• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN II : UJI PRODUKTIVITAS BANONDIT ( Biophytum petersianum Klotzsch) MELALUI PEMBERIAN NITROGEN DAN

INTERVAL DEFOLIAS

Deskripsi Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) A. Morfologi

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan Velkamp (1976), secara morfologi banondit memiliki ciri sebagai berikut: merupakan tanaman kecil yang berumur pendek (annual), yang hanya dapat dipanen sekali dalam siklus hidupnya. Batangnya pendek, jarang mencapai panjang 15 cm. Daun merupakan daun majemuk berpasangan, bentuknya obovate (umumnya bulat), mengumpul pada satu tangkai. Anak daun pada tangkai berjumlah 3-9 pasang. Batang atau sumbu pokok kepala bunga 0,5-3,5 cm, tanpa bulu sampai organ-organ yang melekat satu sama lain tetapi tidak menjadi satu tertutup bulu pendek halus, terutama pada batang tumbuhnya daun; daun-daun sering menindih, ujung- ujungnya 1,25-1,75 yang terdahulu, 2-8 dengan 2-5 mm, obovate (garis oval terbalik), tidak mempunyai sumbu di bagian tengah; daun-daun lainnya triangular atau seperti segitiga sampai sirkular, bentuknya seperti elips, paling lebar di tengah kemudian berangsur-angsur menyempit ke ujung-ujung, bagian atas memutar sampai tumpul di ujung, tanpa bulu atau jarang tertutup dengan bulu, kira-kira tegak lurus sampai bagian tengah, menyolok.

Pedunkel atau mahkota: jarang ada yang berukuran sampai 1,5 cm, organ- organ yang melekat satu sama lain dan bersusun tetapi tidak menyatu. Bunga mempunyai tangkai pendek dengan ukuran 1-3 mm, dengan beberapa rambut/bulu yang tegak dibawah calyx atau bagian luar daun. Sepal tersusun atas lima helai yang saling menempel pada bagian dasar dan membentuk tabung dan gigi calyx. Jumlah sepal 3-5 dengan 0,75–1,25 mm, garis seperti bentuk telur dengan lebar di bagian 1/3 bawah dan makin meruncing ke ujungnya, langsung meruncing, jarang mempunyai rambut/bulu sampai sebagian tanpa bulu, dalam buah 5-8 lebih panjang daripada tangkai bunga.

Petal: lebar di bagian 1/3 bawah dan makin meruncing ke ujungnya; 5-6 dengan 1 mm bagian atas, setengah kuning muda di bagian dalam, orange dan merah pada bagian atasnya atau orange. Berdasarkan pengamatan di lapangan,

banondit pada umur 4 minggu setelah berkecambah dengan bunga berwarna orange (Gambar 8).

Filament/benang sari: tidak berbulu, filament yang panjang ukurannya 1-1,25 mm dan 1,5-2 mm, sedangkan yang pendek 1 dan 2 mm panjangnya. Ovary: ukurannya 0,5-1,5 mm dengan 0,5-1 mm tanpa bulu; tangkai kepala putik dalam filament panjang 1-1,5 mm, stigma/kepala putik yang merata dalam filament pendek 0,5 mm dan ovulasi 4-5 per sel. Buah: jumlahnya 3-4 dengan 2- 2,5 mm, menyentuh bagian atas/di puncak tertutup dengan bulu. Biji : 3-4 per sel, dengan ukuran 0,75-0,5 mm, dengan 2 daerah longitudinal diantaranya dengan garis-garis melintang dari bentukan-bentukan kecil. Akar: banondit memiliki akar serabut yang menyebar di dalam tanah. Secara jelas disajikan pada Gambar 9.

