• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interaksi antara Ormas, Partai Politik dan Pembuat Kebijakan tentang isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu

RT RATA-RATA PER RT

H. Fathulmach Effendi, BA

6. Fraksi Reformasi

4.2.5 Interaksi antara Ormas, Partai Politik dan Pembuat Kebijakan tentang isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu

Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan diatas dan berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara Ormas, Parpol dan pembuat kebijakan (DPRD dan Pemda) terhadap isu pemekaran Labuhanbatu. Karena dari hasil interaksi tersebutlah isu pemekaran yang pada awalnya dari isu publik menjadi isu agenda. Hal ini tidak terlepas dari peranan elit-elit lokal yang ada di Labuhanbatu, baik di kalangan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh Parpol dan pembuat kebijakan (DPRD dan Pemda) yang melakukan tahapan-tahapan hingga keluarnya keputusan politik dari DPRD, yaitu persetujuan DPRD Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.

Pada awal mulai bergulirnya isu pemekaran Labuhanbatu, merupakan isu umum yang sudah terdengar luas di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat mempunyai anggapan adanya kejenuhan terhadap pemerintah daerah disamping itu masyarakat menginginkan adanya suatu perubahan yang dapat menyentuh aspek sosial dan pembangunan di daerah mereka dan adanya kecemburuan sosial dari masyarakat Labuhanbatu terhadap daerah-daerah yang sudah dimekarkan, karena mereka melihat aspek kewilayahan dan potensi dari Kabupaten Labuhanbatu sudah sangat layak untuk dimekarkan dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang luas wilayahnya kecil tapi bisa dimekarkan. Masyarakat beranggapan kalau pemekaran Kabupaten Labuhanbatu terwujud tentunya dapat meningkatkan pelayanan publik terhadap masyarakat dan percepatan

Setelah isu ini mulai bergulir, maka isu ini mulai ditangkap oleh elit-elit lokal yang ada di masing-masing Kecamatan. Elit-elit lokal ini seperti, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh-tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh-tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh-tokoh-tokoh-tokoh Parpol, lalu elit-elit lokal ini melakukan pembicaraan langsung dengan masyarakat yang ada di daerah mereka. Dalam pembicaraan ini disepakati bahwa hampir seluruh masyarakat menginginkan adanya pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Berdasarkan hasil pembicaraan ini maka ditindaklanjuti oleh para elit lokal dengan membuat surat aspirasi yang menjelaskan tentang keinginan kuat dari masyarakat yang menginginkan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Surat aspirasi ini langsung disampaikan kepada DPRD Kabupaten Labuhanbatu dan Pemda Labuhanbatu.

Sebelum surat aspirasi tersebut sampai ke DPRD, tentunya telah melalui proses-proses pembicaraan yang serius dan lobbi-lobbi politik di tingkat Kecamatan masing-masing. Anggota DPRD yang berasal dari masing-masing Kecamatan menyatakan mendukung penuh terhadap isu pemekaran, sehingga secara otomatis semua partai politik yang ada ditingkat Kecamatan juga mendukung terhadap isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.

Setelah proses “lobbi-lobbi politik” berlangsung antara elit-elit lokal dan pembuat kebijakan untuk membahas isu pemekaran, maka dibentuklah sebuah lembaga yaitu Komite Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (KPKL) yang melibatkan seluruh elit-elit lokal yang ada di Labuhanbatu, seperti pihak Eksekutif (Pemda), pihak Legislatif (DPRD), akademisi yang berasal dari Labuhanbatu, para pemilik modal (pengusaha) dan tentunya melibatkan elit-elit yang telah menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut. Sehingga hal inilah yang menjadi

proses “bargaining” (nilai tawar) yang diterima oleh elit-elit lokal yang memperjuangkan isu pemekaran tadi.

