• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi manajemen rantai pasok

2 PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI TERINTEGRAS

2.2 Integrasi manajemen rantai pasok

Rantai pasok adalah rangkaian tiga entitas atau lebih yang terlibat langsung dari hulu hingga hilir dalam aliran produk, jasa, dana dan/atau informasi dari sumber hingga mencapai konsumen (Mentzer et al., 2001). Integrasi rantai pasok merupakan salah satu alat persaingan yang kuat dalam ekonomi bisnis global. Untuk produk pertanian, rantai pasok yang sukses bukan hanya mereduksi biaya transaksi bahkan melepaskan kendala institusi untuk saluran distribusi tradisional (Roekel et al., 2002). Ada tiga kekuatan penggerak pasar yang mendorong mitra rantai pasok untuk bekerja sama yaitu segmentasi pasar, permintaan konsumen dan strategi biaya rendah (Roekel et al., 2002a).

Integrasi merupakan tema kunci dalam kajian SCM, dan integrasi eksternal rantai pasok menjadi kunci untuk memperoleh keunggulan bersaing di lingkungan globalsaat ini (Quesada et al., 2008). Beberapa peneliti (Jahre dan Costes, 2005; Smart, 2008; Breite dan Maenpaa, 2009) menggunakan istilah SCM dalam pengertian integrasi rantai pasok dan logistik, diantaranya menggunakan definisi “SCM adalah integrasi simultan kebutuhan pelanggan, proses internal dan kinerja pemasok sektor hulu” (Smart, 2008).

Tiga elemen utama integrasi rantai pasok adalah sistem informasi (manajemen aliran informasi dan dana), manajemen inventori (aliran produk dan bahan), kemitraan rantai pasok (manajemen kemitraan di antara mitra dagang).

11 Dengan demikian, basis integrasi dicirikan oleh ko-operasi, kolaborasi, berbagi informasi, kepercayaan, kemitraan, penyebaran teknologi, pergeseran dari proses individual ke proses rantai terintegrasi (Power, 2005; Rahman et al., 2008; Thoo et al., 2011).

SCM adalah pengelolaan jaringan fasilitas yang memproduksi bahan baku, mengubahnya menjadi produk antara hingga produk akhir, dan menyampaikannya kepada konsumen melalui sistem distribusi untuk memenuhi kepuasan konsumen dan memenangkan persaingan (Awad dan Nasar, 2010; Cuthbertson, 2011; Habib, 2010; Jain et al., 2010; Shukla et al., 2011). SCM juga meliputi koordinasi dan kolaborasi dengan saluran mitra baik pemasok, perantara, pihak ketiga penyedia jasa dan pelanggan (Mentzer et al., 2001; Mentzer dan Gundlach, 2009). Ilustrasi rantai pasok sederhana disajikan pada Gambar 2.2.

Bahan baku

Penanganan

pascapanen Pengolahan & logistik Distribusi Konsumsi

: aliran barang

: aliran informasi dan dana

Gambar 2.2. Rantai pasok sederhana (Vorst et al., 2007).

Meski populer dan penting, menurut Naslund dan Williamson (2010) SCM tidak memiliki definisi yang diterima secara universal. Terdapat beberapa perbedaan dan persaingan kerangka kerja untuk SCM, isu-isu terkait terminologi dan relatif kurangnya bukti yang mendukung manfaat SCM. Stock dan Boyer (2009) yang me-review 173 definisi SCM dari berbagai buku dan jurnal menyatakan, “bukan hanya terlalu banyak definisi, ketiadaan definisi yang disepakati berdampak negatif bagi praktisi maupun peneliti. Dari perspektif teoritis tidak mungkin mengembangkan teori SCM yang kuat hingga konstruksi yang sahih dan definisi yang diterima telah dikembangkan”. Dari kajian ini didapat tiga tema utama yang digunakan untuk mendefinisikan SCM, yaitu aktivitas, manfaat dan komponen yang mencakup: material/fisik, jasa, aliran dana dan informasi, jaringan kerjasama (internal maupun eksternal), penciptaan nilai, peningkatan efisiensi serta kepuasan konsumen.

12

SCM merupakan cara baru dan menjanjikan untuk meraih keunggulan bersaing. Pemahaman mendalam terhadap rantai pasok memungkinkan perusahaan menggali sumber sukses untuk bersaing di pasar global (Min dan Zhao, 2002; Li et al., 2008; Joshi, 2010) dan implementasi integrasi rantai pasok merupakan sumber keunggulan bersaing (Power, 2005; Rahman et al., 2008; Breite dan Maenpaa, 2009).

Dari sisi pelaku, Behesthi et al. (2009) dan Smart (2008) membagi level strategi integrasi menjadi empat, yaitu: terintegrasi secara internal, terintegrasi dengan pemasok (backward), terintegrasi dengan pelanggan (forward), dan terintegrasi penuh (Gambar 2.3).

