• Tidak ada hasil yang ditemukan

kumpulan contoh asuhan keperawatan pers

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "kumpulan contoh asuhan keperawatan pers"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN Keperawatan Medikel Bedah I

OLEH :

NAMA : DIAZ PRAMUDYAWAN NIM :03201213117

KELAS : 2C

AKPER BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

(2)

DAFTAR ISI

Asuhan keperawatan bronkiestasis……… 3

Asuhan keperawatan ca paru………. 15

Asuhan keperawatan sirosis hepatis………. 31

Asuhan keperawatan ulkus peptikum……… 42

Asuhan keperawatan infrak miokart akut……….. 55

Asuhan keperawatan hipertensi………. 68

Asuhan keperawatan otitis media……….. 79

Asuhan keperawatan tuli……… 89

(3)

ASUHAN KEPERAWATAN

BRONKIEKTASIS

A. Pengertian Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terkena.

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)

Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang, aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak & Gallo,1997).

Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).

B. Klasifikasi Bronkiektasis

Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Bronkiektasis silindris

2. Bronkiektasis fusiform

3. Bronkiektasis kistik atau sakular.

C. ETIOLOGI

(4)

1. Infeksi pernafasan - Campak

- Pertusis

- Infeksi adenovirus

- Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas Influenza - Tuberkulosa

- Infeksi jamur - Infeksi mikoplasma 2. Penyumbatan bronkus

- Benda asing yang terisap

- Pembesaran kelenjar getah bening - Tumor paru

- Sumbatan oleh lendir 3. Cedera penghirupan

- Cedera karena asap, gas atau partikel beracun - Menghirup getah lambung dan partikel makanan 4. Keadaan genetik

- Fibrosis kistik

- Diskinesia silia, termasuk sindroma Kartagener - Kekurangan alfa-1-antitripsin

5. Kelainan imunologik

- Sindroma kekurangan imunoglobulin - Disfungsi sel darah putih

- Kekurangan koplemen

- Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti rematoid artritis, kolitis ulserativa

D. MANIFESTASI KLINIS Gejalanya bisa berupa:

(5)

 Batuk semakin memburuk jika penderita miring

 Sesak nafas yang semakin memburuk jika penderita melakukan aktivitas  Penurunan berat badan

 Mudah lelah

 Clubbing fingers (jari-jari tangan menyerupai tabuh genderang)  Wheezing (bunyi nafas mengi/bengek)

 Warna kulit kebiruan  Pucat

 Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10 tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada atau tidaknya komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluaran sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkektasis.

 Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu. Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat.  Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang

banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya dapat diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan turun, anemia, nyeri pleura, malaise. Sesak napas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis mungkin merupakan satu-satunya gejala, sebab itu bronkiektasis harus dipikirkan bila terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya.

E. Penatalaksanaan

Terapi yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Meningkatkan pengeluaran sekret trakeobronkial. Drainase postural dan latihan fisioterapi untuk pernapasan dan batuk yang produktif, agar sekret dapat dikeluarkan secara maksimal.

(6)

sputum minimal dan tidak purulen. Pengobatan diperlukan untuk waktu yang lama bila infeksi paru yang diderita telah lanjut.

3. Mengembalikan aliran udara pada saluran napas yang mengalami obstruksi,. Bronkodilator diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme, juga untuk meperbaiki drainase sekret. Alat pelembab dan nebulizer dapat dipakai untuk melembabkan sekret. Bronkoskopi kadang-kadang perlu untuk pengangkatan benda asing atau sumbatan mukus. Pasien dianjurkan untuk menghindari rangsangan bronkus dari asap rokok dan polusi udara yang tercemar berat dan mencegah pemakaian obat sedatif dan obat yang menekan refleks batuk.

4. Operasi hanya dilakukan bila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif yang adekuat selama 1 tahun atau timbul hemoptisis yang masif. Pertimbangan operasi berdasarkan fungsi pernapasan, umur, keadaan, mental, luasnya bronkiektasis, keadaan bronkus pasien lainnya, kemampuan ahli bedah dan hasil terhadap pengobatan.

Gambar jalan nafas yang terkena mucus akibat bronchiectasis

(7)

G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium

Sputum biasanya berlapis tiga. Lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah adalah sereus dan lapisan bawah terdiri dari pus atau sel-sel rusak. Sputum yang berbau busuk menunjukkan infeksi oleh kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan hasil dalam batas normal, demikian pula dengan pemeriksaan urin dan EKG, kecuali pada kasus lanjut.

(8)

Foto thoraks normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini. Biasanya didapatkan corakkan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakkan menjadi kabur, daerah yang terkena corakkan tampak mengelompok, kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta kistik yang berdiameter sampai 2 cm dan kadang-kadang terdapat garis-garis batas permukaan udara-cairan.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

(9)

Berisi tentang nama, umur, pendidikan, pekerjaan, bangsa, medis, alamat, tanggal MRS, tanggal pengkajian, dan diagnosa.

