• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERVENSI KEPERAWATAN

Dalam dokumen kumpulan contoh asuhan keperawatan pers (Halaman 63-71)

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

INTERVENSI KEPERAWATAN

1) Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner. Intervensi:

1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik

2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien 3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi,

bimbingan imajinasi)

4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:

 Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)

 Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)

 Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)

 Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia). Rasional :

 Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.

 Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.

 Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.

 Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis. (Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)

 Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.

 Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.

2) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.

Intervensi:

1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.

2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas

3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal. 4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.

5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.

6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.

Rasional:

 Menentukan respon klien terhadap aktivitas.

 Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.  Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan

dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.

 Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.  Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.  Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.

3) (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;

infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.

Intervensi:

1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)

3. Auskultasi bunyi napas.

4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah. 5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien 6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.

7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan. Rasional:

 Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan

komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.

 S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.

 Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.

 Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.  Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan

iskemia.

 Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.

 Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.

Doenges Marilynn E, Mary Frances Moorhouse & Alice C. Geissler. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. EGC. Jakarta.

Mansjoer Arif dkk. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.

Noer H. M Sjaifullah. (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Price Sylvia Andersen & Lorraine M. Wilson. (1995). Pathofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. EGC. Jakarta.

Samekto M Widiastuti. (2001). Infark Miokard Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang

Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. EGC. Jakarta.

BAB I HIPERTENSI

A. PENEGRTIAN

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001)

Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).

B. ETIOLOGI

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.

Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:  Genetik :

Kasus hipertensi esensial 70% - 80% diturunkan dari orang tuanya. Apabila riwayat hipertensi di dapat pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar bagi seseorang yang kedua orang tuanya menderita hipertensi ataupun pada kembar monozygot (sel telur) dan salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut kemungkinan besar menderita hipertensi.

 Obesitas :

Pada orang yang terlalu gemuk, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar jantung pun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah menjadi tinggi (Suparto, 2000:322).

Hampir semua orang didalam kehidupan mereka mengalami stress

berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini dapat dipengaruhi karena tuntutan kerja yang terlalu banyak (bekerja terlalu keras dan sering kerja lembur).

 Gender :

Wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada laki-laki. Tetapi wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa kerusakan jantung dan pembuluh darah. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita. Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita. Menurut Edward D. Frohlich seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yakni 1 diantara 5 untuk mengidap hipertensi (Lanny, Sustrani, 2004:25).

 Faktor Usia :

Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya penderita

hipertensi adalah orang-orang yang berusia 40 tahun namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia muda. Boedhi Darmoejo dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa 1,8% - 28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita

hipertensi.

 Faktor Asupan Garam :

WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium). (Sunita Atmatsier, 2004:64).  Kebiasaan Merokok :

Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar. Keadaan paru-paru dan jantung mereka yang

C. MANIFESTASI KLINIS

 Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg  Sakit kepala

 Epistaksis

 Pusing / migraine  Rasa berat ditengkuk  Sukar tidur

 Mata berkunang kunang  Lemah dan lelah

 Muka pucat

 Suhu tubuh rendah D. PATOFISOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup, mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).

E. PENATALAKSANAAN 1) Diit rendah lemak

2) Diit rendah garam dapur, soda, baring powder, natrium benzoat, monosodium glutamat.

3) Hindari makanan daging kambing, buah durian, minuman beralkohol 4) Lakukan olahraga secara teratur

5) Hentikan kebiasan merokok (minum kopi)

6) Menjaga kestabilan BB tapi penderita hipertensi yang disertai kegemukan 7) Menghindari stress dan gaya hidup yang lebih santai.

F. PEMERIKASAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium :

 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.

 BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

 Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.  CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

 EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

 IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.  Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam dokumen kumpulan contoh asuhan keperawatan pers (Halaman 63-71)

Dokumen terkait