• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intensitas cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar (C macropomum) umur benih 1-2 bulan, 3-

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Prevalensi dan Intensitas

4.4.2 Intensitas cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar (C macropomum) umur benih 1-2 bulan, 3-

bulan dan 5-6 bulan pada kolam budidaya di Tanjung Morawa

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap ikan bawal air tawar (C. macropomum) berdasarkan umur ikan dari umur benih 1-2 bulan, 3-4 bulan dan 5- 6 bulan pada kolam budidaya di Tanjung Morawa terdapat perbedaan nilai

intensitas parasit yang dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Hubungan Intensitas parasit terhadap umur ikan bawal air tawar Pada Gambar 4.7. pada ikan umur 1-2 bulan hingga 5-6 bulan nilai intensitas parasit semakin bertambah. Nilai intensitas parasit tertinggi dapat dilihat pada ikan bawal air tawar (C. macropomum) yang berumur 5-6 bulan dengan nilai intensitas Dactylogyrus sp. sebesar 184,37 termasuk dalam kategori infeksi parasit sangat berat karena > 100, Diplectanum sp. sebesar 61,16 termasuk dalam kategori infeksi parasit berat karena > 51 dan Camallanus sp. sebesar 2,00 termasuk dalam kategori parasit ringan karena > 1 sedangkan nilai intensitas terendah terdapat pada ikan berumur 1-2 bulan dengan nilai intensitas Dactylogyrus sp. sebesar 70,06 termasuk dalam kategori infeksi parasit berat karena > 51, Diplectanum sp. sebesar 43,50 termasuk dalam kategori infeksi sedang karena > 5 dan Camallanus sp. sebesar 1,50 termasuk dalam kategori ringan karena > 1..

Pada gambar 4.7. dapat dilihat terdapat hubungan nilai intensitas parasit terhadap umur ikan bawal air tawar. Bertambahnya umur ikan maka ukuran tubuhnya juga semakin besar. Semakin besar umur dan ukuran ikan maka jumlah intensitasnya semakin bertambah. Pada Gambar 4.5. Pada benih umur 1-2 bulan

0 50 100 150 200 1-2 3-4 5-6 70,06 174,40 184,37 43,50 59,00 61,16 1,50 1,60 2,00

In

te

n

sit

as

Dactylogyrus sp. Diplectanum sp. Camallanus sp. Umur Ikan (Bulan)

memiliki nilai intensitas parasit yang rendah. Ini dikarenakan ikan masih berukuran kecil sehingga parasit yang menempel lebih sedikit karena kontak antar tubuh ikan dengan parasit lebih sedikit juga. Menurut Riko, et al., (2014) hubungan intensitas dengan ektoparasit terhadap ukuran tubuh ikan bahwa semakin bertambah ukuran ikan maka intensitasnya bertambah. Ikan kecil memiliki luas penampang yang lebih kecil daripada ikan besar, maka parasit yang hidup dan menempel lebih sedikit serta kontak antara parasit dengan inang lebih sedikit pula.

Pendapat ini ditambahkan Noble dan Noble (1989) bahwa semakin besar ukuran atau berat inang maka semakin tinggi pula terinfeksi oleh parasit tertentu. Inang yang lebih besar dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar, meskipun telah terjadi saling adaptasi antara inang sehinnga inang menjadi toleran terhadap parasitnya. Selain ukuran tubuh ikan bawal air tawar (C. macropomum) lamanya pemeliharaan ikan pada kolam juga mengakibtkan tingginya jumlah intensitas ektoparasit. Hal ini sesuai dengan Riko, et al., (2014) bahwa semakin lama pemeliharaan intensitas dan prevalensi ektoparasit yang menyerang ikan cenderung meningkat.

Menurut Noble and Noble (1989), menyatakan bahwa prevalensi dan intensitas tiap jenis parasit tidak selalu sama karena banyaknya faktor yang berpengaruh, salah satu faktor yang berpengaruh adalah ukuran inang. Pada beberapa spesies ikan, semakin besar ukuran/berat inang, semakin tinggi infeksi oleh parasit tertentu. Inang yang lebih tua dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar. Selain ukuran/berat dan sistem imunitas tubuh inang ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi keberadaan parasit pada suatu inang yaitu pengaruh dari kondisi lingkungan. Menurut Amirullah, et al.,(2012) serangan parasit tidak hanya tergantung dari jenis dan jumlah mikroorganisme yang menyerang tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang mendukung yaitu parameter kualitas air. Hal ini ini sesuai dengan Syauqi (2009) kualitas air dinyatakan dalam beberapa parameter yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam), dan parameter biologi (pankton dan bakteri). Menurut Nurdiyanto dan Sumartono (2006) faktor dari lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat

berpengaruh terhadap distribusi suatu parasit. Faktor-faktor ini meliputi : suhu, kelembaban, sifat kimiawi sekelilingnya, persediaan makanan dan faktor-faktor ekologik lainnya yang sangat berpengaruh terhadap distribusi parasit terhadap tubuh inang yang ditumpanginya. Ikan bawal air tawar (C.macropomum) termasuk ikan yang tidak banyak menuntut lingkungan bagus sebagai media hidupnya. Ikan ini mampu bertahan pada perairan yang kondisinya jelek/buruk, namun ikan ini akan tumbuh normal dan optimal pada perairan yang sesuai dengan persyaratan habitatnya. Menurut (Utami, 2010) kondisi air yang optimum cocok untuk ikan tertentu dalam melakukan aktivitas metabolisme serta reproduksinya. Keadaan populasi ikan tersebut dapatlah menjadi terkurangi apabila pada tubuh ikan terdapat salah satunya akibat adanya parasit. Sehingga dilakukan pengukuran terhadap kualitas air kolam ikan.

