• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

Sekolah Dasar (SD) Negeri Babakan merupakan sekolah yang beralamat di Jalan Malabar No 7 Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Sekolah ini pada bulan Juli 2009 mendapatkan akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M).

Visi sekolah ini yaitu terwujudnya sekolah unggul dalam prestasi dan pengembangan prestasi seni karawitan dan olahraga serta berakhlak mulia berdasarkan iman dan takwa. Adapun misi dari sekolah ini adalah (a) mengembangkan sekolah unggul yang berprestasi dalam bidang akademik maupun non akademik, (b) meningkatkan bidang seni karawitan sunda dan seni pencak silat, (c) memupuk dan mengembangkan bakat anak dalam bidang olahraga, dan (d) menciptakan siswa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

Jumlah guru sekolah 16 orang, 12 orang PNS dan empat orang honorer. Tingkat pendidikan guru sebanyak enam orang sarjana dan 10 orang lainnya diploma. Jumlah staf sekolah empat orang dengan satu orang tingkat pendidikan sarjana. Jumlah siswa sebanyak 465 orang yang terdiri 219 laki-laki dan 246 perempuan. Fasilitas yang dimiliki sekolah antara lain ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), perpustakaan, mushola, lapangan olahraga, kantin dan ruang karawitan. Adapun ektrakurikuler di sekolah ini yaitu pramuka, karawitan Seni Sunda dan pencak silat.

Jam pelajaran di SD Negeri Babakan pada hari Senin hingga Kamis dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga 10.00 WIB (Kelas 1 dan Kelas 2) dan 12.00 WIB (Kelas 3 sampai Kelas 6). Hari Jumat dan Sabtu jam pelajaran dimulai pada pukul 07.00 WIB dan selesai pada pukul 09.00 WIB (Kelas 1 dan Kelas 2) serta 11.00 WIB (Kelas 3 hingga Kelas 6). Jam istirahat Kelas 1 dan Kelas 2 pada pukul 08.30 WIB sampai 09.00 WIB sedangkan Kelas 3 hingga Kelas 6 pada pukul 09.00 WIB hingga 09.30 WIB. Pada waktu istirahat biasanya digunakan siswa untuk jajan, bermain dan mengobrol dengan teman.

Karakteristik Contoh Umur dan Jenis Kelamin

Contoh pada penelitian ini adalah siswa Sekolah Dasar (SD) Kelas 4 dan Kelas 5 yang berumur 9 sampai 11 tahun. Rata-rata siswa berumur 9,8 ± 0,7

(2)

tahun. Sebagian besar umur siswa berada pada usia 9 sampai 10 tahun. Sebagian besar siswa laki-laki berada pada umur 10 sampai 11 tahun. Sedangkan siswa perempuan, sebagian besar berada pada umur 9 sampai 10 tahun. Pada umur 9 sampai 12 tahun siswa berada pada masa kelas akhir di SD. Pada masa ini siswa memiliki kemampuan konkrit operasional yang mampu untuk berpikir secara sistematik terhadap objek konkrit. Mereka sudah dapat mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan (Harlock 1997). Pada umur tersebut siswa memiliki pengetahuan gizi yang cukup sehingga diharapkan dapat memilih makanan jajanan yang tepat. Jumlah siswa laki-laki (18 orang) lebih sedikit dibandingkan dengan siswa perempuan (22 orang). Hal ini sesuai dengan jumlah siswa SDN Babakan yang lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Hasil yang lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan umur dan jenis kelamin

Umur (tahun) Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan n % n % n % 9 5 27,8 11 50,0 16 40,0 10 9 50,0 9 40,9 18 45,0 11 4 22,2 2 9,1 6 15,0 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 9,9 ± 0,7 9,6 ± 0,7 9,8 ± 0,7 Besar Uang Saku

Besar uang saku siswa berkisar antara Rp 1.000 – Rp 6.000 dengan rata-rata Rp 3475 ± 126.60 per hari. Rata-rata-rata uang saku laki-laki (Rp 3111 ± 1323) lebih rendah dibandingkan siswa perempuan (Rp 3772 ± 1151). Rata-rata uang saku tersebut sudah cukup untuk membeli tiga hingga lima jenis makanan jajanan di sekolah. Sebagian besar harga makanan jajanan terutama cemilan dan minuman berkisar antara Rp 500 hingga Rp 1000. Pada Tabel 7 dapat dilihat sebaran siswa berdasarkan uang saku.

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan uang saku

Jumlah Uang Saku (Rp/hr) Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan n % n % n % < 2000 1 5,6 0 0,0 1 2,5 2000 – 5000 16 88,9 22 100,0 38 95,0 > 5000 1 5,6 0 0,0 1 2,5 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 3111,1 ± 1323,5 3772,7 ± 1151,9 3475,0 ± 1260,6

(3)

Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian, mingguan atau bulanan (Napitu 1994). Besar uang saku anak merupakan salah satu indikator sosial ekonomi keluarga. Semakin besar uang saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan baik di kantin maupun diluar sekolah (Andarwulan et al. 2008).

