nyata

jika dibandingkan dengan perlakuan P0H30, P1H50, P1H60, dan P2H60. Hasil ini

menunjukkan bahwa penambahan FMA sebagai pengganti setengah dosis pupuk berpengaruh terhadap pertambahan tinggi rumput gajah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2011), tanaman yang diinokulasi FMA memiliki tinggi yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA, dan aplikasi inokulasi FMA dalam tanah lapang dengan penggunaan dosis pupuk organik yang optimal sangat meningkatkan pertumbuhan jagung dan serapan hara.

Rataan pertambahan tinggi pada P2H30 dan P1H30 nyata (P<0,05) lebih tinggi

(11)

11 ini karena pada perlakuan P0H50, P1H50, P2H50, P0H60, P1H60, dan P2H60 tanaman

rumput gajah telah memasuki masa generatif. Sajimin et al. (1999) menyatakan bahwa, hingga umur 42 hari rumput gajah masih berada pada masa vegetatif sehingga produksi daunnya masih tinggi. Rumput yang telah memasuki masa generatif tidak bertambah produksi daunnya (Sajimin et al., 2005). Pada masa generatif, meristem vegetatif berubah menjadi reproduktif (mulai membentuk bunga) sehingga sebagian berubah menjadi meristem generatif (Salisbury dan Ross, 1995), mengakibatkan pertumbuhan tinggi tanaman terhambat. Sedangkan pada perlakuan P0H30 pertambahan tinggi terhambat dikarenakan kurangnya asupan zat hara oleh

tanaman.

Produksi Berat Kering

Produksi berat kering dianalisis pada tiap periode pemanenan. Produksi berat kering pada periode panen pertama jika dibandingkan dengan periode panen kedua menunjukkan hasil yang lebih baik (Gambar 2). Hal ini dapat disebabkan tanah yang dipakai berulang kali mengakibatkan kandungan haranya banyak terkuras (Djazuli dan Trisilawati, 2004), sehingga mengakibatkan menurunnya produksi BK pada periode selanjutnya.

Gambar 3. Rataan Produksi Berat Kering Rumput Gajah pada Periode Pemanenan Pertama dan Kedua. P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA),

(12)

12 Periode Panen Pertama. Data produksi BK periode panen pertama dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode panen pertama, sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi BK periode panen pertama, sehingga dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan.

Tabel 2. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Pertama Perlakuan

Keterangan: Superscrip huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Supersrip huruf besar pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).

Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa meskipun perlakuan P1H50 nyata

(P<0,05) lebih baik jika dibandingkan P2H50, produksi BK pada perlakuan P2H60

tidak berbeda nyata jika dibandingkan perlakuan P1H60 dan P1H50. Begitu pula

perlakuan P2H30 menunjukkan hasil tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan

perlakuan P1H30, dan berbeda nyata (P<0,05) dibanding perlakuan P0H60, P0H50, dan

P0H30. Hal ini disebabkan FMA berpengaruh terhadap efektivitas penyerapan unsur

hara yang diberikan kepada tanaman. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Karti et al. (2012), inokulasi FMA mampu meningkatkan berat kering tajuk dan akar, protein kasar, dan kecernaan bahan organik pada Stylosanthes seabrana. Selain meningkatkan penyerapan zat hara, FMA memiliki manfaat lain seperti perlindungan terhadap patogen, menjaga stabilitas tanah (Rooney et al., 2011), dan mampu memberikan kontribusi terhadap berbagai faktor stress pada tanaman seperti kekeringan, tanah masam, dan toksisitas logam berat (Finlay, 2004).

(13)

13 panen kedua berpengaruh nyata (P<0,05). Interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode kedua, sehingga tidak dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan, tetapi hanya dilakukan uji lanjut pada tiap faktor perlakuan, yakni faktor pemupukan dan faktor interval pemanenan. Data produksi BK pada periode panen kedua dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Kedua Perlakuan pemanenan menunjukkan perlakuan H60 memiliki nilai rataan terbaik jika

dibandingkan dengan perlakuan H50 dan H30, meskipun perlakuan H60 tidak berbeda

nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan H50 dan berbeda nyata (P<0,05)

jika dibandingkan dengan perlakuan H30. Hal ini menurut Polakitan dan Kairupan

(2008), semakin lama interval pemotongan menunjukkan hasil lebih tinggi terhadap tinggi tanaman, produksi daun, produksi batang dan produksi hijauan.

Hasil uji jarak Duncan produksi BK periode kedua pada faktor pemupukan menunjukkan perlakuan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan

perlakuan P1 dan berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan P0.

(14)

14 Perlakuan pengurangan dosis pupuk sebanyak 50% dengan penambahan FMA mampu bersaing dengan perlakuan dosis pupuk penuh. Pengurangan dosis pupuk sebanyak 50% dan penambahan FMA selain mengurangi biaya pupuk, juga mengurangi tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Karena menurut Munawar (2011), beberapa jenis pupuk yang banyak dipakai dipertanian, seperti yang mengandung ammonium merupakan sumber kemasaman didalam tanah, karena mudah teroksidasi. Semakin lama interval pemotongan maka akan menunjukkan hasil yang lebih tinggi terhadap produksi hijauan. Sehingga interaksi perlakuan yang terbaik terdapat pada perlakuan P2H60.

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Infeksi Akar

FMA merupakan fungi yang dapat berfungsi hanya jika telah menginfeksi akar tanaman inangnya, tanaman inang yang terinfeksi oleh FMA akar terlihat adanya struktur hyfa, vesikel, dan arbuskula (Karti dan Setiadi, 2011). Gambar akar yang tidak terinfeksi dan terinfeksi oleh FMA ditunjukkan oleh Gambar 3.