(8a) (8b) (8c)

Gambar 8. Bentuk buah (a), bunga (b) dan akar (c) banondit banondit

(9a) (9b) (9c)

Gambar 9. Daun (a), mahkota bunga (b) dan biji (c) banondit (Sumber: Veldkamp 1976)

Distribusi: penyebarannya di Indonesia hanya terbatas di lembah Kebar. Selain itu, di Afrika, Madagascar, Asia (Ceylon, India, Burma, Thailand, Indo- China), di Malesia: semua pulau-pulau atau kelompok pulau, jarang di Jawa Barat (hanya sebagian kecil di bagian utara Bandung), yang ketinggiannya mencapai 1500 m dpl (Gunung Kawi), masa berbunga Januari-Desember. Ekologi: banondit lebih menyukai daerah-daerah yang beriklim kering dan habitat heliophilous (tanaman yang menyukai cahaya). Perbanyakan: banondit melakukan penyerbukan sendiri dan perkembangbiakannya melalui biji. Hama: hama yang menyerang banondit berupa ulat pemakan sayuran, yaitu memakan daun-daunnya yang masih muda. Bahasa lokal: Kutjingan (bahasa Jawa), banondit, babonit, nibuwat-perut (bahasa Anjai, Lembah Kebar). Manfaat: di lembah Kebar dikonsumsi oleh wanita dan ternak babi untuk meningkatkan fertilitas atau tingkat kesuburan mereka. Jamu-jamuan yang direbus digunakan di Mozambique sebagai penawar racun akibat gigitan ular dan di Kongo digunakan sebagai obat purgatif/pencahar untuk anak-anak (Inngjerdingen dkk. 2004; 2006;2008).

B. Pertumbuhan

Waktu Berkecambah (hari)

Berdasarkan pengamatan (Gambar 10) diperoleh bahwa waktu yang dibutuhkan banondit untuk berkecambah adalah 7 hari atau 1 minggu, sedangkan munculnya kecambah mulai nampak pada hari ke-5.

Jumlah Kecambah Banondit

Banondit mulai nampak berkecambah pada hari ke-5 dan selanjutnya diamati selama dua minggu (14 hari). Jumlah kecambah banondit disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan jumlah tanaman banondit dan waktu berkecambah

Sejak hari ke-5 dan seterusnya terjadi peningkatan jumlah banondit yang berkecambah dari sejumlah benih yang disemai (20 gram). Banondit berkecambah pada hari tersebut dengan jumlah rata-rata adalah 10 tanaman per polybag kemudian mengalami peningkatan setiap harinya hingga pada hari ke-14 berjumlah 105 tanaman.

Jumlah tangkai dan anak daun banondit setelah berkecambah

Banondit merupakan tanaman yang memiliki daun majemuk berpasangan yang memiliki tangkai daun yang relatif panjang tergantung pada jumlah helai anak daun yang tumbuh. Berdasarkan pengamatan, jumlah tangkai daun mulai terbentuk atau nampak bersamaan dengan proses perkecambahan. Dimana tangkai daun terbentuk bersamaan dengan daun banondit. Jumlah tangkai daun yang terbentuk setelah hari keenam proses perkecambahan.

Daun banonditpun mulai nampak pada hari keenam setelah berkecambah dengan jumlah rata-rata satu helai dan pada hari berikutnya baru nampak 2 helai

(berpasangan). Hal ini terjadi karena pada awal perkecambahan, daun terlihat belum sempurna atau utuh sehingga terlihat hanya satu helai namun pada hari berikutnya baru nampak daun yang utuh yang menunjukkan bahwa banondit telah berkecambah dengan sempurna. Hubungan jumlah tangkai dan anak daun banondit dengan waktu kecambah disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan jumlah tangkai dan anak daun banondit

Rata-rata jumlah anak daun pada setiap tangkai daun banondit untuk minggu pertama setelah kecambah adalah dua helai atau satu pasang sedangkan memasuki minggu kedua jumlah daun mulai bertambah menjadi empat helai atau dua pasang. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa dengan adanya peningkatan waktu dari awal kecambah diikuti pula dengan penambahan jumlah anak daun secara linear.

Pertumbuhan batang

Panjang batang banondit tergantung pada umur tanaman. Berdasarkan pengamatan pada umur 40 hari, 60 hari dan 180 hari, rata-rata panjang batang banondit masing-masing adalah 3,5, 4,1 dan 7,8 cm.