Kebiasaan Jajan Jenis Jajanan

Di lingkungan sekolah baik di kantin maupun di luar sekolah banyak menyediakan aneka jajanan yang dapat dibeli siswa. Nuraida et al. (2009) jenis makanan jajanan dikelompokan menjadi empat jenis yaitu makanan utama/sepinggan, makanan camilan/snack, minuman dan buah.

Makanan utama/sepinggan

Makanan utama/sepinggan merupakan makanan jajanan berupa makanan yang mengenyangkan dan biasanya dijual dalam bentuk porsi. Umumnya makanan jenis ini memiliki kandungan energi yang besar sehingga tidak setiap hari siswa membeli makanan ini.

Tabel 8 Jenis makanan utama/sepinggan yang biasa dibeli siswa

Jenis n %

Olahan beras 3 37,5

Olahan mie dan bihun 3 37,5

Olahan ikan dan daging 2 25,0

Total 8 100.0

Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa jenis makanan utama dari olahan beras (37,5%) serta olahan mie dan bihun (37,5%) paling banyak dikonsumsi siswa. Makanan tersebut seperti mie instan baik yang pengolahannya direbus atau digoreng. Jika siswa sering mengkonsumsi makanan jajanan dari olahan mie dan bihun seperti mie rebus, mie goreng yang tinggi karbohidrat dan sedikit kandungan zat gizi lainnya sehingga siswa akan mudah mengantuk di kelas dan dapat mempengaruhi prestasi akedemiknya.

Makanan camilan/snack

Makanan camilan dikelompokkan enam jenis yaitu aneka gorengan, produk ekstruksi, aneka kue, biskuit dan wafer, hasil olahan daging dan ikan, permen dan coklat serta lainnya. Jenis makanan camilan/snack yang biasa dibeli siswa disajikan pada Tabel 9.

(4)

Tabel 9 Jenis makanan camilan/snack yang biasa dibeli siswa

Jenis n %

Produk ekstruksi 7 25,0

Aneka gorengan 6 21,4

Biskuit dan wafer 6 21,4

Hasil olahan daging dan ikan 3 10,7

Permen dan coklat 3 10,7

Lainnya 2 7,1

Aneka kue 1 3,8

Total 28 100,0

Jenis makanan camilan/snack paling banyak dijual di lingkungan sekolah karena harga yang relatif mudah dijangkau oleh siswa dan jenisnya yang bervariasi mulai dari bentuk, rasa, harga dan kemasan. Kelompok makanan ini yang paling banyak adalah produk ekstruksi atau makanan pabrikan (25,0%). Namun selain itu terdapat juga aneka gorengan (21,4%), biskuit dan wafer (21,4%). Terdapat dua jenis makanan hasil olahan daging dan ikan yaitu bakso goreng, nugget dan sosis goreng. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Roberto (2010) di Amerika menyatakan bahwa anak sekolah dasar lebih tertarik pada makanan jajanan khususnya snack yang dibungkus (makanan pabrikan) dengan tokoh karikatur dibandingkan dengan jajanan yang tidak dibungkus seperti jajanan tradisional namun hal tersebut berefek pada rendahnya konsumsi jajanan dari buah, maupun dari biji-bijian (nut).

Minuman

Jenis jajanan ini dikelompokkan menjadi dua yaitu minuman kemasan (cair) dan minuman kemasan (serbuk). Minuman kemasan cair biasanya dijual dalam bentuk kemasan gelas atau botol dan dikonsumsi langsung tanpa ada proses pembuatan. Minuman kemasan (serbuk) biasanya dijual dalam bentuk serbuk dan dikemas dengan plastik serta perlu penambahan air jika ingin mengkonsumsinya. Kedua kelompok minuman ini merupakan minuman pabrikan. Tabel 10 Jenis minuman yang biasa dibeli siswa

Jenis n %

Minuman kemasan (cair) 5 62,5

Minuman kemasan (serbuk) 3 37,5

Total 8 100,0

Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa (62,5%) biasanya membeli minuman kemasan (cair). Minuman jenis ini terdiri dari berbagai merek seperti Teh Gelas, Frutang, Ale-Ale, Milkuat dan Jelly Drink. Jumlah minuman tersebut sudah cukup bervariasi. Minuman yang biasa dibeli siswa biasanya memiliki rasa buah-buahan yang manis seperti jeruk, strawberry,

(5)

melon dan anggur. Menurut penelitian Piernas dan Popkin (2009) terdapat peningkatan konsumsi minuman seperti minuman buah, minuman olahraga dan sari buah serta terjadi penurunan konsumsi jus buah dan buah-buahan sebagai makanan jajanan pada anak-anak di Amerika Serikat.