Nilai dari kualitas air dari kolam budidaya yang meliputi suhu, pH, DO, dan BOD dari masing-masing kolam budidadaya ikan bawal air tawar (C. macropomum) berumur 1-2 bulan, 3-4 bulan dan 5-6 bulan di Tanjung Morawa dapat dilihat pada Tabel 4.4 :

Tabel 4.5 Kualitas air Kolam budidaya benih ikan bawal air tawar (C. macropomum) berumur 1-2 bulan, 3-4 bulan, dan 5-6 bulan:

Parameter Satuan K 1 K 2 K 3 Baku Mutu

Suhu ºC 25 26 25 23-32

pH - 6.5 6.4 6.7 6,5-9,0

DO Mg/l 7.1 6.81 6.49 min 6

BOD Mg/l 11.4 9.3 5.2 < 3mg/L (tidak tercemar) 3,3-4,9 mg/L (tercemar ringan)

5-15 mg/L (tercemar sedang) >15 mg/L (tercemar berat) Keterangan : K1=kolam ikan benih berumur 1-2 bulan, K2= ikan berumur 3-4 bulan, K3= ikan berumur 5-6 bulan.

Pada Tabel 4.5 dapat dilihat suhu, pH, dan nilai DO dari masing-masing kolam masih memenuhi nilai baku mutu kualitas air, namun nilai dari BOD tidak memenuhi baku mutu. Menurut Barus (2004), nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar 6-8 mg/L. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan, yang

mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah. Pada Tabel 4.5 dapat dilihat nilai BOD tertinggi terdapat pada kolam 1 sebesar 11,4 mg/L. Tingginya kandungan organik terutama berasal dari limbah pakan yang diberikan, tingginya senyawa organik pada kolam ikan sangat mempengaruhi kesehatan dari ikan. Menurut Amirullah et al., (2012) Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan salah satu indikator pencemaran. BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen terlarut yang digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik di dalam air di bawah kondisi tertentu (Syofyan et al., 2011). Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, jika badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang dapat mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik yang dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut (Nainggolan & Susilawati, 2011).

Menurut Amirullah et al., (2012) serangan parasit tidak hanya tergantung dari jenis dan jumlah parasit yang menyerang tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang mendukung. Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa suhu pada masing-masing kolam masih memenuhi baku mutu standar kualitas air. Namun cacing parasitik Dactylogyrus sp., Diplectanum sp. dan Camallanus sp tetap menyerang ikan pada masing-masing kolam ini dikarenakan suhu untuk cacing ini berkembangbiak sesuai. Cacing Dactylogyrus sp. berkembangbiak pada suhu sekitar 20ºC-26ºC. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nurdiyanto & Sumartono (2006) puncak intensitas Dactylogyrus sp. terjadi pada suhu 20ºC- 26ºC, namun untuk perkembangbiakan telur sampai dewasa membutuhkan suhu 24ºC-28ºC. Tingginya nilai prevalensi Dactylogyrus sp. karena ektoparasit ini berkembang biak dengan cepat. Dactylogyrus sp. berkembangbiak dengan cara bertelur dan ratusan ekor parasit ini dapat menginfeksi satu ekor ikan. Serangan Dactylogyrus sp. terutama terjadi pada benih ikan berukuran 3-5 cm yang berada pada kondisi perairan terburuk. Faktor kualitas air dapat mempengaruhi banyak tidaknya telur yang dihasilkan oleh Dactylogyrus sp. Jumlah telur yang dihasilkan bergantung kepada kadar oksigen terlarut dalam air. Pada kadar oksigen terlarut rendah, maka telur yang dihasilkan tinggi, sebaliknya jika kadar oksigen terlarut

dalam air tinggi, maka jumlah telur yang dihasilkan sedikit (Kabata, 1985), sedangkan Menurut Abdel, et al (2013) cacing Diplectanum sp. berkembangbiak pada suhu 20±2 0C dengan periode embrio berkisar enam sampai dengan tujuh hari.

Pada tabel juga dapat dilihat pH pada masing-masing kolam juga masih memenuhi standar baku mutu dari kualitas air. Menurut Rahayu (2009) pH didefinisikan sebagai logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen. Kebanyakan perairan alam memiliki pH 6,9-9. Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnya air limbah (buangan), berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini karena bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian (Kristanto, 2002).

Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia yang dapat menyebabkan kematian massal pada ikan, pH rendah dapat menyebabkan penurunan tingkat produksi lendir sedeangkan pH tinggi menyebabkan ikan stress. Sebagian besar biota aquatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Kadar CO2 dalam air juga mempengaruhi pH air. Pada saat kandungan CO2 tinggi maka pH air rendah demikian pula sebaliknya jika CO2 rendah maka pH air tinggi (Syauqi, 2009).

Menurut Cheng (1973) penyakit parasit pada ikan juga dapat timbul dari interaksi antara jasad penyebab penyakit parasit dengan lingkungannya. Hal ini dapat disebabkan karena adanya proses pembusukan di dasar kolam baik terhadap kotoran hasil metabolisme maupun sisa makanan serta zat-zat buangan yang masuk ke dalam kolam sehingga dapat memperburuk kondisi perairan. Hubungan antara inang dengan parasit merupakan hal yang kompleks karena adanya faktor yang berpengaruh seperti kualitas air yang buruk dan populasi yang padat sehingga dapat memicu terjadinya perkembangan parasit. Penyebaran parasit yang patogen terhadap inang dapat ditentukan oleh umur, ukuran tubuh inang, daya tahan inang, musim dan letak dari lokasi geografisn

BAB 5

Dokumen terkait