2. Terintegrasi dengan pemasok 4. Terintegrasi penuh

1. Terintegrasi secara internal 3.Terintegrasi dengan pelanggan

Gambar 2.3. Level strategi integrasi rantai pasok (Behesthi et al., 2009). Menurut Flynn et al. (2008) integrasi dengan pelanggan dan pemasok termasuk integrasi eksternal. Integrasi dengan pelanggan melibatkan kompetensi inti yang diperoleh dari koordinasi dengan pelanggan inti, dan integrasi dengan pemasok melibatkan kompetensi inti terkait dengan pemasok penting. Sementara integrasi internal fokus pada aktivitas internal perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan dan berinteraksi secara efisien dengan pemasok. Integrasi internal dan integrasi dengan pelanggan memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap kinerja rantai pasok daripada integrasi dengan pemasok. Hal ini bisa difahami karena integrasi dengan pelanggan atau konsumen merupakan integrasi hilir, dimana nilai tambah terbesar dalam aliran rantai pasok memang terletak di bagian hilir yakni pengolahan, distribusi dan pemasaran.

Tujuan dasar SCM adalah mengoptimalkan kinerja rantai dan memberikan nilai tambah sebesar-besarnya dengan biaya serendah mungkin, atau mengaitkan semua agen rantai pasok untuk bekerja sama untuk memaksimalkan produktivitas

Perusahaan Pemasok Pelanggan Perusahaan Pemasok Pelanggan Perusahaan Pemasok Pelanggan Perusahaan Pelanggan Pemasok

13 dan memberi manfaat sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat. Untuk sukses dan mampu bersaing perusahaan harus mampu mengintegrasikan bisnis, teknologi, tenaga kerja dan proses bukan hanya dalam perusahaan tapi juga lintas perusahaan (Awad dan Nasar, 2010; Katunzi, 2011; Shukla et al., 2011). Menurut Vorst et al. (2007), integrasi tidak harus dilakukan pada seluruh proses, tapi bisa dipilih sesuai kondisi dan kebutuhan dengan tetap konsisten pada tujuan untuk memenuhi tuntutan konsumen dan memenangkan persaingan (Tabel 2.1). Tabel 2.1. Proses bisnis yang dapat diintegrasikan dalam rantai pasok

Proses bisnis Keterangan

Manajemen hubungan

pelanggan Membatasi kesepakatan level pelayanan dengan pelanggan kunci Manajemen pelayanan

pelanggan

Menyediakan informasi real-time untuk pelanggan tentang jadwal pengiriman dan ketersediaan produk melalui antarmuka produksi dan operasi distribusi perusahaan

Manajemen permintaan Menyeimbangkan keinginan pelanggan dengan kapabilitas pasokan perusahaan Pemenuhan pesanan Mengirim produk sesuai waktu dan mutu yang diinginkan

pelanggan Manajemen aliran

manufakturing

Menarik produk melalui basis pabrik sesuai kebutuhan pelanggan

Penyediaan Mengembangkan rencana stratejik dengan pemasok untuk mendukung proses manajemen aliran manufakturing dan pengembangan produk baru

Pengembangan dan komersialisasi produk

Pelanggan dan pemasok harus diintegrasikan ke proses pengembangan produk guna mereduksi waktu mencapai pasar Proses putaran Menata proses untuk mewujudkan putaran yang efisien untuk barang-barang yang bisa digunakan lagi

Sumber: Vorst et al. (2007)

Syarat sukses penerapan SCM adalah perilaku terintegrasi, saling berbagi informasi, saling berbagi risiko dan manfaat, kerjasama, kesamaan tujuan dan fokus dalam melayani pelanggan, integrasi proses, dan kemitraan untuk membina dan memelihara hubungan jangka panjang (Mentzer et al., 2001; Ren et al., 2010). Pada kasus industri pangan, prakarsa multi-stakeholder yang melibatkan petani, akademisi, peneliti, pemerintah dan LSM menjadi penting untuk meningkatkan standar bagi komoditas lokal dan rantai pasok komoditas pangan termasuk pangan olahan (Smith, 2008). Penelitian Bhuyan (2005) menunjukkan bahwa integrasi kepemilikan secara vertikal (merger) tidak menunjukkan peningkatan kekuatan

14

pasar pabrik pengolahan pangan di pasar produk akhir. Justru struktur pasar dan koordinasi yang secara signifikan mempengaruhi kekuatan pasar industri pangan. Efeknya akan berbeda jika yang diterapkan adalah hubungan vertikal semisal kontrak atau kemitraan.

Kendala penerapan SCM adalah masalah kemitraan dengan pemasok, kurang pengalaman, kurang komitmen manajemen, kurang pemahaman tentang SCM, dukungan teknologi dan kepuasan konsumen. Di level UKM, kendala penerapan SCM adalah kurangnya ketrampilan, pengetahuan, posisi tawar, infrastruktur dan kepercayaan (Rahman et al., 2008). Fawcet et al. (2008) menyatakan faktor manusiawi merupakan faktor kunci keberhasilan kolaborasi dalam SCM. Isu-isu seperti budaya, kurangnya kepercayaan, keengganan berubah, dan kurangnya kemauan bekerja sama justru lebih krusial sebagai kendala penerapan dan perlu mendapat perhatian lebih ketimbang sekedar fokus pada masalah teknologi, informasi dan sistem pengukuran kinerja.