Jumlah Jajanan

Jumlah jenis jajanan adalah banyaknya jumlah dari masing-masing jenis makanan jajanan yang dibeli siswa di lingkungan sekolah selama kurun waktu tertentu. Lebih dari separuh siswa (laki-laki dan perempuan) membeli makanan jajanan sebanyak 3-4 jenis per hari. Hal ini berbeda dengan penelitian Syarifah (2010) yang dilakukan di Kabupaten Bogor, bahwa siswa membeli makanan jajanan sebanyak 1-2 jenis per hari. Perbedaan ini diakibatkan oleh besarnya uang saku yang diperoleh siswa. Sebaran siswa berdasarkan jumlah dan jenis jajanan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan jumlah jenis jajanan Jumlah jenis jajanan

(per hari)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % 1-2 jenis 3 16,7 10 45,5 13 32,5 3-4 jenis 11 61,1 11 50,0 22 55,0 5-7 jenis 4 22,2 1 4,5 5 12,5 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 3,5 ± 1,0 2,8 ± 0,9 3,1 ± 1,0

Tabel 12 memperlihatkan bahwa sebagian besar siswa (70,0%) membeli makanan utama/sepinggan sebesar 2-3 jenis per minggu. Tidak ada siswa yang membeli jajanan jenis ini lebih dari enam jenis per minggu. Hal ini berarti makanan yang dibeli siswa belum beragam. Menurut Syafitri (2010) Makanan jenis ini memiliki kandungan energi yang tinggi sehingga membuat cepat kenyang bila dikonsumsi. Hal inilah yang menyebabkan siswa jarang mengkonsumsi dalam jumlah yang besar.

Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan jumlah jenis makanan

Jumlah jajanan Sepinggan Snack Minuman

(jenis/minggu) n % n % n % < 2 11 27,5 0 0,0 1 2,5 2-3 28 70,0 2 5,0 16 40,0 4-5 1 2,5 12 30,0 23 57,5 6-7 0 0,0 15 37,5 0 0,0 > 7 0 0,0 11 27,5 0 0,0 Total 40 100,0 40 100,0 40 100,0

Makanan camilan/snack paling banyak dibeli siswa. Hampir 100% siswa membeli makanan camilan/snack empat jenis atau lebih per minggu. Hal ini

(6)

berarti baik dari segi ketersediaan dan konsumsi siswa sudah cukup beragam. Berdasarkan penelitian Syafitri (2010) yang dilakukan di Kota Bogor bahwa siswa SD biasanya membeli makanan camilan/snack 6-7 jenis per minggu. Lebih dari separuhsiswa membeli minuman 2-5 jenis per minggu. Hal ini dapat disebabkan oleh besarnya ketersediaan makanan jajanan (snack dan minuman) di lingkungan sekolah dalam variasi bentuk, rasa, harga dan kemasan yang beragam.

Piernas dan Popkin (2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa anak-anak dan remaja di Amerika Serikat mengkonsumsi hampir tiga jenis makanan jajanan perhari. Persentase kebiasaan jajan dari tahun 1989 sampai 2006 mengalami kenaikan. Pada penelitian ini menemukan peningkatan konsumsi snack asin yang padat energi, permen, serta minuman seperti minuman buah, minuman olahraga, dan sari buah serta terjadi penurunan konsumsi jus buah dan buah-buahan sebagai makanan jajanan pada anak-anak. Frekuensi Jajan

SD Negeri Babakan Kota Bogor selain memiliki kantin sekolah juga terdapat penjaja PJAS di lingkungan sekolah. Walaupun terdapat penjaja PJAS, namun siswa lebih sering jajan di kantin sekolah daripada di luar sekolah. Bila dilihat frekuensi jajan siswa, sebanyak 72,2 % siswa laki-laki dan 77,3% siswa perempuan biasa jajan satu kali per hari di kantin sekolah. Sebaran siswa berdasarkan frekuensi jajan per hari disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi jajan

Frekuensi (kali/hr)

Di kantin sekolah

Total Di luar kantin Total

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

n % n % n % n % n % n % 0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 7 38,9 6 27,3 13 32,5 1 13 72,2 17 77,3 30 75,0 8 44,4 13 59,1 21 52,5 2 5 27,8 5 22,7 10 25,0 3 16,7 3 13,6 6 15,0 3 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 1,3 ± 0,5 1,2 ± 0,4 1,3 ± 0,4 0,8 ± 0,7 0,9 ± 0,6 0,8 ± 0,7 Terdapat 38,9% siswa laki-laki dan 27,3 % siswa perempuan tidak pernah jajan di luar sekolah karena guru menganjurkan siswa untuk jajan di kantin daripada di luar sekolah. Namun masih banyak siswa yang jajan di luar kantin sekolah.

Alasan Membeli

Tabel 14 memperlihatkan bahwa lebih dari 70,0% siswa baik laki-laki maupun perempuan membeli makanan jajanan dengan alasan rasa enak dan

(7)

harga murah. Jajanan yang biasanya dibeli siswa memiliki rasa gurih dan manis (makanan cemilan/snack) dan serta rasa buah seperti jeruk, strawberry, anggur dan jambu (minuman). Penelitian Nurliawati (2003) yang dilakukan di SD Kabupaten Bogor, anak-anak menerima makanan jajanan apa adanya, mereka lebih tertarik pada rasa dan harga dari makanan itu tetapi tidak memperhatikan aspek kesehatan, kebersihan dan gizi secara teliti.

Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan alasan membeli makanan jajanan

Alasan Membeli Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Rasanya Enak 14 77,8 16 72,7 30 75,0

Harganya Murah 13 72,2 16 72,7 29 72,5

Waktu Jajan

Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa semua siswa jajan pada saat istirahat sekolah. Pada waktu istirahat anak mulai merasa lapar setelah beberapa jam mengikuti pelajaran. Selain pada saat istirahat siswa (laki-laki dan perempuan) juga jajan sebelum masuk sekolah (30%) dan saat pulang sekolah (32,5%). Siswa yang tidak jajan sebelum masuk sekolah diduga karena siswa telah sarapan di rumah, sehingga pada saat sampai sekolah siswa masih merasa kenyang dan enggan untuk jajan. Sedangkan siswa yang tidak jajan pada saat pulang sekolah biasanya uang saku mereka tinggal sedikit atau bahkan telah habis (Syarifah 2010).

Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan waktu jajan

Waktu Jajan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Saat istirahat sekolah 7 38,9 8 36,4 15 37,5

Sebelum masuk sekolah + saat istirahat sekolah 5 27,8 7 31,8 12 30,0 Saat istirahat sekolah + saat pulang sekolah 6 33,3 7 31,8 13 32,5

Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0

Konsumsi Pangan

Menurut Khomsan (2002) pangan merupakan kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan pangan perlu diupayakan ketersediannya dalam jumlah yang cukup, layak dan aman dikonsumsi dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau. Salanjutnya menurut Hardinsyah dan Martianto (1988) Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi.

(8)

Pengukuran konsumsi pangan siswa menggunakan metode food recall 24 jam. Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu mudah dalam melaksanakannya, tidak membebani responden, biayanya murah dan cepat. Namun metode ini juga memiliki kekurangan yaitu tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari jika dilakukan satu hari dan ketepatannya tergantung dari daya ingat responden. Recall tentang makanan yang dikonsumsi siswa hanya ditanyakan kepada siswa tanpa menanyakan kembali ke orangtua, Sebaiknya recall perlu diverifikasi kembali ke orangtua (ibu) agar hasilnya lebih baik.

Secara keseluruhan konsumsi jenis pangan padi-padian dan olahannya siswa perempuan lebih beragam daripada siswa laki-laki. Namun jika dilihat dari kuantitas pangan, siswa laki-laki lebih banyak daripada siswa perempuan walaupun pada beberapa jenis makanan siswa perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Konsumsi mie pada siswa laki-laki maupun perempuan sama-sama relatif tinggi dibandingkan nasi goreng dan nasi uduk. Hal ini dikarenakan siswa hampir setiap hari mengkonsumsi mie baik mie goreng maupun mie rebus. Biasanya siswa mengkonsumsi nasi goreng atau nasi uduk pada saat sarapan. Mie memiliki rasa yang gurih dan mengenyangkan, hal inilah yang menjadi alasan siswa suka mengkonsumsi jenis pangan ini dibanding yang lainnya. Biasanya siswa mengkonsumsi mie bersama nasi dan telur tanpa sayur, tetapi juga terdapat anak yang mengkonsumsi mie dengan nasi tanpa telur dan sayur. Konsumsi dengan cara yang demikian kurang tepat, hendaknya mengkonsumsi mie disertai dengan lauk hewani dan sayuran agar mengandung zat gizi yang lengkap. Pada penelitian ini ditemukan bahwa siswa laki-laki tidak mengkonsumsi bubur, jagung dan lontong.

Konsumsi jajanan/chiki relatif banyak, baik pada siswa laki-laki maupun perempuan. Konsumsi jajanan yang berlebihan dapat membuat anak merasa kenyang sehingga nafsu makannya berkurang dan tidak menghabiskan makanannya ketika di rumah. Sebaiknya anak diberikan makanan utama (makanan rumahan) dahulu sebelum anak mengkonsumsi makanan jajanan. Walaupun demikian bukan berarti makanan jajanan tidak dapat diberikan. Namun makanan jajanan berguna untuk mencukupi kebutuhannya ketika makanan utama belum dapat memenuhi kebutuhannya.

Jenis pangan umbi-umbian dan olahannya masih kurang beragam. Hal ini terlihat dari jenis pangan ini tidak sebanyak pada kelompok padi-padian. Siswa

(9)

laki-laki lebih banyak mengkonsumsi kentang daripada yang lain. Kentang biasanya diolah menjadi perkedel kentang dan pelengkap pada siomay. Sedangkan siswa perempuan lebih banyak mengkonsumsi olahan tepung kanji seperti cireng dan cimol.

Jenis pangan hewani dan olahannya lebih bervariasi dibandingkan pangan umbi-umbian. Jenis pangan hewani yang dikonsumsi siswa perempuan lebih beragam daripada laki-laki. Pangan hewani yang dominan dikonsumsi oleh siswa laki-laki antara lain telur, bakso, dan siomay. Pada siswa perempuan konsumsi pangan jenis ini lebih bervariasi seperti ayam, bakso, siomay, telur dan nugget. Konsumsi susu siswa perempuan lebih banyak daripada siswa laki-laki. Susu penting bagi anak-anak, karena pada usia ini anak-anak pada masa pertumbuhan. Susu adalah sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting untuk pembentukan tulang (Khomsan 2004). Hal ini mungkin perlu diadakan program pemberian susu gratis pada siswa SD seperti yang pernah dilakukan pada beberapa tahun lalu di Indonesia agar konsumsi susu meningkat. Pada penelitian ini ditemukan bahwa siswa laki-laki tidak mengkonsumsi hati ayam, ikan mas dan lele.

