HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Interprestasi dan diskusi hasil a.Karakteristik Responden
Berdasarkan karakteristik umur dari 34 responden, didapatkan bahwa mayoritas responden berumur 26-30 tahun yaitu sebanyak 23 responden (67,6%). Mayoritas paritas responden adalah pada paritas 1 orang yaitu sebanyak 25 responden (73,5%). Mayoritas pendidikan responden adalah SMA yaitu sebanyak 24 responden (70,6%), dan dari 34 responden mayoritas pekerjaan responden adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 25 responden (73,5%).
b. Faktor Informasi Responden
Berdasarkan frekuensi dari 10 pernyataan jawaban responden tentang informasi ibu terhadap kegagalan pemberian ASI Eksklusif mayoritas menjawab tidak pada pernyataan nomor 8, sebanyak 29 responden (85,3%).
Berdasarkan hasil analisis, ibu-ibu mengatakan dengan pemberian makanan tambahan bagi bayi lebih baik karena bayi merasa lebih kenyang.
Menurut Yuliarti (2010) para ahli memperkirakan terjadi peningkatan kasus alergi dalam 10 tahun terakhir. Salah satu penelitian di tahun 2007 menyebutkan bahwa alergi susu sapi merupakan bentuk alergi makanan yang paling sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 2 tahun, diperkirakan 2 – 7,5% anak dalam kelompok umur ini mengalami alergi protein susu sapi. Alergi susu sapi sering ditemukan pada anak dibawah usia 3 tahun terutama dibawah usia 12 bulan. Hal ini dihubungkan dengan sistem saluran cerna. Gejala klinis yang paling sering muncul adalah gangguan saluran cerna sebesar 50 - 80% mulai muntah, diare berlanjut yang kadang-kadang disertai darah, konstipasi (sembelit).
Berdasarkan kategori faktor informasi jawaban responden terhadap kegagalan pemberian ASI eksklusif diketahui bahwa mayoritas responden memiliki kurang informasi yaitu sebanyak 25 responden (73,5%). Dapat disimpulkan bahwa akibat kurang informasi, banyak ibu menganggap susu formula sama baiknya, bahkan lebih baik dari ASI. Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat memberikan susu formula jika merasa ASI nya kurang atau terbentur kendala menyusui.
Akibat kurang informasi, banyak ibu menganggap susu formula sama baiknya, bahkan lebih baik dari ASI. Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat memberikan susu formula jika merasa ASI ibu kurang atau terbentur kendala menyusui. Masih banyak pula petugas kesehatan tidak memberikan informasi pada ibu saat pemeriksaan kehamilan atau sesudah bersalin.
Sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003) bahwa dengan memberikan informasi tentang bagaimana cara hidup sehat, pemeliharaan kesehatan dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kesehatan. Hal ini berkaitan dengan informasi yang didapat ibu tersebut. Dimana bila tenaga kesehatan tidak memberikan informasi tentang ASI eksklusif dan tidak menyarankan ibu untuk memberikan ASI eksklusif maka tindakan untuk pemberian ASI tidak akan pernah terlaksana dengan baik.
c. Faktor Masalah Menyusui Responden
Berdasarkan frekuensi dari 6 pernyataan jawaban responden tentang masalah menyusui ibu terhadap kegagalan pemberian ASI Eksklusif mayoritas menjawab ya pada pernyataan nomor 1, sebanyak 33 responden (97,1%).
Berdasarkan hasil analisis banyak ibu yang mengalami puting payudara lecet dikarenakan setiap bayi yang sering disusui sering menarik isapan yang terlalu kuat.
Hal ini sesuai dengan Danuatmaja (2007) puting lecet salah satunya terjadi karena kesalahan posisi menyusui saat bayi hanya menghisap pada puting. Seharusnya sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi. Puting lecet juga dapat terjadi jika pada akhir menyusui, bayi tidak benar melepaskan isapan atau jika ibu sering membersihkan puting dengan alkohol atau sabun. Puting yang lecet dapat membuat ibu merasa tersiksa saat menyusui karena rasa sakit.
Berdasarkan kategori faktor masalah menyusui jawaban responden terhadap kegagalan pemberian ASI eksklusif diketahui bahwa mayoritas responden memiliki masalah menyusui yaitu sebanyak 31 responden (91,2%).