(a) (b) (c)

Sumber: Dokumen Penelitian

Gambar 4. Infeksi FMA pada Akar Rumput Gajah. a) Akar yang Tidak Terdapat Infeksi FMA (Perbesaran 10x10), b) Akar yang Terinfeksi FMA (Perbesaran 10x10), c) Bentuk Arbuskula (Perbesaran 40x10)

Rataan persen infeksi akar dari rumput gajah dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil sidik ragam interaksi antar faktor pemupukan dan faktor interval pemanenan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap infeksi akar, begitu pula pada pengaruh faktor interval pemanenan yang menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap infeksi akar, sedangkan faktor pemupukan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap persen infeksi akar pada rumput gajah.

Arbuskula

Tidak ada infeksi vesikel

(15)

15 Tabel 4. Persentase Infeksi Akar

Perlakuan Pemupukan

Interval Pemanenan (%)

Rataan

H30 H50 H60

P0 47,9 ± 8,5 41,7 ± 26,1 53,8 ± 18,5 47,8 ± 17,3b

P1 79,6 ± 12,8 48,3 ± 35,0 70,8 ± 18,8 66,2 ± 25,1a

P2 64,2 ± 8,8 82,1 ± 4,0 82,9 ± 0,7 76,4 ± 10,4a

Rataan 63,9 ± 16,3 57,4 ± 28,9 69,2 ± 18,3

Keterangan: Superscrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).

Nilai rataan persen infeksi akar tertinggi pada perlakuan P2H60 (82,9%) dan

terendah pada perlakuan P0H50 (41,7%). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa

rataan persentase infeksi akar perlakuan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika

dibandingkan dengan perlakuan P1, tetapi berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan

dengan P0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang tidak di inokulasi

(16)

16 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan P2H60 dengan inokulasi 10 gram FMA dan dosis pupuk 50% (SP36

75 kg/ha, KCl 75 kg/ha, pupuk kandang 2 ton/ha, dan urea 100 kg/ha) pada hari pemotongan ke 60 rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum.) memperoleh produksi terbaik, baik pada periode pertama maupun kedua dan lebih efektif dan efisien dalam penggunaan pupuk.

Saran

(17)

EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DALAM

MEMPERBAIKI PRODUKTIVITAS RUMPUT GAJAH

(

Pennisetum purpureum

Schum.) BERDASARKAN

PERIODE PEMANENAN

SKRIPSI

LUJENG QURROTA A’YUN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(18)

EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DALAM

MEMPERBAIKI PRODUKTIVITAS RUMPUT GAJAH

(

Pennisetum purpureum

Schum.) BERDASARKAN

PERIODE PEMANENAN

SKRIPSI

LUJENG QURROTA A’YUN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(19)

i RINGKASAN

LUJENG QURROTA A’YUN. D24080049. 2012. Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. M. Agus Setiana, M.S.

Salah satu jenis hijauan makanan ternak (HMT) yang produktif, kandungan gizinya baik, dan telah banyak dikembangkan di petenakan rakyat yakni Pennisetum purpureum Schum. atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan rumput gajah. Pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi hijauan sering kali tidak sebanding dengan tingkat produksi dan tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Penggunaan fungi mikoriza arbuskula (FMA) diharapkan dapat menjadi teknologi alternatif ramah lingkungan dan efisiensi biaya pupuk bagi peternak dalam meningkatkan produksi HMT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi rumput gajah yang di inokulasi mikoriza berdasarkan periode panen berbeda dan mengetahui produktivitas rumput gajah dengan pengurangan pupuk dan penambahan FMA.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial dengan 2 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan pertama adalah pupuk: P0 (kontrol), P1 (100%

dosis pupuk), dan P2 (50% pupuk dosis dan diinokulasi FMA). Faktor kedua adalah

hari panen H30 (hari panen ke 30), H50 (hari panen ke 50), dan H60 (hari panen ke 60).

Variabel yang diukur adalah pertambahan tinggi tanaman setiap minggu yang diukur setelah periode panen pertama, produksi berat kering pada periode panen pertama, produksi berat kering pada periode panen kedua, dan persentase infeksi FMA. Perlakuan P2H60 dengan inokulasi 10 gram FMA dan dosis pupuk 50% (SP36 75

kg/ha, KCl 75 kg/ha, pupuk kandang 2 ton/ha, dan urea 100kg/ha) pada hari pemotongan ke 60 rumput gajah memperoleh produksi terbaik, baik pada periode pertama maupun kedua dan lebih efektif dan efisien dalam penggunaan pupuk. Kata-kata kunci: Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Pennisetum purpureum

(20)

ii ABSTRACT

Effect of Drought Stress and Addition of Arbuscula Lujeng Q.A., P.D.M.H. Karti and M.A. Setiana

The use of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) was expected to be an alternative environmentally friendly technology and efficiency of fertilizer to increase the productivity of forage. This study was aimed to determine the level of production of elephant grass (Pennisetum purpureum Schum.) inoculated by AMF and fertilizer dose reduction based on different harvesting period. This research used Completely Randomized Factorial Design with 2 treatments and 3 replications. The first treatment was fertilizer: P0 (control), P1 (100% fertilizer dose), and P2 (50%

fertilizer dose and inoculated by AMF). The second factor was the interval of harvest H30 (30th day of harvest), H50 (50th day of harvest, and H60 (60th day of harvest).

Variables measured were plant height increment of each week, the production of dry weight on the first harvesting period, the production of dry weight on second harvesting period, and percent of infection AMF. It can be concluded that the P2H60

treatment with 10 grams of AMF inoculation and fertilizer dose 50% (SP36 75 kg/ha, KCl 75 kg/ha, manure 2 ton/ha, and urea 100 kg/ha) on 60th day of harvest elephant grass get the best production, either the first and second periods and more effective and efficient use of fertilizer.

(21)

iii

EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DALAM

MEMPERBAIKI PRODUKTIVITAS RUMPUT GAJAH

(

Pennisetum purpureum

Schum.) BERDASARKAN

PERIODE PEMANENAN

LUJENG QURROTA A’YUN

D24080049

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(22)

Judul : Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan

Nama : Lujeng Qurrota A’yun NIM : D24080049

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M.Si) NIP. 19611025 198703 2 002

Pembimbing Anggota,

(Ir. M. Agus Setiana, M.S) NIP. 19570824 198503 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001

(23)

v RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Mei 1990 di Bondowoso, Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Basri dan Ibu Sari Purwanti.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SDN Prajekan Kidul 02, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 1 Prajekan dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Prajekan.