Kelompok selanjutnya yaitu buah/biji berminyak, minyak dan lemak, gula serta olahannya. Pada kelompok jenis pangan ini memiliki variasi yang paling rendah jika dibandingkan dengan kelompok pangan lainnya. Kelompok pangan ini hanya terdiri dari empat jenis yaitu minyak, gula, santan dan margarin. Minyak biasanya digunakan pada makanan yang digoreng atau ditumis. Sedangkan gula biasanya digunakan untuk teh manis. Jenis pangan ini biasanya digunakan tidak terlalu banyak pada makanan.

Tempe dan tahu dari golongan kacang-kacangan dan hasil olahannya merupakan pangan yang paling dominan dikonsumsi siswa. Tempe dan tahu biasanya dikonsumsi sebagai lauk pada saat makan. Namun ada juga tahu yang dikonsumsi sebagai makanan jajanan. Di luar sekolah terdapat penjaja PJAS yang menjual tahu sebagai makanan jajanan. Tempe dan tahu biasanya diolah dengan cara digoreng. Siswa laki-laki mengkonsumsi tempe lebih banyak daripada siswa perempuan. Konsumsi pangan biasanya dipengaruhi oleh kesukaan terhadap suatu jenis pangan. Konsumsi kecap juga relatif tinggi dibandingkan oncom, kacang tanah dan kacang hijau. Kecap biasanya dikonsumsi bersama nasi dan telur dadar atau telur ceplok.

(10)

Buah dan sayur merupakan sumber vitamin, mineral dan serat. Buah yang paling dominasi dikonsumsi siswa adalah mangga dan pisang. Pada saat mengambil data sedang terjadi musim mangga, sehingga konsumsi mangga lebih dominan dibandingkan buah lainnya. Selain mangga, pisang juga dominan dikonsumsi siswa baik baik dalam bentuk mentah maupun matang.

Konsumsi sayur lebih beragam daripada konsumsi buah baik pada siswa laki-laki maupun perempuan. Pada siswa laki-laki lebih dominan konsumsi bayam, sedangkan siswa perempuan lebih dominan konsumsi sayur sop yang terdiri dari sayur wortel, buncis dan kool. Sayur sop lebih disukai karena memiliki warna yang menarik sehingga anak lebih suka sayur ini daripada sayur yang lain.

Pangan yang termasuk kelompok lainnya ini merupakan pangan yang tidak termasuk ke dalam delapan kategori kelompok diatas. Kelompok jenis pangan ini lebih didominasi oleh kelompok jajanan seperti minuman dari berbagai merek, permen dan coklat. Kelompok jenis ini lebih bervariasi dibandingkan kelompok umbi-umbian, minyak dan buah. Anak-anak biasanya memiliki kebiasaan gemar jajan sehingga pada golongan ini lebih didominasi minuman jajanan. Minuman yang dikonsumsi siswa memiliki rasa manis dan terdiri dari berbagai rasa buah seperti jeruk, anggur, jambu, strawberry dan mangga. Selain terdiri dari rasa buah juga terdapat minuman dari teh berbagai merek seperti Mountea, Teh Gelas dan Teh Sisri. Pengelompokkan pangan yang dominan dikonsumsi siswa dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Menurut Hardinsyah dan Martianto (1988) tingkat kecukupan zat gizi seseorang atau kelompok orang dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan angka kecukupannya. Kecukupan zat gizi antar individu berbeda menurut berat badan, jenis kelamin, umur, keadaan fisiologis, dan lain-lain. Statistik konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa dapat dilihat pada Tabel 16.

Konsumsi energi sehari siswa berkisar antara 828 – 2043 Kal/hari dengan rata-rata 1367 ± 297 Kal/hari. Rata-rata konsumsi energi laki-laki (1460 ± 319 Kal/hari) lebih tinggi daripada perempuan (1277 ± 255 Kal/hari). Tingkat kecukupan energi rata-rata siswa laki-laki dan perempuan termasuk pada kategori defisit tingkat sedang (73,4%) dan defisit tingkat berat (67,2%). Hasil uji

(11)

beda t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0,051) antara konsumsi siswa laki-laki dan perempuan.

Energi diperlukan untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Kekurangan energi terjadi jika konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif akibatnya berat badan kurang dari berat badan ideal (Almatsier 2003). Pangan sumber energi yang banyak dikonsumsi contoh adalah mie instant, nasi goreng, nasi uduk, batagor dan siomay. Rendahnya konsumsi energi siswa dapat diakibatkan karena siswa banyak mengkonsumsi makanan jajanan sehingga nafsu makan berkurang dan tidak menghabiskan makannya.

