• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Intensitas Serangan Colletotrichum capsici

Hasil pengamatan intensitas serangan Colletotrichum capsici. Pada waktu

setiap pengamatan mulai 122 – 153 HST dapat dilihat pada lampiran 3-7. Dari

Analisa Sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang sangat nyata antar

perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata, maka dilakukan Uji

Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan Intensitas serangan Colletotrichum capsici pada setiap pengamatan.

Perlakuan Intensitas Serangan (%)

122HST 129HST 139HST 146HST 153HST F0 (Kontrol) 8,71 a 11,75 a 36,72 a 5,56 a 7,77 a F1 (Nimba) 2,96 b 3,27 c 10,7 e 1,75 c 1,66 b F2 (Sirih) 6,41 a 9,53 a 21,87 c 3,44 b 2,64 b F3 (Cengkeh) 6,39 a 7,12 b 15,72 d 2,3 c 3,11 b F4 (Gambir) 8,41 a 8,51 a 30,08 b 3,21 b 0,13 c

Keterangan : Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% dengan Uji Jarak Duncan (DMRT).

Tabel 1. Menunjukkan intensitas serangan pada 122 HST sampai 153 HST

berbeda nyata antar setiap perlakuan. Pengamatan 122 HST perlakuan F1 sangat

berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F2, F3 dan F4. Perlakuan F1 berbeda sangat

nyata dengan perlakuan lain dipengaruhi oleh karena Fungisida telah

diaplikasikan ketanaman sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan pathogen pada jaringan tanaman.

Pada pengamatan 129 HST perlakuan larutan nimba (F1) berbeda sangat

Perlakuan F3 (Cengkeh) berbeda sangat nyata terhadap perlakuan F2, F4 dan F0.

Perlakuan kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan sirih (F2) dan gambir

(F4).

Pada pengamatan 139 HST perlakuan F1, F2, F3 dan F4 berbeda sangat

nyata terhadap perlakuan kontrol (F0). Dan perlakuan antara fungisida nabati

berbeda sangat nyata antar nimba (F1), sirih (F2), cengkeh (F3) dan gambir (F4).

Pada pengamatan 146 HST perlakuan F1 dan F3 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan kontrol dan perlakuan antara F2 dan F4 tidak berbeda nyata

tetapi sangat berbeda nyata terhadap F0. Perlakuan antara F1 dan F3 juga tidak

berbeda nyata.

Pada pengamatan 153 HST perlakuan fungisida nabati berbeda sangat

nyata terhadap perlakuan kontrol. Perlakuan antara F1, F2, F3 tidak berbeda nyata,

tetapi berbeda sangat nyata terhadap perlakuan gambir (F4).

Dari pengamatan 122 dan 129 HST tanpak penggunaan pestisida nabati

kurang maksimal. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya kelembapan pada saat

penelitian berlangsung yang mendukung bagi perkembangan penyakit. Rompas,

2001 menyatakan jamur membutuhkan hujan dan embun serta kelembapan yang

tinggi untuk pertumbuhan jamur. Sementara pada pengamatan 139 HST, 146 HST

dan 153 HST setiap perlakuan fungisida nabati sangat berbeda nyata. Hal ini dapat

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009 20 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 122 HST 129 HST 139 HST 146 HST 153 HST Intensitas Serangan (%) H ar i S et el ah T an am ( H S T ) F0 F1 F2 F3 F4

Gambar 3. Histogram Hubungan Aplikasi Fungisida terhadap Intensitas Serangan (%) pada Setiap Pengamatan

Dari gambar 3, pengamatan 122 HST berada dibawah 10%. Pengamatan

fungisida nabati dengan menggunakan aplikasi ekstrak nimba berada pada posisi

paling rendah yaitu dibawah 5% tetapi fungisida F2. F3, dan F4 berada diatas 5%.

Pada pengamatan selanjutnya intensitas serangan penyakit

colletotrichum capsici terus mengalami peningkatan terlebih pada perlakuan

kontol (F0) atau tidak ada aplikasi fungisida.Pada pengamatan 129 HST intensitas

serangan masih stabil dari pengamatan sebelumnya tetapi pada pengamatan 139

HST tampak intensitas serangan penyakit colletotrichum capsici yang sangat

tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pengaplikasian dilakukan setelah 10 hari,

sementara pada pengaplikasian sebelumnya dilakukan setelah 7 hari.