Penulis diterima menjadi mahasiswa di Intitut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2009 terdaftar sebagai mahasiswa program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di FOSMA (Forum Silaturahmi Alumni ESQ Mahasiswa) IPB dan Korda Bogor, BEM Fakultas Peternakan sebagai anggota RPM Internal periode 2009-2010, dan HIMASITER Fakultas Peternakan sebagai anggota divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2010-2011.

Bogor, September 2012

(24)

vi KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan nikmat yang dikaruniakan oleh Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Rumput gajah sebagai salah satu hijauan makanan ternak memiliki produktivitas dan daya adaptasi yang baik. Produktivitas yang baik perlu didukung oleh ketersediaan zat unsur hara yang seimbang. Pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi seringkali tidak sebanding dengan tingkat produksi dan tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Penambahan mikoriza arbuskula diharapkan dapat menjadi alternatif teknologi ramah lingkungan dan efisiensi biaya pupuk bagi peternak dalam meningkatkan produksi HMT. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah asosiasi simbiosis antara akar tanaman dan fungi. Peran utama FMA adalah meningkatkan serapan hara oleh tanaman inang. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui sejauh mana efektivitas FMA dalam memperbaiki produksi rumput gajah berdasarkan periode pemanenan.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk perbaikan skripsi. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan diaplikasikan dengan baik.

(25)

vii Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) ... 2 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) ... 3 Penanaman dan Pemeliharaan ... 7 Pemanenan ... 7 Rancangan dan Analisis Data ... 7 Peubah yang Diamati ... 8 Pertambahan Tinggi Tanaman ... 8 Berat Kering ... 8 Infeksi Akar ... 8 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

(26)

viii KESIMPULAN DAN SARAN ... 16

(27)

ix DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rataan Pertambahan Tinggi Rumput Gajah Tiap Minggu pada

Periode Kedua (cm) ... 10 2. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Pertama

(gram/tanaman) ... 12 3. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Kedua

(28)

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Taksonomi FMA ... 3 2. Penampang Memanjang Anatomi Mikoriza yang Disederhanakan 4 3. Grafik Rataan Produksi Berat Kering Rumput Gajah Pada Periode

(29)

xi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum

purpureum Schum. ... 22 2. Hasil Uji Lanjut Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan ... 22 3. Hasil Uji Lanjut Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan .. 22 4. Hasil Sidik Ragam Produksi Berat Kering Panen Pertama

Pennisetum purpureum Schum. ... 22 5. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Pertama

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan ... 23 6. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Pertama

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan .. 23 7. Hasil Sidik Ragam Produksi Berat Kering Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. ... 23 8. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan ... 23 9. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan .. 23 10. Hasil Sidik Ragam Persentase Infeksi Akar Pennisetum

purpureum Schum. ... 24 11. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Infeksi Akar Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan ... 24 12. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Infeksi Akar Panen Kedua

(30)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagian besar peternakan di Indonesia merupakan peternakan rakyat yang memberikan pakan ternaknya berbasis hijauan. Masalah utama dari hijauan makanan ternak (HMT) di Indonesia yakni rendahnya kandungan protein HMT untuk mendukung produktivitas ternak ruminansia.

Salah satu jenis HMT yang produktif, kandungan gizinya baik, dan telah banyak dikembangkan di peternakan rakyat yakni Pennisetum purpureum Schum. atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan rumput gajah. Produktivitas yang tinggi pada rumput gajah perlu didukung oleh ketersediaan zat unsur hara yang seimbang. Pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi hijauan seringkali tidak sebanding dengan tingkat produksi dan tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Menurut Munawar (2011), beberapa jenis pupuk yang banyak dipakai dalam pertanian, seperti yang mengandung amonium dan kalsium monofosfat merupakan sumber kemasaman di dalam tanah karena lebih mudah teroksidasi. Pemberian fungi mikoriza arbuskula diharapkan dapat menjadi alternatif teknologi ramah lingkungan dan efisiensi biaya pupuk bagi peternak dalam meningkatkan produksi HMT.

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah asosiasi simbiosis antara akar tanaman dan fungi. Peran utama FMA adalah untuk meningkatkan serapan hara dan air oleh tanaman inang (Karti et al., 2012). Pemberian FMA berpengaruh terhadap peningkatan kualitas serapan P dan N total (Karti dan Setiadi, 2011). FMA dapat digunakan sebagai pupuk hayati yang dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman (Nurbaity et al., 2009). Oleh karena itu, perlu kajian mendalam terhadap efektivitas FMA dalam memperbaiki produktivitas rumput gajah berdasarkan periode pemanenan.

Tujuan

(31)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.)

Rumput gajah merupakan salah satu jenis rumput untuk HMT unggul yang dapat memberikan produksi dan nilai gizi yang tinggi serta mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas. Rumput ini berasal dari daerah Afrika tropis kemudian menyebar keseluruh daerah tropis dan subtropis (Whiteman et al., 1974). Menurut Reksohadiprodjo (1985), rumput gajah adalah tanaman tahunan, termasuk dalam famili Graminae, genus Pennisetum dan spesies purpureum, tumbuh cepat dan tegak mencapai 2-4 meter, perakarannya dalam dengan rizom-rizom yang pendek serta membentuk rumpun dengan jumlah batang setiap rumpun berkisar antara 20-200 batang. Batang tebal mengeras bila menua, ditutupi seludang daun yang agak berbulu. Daun berbentuk panjang seperti pita dan berbulu, panjang daun bisa mencapai 30-120 cm dengan lebar kurang dari 30 cm (Hughes et al., 1976 dan Humprey, 1974).

Kismono (1979) mengemukakan bahwa varietas rumput gajah yang terkenal adalah: Varietas Afrika, Varietas Hawaii dan Varietas Capricorn. Rumput gajah varietas Hawaii sangat produktif dibandingkan varietas lainnya. Kapasitas produksi dapat mencapai 100 sampai 200 ton hijauan segar perhektar pertahun. Menurut Mcllroy (1977) produksi dapat mencapai lebih dari 290 ton hijauan segar perhektar pertahun, bila berada di daerah yang lembab dengan sistem irigasi.