2. Identitas Penaggungjawab

Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, bangsa,alamat dan hubungan dengan klien.

3. Keluhan utama saat pengkajian

Keluhan utama yang muncul pada pasien dengan gangguan pernafasan (bronkiektasis) adalah masalah yang dialamai saat itu juga pada pasien.

4. Riwayat Sekarang

 Data Umum Kesehatan

 Apakah ada masalah dengan kesehatan khusus

 TTV

 Apakah sedang mengkonsumsi obat , jika iya sebutkan jenis obat apa yang diminum

 Apakah ada alergi

 Bagaimana pola fungsi kesehatannya:

(Pola persepsi kesehatan, pola nutrisi, pola eliminasi uri dan alvi, pola aktivitas, pola istirahat/tidur, pola kognitif perseptual, konsep diri, pola peran-hubungan, seksualitas-reproduksi, koping toleransi stress, dan nilai kepercayaan)

 Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang

o Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama o Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat o Riwayat alergi pada keluarga

o Ada riwayat asam pada masa anak-anak.

 Pemeriksaan fisik berdasarkan focus pada system pernafasan yang meliputi: o Kaji frekuensi dan irama pernafasan

(10)

o Auskultasi bunyi nafas

o Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :  Mengangkat bahu pada saat bernafas

 Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas  Pernafasan cuping hidung

o Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris o Kaji bila nyeri dada pada pernafasan

o Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan warna sputum.

o Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu o Kaji tingkat kesadaran.

 Pemeriksaan diagnostik meliputi :

o Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi o Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume

cadangan

o Klutur sputum positif bila ada infeksi

o Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum o Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan

apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi). o Tes hemoglobolin.

o EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.

(11)

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi kental.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, produksi sputum, dispneu

INTERVENSI KEPERAWATANDiagnosa I :

Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, sekret kental.

Tujuan :

Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas. Kriteria hasil :

Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang efektif, dan mengeluarkan secret.

Rencana Tindakan :

1. Kaji /pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi dan ekspirasi

R/ Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi

2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas

R/ Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.

3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran tempat tidur

R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

4. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir

R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara

(12)

5. Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk R/ Mengetahui keefktifan batuk

6. Tingkatan masukan cairan samapi 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan

R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah

pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma.

7. Berikan obat sesuai indikasi

R/ Mempercepat proses penyembuhan.  Diagnosa Keperawatan II :

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu.

Tujuan :

Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien Kriteria hasil :

Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau mempertahankan berat badan.

Rencana tindakan :

1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu.

R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang diharapkan.

2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan

R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan anoreksia.

3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi

(13)

4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus. R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien.

BAB III PENUTUP Kesimpulan

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologi yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus(kapsel). Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terkena

Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat Bronkiektasis pada umumnya terjadi oleh karena obstruksi dan inflamasi pada saluran napas. Obstruksi dan inflamasi bisa disebabkan oleh infeksi akut tuberkulosis, adenovirus, measles, Mycobacterium avium, atau Aspergillus fumigatus.

17 17

17

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC

(15)

BAB I

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER PARU (CA PARU)

A. PENGERTIAN

Ca paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price, patofisiologi, 1995). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru ( underwood, patologi, 2000 ).

Ca paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama asap rokok (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

Ca paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas dan merusak sel-sel atau jaringan yang normal. Pertumbuhan sel-sel kanker akan menyebabkan jaringan menjadi besar yang disebut tumor ganas. Tumor dibagi atas dua bagian yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Terjadinya sel kanker ini didahului oleh masa prakanker dimana terjadi perubahan sel-sel jaringan tersebut menjadi bentuk sel-sel yang tidak normal akibat bermacam-macam pengaruh dari luar tubuh seperti inhalasi gas-gas karsinogenik dan asap bahan kimia hasil industri. Bila berlangsung terus menerus untuk waktu yang lama ditambah dengan adanya zat karsinogenik (zat penyebab kanker) maka sel-sel kanker akan tumbuh lebih cepat dan menyebar ke jaringan sekitarnya melalui pembuluh darah dan getah bening.

(16)

B. KLASIFIKASI.

Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) : 1. Karsinoma Bronkogenik.

a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).

Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.

b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).

Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.

c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).

Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh. d. Karsinoma sel besar.

Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.

e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid. f. Lain – lain.

1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus). 2). Tumor kelenjar bronchial.

3). Tumor papilaris dari epitel permukaan. 4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma 5). Sarkoma

(17)

7). Mesotelioma. 8). Melanoma.

(Price, Patofisiologi, 1995).