Dalam memunculkan isu pemekaran ini juga tidak terlepas dari peranan lembaga-lembaga LSM yang ada di Kabupaten Labuhanbatu. Tentunya LSM yang terlibat ini yaitu LSM yang betul-betul peduli terhadap adanya percepatan pembangunan di Labuhanbatu, dalam hal ini peranan LSM untuk menjembatani aspirasi masyarakat yang berkembang dan menyampaikannya langsung ke DPRD dan Pemda. Memang di dalam negara yang berdemokrasi peranan dari kelompok-kelompok kepentingan seperti Ormas/LSM sangat berperan dalam mempengaruhi para pembuat kebijakan. Langkah-langkah yang mereka lakukan dalam mempengaruhi para pembuat kebijakan dengan cara “lobbi-lobbi politik” dan pemberitaan di media massa. Dalam kenyataannya lobbi memang merupakan cara efektif untuk mempengaruhi para pembuat dan pelaksana resmi kebijakan melalui proses-proses tidak resmi (informal) dan sentuhan pribadi (personal), berlangsung di luar ruangan.

Setelah isu pemekaran sampai ke DPRD dan Pemda maka secara otomatis isu pemekaran ini menjadi isu agenda dan pembahasan di kalangan DPRD dan Pemda. Tindak lanjut yang diambil oleh DPRD Labuhanbatu yaitu melakukan sidang paripurna dan mendengarkan tanggapan dari anggota DPRD dan tanggapan dari masing-masing fraksi. Hasil dari sidang paripurna tersebut keluarlah sebuah keputusan politk yaitu adanya persetujuan DPRD Kabupaten Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Sementara itu di kalangan Pemda setelah isu pemekaran sampai ke

sosialisasi tentang isu pemekaran Labuhanbatu ke 22 (dua puluh dua) Kecamatan yang ada di Labuhanbatu dan membentuk Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu yang melibatkan para akademisi yang berkompeten. Dari hasil pengkajian di dapat hasil bahwa Kabupaten Labuhanbatu sudah layak dan lulus untuk dimekarkan. Selanjutnya langkah Pemda Labuhanbatu setelah keluarnya Persetujuan DPRD Labuhanbatu tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, maka pihak Pemda membentuk Panitia Pendukung Proses Percepatan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Sehingga dengan demikian maka isu pemekaran Labuhanbatu sudah mendapat persetujuan dari para pembuat kebijakan. Langkah selanjutnya yaitu tentunya meneruskan aspirasi ini ke tingkat Propinsi sampai ke tingkat pusat.

Berdasarkan analisis sederhana di atas maka dapat ditarik kajian teoritisnya yaitu adanya pendekatan prilaku/behavioralism. Karena secara teoritis , isu/masalah publik dapat diagendakan oleh para pembuat kebijakan jika terdapat interaksi antara kelompok kepentingan, partai politik dan pembuat kebijakan (Parsons, 2005). Penyusunan agenda kebijakan dengan melibatkan kelompok kepentingan, partai politik dan pembuat kebijakan dikenal sebagai pendekatan prilaku/behavioralism.

Menurut hasil penelitian yang penulis lakukan, adapun interaksi yang terjadi antara 3 (tiga) lembaga tersebut terlihat bahwa partai politiklah yang paling berperan. Dalam hal ini tentunya peran dominan yaitu terdapat pada partai Golkar. Karena dari partai politik lah isu pemekaran ini berawal, dan selanjutnya digulirkan untuk menjadi isu agenda atau pembahasan antara DPRD dan Pemda. Sedangkan kepala daerah (Bupati) dalam hal ini tidak mengalami tekanan politik,

karena dalam menyikapi isu pemekaran ini independensi kepala daerah sangat kelihatan. Hal ini disebabkan karena kepala daerah yang saat ini menjabat merupakan ketua DPD partai Golkar Labuhanbatu, dan tentunya orang-orang partai golkar yang ada di DPRD akan berkoordinasi dengan Bupati, sehingga tidak terjadi tekanan-tekanan politik terhadap Bupati. Sehingga dalam hal ini, penulis melihat “faktor kepentingan” sangat berperan dalam isu pemekaran Labuhanbatu.

BAB V PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

1. Proses munculnya isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu berangkat dari adanya isu publik. Isu publik ini diawali dari adanya problem isu di tengah-tengah masyarakat. Sehingga isu pemekaran menjadi isu umum di masyarakat, selanjutnya isu ini diakomodir oleh elit-elit lokal yang ada di Labuhanbatu melalui Ormas-Ormas hasil bentukan para elit tersebut dan menyampaikan isu ini secara langsung kepada DPRD dan Pemda Labuhanbatu. Isu pemekaran Labuhanbatu yang telah sampai di DPRD dan Pemda tentunya semakin berkembang menjadi isu agenda, yaitu menjadi pembahasan bersama antara DPRD dan Pemda untuk menghasilkan sebuah keputusan politik. Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan tersebut, maka pada tanggal 31 Oktober 2005 DPRD Labuhanbatu mengeluarkan Surat Keputusan tentang persetujuan DPRD Labuhanbatu terhadap pembentukan Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 (tiga) Kabupaten, yaitu : Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu (induk).

