• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Hasil pewarnaan dengan perbesaran 40x Telur (a), Testis (b), Vitellaria (c)

2.7 Uji Kualitas Air

Munurut Yuliartati, (2011) kualitas air adalah sifat dari kandungan mahkluk hidup, energi, zat atau komponen lain dalam air. Kualitas air menjadikan ikan hidup dengan baik dan tumbuh dengan cepat. Bila kualitas airnya kurang baik dapat menyebabkan ikan lemah, nafsu makan menurun dan mudah terserang penyakit (Kelabora dan Sabariah, 2010). Menurut Syauqi (2009), kualitas air dinyatakan dalam beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam), dan parameter biologi (keberadaan plankton dan bakteri).

Kualitas air yang memenuhi syarat dapat membuat pertumbuhan dan kelangsungan ikan menjadi baik. Kebersihan air (kualitas air) dan debit air yang cukup, sangat penting untuk kelancaran pemeliharaan. Air merupakan media yang paling vital bagi kehidupan ikan, suplai yang memadai akan memecahkan berbagai masalah dalam budidaya ikan. Kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya. Kualitas air yang baik pada pmeliharaan akan memberikan kelangsungan hidup menjadi baik bagi ikan (Kelabora dan Sabariah, 2010). Hal ini dipertegas oleh Zonneveld et al.,(1991) mngatakan kualitas air yang baik akan mempengaruhi survival rate (kelangsungan hidup) ikan serta pertumbuhan ikan.

Menurut Hadiroseyani et al.,(2006) penggunaan air juga sangat mempengaruhi keberadaan dan jenis parasit yang menginfeksi hewan budidaya. Semakin buruk sumber air yang digunakan memungkinkan semakin beragamnya ektoparasit maupun endoparasit yang menginfeksi. Buruknya sumber air yang digunakan oleh para pembudidaya dapat dilihat dari beragam dan melimpahnya ektoparasit dan jenis protozoa karena cenderung menyukai perairan yang banyak mengandung bahan organik tinggi. Bahan organik tersebut bisa saja berasal dari pakan yang diberikan oleh pmbudidaya ikan. Buruknya sistem sanitasi juga dapat menjadi penyebab melimpahnya organisme parasit dalam media budidaya.

Menurut Siswoyo dan Hendriyanto (2011) Pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan budidaya ikan tergantung dari rekomendasi standar baku mutu parameter kualitas air. Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pemeliharaan ikan. Karena kualitas air tempat pemeliharaan ikan akan sangat

mempengaruhi kerentanan ikan terinfeksi agen penyakit. Beberapa parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap keberadaan parasit pada ikan antara lain:

2.7.1 pH

Nilai pH merupakan derajat keasaman suatu larutan tumbuhan air seperti alga. Jika jumlah alga banyak maka dapat mengakibatkan fluktuasi kadar oksigen perairan. Proses perombakan bahan organik oleh bakteri berlangsung secara aerob, artinya respirasi bakteri memerlukan oksigen. Jumlah unsur hara nitrogen dan phospor yang melimpah akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yaitu proses pengkayaan unsur hara yang terjadi pada suatu perairan sehingga kualitas air tidak layak bagi kebutuhan sehari-hari. Ciri-ciri biotik perairan yang mengalami eutrofikasi yaitu pertumbuhan pesat tumbuhan air terutama alga dan Cyanobacteria (Purwanta, 2008).

2.7.2 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen termasuk salah satu gas terlarut diperairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. Rendahnya kadar oksigen di suatu perairan dapat menyebabkan ikan menjadi stress sehingga sistem imun tubuh ikan menurun. Pada kondisi yang demikian, ikan akan sangat mudah terekspose oleh patogen, baik bakteri maupun parasit (Rahayu, 2009).

DO merupakan oksigen terlarut yang langsung terlarut dari udara dan oksigen dari tumbuhan. Harga DO berkisar antara 6-9 ppm. Harga DO dalam suatu perairan berfluktuasi dipengaruhi oleh salinitas, suhu, turbulensi, tekanan atmosfer, dan jumlah serta jenis tumbuhan air. Harga DO air tawar lebih tinggi dari pada harga DO air asin. Hampir semua organisme memerlukan oksigen untuk respirasi. Oksigen terlarut (DO) pada perairan bersumber dari atmosfer dan proses fotosintesis tumbuhan hijau diperairan. Jika pada batas tertentu oksigen yang terlarutdi perairan habis maka air menjadi keruh. Hal ini disebabkan oleh

penguraian bahan organik secara anaerob dan meninggalkan residu karbon dioksida, metana, hidrogen sulfida dan senyawa organik sulfur sehingga timbul bau perairan yang tidak sedap (Purwanta, 2008).

Menurut Syauqi (2009) konsentrasi DO dalam media air semakin menurun dengan bertambahnya waktu dan padat penebaran kandungan oksigen terlarut yang baik untuk transportasi ikan harus lebih dari 2 mg/l.

2.7.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air atau jumlah oksigen terlarut yang digunakan tumbuhan dan hewan untuk proses oksidasi kimia karbon (metabolisme). Harga BOD berkisar 1-2 ppm. Tingkat pencemaran suatu perairan dapat dilihat berdasarkan nilai BOD-nya, yaitu semakin tinggi nilai BOD maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut sudah tercemar oleh bahan organik (Purwanta, 2008).

2.7.4 Suhu

Suhu merupakan suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu harian, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Suhu dalam budidaya ikan berpengaruh terhadap laju metabolisme, pemijahan dan penetasan telur, aktivitas patogen, sistem imunitas, daya larut senyawa kimia, serta kalarutan oksigen dan karbondioksida. Ikan adalah hewan poikiotermal, dimana suhu lingkungan sangat berpengaruh tehadap metabolisme termasuk sistem imunitas. Apabila suhu mengalami penurunan maka akan menyebabkan kelarutan oksigen meningkat, laju metabolisme menurun, nafsu makan ikan berkurang, pertumbuhan berkurang, sistem imunitas menurun, gerakan ikan melemah dan disorientasi sehingga ikan dapat mengalami kematian, sedangkan bila suhu meningkat, maka suhu tubuh meningkat, laju metabolisme juga meningkat, konsumsi oksigen bertambah sedangkan kadar oksigen terlarut menurun, toksistas perairan dari senyawa kimia meningkat, jumlah patogen meningkat sehingga ikan mudah terekspose oleh penyakit dan dapat menimbulkan kematian. (Rahayu, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN

Dokumen terkait