C. ETIOLOGI

Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :

a. Merokok.

Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.

b. Iradiasi.

Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.

c. Kanker paru akibat kerja.

Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.

d. Polusi udara.

Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.

( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997). e. Genetik.

(18)

yakni :

a. Proton oncogen.

b. Tumor suppressor gene. c. Gene encoding enzyme.

f. Teori Onkogenesis.

Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian

susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

g. Diet.

Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.

(Ilmu Penyakit Dalam, 2001). D. MANIFESTASI KLINIS.

1. Gejala awal.

Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.

2. Gejala umum. h. Batuk

Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.

i. Hemoptisis

(19)

j. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

E. PENATALAKSANAAN.

Tujuan pengobatan kanker dapat berupa : a. Kuratif

Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.

b. Paliatif.

Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup. c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.

Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.

d. Supotif.

Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.

(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000) 1. Pembedahan.

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.

k. Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.

l. Pneumonektomi pengangkatan paru).

Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.

m. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.

n. Resesi segmental.

Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru. o. Resesi baji.

(20)

peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).

p. Dekortikasi.

Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris) 2. Radiasi

Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.

3. Kemoterafi.

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

F. PATOFISIOLOGI.

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK. 1. Radiologi.

(21)

kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat

menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.

r. Bronkhografi.

Untuk melihat tumor di percabangan bronkus. s.

2. Laboratorium.

a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).

Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma. b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA

Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.

c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.

Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).

3. Histopatologi. a. Bronkoskopi.

Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

b. Biopsi Trans Torakal (TTB).

Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran 4 Pencitraan :

 CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.  MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN.

(22)

Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea karena aktivitas.

Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut). 2. Sirkulasi.

Gejala : JVD (obstruksi vana kava).

Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi). Takikardi/ disritmia.

Jari tabuh. 3. Integritas ego.

Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.

Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang. 4. Eliminasi.

Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).

Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).

5. Makanan/ cairan.

Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan, Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan cairan.

Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)

Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)

Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid). 6. Nyeri/ kenyamanan.

Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu

pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)

Nyeri abdomen hilang timbul. 7. Pernafasan.

Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi sputum.

Nafas pendek

(23)

Riwayat merokok

Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja

Peningkatan frem itus taktil (menunjukkan konsolidasi)

Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).

Hemoptisis. 8. Keamanan.

Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)

Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil). 9. Seksualitas.

Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar)

Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil). 10. Penyuluhan.

Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis Kegagalan untuk membaik.

b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999). - Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien. - Frekuensi dan irama jantung.

- Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht). - Pemantauan tekanan vena sentral.

- Status nutrisi.

- Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi. - Kondisi dan karakteristik water seal drainase.

1. Aktivitas atau istirahat.

Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang. 2. Sirkulasi.

Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi. 3. Eliminasi.

Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB

(24)

4. Makanan dan cairan. Gejala : Mual atau muntah. 5. Neurosensori.

Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi. 6. Nyeri dan ketidaknyamanan.

Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri

Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi Atau efek – efek anastesi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif, b/d peningkatan jumlah/perubahan mukus /viskositas sekret, kehilangan fungsi silia jalan nafas, meningkatnya tahanan jalan nafas.

b. Nyeri b/d lesi dan melebarnya pembuluh darah.

c. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai O2 akibat perubahan sruktur alveoli. d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis b/d kurangnya informasi.

INTERVENSI

1). Kerusakan pertukaran gas Kriteria hasil :

- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas

Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas

Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi

(25)

membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor

Kaji adanmya sianosis Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari "organ" hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif

Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi

Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran

Awasi atau gambarkan seri GDA Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif. Kriteria hasil :

- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.

- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih - Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.

- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.

INTERVENSI RASIONAL

Catat perubahan upaya dan pola bernafas Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas

Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya

Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus

Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum

Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen

Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan

Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh

aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek

(26)

samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.

memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.

3). Nyeri Kriteria hasil :

- Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.

- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.

- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan

INTERVENSI RASIONAL

Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10

Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri. Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri

pasien

Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.

Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri. Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri. Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan

ajarkan penggunaan teknik relaksasi

Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian

4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis. Kriteria hasil :

- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi. - Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.

(27)

INTERVENSI RASIONAL Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan

pasien. Beriak informasi dalam cara yang

jelas/ ringkas.

Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.

Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat

Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan. Kaji konseling nutrisi tentang rencana

makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.

Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan. Berikan pedoman untuk aktivitas. Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah

(28)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada wanita maupun pria, yang sering kali di sebabkan oleh merokok. Setiap tipe timbul pada tempat atau tipe jaringan yang khusus, menyebabkan manifestasi klinis yang berbeda, dan perbedaan dalam kecendrungan metastasis dan prognosis.