Tabel 16 Statistik konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan energidan zat gizi siswa

Energi dan Zat Gizi

Laki-Laki Perempuan Total

Kons Kec Tk Kec Kons Kec Tk Kec Kons Kec Tk Kec

Energi (Kal) Rata-rata 1460 1972 73,4 1277 1900 67,2 1367 1933 70,0 SB 319 46 15,2 255 0 13,4 297 47 14,4 Minimal 1027 1900 51,3 828 1900 43,6 828 1900 43,6 Maksimal 2043 2000 102,2 2043 1900 100,2 2043 2000 102,2 Protein (g) Rata-rata 38,0 43 87,9 32,8 46 74,5 35,2 44 80,5 SB 8,8 4 19,4 5,9 7 18,0 7,7 7 19,6 Minimal 22,2 37 49,3 24,4 37 45,2 22,2 37 45,2 Maksimal 57,0 45 130,9 57,0 54 108,0 57,0 54 130,9 Lemak (g) Rata-rata 53,5 55 94,4 42,3 53 80,1 47,9 54 86,5 SB 17,0 1 26,2 11,0 0 20,7 14,9 1 24,1 Minimal 24,0 53 45,5 25,1 53 47,5 24,0 53 45,5 Maksimal 90,4 56 128,4 90,4 53 134,2 90,4 56 134,2 Vitamin A (SI) Rata-rata 651,8 472 140,8 470,6 450 106,2 539,4 460 121,8 SB 374,1 46 83,6 224,4 51 51,8 310,6 50 69,3 Minimal 27,0 400 5,4 109,5 400 26,9 27,0 400 5,4 Maksimal 1571,3 500 314,3 1571,3 500 214,1 1571,3 500 314,3 Vitamin C (mg) Rata-rata 18,9 49 38,7 13,1 48 27,8 15,4 48 32,7 SB 9,8 2 21,4 7,0 3 15,3 8,8 2 18,9 Minimal 3,7 45 7,5 2,8 45 5,6 2,8 45 5,6 Maksimal 42,2 50 93,8 42,2 50 55,8 42,2 50 93,8 Zat Besi (mg) Rata-rata 13,5 13 103,8 9,1 12 75,5 10,8 12 89,7 SB 4,7 2 36,4 5,3 2 30,8 4,3 2 33,2 Minimal 7,2 10 51,6 3,2 10 22,5 3,2 10 22,5 Maksimal 24,7 14 176,8 30,9 14 309,4 30,9 14 309,4 Protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan serta menggantikan sel-sel yang mati (Sediaoetama 2006). Secara keseluruhan konsumsi protein siswa laki-laki (38,0 ± 8,8 g/hari) lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan (32,8 ± 5,9 g/hari). Konsumsi protein sehari siswa berkisar

(12)

antara 22,2 – 057, g/hari dengan rata-rata 35,2 ± 7,7 g/hari dan termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan. Terdapat perbedaan yang nyata (p=0,032) konsumsi antara siswa laki-laki dan perempuan. Pangan sumber protein yang banyak dikonsumsi siswa adalah ayam goreng, telur ayam, ikan tongkol dan ikan asin serta kacang-kacangan.

Di dalam tubuh lemak berfungsi sebagai cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak, yang ditimbun di tempat-tempat tertentu. Jaringan lemak juga berfungsi sebagai bantalan organ-organ tubuh tertentu (Sediaoetama 2006). Rata-rata konsumsi lemak siswa laki-laki (53,5 ± 17,0 g/hari) lebih tinggi dibandingkan perempuan (42,3 ± 11,0 g/hari). Konsumsi lemak sehari siswa berkisar antara 24,0 – 90,4 g/hari dan rata-ratanya 47,9 ± 14,9 g/hari. Tingkat kecukupan lemak siswa termasuk dalam kategori kurang. Hasil uji beda t-test terdapat perbedaan yang nyata (p=0,017) konsumsi lemak siswa laki-laki dan perempuan. Pangan sumber lemak yang banyak dikonsumsi siswa berasal dari minyak (untuk mengoreng atau menumis masakan).

Vitamin dan mineral termasuk dalam zat gizi mikro. Tubuh memerlukan zat gizi ini dalam jumlah yang sedikit. Vitamin A berguna untuk kesehatan mata. Vitamin C berguna untuk imunitas dalam menjaga daya tahan tubuh dari serangan penyakit dan toksin. Sedangkan zat besi berguna untuk pembentukan sel darah yaitu dalam sintesis hemoglobin (Hb). Hemoglobin erat kaitannya dengan konsentrasi siswa dalam belajar (Sediaoetama 2006).

Rata-rata konsumsi vitamin A siswa laki-laki (651,8 ± 374,1 SI/hari) lebih tinggi dari siswa perempuan (470,6 ± 224,4 SI/hari) dan keduanya termasuk pada kategori cukup. Hasil uji beda t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0,066) konsumsi vitamin A siswa laki-laki dan perempuan. Menurut Gibson (2005) vitamin A yang cukup maka pertumbuhan akan baik, daya tahan tubuh semakin baik dan terhindar dari penyakit infeksi. Konsumsi vitamin A yang cukup akan mempercepat mobilisasi zat besi dan meningkatkan respon imun sehingga dapat menurunkan kejadian anemia dan infeksi serta menurunkan morbiditas. Sumber vitamin A yang banyak dikonsumsi siswa antara lain ikan, hati dan kuning telur serta wortel.