Rumput gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang atau sobekan rumpun. Panjang stek yang dianjurkan adalah 20-25 cm, minimal terdiri atas dua buah buku dan diambil dari tanaman berumur 3-6 bulan (Reksohadiprodjo, 1985).

(32)

3 Interval Pemanenan Rumput Gajah

Interval devoliasi 60 hari pada rumput gajah memberikan pertumbuhan dan produksi rumput gajah paling tinggi, akan tetapi interval devoliasi 50 hari menunjukkan respon yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah yang berada dibawah tegakan pohon sengon (Vanis et al., 2007). Reksohadiprodjo (1985) juga menyebutkan, pemotongan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 50-60 hari agar tanaman itu tumbuh anakan baru dan pemotongan berikutnya adalah setiap 40 hari dimusim hujan dan 60 hari di musim kemarau dengan meninggalkan batang setinggi 10-15 cm dari permukaan tanah.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Mikoriza berasal dari kata miko/mykes yang berarti jamur dan riza yang berarti akar tanaman. Prinsip kerja dari mikoriza adalah menginfeksi system perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehigga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Rungkat, 2009). Menurut Smith dan Read (2008) Jamur mikoriza vesicular arbuskula termasuk kelas zycomycetes ordo Glomales (Gambar 1)

Gambar 1. Taksonomi FMA

(33)

4 Sekitar (82%) dari semua spesies tumbuhan tinggi dapat bersimbiosis dengan jamur mikoriza (Brundrett, 2002). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza antara lain, meningkatkan penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, tahan terhadap serangan patogen akar, dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh, dan dapat menggantikan sebagian dari kebutuhan pupuk (Setiadi, 1989).

Mikoriza vesicular arbuskular tidak membentuk sarung pelindung, infeksi jamur di sistem perakaran pada kebanyakan tanaman yang ditanam biasanya menyerbu beberapa lapisan terluar korteks akar. Hifa menembus sel-sel individu dan membentuk arbuskula dalam sel dan vesicular disebelah luar sel inang (Gambar 2) (Rungkat, 2009).

Gambar 2. Penampang Memanjang Anatomi Mikoriza yang Disederhanakan

Sumber: Brundrett, 2008

Berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dikelompokkan atas ektomikoriza, endomikoriza atau yang lebih dikenal dengan Vesicular-Arbuscula Mycorrhiza (VAM) atau Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan ektendomikoriza (Setiadi, 1989). FMA memperoleh karbon dari tanaman inangnya, dan sebagai imbalannya FMA meningkatkan penyerapan nutrien dan berbagai manfaat lain seperti perlindungan terhadap patogen, dan stabilitas tanah. Karbon ini digunakan selain untuk pembentukan hifa, digunakan pula untuk kelanjutan kehidupan jamur, seperti pembentukan spora (Rooney et al., 2011).

(34)

5 tanaman di dalam tanah dengan kandungan fosfor yang rendah (Rungkat, 2009). Peran utama dari FMA adalah menyediakan fosfor bagi akar tanaman yang terkena infeksi, karena fosfor adalah salah satu unsur yang sangat tidak mudah penyerapannya di dalam tanah, meskipun jika fosfor ditambahkan di tanah dalam bentuk segera larut, fosfor tersebut akan menjadi tidak mudah diserap seperti fosfor organik dan kalsium fosfat (Turk et al., 2006). Menurut Fakuara et al. (1993), akar yang mempunyai struktur mikoriza mempunyai kemampuan yang lebih banyak dalam memanen P dan unsur-unsur lainnya karena mempunyai bidang kontak khusus antara dinding sel korteks dengan hifa fungi pembentuk mikoriza.

Tanaman yang bermikoriza menurut Rungkat (2009), biasanya tumbuh lebih baik daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut: a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) mikoriza dapat berdaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar, e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan memantabkan struktur tanah. Munawar (2011) menambahkan bahwa mikoriza mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap keracunan unsur, suhu ekstrem, dan pH rendah. Pada tanaman rumput pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan juga cukup baik. Karti et al. (2012) menyatakan bahwa inokulasi FMA pada Stylosanthes seabrana mampu meningkatkan berat kering, proten kasar, produksi gas, dan kecernaan bahan organik dalam kondisi kekeringan. Zhang et al. (2011), tanaman yang diinokulasi FMA memiliki tinggi yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dalam tanah lapang dengan penggunaan pupuk organik yang optimal sangat meningkatkan pertumbuhan jagung dan serapan hara.

(35)

6 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Maret 2012. Bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Analisa infeksi akar dan jumlah spora dilakukan di Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB.

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, stek Pennisetum purpureum Schum., berasal dari Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Inokulum FMA yang digunakan dengan merk dagang

mycofer, diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Pupuk (Urea, KCl, SP-36, dan organik). Peralatan yang digunakan meliputi: timbangan digital, sabit, traktor, cangkul, tali rafia, selang air, sekop kecil, amplop coklat, penggaris kayu, dan oven.

Prosedur Persiapan Lahan

Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman (land clearing). Setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan tanah yang meliputi kegiatan membalik dan memecah tanah dengan menggunakan traktor, sehingga lahan siap tanam. Kemudian dilakukan pemetakan lahan dengan ukuran panjang 4 m x lebar 2 m sebanyak 27 petak yang terdiri dari 3 perlakuan pemupukan, 3 perlakuan interval pemanenan, dan 3 ulangan. Jarak antar petak adalah 1 m, sedangkan jarak tepi petak terhadap tanaman paling pinggir adalah 0,5 m. Jarak antar tanaman dalam satu lajur 0,5 m, dalam satu petak terdapat 4 lajur sehingga keseluruhan tanaman dalam satu petak sebanyak 16 tanaman.