Pada prosedur percobaan, aplikasi seharusnya 1 kali seminggu (7 hari).

Aplikasi dilakukan setelah 10 hari dari 129 HST sampai 139 HST terjadi karena

keterlambatan peneliti dalam melakukan aplikasi. Akan tetapi akibat

keterlambatan itu semakin jelas bagi peneliti bahwa intensitas serangan semakin

dapat mengambil kesimpulan bahwa aplikasi sebaiknya dilakukan 1 kali ≤ 7 hari.

Aplikasi yang dilakukan setelah 5 hari dan diamati pada 146 HST

tampak intensitas serangan mengalami penurunan drastis, demikian juga pada

pengamatan 153 HST intensitas serangan tampak semakin normal.

Pada perlakuan fungisida nabati, intensitas serangan penyakit

Antraknosa (colletotrichum capsici) terhambat. Jika dibandingkan intensitas

serangan pada perlakuan F1 (daun nimba) terhadap perlakuan F2, F3 dan F4 pada

pengamatan 122, 129, 139, 146 dan 153 HST tampak lebih efektif. Hal ini

dipengaruhi oleh karena adanya senyawa aktif dalam larutan daun yang

diaplikasikan ketanaman bertindak sebagai pestisida. Senyawa yang dimiliki oleh

daun nimba adalah Azadirachtin. Zakiah (2003) menyatakan bahwa Azadirachtin

pada daun nimba merupakan satu senyawa triterpenoid yang berguna sebagai

sumber terbaik untuk biopestisida.

Perlakuan F3 (larutan cengkeh) berbeda sangat nyata dari F0 (Kontrol). F2

(Sirih) dan F4 (Gambir) pada pengamatan 129 HST. Hal ini dipengaruhi oleh adanya senyawa Eugenol Asetat, Eugenol dan – Caryopyllene yang terdapat pada cengkeh dan dapat menghambat pertumbuhan jamur. Hal ini dikemukakan oleh Manohara (1993)

Perlakuan F2 (Sirih) pada pengamatan 139 HST sangat berbeda nyata

dengan F0 (Tanpa Perlakuan) hal ini dipengaruhi oleh karena adanya senyawa

aktif yang terkandung didalamnya dan dapat menghambat pertumbuhan koloni

dan pembentukan klamidospora pada jamur. Pernyataan ini sesuai dengan Suharso

(2003) yang menyatakan bahwa senyawa chavicol pada sirih memiliki daya

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

22

Perlakuan F4 (Gambir) pada pengamatan 122 HST, 129 HST tampak

tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan pada pengamatan 146 HST

tidak berbeda nyata dengan perlakuan F2. Tetapi pada pengamatan 153 HST

perlakuan gambir (F4) berbeda nyata dari perlakuan F1, F2 dan F3 tetapi sangat

berbeda nyata dengan F0 (Tanpa perlakuan).

2. Produksi

Dari hasil analisa sidikragam untuk pengamatan produksi dapat dilihat

bahwa perlakuan fungisida nabati berbeda sangat nyata denga perlakuan kontrol.

Dapat dilihat pada lampiran 16

Tabel 2. Rataan Produksi (ton/ha) pada setiap pengamatan Perlakuan Produksi (ton/ha)

139HST 146HST 153HST 160HST 167HST F0 0.39 d 0.42 c 0.67 d 0.65 d 0.25 d F1 2.15 a 1.54 a 1.47 a 1.26 a 0.54 a F2 0.58 c 0.57 c 0.97 c 0.85 c 0.37 c F3 1.06 b 0.93 b 1.15 b 0.95 b 0.46 b F4 0.39 d 0.49 c 0.79 d 0.71 d 0.37 c

Keterangan : Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% dengan Uji Jarak Duncan (DMRT)

Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa produksi buah cabai merah

tertinggi terdapat pada perlakuan F1 (nimba) sebesar 1.13 ton/ha sedangkan

terendah pada perlakuan kontrol (Fo) sebesar 0.2 ton/ha. Hal ini dipengaruhi oleh

tingginya intensitas serangan pada perlakuan kontrol (Fo) yang tidak mendapat

perlakuan pengendalian sehingga penyakit berkembang sangat cepat . Sedangkan

pada perlakuan pestisida nabati menunjukkan perlakuan F1 sangat berbeda nyata

Pada pengamatan 146 HST, pengamatan antar setiap perlakuan sangat

berbeda nyata. Pada pengamatan 153 HST F1, F2, F3, F4 sangat berbeda nyata

terhadap perlakuan kontrol. Tetapi pada prlakuan antara F2 dan F3 tidak berbeda

nyata.