Konsumsi vitamin C siswa berkisar antara 2,8 – 42,2 mg/hari dengan rata-rata 15,4 ± 8,8 mg/hari. Rata-rata-rata tingkat kecukupan vitamin C siswa laki-laki dan perempuan termasuk dalam kategori kurang. Hasil uji beda t-test terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,033) konsumsi vitamin C siswa laki-laki dan

(13)

perempuan. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan penyakit skorbut, kerusakan pada jaringan rongga mulut, pembuluh darah kapiler dan jaringan tulang. Defisiensi vitamin C pada anak sekolah biasanya menyebabkan kerusakan pada jaringan gusi (Sediaoetama 2006). Konsumsi sumber vitamin C pada siswa hanya berupa mangga.

Konsumsi zat besi siswa berkisar antara 3,2-30,9 mg/hari dengan rata-rata 10,8 ± 4,3 mg/hari. Rata-rata-rata tingkat kecukupan zat besi siswa laki-laki dan perempuan pada kategori cukup dan kurang sehingga siswa perempuan perlu meningkatkan asupan makanan sumber zat besi. Hasil uji beda t-test menyebutkan terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,047) konsumsi zat besi siswa laki-laki dan perempuan. Sumber zat besi yang banyak dikonsumsi siswa antara lain kacang-kacangan (tahu dan tempe), sayuran hijau (bayam, kangkung dan sawi), hati ayam dan daging sapi (rendang dan bakso). Almatsier (2003) menyebutkan zat besi berperan dalam kemampuan belajar.

Tabel 17 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi siswa Klasifikasi Tingkat

Kecukupan Energi

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Defisit tingkat Berat 5 27,8 14 63,6 19 47,5 Defisit tingkat sedang 7 38,9 5 22,7 12 30,0 Defisit tingkat ringan 4 22,2 2 9,1 6 15,0

Normal 2 11,1 1 4,5 3 7,5

Kelebihan 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0

Rata-rata ± SB 73,4 ± 15,5 67,2 ± 13,4 70,0 ± 14,4

p 0,180

Pada Tabel 17 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi termasuk pada kategori defisit sedang (laki-laki) dan defisit berat perempuan). Kategori defisit tingkat berat pada siswa perempuan lebih banyak (63,6%) daripada siswa laki-laki (27,8%). Hal ini perlu adanya peningkatan jumlah konsumsi pangan yang tinggi energi. Hasil uji beda t-test menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,180) antara tingkat kecukupan siswa laki-laki dan perempuan.

Masalah yang sering terjadi pada anak-anak sekolah adalah sulit makan dan gemar jajan. Jika konsumsi makanan jajanan berlebihan maka anak terlalu kenyang sehingga selera makannya berkurang dan tidak dapat menghabiskan makanannya (Suhardjo 1989). Apabila konsumsi energi kurang dalam jangka waktu yang panjang, maka dapat membahayakan kesehatan pada tahap lanjut dapat menyebabkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1988).

(14)

Tabel 18 memperlihatkan bahwa rata-rata tingkat kecukupan protein siswa laki-laki lebih tinggi (87,9 ± 19,4) dibandingkan pada perempuan (74,5 ± 18,0). Tingkat kecukupan kategori defisit pada perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Namun masih terdapat siswa laki-laki (50,0%) dan perempuan (18,2%) yang tingkat kecukupan proteinnya normal. Terdapat perbedaan yang nyata (p=0,029) tingkat kecukupan siswa laki-laki dan perempuan.

Tabel 18 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein siswa Klasifikasi Tingkat

Kecukupan Protein

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Defisit tingkat berat 3 16,7 8 36,4 11 27,5 Defisit tingkat sedang 4 22,2 3 13,6 7 17,5 Defisit tingkat ringan 1 5,6 7 31,8 8 20,0

Normal 9 50,0 4 18,2 13 32,5

Kelebihan 1 5,6 0 0,0 1 2,5

Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 87,9 ± 19,4 74,5 ± 18,0 80,5 ± 19,6

p 0,029

Kurangnya konsumsi pangan siswa menyebabkan konsumsi energi dan protein berkurang, sehingga tingkat kecukupannya defisit. Siswa perlu meningkatkan konsumsi pangan yang tinggi energi dan protein. Fungsi protein antara lain untuk pertumbuhan, jika konsumsi protein rendah maka pertumbuhan akan terhambat dan antibodi kurang terbentuk sehingga rentan terhadap sakit. Tabel19 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan lemak siswa

Klasifikasi Tingkat Kecukupan Lemak

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Defisit tingkat Berat 5 27,8 7 31,8 12 30,0 Defisit tingkat sedang 1 5,6 6 27,3 7 17,5 Defisit tingkat ringan 1 5,6 3 13,6 4 10,0