Inokulasi FMA

(36)

7 Pemupukan

Tahap ini merupakan tahap perlakuan yaitu dengan memberikan pupuk pada masing-masing petak sesuai dengan perlakuan. Dosis penuh (100%) untuk pupuk SP36 150 kg/ha, pupuk KCl 150 kg/ha, dan pupuk kandang 4 ton/ha. Ketiga jenis pupuk tersebut diberikan sebelum penanaman. Pemupukan urea pertama dilakukan pada 14 hari setelah penanaman dan 10 hari setelah panen pertama, dengan dosis penuh (100%) pupuk urea 200 kg/ha.

Penanaman dan Pemeliharaan

Stek rumput gajah ditanam dengan posisi miring 60o, dibenamkan dalam tanah hingga pertengahan node pertama dan kedua. Pemeliharaan rumput gajah dilakukan dengan penyiraman dan pembersihan gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut gulma apabila terdapat invasi gulma pada bedengan.

Pemanenan

Masa adaptasi dilakukan selama 80 hari setelah tanam. Interval pemanenan H30 dilakukan 30 hari setelah masa adaptasi, perlakuan H50 dilakukan 50 hari setelah

masa adaptasi dan perlakuan H60 dilakukan 60 hari setelah masa adaptasi. Periode

panen kembali (periode kedua) dilakukan setelah 30 hari untuk H30, 50 hari untuk

H50 dan 60 hari untuk H60.

Rancangan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah pemupukan, yakni P0

(kontrol), P1 (penggunaan dosis pupuk 100% tanpa FMA), dan P2 (penggunaan dosis

pupuk 50% + FMA). Faktor kedua adalah interval pemanenan, yaitu H30 (hari panen

ke 30), H50 (hari panen ke 50), dan H60 (hari panen ke 60).

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (analysis of variance) dan jika hasilnya bersifat nyata akan dilanjutkan dengan uji jarak duncan (Steel and Torrie, 1993). Analisis data menggunakan Program SPSS Statistics 20.0. Model linier matematika untuk rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

(37)

8 Keterangan:

Yijk = Hasil pengamatan dari perlakuan faktor A (pemupukan) taraf ke-i dan

faktor B (interval pemanenan) taraf ke –j dengan ulangan ke-k µ = Rataan umum

αi = Pengaruh faktor pemupukan pada taraf ke-i

βj = Pengaruh faktor interval pemanenan pada taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara faktor pemupukan taraf ke-i dan faktor interval

pemanenan taraf ke-j εijk = Galat percobaan

Peubah yang Diamati

Pertambahan Tinggi Tanaman. Pengukuran pertambahan tinggi vertikal tanaman dimulai dari bagian tanaman di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman dengan menggunakan penggaris kayu atau pita ukur. Pertambahan tinggi tanaman diukur seminggu setelah pemanenan periode pertama. Pertambahan tinggi tanaman diukur dengan cara meluruskan daun, kemudian mengukur dari permukaan tanah hingga daun yang terpanjang.

Pertambahan tinggi vertikal tanaman = Tm – T0 Keterangan :

T0 = tinggi vertikal awal (cm) Tm = tinggi vertikal akhir (cm)

Berat Kering. Jumlah berat kering (BK) tiap tanaman diperoleh setelah dilakukan pengovenan rumput hasil panen pada suhu 70oC selama 48 jam. Kemudian setelah di oven rumput gajah kering ditimbang dan diperoleh berat kering dalam satuan gram/tanaman.

(38)

9 dimasukkan kedalam tabung, lalu ditambahkan larutan 2,5% KOH dan tabung ditutup. Setelah 24 jam KOH dibuang dan diganti dengan yang baru kemudian didiamkan selama 24 jam. Akar dicuci dan disaring dengan saringan kemudian dimasukkan ke dalam tabung, ditambahkan HCl 2% dan dibiarkan selama 24 jam. Larutan diganti dengan larutan staining dibiarkan selama 24 jam dan simpan pada tabung film. Untuk menghitung infeksi akar, potongan akar dengan panjang 1 cm diambil sebanyak 10 buah, kemudian letakkan di gelas preparat dan tutup dengan

cover glass. Agar tidak goyang diberikan PVLG, bila belum dapat dihitung, akar yang terinfeksi dapat disimpan dikulkas. Persentase jumlah akar yang terinfeksi dapat dilihat menggunakan mikroskop stereo dengan rumus sebagai berikut:

%Infeksi akar =

(39)

10 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertambahan Tinggi Tiap Minggu

Pertambahan tinggi tanaman mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman, begitu pula interaksi antar perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman, sehingga dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan. Data rataan pertambahan tinggi rumput gajah pada tiap minggunya pada periode kedua dapat dilihat pada Tabel 1.

Keterangan: Superscrip huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Superscrip huruf besar yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).

Berdasarkan hasil uji jarak Duncan diketahui bahwa rataan pertambahan tinggi pada perlakuan P2H30 tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan

P1H30, rataan pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan P2H50 tidak berbeda nyata

jika dibandingkan dengan perlakuan P0H30, P1H50, P1H60, dan P2H60. Hasil ini

menunjukkan bahwa penambahan FMA sebagai pengganti setengah dosis pupuk berpengaruh terhadap pertambahan tinggi rumput gajah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2011), tanaman yang diinokulasi FMA memiliki tinggi yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA, dan aplikasi inokulasi FMA dalam tanah lapang dengan penggunaan dosis pupuk organik yang optimal sangat meningkatkan pertumbuhan jagung dan serapan hara.

Rataan pertambahan tinggi pada P2H30 dan P1H30 nyata (P<0,05) lebih tinggi

(40)

11 ini karena pada perlakuan P0H50, P1H50, P2H50, P0H60, P1H60, dan P2H60 tanaman

rumput gajah telah memasuki masa generatif. Sajimin et al. (1999) menyatakan bahwa, hingga umur 42 hari rumput gajah masih berada pada masa vegetatif sehingga produksi daunnya masih tinggi. Rumput yang telah memasuki masa generatif tidak bertambah produksi daunnya (Sajimin et al., 2005). Pada masa generatif, meristem vegetatif berubah menjadi reproduktif (mulai membentuk bunga) sehingga sebagian berubah menjadi meristem generatif (Salisbury dan Ross, 1995), mengakibatkan pertumbuhan tinggi tanaman terhambat. Sedangkan pada perlakuan P0H30 pertambahan tinggi terhambat dikarenakan kurangnya asupan zat hara oleh

tanaman.