Menurut Nadesul (2007) bahwa ASI keluar 5-10 menit sekali dari masing-masing payudara. Pada dua hari pertama bayi lahir, produksi ASI belum cukup banyak, maka
menyusui cukup beberapa menit saja. Pada hari-hari berikutnya bayi disusui setiap kalinya 15-20 menit, bergantian pada kedua payudara. Jadwal menyusui boleh sesuka hati, tidak perlu kaku, sekurang-kurangnya 3 jam, atau kapan saja bayi meminta.
Berdasarkan hasil analisis, ibu-ibu mengungkapkan bahwa ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya karena ibu mengalami masalah pada payudara. Banyaknya responden yang mengalami masalah menyusui seperti masalah pada payudara ibu akibat dari jadwal menyusui yang kurang baik dan posisi ibu dalam menyusui. Hal ini menyebabkan payudara ibu mengalami bengkak akibat ASI yang tidak keluar, nyeri saat menyusui, lecet, dan ibu merasa mengalami kurangnya produksi ASI.
Hal ini sesuai dengan Milligan & Pugh, (1994) tentang hasil sebuah penelitian yang menunjukkan 21,6 % dari semua wanita postpartum yang menyusui bayinya mengalami masalah dalam memberikan ASI karena kondisi-kondisi tertentu seperti nyeri payudara, dan adanya kesulitan ibu selama menyusui.
d. Faktor Percaya Mitos Responden
Berdasarkan frekuensi dari 10 pernyataan jawaban responden tentang percaya mitos ibu terhadap kegagalan pemberian ASI Eksklusif mayoritas menjawab ya pada pernyataan nomor 6, sebanyak 33 responden (97,1%).
Berdasarkan hasil analisis ibu mengungkapkan bahwa pisang dapat menyembuhkan diare pada bayi karena pisang baik untuk lambung. Padahal seharusnya bayi dibawah enam bulan tidak dibenarkan diberi makanan tambahan apapun selain ASI.
Menurut Yuliarti (2020), bahwa makanan padat seperti pisang tidak dapat dolah usus bayi hingga usia enam bulan.
Berdasarkan kategori faktor percaya mitos jawaban responden terhadap kegagalan pemberian ASI eksklusif diketahui bahwa mayoritas responden percaya mitos yaitu sebanyak 28 responden (82,4%).
Berdasarkan hasil analisis, tingginya persentase responden dalam kategori percaya mitos dikarenakan ibu-ibu masih masih mempercayai tentang mitos ASI.
Hal ini sesuai dengan Indarti, (2007) berkembangnya informasi yang tidak benar dan kurang tepat di masyarakat dapat membuat ibu kurang percaya diri serta menurun semangatnya untuk menyusui. Yang sangat menyedihkan, mitos-mitos diajarkan secara turun-temurun sehingga menjadi semacam budaya / adat istiadat.
Menurut Evariny (2008) bahwa banyaknya mitos tentang menyusui membuat ibu kurang percaya diri untuk memberikan ASI kepada bayinya, ketakutan yang tidak beralasan semakin membuat ibu-ibu berhenti menyusui.
e. Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan kegagalan sekunder yaitu sebanyak 23 responden (67,6%) dan terdapat 11 responden (32,4%) kegagalan primer.
Menurut Yuliarti, (2010) hanya 15% ibu yang memberikan ASI eksklusif selama 5 bulan. Di Indonesia, rata-rata ibu memberikan ASI eksklusif hanya 2 bulan. Pada saat yang bersamaan, pemberian susu formula meningkat 3 kali lipat. Hal ini menyebabkan terjadinya kegagalan sekunder dengan adanya faktor penyebab kegagalan pemberian ASI eksklusif seperti informasi, masalah menyusui, dan percaya mitos menimbulkan kegagalan ibu dalam pemberian ASI eksklusif.
Menurut Prasetyono (2009), pemberian ASI kepada bayi satu jam pasca persalinan hanya 9%, sedangkan pemberian ASI kepada bayi hari pertama setelah kelahirannya
adalah 51,7%. Hal ini menyebabkan terjadinya kegagalan primer dikarenakan ibu-ibu merasa susu formula penting diberikan untuk hari pertama kelahiran bayi, karena susu fomula lebih memenuhi kebutuhan bayi.