C. Kualitas

Hasil analisis proksimat alang-alang (Imperata cylindrica) dan banondit

Tabel 8. Komposisi kimia alang-alang (Imperata cylindrica) dan banondit

(Biophytum petersianum Klotzsch)

Bahan Penyusun Komposisi (%)

Alang-alang Banondit Bahan Kering Protein kasar BETN Serat kasar NDF ADF Lemak kasar Vitamin A (IU) Vitamin E (IU) Abu Calsium (Ca) Phospor (P) 92,20 7,46 45,58 31,72 86,15 49,99 0,45 * * 6,99 1,07 0,59 93,60 10,76 48,45 22,17 78,39 69,54 1,29 >0,5 1201,01 5,52 0,71 1,03 Keterangan : * tidak dianalisis

Sumber: - Laboratorium Kimia Pakan Fapet IPB 2010

- Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro Bogor

Banondit mempunyai kandungan nutrisi yang hampir sama atau mirip dengan jenis hijauan pakan lainnya. Kandungan protein kasar banondit 10,76%, sedangkan rumput gajah (Pennisetum purpureum) 9,30%, rumput benggala

(Panicum maximum) 10,9% dan Brachiariadecumbens 8,3% (Siregar dkk. 1989).

Jika dibandingkan dengan alang-alang (Imperata cylindrica), banondit memiliki kandungan protein lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa banondit berpotensi untuk menjadi hijauan pakan lokal yang berkualitas. Menurut Helmina (2010), kandungan vitamin banondit dan krambilan (Biophytum sensitivum) disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Perbandingan komposisi vitamin banondit dan krambilan Komposisi Vitamin Banondit (mg/kg) Krambilan (mg/kg)

B12 B9 C E 5,919 2,179 5,764 6,440 5,862 1,887 5,457 6,395 Sumber : http://rumputkebar.wordpress.com/

D. Senyawa Aktif

Berdasarkan hasil analisis fitokimia diperoleh bahwa banondit mengandung senyawa aktif seperti tannin (0,72 mg), flavonoid (6,52%) dan steroid (tidak terukur secara kuantitatif).

Menurut hasil penelitian Balitrro (2008) dalam Karamang (2010), senyawa aktif yang terkandung dalam banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) adalah saponin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan glikosida. Sedangkan menurut Abdollah (2009), senyawa metabolit sekunder pada banondit adalah flavonoid, fenolik dan alkaloid. Rumondang (2009) menyatakan bahwa banondit mengandung hormon estrogen. Selain itu jika dibandingkan dengan tanaman purwoceng (Pimpinella alpina) yang juga dimanfaatkan sebagai senyawa afrodisiak maka purwoceng mengandung sterol, furanokumarin bergapten, isobergapten dan sphondin yang terdapat pada bagian batang dan akar (Helmina 2010). Selain itu banondit mengandung senyawa aktif seperti: alkaloid, cyanidin dan delphinidin, saponin atau sapogenin. Seringkali tidak terdapat flavonoid tetapi terdapat cairan elagik dan proanthocyanidin yang mengandung nutrien dan banyak bermanfaat untuk kesehatan, diantaranya untuk persediaan vitamin (Helmina 2010).

Produktivitas Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) melalui Pemberian Nitrogen dan Interval Defoliasi

Rekapitulasi Sidik Ragam

Secara ringkas untuk melihat pengaruh perlakuan interval defoliasi dan pemupukan nitrogen serta interaksinya terhadap peubah yang diamati berdasarkan hasil analisis ragam (anova) disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rekapitulasi hasil analisis ragam (Anova) pengaruh perlakuan interval defoliasi dan pemberian nitrogen serta interaksinya terhadap peubah yang diamati

No Peubah Perlakuan D N D*N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tinggi tanaman Diameter batang Panjang akar Jumlah ligula daun Bobot segar daun Bobot segar batang Bobot segar akar Bobot segar total Bobot kering daun Bobot kering batang Bobot kering akar Bobot kering total Rasio daun batang Produksi bahan kering Bahan organik * tn * * tn * * tn tn * * tn tn tn * * tn tn * * * tn * tn * * * * * * tn * * * * tn * * * * * * * * *

Keterangan : D: interval defoliasi; N:pemberian nitrogen; D*N: interaksi interval defoliasi dan pemberian nitrogen; tn: tidak berbeda nyata (p>0,05); *:Berbeda nyata (p<0,05).