2. Dalam proses penyusunan agenda isu pemekaran daerah Kabupaten Labuhanbatu, terdapat interaksi antara 3 (tiga) lembaga/institusi yaitu kelompok kepentingan (interest group) seperti Ormas , partai politik dan pembuat kebijakan (DPRD dan Pemda) dalam menghasilkan sebuah keputusan politik tentang persetujuan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu.

3. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, dalam menyuarakan isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu partai politiklah yang pertama-tama menggulirkan isu pemekaran bukan dari kelompok Ormas. Adapun partai politik yang paling berperan dalam isu pemekaran ini yaitu partai Golkar. Setelah ide isu pemekaran mulai digulirkan oleh partai Golkar, maka partai Golkar menindak lanjutinya dengan mengarahkan kader-kadernya untuk membentuk Ormas-Ormas yang menyatakan dukungan terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Sehingga dapat dilihat bahwa partai Golkar benar-benar serius memperjuangkan isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, sementara partai-partai lain khususnya yang mempunyai kursi di DPRD juga mendukung terhadap isu pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Maka dapat ditarik benang merah bahwa partai Golkar lah yang berperan dalam isu pemekaran, karena di DPRD periode 1999-2004 partai Golkar masih meraih 11 kursi di bawah PDIP yang meraih 14 kursi dan anggota DPRD dari partai Golkar masih eksis untuk menyuarakan isu pemekaran. Pada pemilu tahun 2004 partai Golkar menjadi pemenang Pemilu di Labuhanbatu dan meraih 11 kursi di DPRD sehingga partai Golkar masih berperan di DPRD dalam menyuarakan isu pemekaran. Sementara kepala daerah (Bupati dan wakilnya) yang sekarang menjabat merupakan kader partai Golkar.

5.2. SARAN

1. Bagi kelompok kepentingan (Ormas), dalam penggalangan suatu isu agar benar-benar mengakomodir kepentingan masyarakat banyak, bukan kepentingan segelintir orang-orang yang ada di kelompok kepentingan tersebut. Sehingga isu yang digulirkan akan mendapat tanggapan positif dari masyarakat.

2. Bagi partai politik, perlunya suatu perubahan paradigma dan sistem yang bertujuan meningkatkan kembali fungsi partai politik sebagai wadah bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi politiknya. Sehingga peranan partai politik yang merupakan sebuah lembaga/institusi politik dapat lebih dipercaya masyarakat, dan memunculkan persepsi bahwa partai politik berasal dari masyarakat. Peningkatan kembali fungsi partai politik ini dapat dilakukan dengan cara :

• Penerapan visi/misi dan program kerja partai politik yang berorientasi kepada kepentingan dan kemaslahatan masyarakat secara umum. Sehingga masyarakat merasa lebih yakin dan percaya terhadap kinerja dan program partai politik.

• Dalam hal perekrutan anggota, partai politik sebaiknya melakukan sistem pengkaderan yang berbasis kepada peningkatan sumber daya manusia (SDM). Sehingga menghasilkan kader-kader partai yang dapat melaksanakan program kerja partai dan selalu dekat dengan masyarakat.

3. Bagi pembuat kebijakan (DPRD dan Pemda), dalam mengakomodir aspirasi masyarakat yang sedang berkembang agar benar-benar akomodatif, sehingga wujud demokrasi bisa dirasakan oleh masyarakat. Karena pembuat kebijakan merupakan lembaga perwakilan dari masyarakat, dan mereka dipilih langsung oleh masyarakat. Disamping itu dalam mengadakan pembahasan suatu isu agenda, para pembuat kebijakan sebaiknya membuat skala prioritas, yaitu hal-hal mana yang menjadi suatu prioritas. Prioitas yang dimaksud yaitu permasalahan yang berkenaan dengan kepentingan dan kemaslahatan masyarakat banyak.