Karena tidak ada penyembuhan dari kanker, penekanan utama adalah pada pencegahan misalnya dengan berhenti merokok karena perokok mempunyai peluang 10 kali lebih besar untuk mengalami kanker paru di bandingkan bukan perokok, dan menghindari lingkungan polusi. Pengobatan pilihan dari kanker paru adalah tindakan bedah pengangkatan tumor. Sayangnya, sepertiga dari individu tidak dapat dioperasi ketika mereka pertama kali didiagnosa.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta

Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.

(30)

BAB I

ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS A. PENGERTIAN

Sirosis hepatitis adalah suatu penyakit di mana sikrosis mikro, anatomi pembuluh darah dan seluruh struktur hati mengalami perubahan menjadi irregular, dan

terbentuknya jaringan ikat ( fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami regenerrasi ( ngastiyah, 2005)

Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorik arsitek yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi itu dapat berukuran kecil (mikronocular ) dan besar ( makronocular) sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intra hepatic, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati yang secara bertahap ( price dan Wilson 2002 )

(31)

sel-sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati ( Arif Mansjoer ,dkk 2009)

B. ETIOLOGI

Ada 3 tipe sirosis hepatis :

 Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

 Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

 Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi

(kolangitis).

Penyebab sirosis hati beragam diantaranya :  Virus hepatitis (B,C,dan D)

 Alkohol

 Kelainan metabolic

 Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)  Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)  Defisiensi alphal antitrypsin

 Glikogenesis type – IV  Galaktosemia

 Triosenemia  Koleostasis

 Sumbatan saluran vena hepatica  Gangguan imunitas ( hepatitis lupord )

 Toksin dan obat-obatan (missal : metotetrexat,amioclaron, INH, dan Lain-lain)  Operasi pintas pada obesitas

 Kreptogenik  Malnutrisi

(32)

C. PATOFISIOLOGI

Infeksi hepititis virus tipe B atau tipe non A dan non B menimbulkan peradagan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler) terjadi kolap lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan modul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama. Septa bisa terbentuk dari sel retekulum penyangga yang kolaps dan berubah menjadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk modul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh darah hepatika dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hepertinsi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikolo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan perenkin hati.

D. TANDA DAN GEJALA

Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratyankerusakkan yang terjadi dari pada etiologinya di dapat tanda dan gejala sebagai berikut (Arif Mansjoer : 2009)

 Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia,mual,muntah,dan diare.

 Demam, berat badan turun, cepat lelah  Asites, hidrotoraks, dan edema

 Icterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan  Hepatomegaly

 Kelainan pembuluh darah seperti koleteral-koleteral di dinding abdomen dan toraks.  Kelainan endokrin

E. PENATALAKSANAAN

(33)

 Menghindari penggunaan alcohol, pada penyakit Wilson diberikan D. penicillin 20 mg/kg BB/hari. Pada hepatitis kronik di berikan kortrkosteroid, untuk asites di berikan diet rendah garam.

 Mengatasi infeksi dengan antibiotic di usahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik

 Reboransia vitamin B kompleks, dilarang makan dan minum yang mengandung alcohol

 Pengendalian cairan asites, di harapkan terjadi penurunan BB 1 kg/hari, hati-hati bila cairan terlalu banyak dalam suatu saat dapat mencetuskan ensefalopati hepatic. F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Skah / biopsy hati = mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis,kerusakan jaringan hati  Kolesistograpi / kolangiografi = memperlihatkan penyakit duktus empedu,yang

mungkin sebagai factor pridisposisi

 Esofagoskopi = dapat menunjukan adanya varises esofagor

 Potograpi = transhepatic perkuteineus, memperlihatkan sirkulasi system vena portal G. PEMERIKSAAN LABORATURIUM

 Kenaikan SGOT, SPT, dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel rusak  Kadar albumin (CHE) yang menurun kalau terjadi sel hati

 Pemeriksaan marker. Serologi pertanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hepatis seperti HbSAg,HBeAg,HBV DNA, HCV RNA, dan sebagainya.

H. KOMPLIKASI

 Pendarahan gastrointestinal

 Hipertensi portal menimbulkan varises oesofagos, dimana suatu saat akan pecah sehingga timbul pendarahan

 Koma hepatikum  Ulkus hepatikum

 Karsinoma hepatoselulir

 Kemungkinan timbul karena adanya hiferflasia noduler yang akan berubah menjadi edenomata multiple dan akhirnya akan menjadi karsinoma yang multiple

(34)

b.Pnemonira

c.Bronchopneumonia d.TBC

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN

o Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.

o Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.

o Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.

(35)

Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.

o Riwayat Sosial Ekonomi

Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.

o Riwayat Psikologi

Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan

kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).

o Pemeriksaan Fisik

 Kesadaran dan keadaan umum pasien

Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.

 Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki

(36)

menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.

1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.