Produksi Berat Kering

Produksi berat kering dianalisis pada tiap periode pemanenan. Produksi berat kering pada periode panen pertama jika dibandingkan dengan periode panen kedua menunjukkan hasil yang lebih baik (Gambar 2). Hal ini dapat disebabkan tanah yang dipakai berulang kali mengakibatkan kandungan haranya banyak terkuras (Djazuli dan Trisilawati, 2004), sehingga mengakibatkan menurunnya produksi BK pada periode selanjutnya.

Gambar 3. Rataan Produksi Berat Kering Rumput Gajah pada Periode Pemanenan Pertama dan Kedua. P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA),

(41)

12 Periode Panen Pertama. Data produksi BK periode panen pertama dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode panen pertama, sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi BK periode panen pertama, sehingga dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan.

Tabel 2. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Pertama Perlakuan

Keterangan: Superscrip huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Supersrip huruf besar pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).

Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa meskipun perlakuan P1H50 nyata

(P<0,05) lebih baik jika dibandingkan P2H50, produksi BK pada perlakuan P2H60

tidak berbeda nyata jika dibandingkan perlakuan P1H60 dan P1H50. Begitu pula

perlakuan P2H30 menunjukkan hasil tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan

perlakuan P1H30, dan berbeda nyata (P<0,05) dibanding perlakuan P0H60, P0H50, dan

P0H30. Hal ini disebabkan FMA berpengaruh terhadap efektivitas penyerapan unsur

hara yang diberikan kepada tanaman. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Karti et al. (2012), inokulasi FMA mampu meningkatkan berat kering tajuk dan akar, protein kasar, dan kecernaan bahan organik pada Stylosanthes seabrana. Selain meningkatkan penyerapan zat hara, FMA memiliki manfaat lain seperti perlindungan terhadap patogen, menjaga stabilitas tanah (Rooney et al., 2011), dan mampu memberikan kontribusi terhadap berbagai faktor stress pada tanaman seperti kekeringan, tanah masam, dan toksisitas logam berat (Finlay, 2004).

(42)

13 panen kedua berpengaruh nyata (P<0,05). Interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode kedua, sehingga tidak dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan, tetapi hanya dilakukan uji lanjut pada tiap faktor perlakuan, yakni faktor pemupukan dan faktor interval pemanenan. Data produksi BK pada periode panen kedua dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Kedua Perlakuan pemanenan menunjukkan perlakuan H60 memiliki nilai rataan terbaik jika

dibandingkan dengan perlakuan H50 dan H30, meskipun perlakuan H60 tidak berbeda

nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan H50 dan berbeda nyata (P<0,05)

jika dibandingkan dengan perlakuan H30. Hal ini menurut Polakitan dan Kairupan

(2008), semakin lama interval pemotongan menunjukkan hasil lebih tinggi terhadap tinggi tanaman, produksi daun, produksi batang dan produksi hijauan.

Hasil uji jarak Duncan produksi BK periode kedua pada faktor pemupukan menunjukkan perlakuan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan

perlakuan P1 dan berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan P0.

(43)

14 Perlakuan pengurangan dosis pupuk sebanyak 50% dengan penambahan FMA mampu bersaing dengan perlakuan dosis pupuk penuh. Pengurangan dosis pupuk sebanyak 50% dan penambahan FMA selain mengurangi biaya pupuk, juga mengurangi tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Karena menurut Munawar (2011), beberapa jenis pupuk yang banyak dipakai dipertanian, seperti yang mengandung ammonium merupakan sumber kemasaman didalam tanah, karena mudah teroksidasi. Semakin lama interval pemotongan maka akan menunjukkan hasil yang lebih tinggi terhadap produksi hijauan. Sehingga interaksi perlakuan yang terbaik terdapat pada perlakuan P2H60.

Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Infeksi Akar

FMA merupakan fungi yang dapat berfungsi hanya jika telah menginfeksi akar tanaman inangnya, tanaman inang yang terinfeksi oleh FMA akar terlihat adanya struktur hyfa, vesikel, dan arbuskula (Karti dan Setiadi, 2011). Gambar akar yang tidak terinfeksi dan terinfeksi oleh FMA ditunjukkan oleh Gambar 3.

(a) (b) (c)

Sumber: Dokumen Penelitian

Gambar 4. Infeksi FMA pada Akar Rumput Gajah. a) Akar yang Tidak Terdapat Infeksi FMA (Perbesaran 10x10), b) Akar yang Terinfeksi FMA (Perbesaran 10x10), c) Bentuk Arbuskula (Perbesaran 40x10)

Rataan persen infeksi akar dari rumput gajah dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil sidik ragam interaksi antar faktor pemupukan dan faktor interval pemanenan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap infeksi akar, begitu pula pada pengaruh faktor interval pemanenan yang menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap infeksi akar, sedangkan faktor pemupukan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap persen infeksi akar pada rumput gajah.

Arbuskula

Tidak ada infeksi vesikel

(44)

15 Tabel 4. Persentase Infeksi Akar

Perlakuan Pemupukan

Interval Pemanenan (%)

Rataan

H30 H50 H60

P0 47,9 ± 8,5 41,7 ± 26,1 53,8 ± 18,5 47,8 ± 17,3b

P1 79,6 ± 12,8 48,3 ± 35,0 70,8 ± 18,8 66,2 ± 25,1a

P2 64,2 ± 8,8 82,1 ± 4,0 82,9 ± 0,7 76,4 ± 10,4a

Rataan 63,9 ± 16,3 57,4 ± 28,9 69,2 ± 18,3

Keterangan: Superscrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).