Rekapitulasi sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan interval defoliasi nyata memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap tinggi tanaman, panjang akar, jumlah ligula daun, bobot segar batang, bobot segar akar, bobot kering batang, rasio daun batang, dan kadar bahan organik. Tetapi tidak nyata berpengaruh terhadap bobot segar daun, bobot segar total, bobot kering daun bobot kering akar, bobot kering total dan diameter batang. Perlakuan pemberian nitrogen nyata memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap tinggi tanaman, jumlah ligula daun, bobot segar (daun, batang, total), bobot kering (batang, akar, total), rasio daun batang, produksi bahan kering dan kadar bahan organik. Namun tidak nyata berpengaruh terhadap diameter batang, panjang akar, bobot segar akar, dan bobot kering daun. Sedangkan interaksi perlakuan antara interval defoliasi dengan pemberian nitrogen berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah ligula daun, bobot segar (daun, akar, dan total), bobot kering (daun, batang, akar, dan total), produksi bahan kering, rasio daun batang dan kadar bahan organik sedangkan peubah panjang akar dan bobot segar batang tidak nyata.

1. Tinggi Tanaman Banondit

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai salah satu indikator dalam pertumbuhan tanaman (Sitompul & Guritno 1995). Pertumbuhan tinggi tanaman ditentukan oleh perkembangan dan pertumbuhan sel, dimana semakin cepat sel membelah dan memanjang atau membesar semakin cepat pula tanaman menjadi tinggi (Muslihat 2003). Hasil pengamatan terhadap rataan tinggi tanaman banondit pada saat defoliasi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Tinggi tanaman (cm/tanaman) banondit pada saat defoliasi

Interval Defoliasi Pemupukan N (kg urea/ha)

Rataan 0 50 100 150 40 hari 60 hari 180 hari* 3,96±0,53 4,84±0,21 8,65±0,93 4,32±0,22 5,12±0,31 8,90±0,70 4,44±0,25 5,34±0,34 9,62±0,89 4,62±0,28 5,68±0,52 10,04±0,65 4,34±0,32c 5,25±0,35b 9,30±0,79a Rataan 5,82±0,56c 6,11±0,41bc 6,47±0,49ab 6,78±0,48a

Keterangan: superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)

*Umur 180 hari tanaman menunjukkan fase generatif

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tinggi tanaman banondit nyata (p<0,05) dipengaruhi oleh interval defoliasi dan pemupukan. Meningkatnya umur pemotongan akan memberikan kesempatan tanaman untuk terus tumbuh sampai mencapai titik puncak tertinggi tanaman. Tinggi tanaman meningkat seiring dengan adanya peningkatan interval defoliasi dan dosis nitrogen (N).

Berdasarkan Uji lanjut Duncan, interval defoliasi 40 hari menghasilkan tinggi tanaman banondit yang nyata lebih rendah daripada interval defoliasi 60 hari dan 180 hari (sampai berbiji). Begitu pula dengan interval defoliasi 60 hari menghasilkan tinggi tanaman yang nyata lebih rendah daripada interval 180 hari. Rataan tinggi tanaman banondit tertinggi yaitu pada perlakuan interval defoliasi 180 hari yaitu sebesar 9,3 cm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama interval defoliasi maka pertumbuhan vegetatifnya akan semakin meningkat, salah satunya adalah tinggi tanaman. Hal ini disebabkan oleh adanya rangsangan hormonal yaitu aktivitas hormon auxin yang dapat merangsang pertumbuhan banondit. Selain itu didukung oleh intensitas cahaya matahari dan suhu sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik. Hal ini sesuai dengan Soetanto & Subagyo (1988) bahwa pertambahan tinggi tanaman juga dipengaruhi oleh

cahaya, suhu, panjang hari dan gravitasi. Suhu yang diiperoleh pada saat pertumbuhan banondit adalah 27,59oC sedangkan intensitas cahaya matahari 64,37%, hasil ini sesuai dengan suhu ideal/umum untuk pertumbuhan tanaman yaitu 26-30oC.