2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara : -Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)

-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.

3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.

DIAGNOSA KEPERAWATAN o Hipertermi b.d Proses inflamasi o Nyeri b.d distensi abdomen

o Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d antreksia dan gangguan gastrointestinal o Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.

INTERVENSI

o Hipertermi b.d Proses inflamasi

(37)

Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal (36-37 ‘C) Intervensi :

1) Catat suhu tubuh secara teratur

Rasional : memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi 2) Berikan kompres hangat

Rasional : meningkatkan tingkat kenyamanan dan menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi

3) Motivasi asupan cairan

Rasional : memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris 4) Berikan antibiotic seperti yang diresepkan

Rasional : meningkatkan konsentrasi antibiotic serum yang tepat untuk mengatasi infeksi

5) Hindari kontak dengan infeksi

Rasional : meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolic

o Nyeri b.d distensi abdomen

Tujuan : nyeri dapat teratasi atau terkontrol < 24 jam setelah di lakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : - Nyeri hilang atau terkontrol (skala 6)

- Klien merasa peningkatan kenyamanan Intervensi :

1) Kaji status nyeri

Rasional : perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan terjadinya komplikasi

2) Berikan posisi yang nyaman

Rasional : membantu meminimalkan nyeri karena gerakan 3) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi

Rasional : mengurangi ketergantungan terhadap analgesic dalam mengurangi nyeri 4) Berikan analgesic yang di resepkan

Rasional : menghilangkan rasanyeri dan meningkatkan penyembuhan o Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d antreksia dan gangguan

gastrointestinal

(38)

Kriteria hasil : - Peningkatan berat badan - Statis nutrisi baik Intervensi :

1) Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan Rasional : motivasi sangat penting bagi penderita ansreksia 2) Anjurkan sedikit makan tetapi sering

Rasional : makan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolelir oleh penderita anereksia 3) Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajian

Rasional : meningkatkan selera makan dan sehat 4) Pelihara hygiene oral sebelum makan

Rasional : mengurangi citra rasa yang tidak enak dan merangsang nafsu makan 5) Kalaborasi

Rasional : sangat bermanfaat dalam pemberian diet

o Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan. Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.

Intervensi :

1) Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).

Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan. 2) Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)

Rasional : Memberikan nutrien tambahan.

3) Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat

Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.

4) Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.

(39)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Saluran pencernaan adalah bagian tubuh yang sering mendapat keluhan saat

mengonsumsi makanan. Saluran cerna ini berfungsi untuk menyerap nutrisi dalam makanan dan mengeluarkan bagian makanan yang tak diserap dari tubuh. Saat saluran cerna tidak bekerja dengan optimal, maka akan terjadi gangguan pada system pencernaan.

(40)

`DAFTAR PUSTAKA

Aru Sudoyo. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV.Pustaka Penerbitan IPD FKUI.Jakarta.Juli2006

RodneyRhoacles,GeorgeTanner.MedicalPshyology.LippieontWillinms&Wilkins2003 Mansjoer,Arif,dkk.2009.KapitaSelektaKedokteran.jilid1 edisi III.FKUI.Jakarta Priharjo,Robert.2007.Pengkajian Fisik Keperawatan.edisi II.EGC.jakarta Syaifuddin.2012.Anatomi Fisiologi.Edisi IV.EGC.jakarta

(41)

BAB I

ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS PEPTIKUM

A. PENGERTIAN

Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disbut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya.

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ´ulkus´ (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah

gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).

(42)

dan kadang-kadang sampai lapisan muskularis dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung HCL. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang terdapat pada bagian bawah dari oesofagus, lambung dan duodenum bagian atas (first portion of the duodeum). Mungkin juga dijumpai tukak di yeyenum, yaitu penderita yang mengalami gastroyeyenostomy. (Sujono Hadi, 1999: 204). B. ETIOLOGI

Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum belum diketahui. Beberapa teori yang menerangkan terjadinya tukak peptic, antara lain sebagai berikut :

a. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.

Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa disertai dengan aklorida.

b. Golongan darah.

Penderita dengan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni jika dibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebab-sebabnya belum diketahui benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O

kemungkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar dari pada golongan lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah A, baik berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering ditemukan kelainan pada korpus lambung.

c. Susunan saraf pusat

Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. berdasarkan pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada edofagus, lambung dan duodenum dapat dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau sekunder dan hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi besar dan lain-lainnya yang

menyebabkan untuk hidup tidak wajar. d. Inflamasi bakterial.

(43)

lebih besar dari pada inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sipilis disebabkan spesifik mikroorganisme.

e. Inflamasi nonbakterial.