Nilai rataan persen infeksi akar tertinggi pada perlakuan P2H60 (82,9%) dan

terendah pada perlakuan P0H50 (41,7%). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa

rataan persentase infeksi akar perlakuan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika

dibandingkan dengan perlakuan P1, tetapi berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan

dengan P0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang tidak di inokulasi

(45)

16 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan P2H60 dengan inokulasi 10 gram FMA dan dosis pupuk 50% (SP36

75 kg/ha, KCl 75 kg/ha, pupuk kandang 2 ton/ha, dan urea 100 kg/ha) pada hari pemotongan ke 60 rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum.) memperoleh produksi terbaik, baik pada periode pertama maupun kedua dan lebih efektif dan efisien dalam penggunaan pupuk.

Saran

(46)

17 UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrohmanirrohim, Alhamdulillah, rasa syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Dr. Ir. Panca Dewi M. H. K., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan Ir. M. Agus Setiana, MS selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. Kepada Ir. Asep Tata Permana, M.Sc dan Ir. Lucia Cyrilla E. N. S. D., M.Si selaku dosen penguji sidang, dan kepada Ir. Widya Hermana, M.Si selaku dosen panitia sidang, atas masukannya untuk keberhasilan skripsi ini. Kepada Iwan Prihantoro, S.Pt., M.Si selaku dosen penguji seminar dan juga yang telah membimbing dalam penelitian serta masukan dan saran dalam penulisan skripsi.

Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada Bapak Basri, Ibu Sari, adik-adik tersayang Aurora Khorurrahmi dan Abidah Hajar Taskia atas kasih sayang, nasehat, kesabaran dan doa yang selalu mengiringi penulis dalam menyelesaikan kuliah sampai skripsi ini selesai. Terima kasih kepada Moh. Ali Hamdan yang senantiasa memberi motivasi, membantu, dan mendampingi selama penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.

Ucapkan terima kasih penulis sampaikan kepada: Staf Laboratorium Agrostologi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Bapak Agustinus dan Mas Dhani. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Arif Saepudin, Iwan Purwanto, Siti Syafa’ah, dan Frediansyah Firdaus. Penulis juga menyampaikan terima kasih atas pengertian, dukungan, persahabatan, dan kebahagiaan sebagai keluarga kedua bagi penulis, kepada warga Rumah Matahari (Mbak Tika, Mbak Nia, Mbak Eca, Mbak Nui, dan Mbak Fina), keluarga 214 crew(Nissa, Shely, dan Tati ‘Oneng’), dan keluarga besar INTP “GENETIC 45”, semoga persahabatan ini tetap terjalin. Semoga skripsi ini bermanfaat.

(47)

18 DAFTAR PUSTAKA

Brundrett, M. C. 2002. Coevolution of roots and mycorrhizas of land plants. New Phytol. 154: 275-304.

Brundrett, M. 2008. Mycorrizal association: the web resource section 4. Arbuscular mycorrizas. http://mycorrhizas.info/vam.html [24 September 2012] Djazuli, O., & Trisilawati. 2004. Pemupukan, pemulsaan dan pemanfaatan limbah

nilam untuk peningkatan produktivitas dan mutu nilam. Perkembangan Teknologi TRO. XVI (2): 29-37.

Fakuara, M. Y., A. S. Wulandari, & L. Setianingsih. 1993. Peningkatan Efektifitas Mikoriza untuk Hutan Tanaman Industri. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Finlay, R. D. 2004. Mycorrhizal fungi and their multifunctional roles. J. Mycologist 18 (2): 91-96.

Hughes, H. D., M. E. Heath, & D. S. Metcafe. 1976. Forages. The Science of Grassland Agriclture. The Iowa State Univ. Press, Amerika Serikat.

Humpreys, L. R. 1974. A Guide to Better Pature for the Tropic and Subtropics. 3rd ed. Wright, Stephenson and Co (Australia) pty. Ltd. Flemington Victoria. Karti, P. D. M. H., D. A. Astuti, & S. Nofyangtri. 2012. The role of arbuskular

mycorrhizal fungi in enhancing productivity, nutritional quality, and drought tolerance mechanism of Stylosanthes seabrana. Media Peternakan 35 (1): 67-72.

Karti, P. D. M. H., & Y. Setiadi. 2011. Respon pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput terhadap penambahan fungi mikoriza arbuskula dan asam humat pada tanah masam dengan aluminium tinggi. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 16 (2) : 104-111.

Kismono, I. 1979. Bahan Kuliah Pengenalan Jenis HMT Tropika. Fapet. IPB. Tidak dipublikasikan.

Koske, R. E., & J. H. Gemma. 1989. A modified procedure for staining roots to detect vesicular arbuskular mikoriza. Mycol. Res. 92 (4): 486-505.

Mcllroy, R.J. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Terjemahan Oleh S. Susetyo, S. Hardjosoewignyo, I. Kismono dan S. Harini, 1977. Pradnya Paramita, Jakarta. Halaman 21-31.

(48)

19 Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor. Muthukumar, T., & K. Udaiyan. 2002. Seasonality of Vesicular-Arbuscular

Mycorrhizae In Sedges In a Semi-Arid Tropical Grassland. J. Acta Oecologica 23 : 337-347.

Nurbaity, A., D. Herdiyantoro, & O. Mulyani. 2009. Pemanfaatan bahan organik sebagai bahan pembawa inokulan fungi mikoriza arbuskula. J. Biologi XIII (1): 17-11.

Philips J. M., & D. S. Hayman. 1970. Improved procedures for clearing roots and staining parasitic and vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi for rapid assessment of infection. Transactions of the British Mycological Soc 55 : 158-160.

Polakitan, D., & A. Kairupan. 2008. Pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah dwarf (Pennisetum purpureum Cv. Mott) pada umur potong berbeda. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, Mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara, Sulawesi Utara.

Reksohadiprodjo S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Rooney, D. C., J. I., Prosser, G. D., Bending, E. M. Baggs, K., Killham, A., Hodge.

2011. Effect of arbuscular mycorrhizal colonization on the growth and phosphorus nutrition of Populus euramericana Cv. Ghoy. J. Biomass and Bioenergy 35: 4605-4612.