Interval defoliasi 180 hari (sampai dengan berbiji) memberikan rataan tinggi tanaman tertinggi yaitu 9,3 cm, sesuai dengan Velkamp (1976) yang menyatakan bahwa banondit jarang mencapai tinggi 15 cm. Hasil ini juga berbeda dengan Karamang (2010), tinggi tanaman banondit yang diberi naungan 75% dan pupuk organik 20 ton/ ha pada umur 12 minggu setelah tanam adalah 7,73 cm. Berdasarkan uji kontras polynomial, pola respon interval defoliasi dengan tinggi

tanaman memperlihatkan hubungan yang linear mengikuti persamaan Y= 3.04+0.03x dengan R2=0,99. Hal ini berarti tinggi tanaman sampai pada

interval defoliasi 180 hari masih memperlihatkan kenaikan secara linear sehingga masih memungkinkan untuk meningkatkan umur defoliasi.

Menurut Syafria (1996), pada interval defoliasi yang lebih lama memungkinkan akumulasi hara di dalam tanaman akan meningkat, selain itu kesempatan untuk menimbun cadangan makanan dapat berlangsung lebih lama dan terbentuk struktur tubuh tanaman yang mengindikasikan akumulasi bahan kering lebih banyak seiring dengan lamanya waktu. Interval defoliasi 40 hari menunjukkan hasil tinggi tanaman yang lebih rendah karena kesempatan untuk menyerap unsur hara dalam tanah terbatas sehingga akumulasi unsur hara dalam tanaman lebih rendah daripada interval defoliasi 60 hari dan 180 hari. Hasil penelitian Ningrum (2007) dan Vanis (2007), interval defoliasi dan pemupukan dapat meningkatkan pertambahan tinggi vertikal tanaman rumput raja

(Pennisetum purpurhoides) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) di bawah

tegakan sengon. Menurut Hernowo (2009) interval defoliasi juga dapat meningkatkan tinggi vertikal alfalfa.

Peningkatan interval defoliasi cenderung berbanding lurus dengan peningkatan panjang batang tanaman banondit. Loveless (1991) menyatakan bahwa bertambahnya tinggi batang utama dengan kuncup ujung yang akan memperpanjang sumbu utama terus menerus seiring dengan bertambahnya umur, karena batang mempunyai jaringan meristem yang merupakan daerah tempat sel

yang aktif membelah diri, yang didukung pula oleh pasokan zat-zat yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan ini yang berasal dari zat organik yang diproduksi oleh daun melalui proses fotosintesis sampai akhirnya batang berhenti bertumbuh.

Uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemupukan nitrogen (kontrol) menghasilkan tinggi tanaman yang nyata lebih rendah daripada N 100 dan N 150 kg/ha, kemudian antara masing-masing N 50 dan 150 kg/ha juga berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk urea yang diberikan mampu dimanfaatkan atau diserap oleh banondit sehingga dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhannya terutama dalam proses fotosintesis. Hubungan antara tinggi tanaman dengan pemupukan nitrogen memperlihatkan hubungan yang linear mengikuti persamaan Y = 5,8+0,006x dengan R2 = 0,99. Hal ini berarti bahwa tinggi tanaman sampai pada dosis pemupukan nitrogen 150 kg urea/ha masih memperlihatkan kenaikan secara linear sehingga dosis nitrogen masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Secara grafik disajikan pada Gambar 13.

(a) (b)

Gambar 13. Pengaruh interval defoliasi (a) dan pemupukan nitrogen (b) terhadap tinggi tanaman banondit

Berdasarkan uji lanjut Duncan juga terlihat bahwa kombinasi perlakuan pemupukan nitrogen dengan dosis 100 dan 150 kg urea/ha dengan interval defoliasi 180 hari menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) meningkatkan tinggi tanaman banondit dibandingkan dengan perlakuan pemupukan dengan dosis 50 kg urea dan tanpa pemupukan (kontrol). Perlakuan pemupukan nitrogen 100 kg dan 150 kg urea dengan interval defoliasi 180 hari nyata meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan perlakuan pemupukan 150 kg urea dan tanpa pemupukan pada interval defoliasi 60 hari, sedangkan antar dosis 50 kg urea dan 100 kg tidak

berbeda nyata. Sama halnya dengan perlakuan pemupukan dengan dosis 150 kg urea/ha dan 100 kg urea dengan interval defoliasi 180 hari nyata meningkatkan tinggi tanaman dengan perlakuan tanpa pemupukan pada interval defoliasi 40 hari, sedangkan antar perlakuan pemupukan dengan dosis 50 kg, 100 kg dan 150 kg nyata tidak berbeda terhadap tinggi tanaman.