Teori yang mengatakan bahwa inflamasi nonbakterial sebagai penyebab didasarkan pada inflamasi dari kurvatura minor, antrum dan bulbus duedeni yang mana dapat disebutkan juga antaral gastritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai penyebab dari gastritis sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut. Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak yang akut.

f. Infark.

Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering

ditemukan pada otopsi. Adanya defek pada dinding lambung serta timbulnya infark, karena asam gelah lambung dan dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose di dasar tukak. Sekarang diketahuai bahwa jaringan trombose ialah sebagai hasil daripada sebagian penyebab kerusakan, yang tidak akan dijumpai pada tukak yang akut.

g. Faktor hormonal.

Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat menimbulkan tukak peptik.

h. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).

9. Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa

lambung. Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung.

Phenylbutazon juga dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan salisilat hanya akan menyebabkan erosi lokal.

i. Herediter.

Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada pengaruhnya dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang menderita tukak, jika dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa perlu ditegakkan.

(44)

1. Hernia diafrakmatika.

Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan tempat timbulnya erosi atau tukak.

2. Sirosis hati.

Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih banyak jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan sirosis biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi

duodenum berkurang. 3. Penyakit paru-paru.

Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan. Bertambah banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah beratnya emfisema dan corpulmonale.

k. Faktor daya tahan jaringan.

Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan jaringan dipengaruhi oleh banyaknya suplay darah dan cepatnya regenerasi.

C. PATOFISIOLOGI

Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam-pepsin atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa.

Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa : a. Fase sefalik ( psikis )

Dimulai dengan adanya rangsangan seperti pandangan ,bau atau rasa makanan dimana reseptor kortikal serebral bekerja merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan mempunyai sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan saring secara konfensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum.

b. Fase lambung

(45)

c. Fase usus

Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi gastrin, yang pada intinya dapat merangsang sekresi asam lambung).

d. MANIFESTASI KLINIS a. Nyeri

Biasanya, pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul seperti tertusuk atau sensasi bakar di epigastrium tengah atau dipunggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks lokal yang memulai kontraksi otot halus sekitarnya.

b. Muntah

Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat mejadi ulkus peptikum hal ini dihubungkan dengan obstruksi jalan keluar lambung oleh spasme mukosa pylorus atau oleh obstruksi mekanis, yang dapat dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi disekitarnya pada ulkus akut.

c. Konstipasi dan perdarahan

Konstipasi dapat terjadi pada pasien dengan ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal.

b. Bising usus mungkin tidak ada.

c. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.

d. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.

e. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar.

f. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam

(46)

sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.

g. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.

E. KOMPLIKASI

a. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.

b. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.

c. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung ke dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum hepatik. d. Obstruksi pilorik terjadi bila areal distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan parut

(47)

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN

a. Identitas Pasien 1. Nama pasien 2. Umur

3. Jenis kelamin 4. Pendidikan 5. Pekerjaan

6. Status perkawinan 7. Agama

8. Suku 9. Alamat

- Penanggung jawab 1. Nama penanggung 2. Hubungan dengan pasien 3. Pekerjaan

4. Alamat.

b. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada atau tidak anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti pasien. c. Status kesehatan

- Status kesehatan saat ini - Status kesehatan masa lalu - Riwayat penyakit keluarga - Diagnosa medis dan terapi. d. Pola Fungsi kesehatan

(48)

• Pola eliminasi

• Pola aktivitas dan latihan • Oksigenasi

• Pola tidur dan istirahat • Pola kognitif-perseptual • Pola persepsi diri/konsep diri • Pola seksual dan reproduksi • Pola peran-hubungan

• Pola manajememn koping stress • Pola keyakinan.

1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder terhadap gangguan visceral usus.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan kelemahan otot. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual

dan muntah.

4. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.

(49)

1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder terhadap gangguan visceral usus.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan nyeri pada pasien dapat berkurang atau hilang. Kriteria hasil : menggunakan obat-obatan sesuai resep,mengalami penurunan

nyeri,menggantikan aspirirn dengan aetaminofen

( Tylenol),menghindari obat yang dijual bebas yang mengandung asam asetilsalisilat,mentaati pembatasan yang

dianjurkan,mengidentifikasi makanandan minuman yang

dihindari,mentati jadual makan dan kudapan secara teratur,berhenti merokok dan berpartisispasi dalam program penghentian merokok bila perlu.

Tindakan/ intervensi Rasional:

1. Berikan terapi obat-obatan sesuai program: a. antagonis histamine.

2. Anjurkan menghindari obat-obatan yang dijual bebas.

3. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan/minuman yang mengiritasi lapisan lambung ,kafein dan alcohol.

4. Anjurkan pasien untuk menggunakan makan dan kudapan pada interval yang teratur.

5. Anjurkan pasien untuk berhenti merokok.

6. Farmakoterapi membantu menguranginya sebagai berikut:

a. Obat-obatan yang mengandung salisilat mengiritasi mukosa lambung. b. Makanan/minuman yang mengandung kafein merangsang sekresi asam

hidroklorida.