Rungkat, J. A. 2009. Peranan MV A dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. J. Formas 2 (4) : 270-276.

Sajimin B. R., Prawiradiputra, & M. Panjaitan. 1999. Integrasi Tanaman Pakan Pada Sistem Usaha Tani di Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 4 (4): 251-256.

Sajimin E., N. D. Sutedi, B. R. Purwantari, & Prawiradiputra. 2005. Agronomi Rumput Benggala (Panicum maximum Jacq) dan Pemanfaatannya Sebagai Rumput Potong. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Salisbury F. B., & C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid Tiga Edisi Keempat. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

(49)

20 Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme Dalam Kehutanan. Depdikbud

Dirjendikti PAU-IPB, Bogor.

Smith, S. E., & D. J. Read. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. 3rd ed. Academic Press Inc. San Diego, California, USA.

Steel, R. G., & J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian

Bogor, IPB. Bogor.

Turk, M. A., T. A. Assaf, K. M. Hameed, & A. M. Al-Tawaha. 2006. Significance of micorrhizae. World J. Agric. Sci., 2 (1): 16-20.

Vannis, R. D., P. D. M. H. Karti, & L. Abdullah. 2007. Pengaruh pemupukan dan interval devoliasi terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah (Pennisetum purpureum) di bawah tegakan pohon sengon (Paraserianthes falcarita). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Whiteman, P. C., L. R. Humpreys, H. Monteith, E. H. Howtt, P. M. Bryant, & J. E. Slater. 1974. A Course Manual in Tropical Pasture Science. Australian Vice-chancellors Comittee. Watson Ferguson & Co. Ltd, Brisbane.

(50)
(51)

22 Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum purpureum

Schum.

Lampiran 2. Hasil Uji Lanjut Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan

Pemupukan N Subset

Lampiran 3. Hasil Uji Lanjut Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan

(52)

23 Lampiran 5. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Pertama

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan

Pemupukan N Subset

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan

Pemupukan N Subset

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan

(53)

24 Lampiran 9. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan

Hari ke- N Subset

Lampiran 11. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Infeksi Akar Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan

Pemupukan N Subset

Lampiran 12. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Infeksi Akar Panen Kedua

Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan

(54)

18 DAFTAR PUSTAKA

Brundrett, M. C. 2002. Coevolution of roots and mycorrhizas of land plants. New Phytol. 154: 275-304.

Brundrett, M. 2008. Mycorrizal association: the web resource section 4. Arbuscular mycorrizas. http://mycorrhizas.info/vam.html [24 September 2012] Djazuli, O., & Trisilawati. 2004. Pemupukan, pemulsaan dan pemanfaatan limbah

nilam untuk peningkatan produktivitas dan mutu nilam. Perkembangan Teknologi TRO. XVI (2): 29-37.

Fakuara, M. Y., A. S. Wulandari, & L. Setianingsih. 1993. Peningkatan Efektifitas Mikoriza untuk Hutan Tanaman Industri. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Finlay, R. D. 2004. Mycorrhizal fungi and their multifunctional roles. J. Mycologist 18 (2): 91-96.

Hughes, H. D., M. E. Heath, & D. S. Metcafe. 1976. Forages. The Science of Grassland Agriclture. The Iowa State Univ. Press, Amerika Serikat.

Humpreys, L. R. 1974. A Guide to Better Pature for the Tropic and Subtropics. 3rd ed. Wright, Stephenson and Co (Australia) pty. Ltd. Flemington Victoria. Karti, P. D. M. H., D. A. Astuti, & S. Nofyangtri. 2012. The role of arbuskular

mycorrhizal fungi in enhancing productivity, nutritional quality, and drought tolerance mechanism of Stylosanthes seabrana. Media Peternakan 35 (1): 67-72.

Karti, P. D. M. H., & Y. Setiadi. 2011. Respon pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput terhadap penambahan fungi mikoriza arbuskula dan asam humat pada tanah masam dengan aluminium tinggi. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 16 (2) : 104-111.

Kismono, I. 1979. Bahan Kuliah Pengenalan Jenis HMT Tropika. Fapet. IPB. Tidak dipublikasikan.

Koske, R. E., & J. H. Gemma. 1989. A modified procedure for staining roots to detect vesicular arbuskular mikoriza. Mycol. Res. 92 (4): 486-505.

Mcllroy, R.J. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Terjemahan Oleh S. Susetyo, S. Hardjosoewignyo, I. Kismono dan S. Harini, 1977. Pradnya Paramita, Jakarta. Halaman 21-31.

Gambar

Gambar 1. Taksonomi FMA
Gambar 3.   Rataan Produksi Berat Kering Rumput Gajah pada Periode Pemanenan Pertama dan Kedua
Gambar 1. Taksonomi FMA
Gambar 3.   Rataan Produksi Berat Kering Rumput Gajah pada Periode Pemanenan Pertama dan Kedua

Referensi

Dokumen terkait

Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak

Intisari: Kondisi kesehatan siswa merupakan salah satu faktor yang dimungkinkan mempengaruhi pretasi belajarnya di sekolah, karena dengan kondisi yang sehat maka

Menurut penulis, berdasarkan hasil wawancara dengan para narasumber, penulis sependapat bahwasanya upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh

Oleh karena KUHAP tidak membuka ruang untuk diajukannya upaya hukum atas putusan praperadilan yang keliru / di luar batas kewenangan, dalam hal ini putusan tentang sah atau

SYARAT AM UNIVERSITI Lulus Sijil Pelajaran Malaysia (SPM)/Setaraf dengan mendapat kepujian dalam mata pelajaran Bahasa Melayu/Bahasa Malaysia atau kepujian Bahasa Melayu/Bahasa

Dari penjelasan tentang manajemen kurikulum yang dilaksanakan di MDNU ini sebenarnya sudah mencapai pada manajemen kurikulum yang cukup maju dan tidak seperti

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data tentang perilaku siswa selama proses pembelajaran yang berlangsung pada siklus I, siklus II, dan seterusnya.