Interaksi pemupukan nitrogen dengan dosis 100 kg dan 150 kg urea dengan interval defoliasi 180 hari (N2P2 dan N3P2) menunjukkan tinggi tanaman banondit yang paling tinggi. Hal ini diduga dengan pemberian nitrogen yang lebih tinggi, akan dimanfaatkan secara maksimal untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Peningkatan panjang batang banondit pada perlakuan pemupukan nitrogen disebabkan nitrogen yang diberikan cepat tersedia bagi tanaman, sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman dan diubah menjadi protein. Bertambahnya protein yang dihasilkan menyebabkan tanaman menjadi tumbuh lebih besar sehingga lebih banyak membentuk bagian-bagian untuk fotosintesis (Tisdale et al. 1989). Dengan demikian menghasilkan karbohidrat yang lebih tinggi sehingga memungkinkan terjadinya penyimpanan kelebihan karbohidrat yang lebih banyak dalam akar, yang menyebabkan perkembangan perakaran menjadi lebih baik. Menurut Bidwel (1979) pemupukan nitrogen dapat memperbaiki perkembangan sistem perakaran tanaman, dengan perakaran yang baik maka pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman semakin baik sehingga menyebabkan panjang batang meningkat. Hasil penelitian Syafria (1996) menunjukkan bahwa pemupukan nitrogen sampai taraf 2,4 g urea/pot pada rumput lokal kumpai

(Hymenachne amplexicaulis) dapat meningkatkan panjang batang dan tinggi

tanaman.

Kondisi ini sejalan dengan pernyataan Bamhart (1999) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan awal dari tanaman berlangsung sangat cepat termasuk dalam hal peningkatan jumlah bahan kering dan tinggi tanaman, tanaman tersebut berada pada fase vegetatif, selanjutnya pertumbuhan akan melambat pada saat memasuki fase berikutnya yaitu fase generatif. Selanjutnya Heddy dkk (1994), laju perkembangan tinggi tanaman setelah mencapai titik puncak akan menurun dengan bertambahnya umur, karena secara bertahap tanaman mengalami penurunan laju fotosintesis. Hasil-hasil fotosintesis akan diangkut ke jaringan titik

tumbuh, semakin sedikit hasil fotosintesis yang diangkut maka semakin lambat pertumbuhannya dan akhirnya akan berhenti tumbuh. Oleh karena itu pada laju pertambahan tinggi tanaman semakin berkurang dan akhirnya konstan.

2. Diameter batang

Besarnya diameter batang tanaman digunakan untuk mendeteksi tingkat pertumbuhan tanaman, dimana pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara penting bagi tanaman. Hasil pengamatan terhadap rataan diameter batang banondit disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan diameter batang (mm/tanaman) banondit Interval

Defoliasi*

Pemupukan N (kg urea/ha) Rataan

0 50 100 150 40 hari 60 hari 180 hari 1,80±0,45AB 2,00±0,00AB 1,80±0,45AB 2,45±1,06A 2,20±0,45A 1,80±0,45AB 2,20±0,45A 1,91±0,12AB 1,92±0,11AB 1,40±0,55B 2,40±0,55A 2,00±0,00AB 1,96±0,63 2,13±0,28 1,88±0,25 Rataan 1,87±0,30 2,15±0,65 2,01±0,23 1,93±0,37

Keterangan: superskrip yang berbeda menunjukkan adanya interaksi perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)

* menunjukkan umur tanaman pada saat pengukuran

Peningkatan interval defoliasi dan pemberian nitrogen menghasilkan diameter batang banondit yang relatif sama atau tetap. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan interval defoliasi dan pemberian N tidak nyata memberikan pengaruh terhadap diameter batang banondit (p>0,05) sedangkan interaksi kedua perlakuan tersebut nyata memberikan pengaruh (p<0,05). Secara grafik disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Interaksi perlakuan interval defoliasi dan pemupukan nitrogen terhadap rataan diameter batang banondit

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemupukan nitrogen dengan dosis 50 kg urea/ha dengan interval defoliasi 40 hari (N1P0) nyata memberikan perbedaan terhadap peningkatan diameter batang dibandingkan dengan perlakuan pemupukan nitrogen dengan dosis 150 kg urea/ha, sedangkan perlakuan tanpa pemupukan dan 100 kg urea tidak berbeda. Sama halnya antara masing-masing kombinasi dosis pemupukan nitrogen dengan interval defoliasi 60 hari dan 180 hari juga tidak berbeda terhadap diameter batang.