(50)

f. Inhibitor pompa proton menurunkan asam lambung. g. Antasida menetralisasi keasaman sekresil lambung. h. Antikolinergik menghambat bpelepasan asam lambung.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan kelemahan otot. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam

diharapkan pasien memiliki sedikit tenaga untuk beraktivitas. Kriteria hasil : TTV normal dan pasien tidak terlihat lemas lagi.

Tindakan/ intervensi Rasional:

1. Anjurkan aktivitas ringan dan perbanyak istirahat. 2. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan.

3. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang ditolerir, bantu jika keletihan terjadi :

a. dengan aktivitas yang ringan dan istirahat yang cukup dapat memulihkan kondisi pasien.

b. dapat mengatasi masalah keletihan.

c. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang ditolerir, bantu jika keletihan terjadi.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan pasien mendapatkan tingakt nutrisi optimal.

Kriteria Hasil : Menghindari makanan dan minuman pengiritasi,makan-makanan dan kudapan pada interval yang dijadwalkan secara teratur,dan memilih lingkungan rileks untuk makanan.

Tindakan/intervensi Rasional:

1. Anjurkan makan-makanan dan minuman yang tidak mengiritasi.

2. Anjurkan makanan dimakan pada jadwal waktu teratur ,hindari kudapan sebelum waktu tidur.

3. Dorong makanan pada lingkungan yang rileks :

a. Makanan yang tidak mengiritasi mengurangi nyeri epigastrik.

(51)

c. Lingkungan yang rileks kurang menimbulkan ansietas.Menurunkan ansietas membatu menurunkan sekresi asam hidroklorida.

4. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … menit diharapkan pasien dapat mendapatkan pengetahuan tentang pencegahan dan

penatalaksanaan.

Kriteria Hasil : mengekspresikan minat dalam belajar bagaimana mengatasi

penyakit,berpartisispasi dalam sesi penyuluhan,mengajukan pertanyaan, dan menyatakan keinginan untuk bertanggungjawab terhadap perawatan diri. Tindakan/intervensi Rasional:

1. Kaji tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien. 2. Ajarkan informasi yang diperlukan:

a.Gunakan kata-kata sesuai tingkat pengetahuan pasien b.Pilih waktu kapan pasien paling nyaman berminat. c.Batasi sesi penyuluhan sampai 30 menit atau kurang. 3. Yakinkan pasien bahwa penyakit dapat diatasi :

a. Keinginan untuk belajar tergantung pada kondisi fisisk pasien,tingkat ansietas dan kesiapan mental.

b. Individualisasi rencana penyuluhan meningkatkan pembelajaran.

(52)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ´ulkus´ (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah

gastroenterostomi, juga jejenum.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Baughman C. Diane (2000). Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit buku kedokteran ECG, Jakarta.

Mansjoer Arif, dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III jilid II. Penerbit Buku Aesculapius Fakultas Kedokteran VI, Jakarta.

Doenges E. Marilyn, dkk. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta.

(54)

BAB I

ASUHAN KEPERAWATAN INFARK MIOKARD AKUT A. PENGERTIAN

Infark miokard adalah kematian/nekrosis jaringan miokard akibat penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup.

Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner moikard (Carpenito, 2001).

Hudak & Gallo, 1994

Infark miokard adalah akibat dari penyakit arteri koroner (PAK) dengan kerusakan jaringan yang menyertai dan nekrosis.

Infark miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya sakit dada yang khas: lama sakitnya lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina (PKJPDN Harapan Kita, 2001).

B. ETIOLOGI

Ketidakadekuatan aliran darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok atau pendarahan. Faktor resiko menurut Framingham:

b) Kepribadian tipe A (sangat ambisius, pandangan kompetitif, serba cepat) c) Diabetes militus atau ters toleransi glukosa abnormal

d) Jenis kelamin pria

(55)

f) Menopause

g) Diet kolesterol tinggi dan lemak tinggi.

C. MANIFESTASI KLINIS 1. Nyeri

Nyeri dada yang terjadi secara mendadak, sangat sakit, dan seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus kebawah menuju lengan kiri, dan leher. Biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas. Terjadi lebih intensif dan menetap daripada angina (lebih dari 30 menit), tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat maupun pemberian nitrogliserin, sering disertai nausea, berkeringat, dan sangat menakutkan pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat, takikardi, dan bunyi jantung III (bila disertai gagal jantung kongestif).