Dari tabel 2 , pada pengamatan 153 HST didapatkan hasil bahwa

perlakuan Fo (Kontrol) berbeda sangat nyata dengan perlakuan F1 (Nimba), F2

(sirih), F3 (Cengkeh). Tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan F4 (Gambir ).

Rataan produksi terendah terdapat pada Fo yaitu 0.67 ton/ha dan tertinggi terdapat

pada F1 yaitu 1.47 ton/ha.

Pada pengamatan 160 HST., diperoleh bahwa Fo (Kontrol) berbeda sangat

nyata dengan perlakuan F1 (Nimba), F2 (sirih), F3 (Cengkeh). Tetapi tidak

berbeda nyata dengan perlakuan F4 (Gambir ). Rataan produksi terendah terdapat

pada Fo yaitu 0.65 ton/ha dan tertinggi terdapat pada F1 yaitu 1.26 ton/ha.

Dari tabel 2 pada pengamatan terakhir (167 HST) di dapatkan hasil bahwa

perlakuan Fo (Kontrol) berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan

F2 (larutan sirih) tidak berbeda nyata dengan perlakuan F4 9larutan gambir).

Rataan produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan F1 (larutan nimba) yaitu 0.54

ton/ha dan yang terendah terdapat pada perlakuan Fo yaitu 0.25 ton/ha. Produksi

yang rendah pada Fo disebabkan karena intensitas serangan C. capsici sangat

tinggi sehingga mengakibatkan penurunan hasil yang besar. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Syamsudin (2002) yang menyatakan antraknosa adalah penyakit

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009 24 0 0.5 1 1.5 2 2.5 139 HST 146 HST 153 HST 160 HST 167 HST Hari Setelah Tanam (HST)

P ro d u k s i ( t o n /h a ) F0 F1 F2 F3 F4

Gambar-4 : Histogram Hubungan Aplikasi Fungisida terhadap produksi pada Setiap Pengamatan

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa produksi cabai tertinggi

diperoleh pada pengamatan 139 HST dan yang terendah pada 167 HST . Rataan

produksi tertinggi terdapat pada pengamatan 153 HST merupakan titik puncak

panen (buah paling banyak masak) pada setiap perlakuan sehingga produksinya

lebih tinggi dibandingkan dengan pengamatan 139 HST, 146 HST, 160 HST

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

Kesimpulan

1. Aplikasi fungisida nabati berpengaruh sangat nyata tehadap penyakit

Antraknosa (Colletotrichum capsici) pada pengamatan 122, 129,

139, 146, 153 HST

2. Dari keempat fungisida nabati yang diuji intensitas terendah pada

daun nimba (F1) sebesar 1.66% pada pengamatan 153 HST dan

tertinggi pada perlakuan gambir (F4) sebesar 30.08 %

3. Rataan Produksi tertinggi pada perlakuan daun nimba (F1) seberat

2.15 ton/ha dan terendah pada perlakuan Kontrol (Fo) seberat 0.25

ton/ha

4. Keempat fungisida nabati yang diuji produksi tertinggi ada pada

perlakuan daun nimba (F1) seberat 2.66 ton/ha dan terendah pada

perlakuan Gambir (F4) seberat 0.22 ton/ha.

5. Pada pengamatan intensitas serangan penyakit, setiap fungisida nabati

berbeda sangat nyata dengan tanpa perlakuan (F0) pada pengamatan

122 , 129, 139, 146 dan 153 HST.

Saran

Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut tentang konsentrasi dan waktu

aplikasi fungisida nabati serta penambahan waktu pengamatan untuk

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

26

Dokumen terkait