Pertumbuhan diameter batang diakibatkan oleh pertumbuhan tanaman yang cukup baik, karena unsur hara yang dibutuhkan cukup tersedia (Damayanti 2006). Pada interval defoliasi yang lebih lama, kesempatan tanaman untuk tumbuh membentuk hijauan lebih lama sehingga karbohidrat banyak digunakan untuk pembentukan jaringan batang yang lebih aktif. Semakin tua tanaman, produksi bahan kering batang relatif lebih besar daripada daun dan terjadi penebalan dinding sel dari batang yang sudah tua. Semakin lama interval defoliasi, kesempatan tanaman untuk menyerap unsur hara menjadi lebih lama sehingga unsur hara yang diserap akan semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan akar menjadi semakin baik yang kemudian akan meningkatkan pertumbuhan batang. Namun jika karbohidrat dalam akar dan batang relatif stabil maka pertumbuhan diameter batang menjadi konstan.

Tidak nampaknya pengaruh perlakuan pemupukan nitrogen terhadap diameter batang, diduga karena nitrogen yang diberikan melalui pemupukan

sudah mencukupi kebutuhan unsur-unsur hara dalam tanah untuk pertumbuhan banondit. Selain itu, N yang diserap oleh banondit digunakan untuk pertumbuhan bagian tanaman yang lain seperti daun, tinggi tanaman dan yang lainnya sedangkan untuk batang tidak. Dengan demikian banondit masih mampu bertahan hidup dengan mengalami peningkatan ukuran diameter batang yang relatif kecil atau hanya sedikit.

Hal lain yang diduga adalah karena banondit mengalami pembungaan yang lebih cepat sehingga terjadi persaingan internal atau kompetisi dalam penggunaan asimilat, dimana asimilat yang ada cenderung digunakan untuk pembungaan dan pertambahan tinggi tanaman. Goldworthy & Fisher (1996) menyatakan bahwa pada beberapa varietas rumput ada yang mengalami masak dini sehingga tanaman berbunga lebih cepat. Pembungaan mengakibatkan pembentukan pengguna-pengguna baru dan persaingan internal untuk asimilat semakin besar. Dengan demikian asimilat kurang tersedia untuk pertumbuhan vegetatif baru dan ini menyebabkan adanya prioritas dimana asimilat diberikan untuk perkembangan buah dan biji dengan mengorbankan luas daun menurun.

3. Panjang akar

Menurut Harjadi (1979), peranan akar dalam pertumbuhan tanaman sangat berhubungan dengan tajuk, karena tajuk berfungsi dalam proses fotosintesis sedangkan akar berfungsi menyediakan unsur hara dan air yang digunakan dalam metabolisme tanaman. Peningkatan interval defoliasi ikut menghasilkan peningkatan panjang akar banondit, namun hingga masa berbiji mulai menurun. Hasil pengamatan rataan panjang akar banondit disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Panjang akar (cm) banondit

Interval Defoliasi Pemupukan N (kg urea/ha) Rataan

0 50 100 150 40 hari 60 hari 180 hari 6,26±0,20BC 7,24±1,58ABC 6,72±2,19BC 5,25±0,63C 5,88±1,07BC 6,54±1,09BC 5,10±1,95BC 7,37±0,55AB 6,38±1,72BC 5,35±1,10C 8,66±1,69A 5,72±0,90BC 5,50±0,87b 7,34±1,22a 6,34±1,48b Rataan 6,74±1,32 5,89±0,93 6,31±1,41 6,58±1,23

Keterangan: superskrip yang berbeda pada kolom dan baris sama yang menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan interval defoliasi dan interaksi perlakuan interval defoliasi dan pemupukan nitrogen nyata memberikan

pengaruh (p<0,05) terhadap rataan panjang akar baondit, sedangkan pemupukan nitrogen tidak. Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa interval defoliasi 40 hari nyata berbeda dengan interval defolasi 60 hari sedangkan interval 180 hari tidak

Dokumen terkait