2. Laborat

Jika bagian yang mati cukup besar, enzim akan dilepaskan dari sel miokardium dalam aliran darah. Pada diagnosis AMI, yang penting bukan banyaknya kadar konsentrasi enzim, tetapi nilai maksimalnya yang terjadi hanya sementara.

3. CPK-MB/CPK

Kreatinin kinase miokardium akan meningkat 4-6 jam, memuncak pada 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam

4. LBH/HBDH

Laktat Dehidrogenasi miokardium meningkat dalam 12-24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal.

5. ASAT/SGOT

Aspartan aminotransferase meningkat dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.

6. EKG

(56)

sehingga kan tercatat terutama pada V5, V6, I, dan aVL sebagai gelombang Q yang besar (gelombang R yang kecil). Gelombang Q yang abnormal akan tetap ada selama beberapa tahun kemudian sehingga bukan merupakan tanda diagnosa infark akut.

Segmen ST elevasi pada EKG merupakan tanda iskemia, namun bukan (belum) tanda kematian jaringan miokardium. Segmen ST elevasi terjadi :

 Selama serangan angina  Pada infark nontransmural

 Pada permukaan infark transmural

 Pada batas infark transmural yang telah terjadi beberpa jam hingga beberapa hari sebelumnya.

Segmen ST kembali normal dalam waktu satu hingga dua hari setelah MI, namun beberpa minggu kemudian akan timbul gelombang T terbalik.

D. KOMPLIKASI 1. Aritmia

(57)

E. PATOFISIOLOGI

Ketidak adekuatan aliran darah akibat penyempitan

Aterosklorosis

Iskemia miokard Perfusi koroner Penyempitan lumen pembuluh darah arteri

Suplai O2 menurun

Perubahan metabolisme bersifat an aerob

Asam laktat tertimbun sel- sel miokard

Menstimuli ujung saraf

(58)

F. PENUNJANG DIAGNOSIS a) Elektrokardiograf (EKG)

Adanya gelombang patologik disertai dengan peninggian segmen ST yang konveks dan diikuti gelombang T yang negatif dan simetrik.Yang terpenting ialah kelainan Q yaitu menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ¼).

(59)

b) Pemeriksaan Enzim-Enzim Jantung

Pemeriksaan seri enzim-enzim jantung diperoleh dari gambaran contoh darah tiap 8 jam selama 1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein terlepas dari bagian dalam sel otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus diobservasi adalah kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase (LDH) dan transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT).

Creatinin fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/ ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama (kurang lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali ke nilai normal pada hari ke 3.

SGOT (Serum Glutamic Oxalotransamine Test) normal kurang dari 12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12- 48 jam sesudah serangan dan akan kembali normal pada hari ke 7 dan 12. Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED, lekositosis ringan, kadang-kadang hiperglikemia ringan.

c) Vektokardiografi

Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah konduksi dan gangguan seperti hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok jantung.

(60)

Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.

e) Skintigrafi talium

Memungkinkan untuk imaging miokard setelah injeksi talium-201, suatu “cold spot” terjadi pada gambaran yang menunjukan area iskemia.

G. PENATALAKSANAAN

Tujuannya adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplay oksigen jantung. Therapi obat-obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan fungsi jantung.

Ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplay oksigen yaitu :

a. Vasodilator

Vasodilator pilihan yang digunakan untuk mengurangi nyeri jantung adalah Nitrogliserin (NTG) intravena. NTG menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah diperifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali kejantung (pre load) dan mengurangi beban kerja (work load) jantung. b. Antikoagulan

Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah sehingga dapat menurun kan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah. c. Tranbolitik

Tujuan pemberian obat ini adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk diarteri koroner, memperkecil penyumbatan, dan juga luasnya infark.

Gambar

Gambar jalan nafas yang terkena mucus akibat bronchiectasis

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Indikator Soal : Disajikan 1 buah senyawa, peserta didik dapat menganalisis ikatan – ikatan yang terdapat dalam senyawa tersebut. Untuk menjawab soal di atas, peserta didik

Pola makan yang teratur merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses pertumbuhan. kebutuhan gizi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral,

- Pengamatan keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan saat tanya jawab atau diskusi, kinerja keterampilan dalam melakukan peragaan serta penilaian sikap, minat,

Bahan yang digunakan untuk uji mukolitik adalah sirup ekstrak etanolik bunga kembang sepatu warna merah, mukus usus sapi dewasa, dapar fosfat pH 7 yang terbuat

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Roberto (2010) di Amerika menyatakan bahwa anak sekolah dasar lebih tertarik pada makanan jajanan khususnya snack yang dibungkus

Reaksi antara asam lemah dengan basa kuat menghasilkan molekul air (H2O) dan garam (yang bersifat basa); Titrasi berakhir dengan tercapainya titik ekivalen pada pH lebih dari

[r]