Normal 7 38,9 4 18,2 11 27,5

Kelebihan 4 22,2 2 9,1 6 15,0

Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 94,4 ± 26,2 80,1 ± 20,1 86,5 ± 24,1

p 0,064

Tabel 19 menyebutkan bahwa rata-rata tingkat kecukupan lemak siswa laki-laki lebih tinggi (94,3 ± 26,2) daripada perempuan (80,1 ± 20,1). Sebagian besar tingkat kecukupan lemak laki-laki maupun perempuan termasuk pada kategori defisit (defisit tingkat berat, sedang dan ringan). Walaupun demikian masih terdapat siswa yang tingkat kecukupannya normal, bahkan terdapat enam siswa laki-laki dan perempuan yang termasuk kelebihan. Siswa yang tingkat kecukupannya berlebih tersebut memiliki status gizi (IMT/U) berlebih (gemuk dan

(15)

obes). Hasil uji beda t-test menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,064) tingkat kecukupan lemak siswa laki-laki dan perempuan. Sebagian besar siswa yang konsumsi lemaknya rendah maka konsumsi energi juga rendah. Hal ini perlu adanya peningkatan konsumsi pangan agar kecukupan energi dan lemak dapat mencukupi kebutuhannya.

Tabel 20 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Vitamin A siswa

Klasifikasi Tingkat Kecukupan Vitamin A

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Kurang 5 27,8 5 22,7 10 25,0 Cukup 13 72,2 17 77,3 30 75,0 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 140,8 ± 83,6 106,2 ± 51,8 121,8 ±69,3 p 0,116

Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat kecukupan vitamin A pada siswa laki-laki dan perempuan termasuk pada kategori cukup. Walaupun demikian masih terdapat siswa yang masih kurang tingkat kecukupannya. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,116) tingkat kecukupan vitamin A siswa laki-laki dan perempuan. Tingkat kecukupan vitamin A tergantung dari konsumsi pangan sumber vitamin A. Vitamin A selain berfungsi untuk kesehatan mata, berperan juga untuk pertumbuhan dan imunitas.

Tabel 21 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Vitamin C siswa

Klasifikasi Tingkat Kecukupan Vitamin C

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Kurang 17 94,4 22 100,0 39 97,5 Cukup 1 5,6 0 0,0 1 2,5 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 38,7 ± 21,4 27,8 ± 15,3 32,7 ± 18,9 p 0,067

Tabel 21 memperlihatkan bahwa hampir 100% siswa kekurangan vitamin C (laki-laki dan perempuan). Konsumsi buah pada siswa (laki-laki dan perempuan) masih kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0,067) tingkat kecukupan vitamin C siswa laki-laki dan perempuan. Buah yang relatif banyak dikonsumsi adalah mangga. Berdasarkan Almatsier (2003) kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan skorbut, luka sulit sembuh, dan anemia. Sehingga siswa perlu meningkatkan asupan vitamin C. Di sekolah terutama di kantin tidak menyediakan makanan

(16)

jajanan berupa buah-buahan dapat berupa buah segar atau jus. Hal inilah yang diduga siswa hanya sedikit mengkonsumsi buah-buahan.

Tabel 22 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Zat Besi siswa

Klasifikasi Tingkat Kecukupan Zat Besi

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Kurang 5 27,8 14 63,6 19 47,5 Cukup 13 72,2 8 36,4 21 52,5 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 103,8 ± 36,4 75,5 ± 30,8 89,7 ± 33,2 p 0,213

Tabel 22 menyebutkan bahwa rata-rata tingkat kecukupan zat besi siswa laki-laki (103,8 ± 36,4) lebih tinggi daripada siswa perempuan (75,5 ± 30,8). Kekurangan zat besi banyak terjadi pada siswa perempuan (63,6%). Hasil uji beda t-test menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0,213) tingkat kecukupan zat besi siswa laki-laki dan perempuan. Kekurangan zat besi akan mengakibatkan Anemia. Sebagian besar siswa perempuan berumur 9 dan 10 tahun. Kelak pada umur 12 hingga 13 tahun bahkan sebelumnya, siswa mengalami usia menarche (Prince, 2006). Siswa perempuan yang sudah mengalami menarche memerlukan zat besi yang lebih tinggi daripada yang lain. Jika asupan zat besi secara terus-menerus kurang maka kemungkinan besar siswa perempuan akan mengalami anemia besi.

Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Gizi

Konsumsi energi dan zat gizi sehari siswa berasal dari makanan jajanan dan bukan makanan jajanan. Rata-rata konsumsi energi siswa laki-laki yang berasal dari makanan jajanan (398 ± 146 Kal/hari) lebih rendah dibandingkan siswa perempuan (465 ± 128 Kal/hari). Rata-rata konsumsi protein siswa laki-laki yang berasal dari makanan jajanan (6,8 ± 3,9 g/hari) lebih rendah dibandingkan siswa perempuan (6,9 ± 3,6 g/hari). Rata-rata konsumsi lemak siswa laki-laki yang berasal dari makanan jajanan (13,9 ± 8,6 g/hari) lebih rendah dibandingkan siswa perempuan (16,0 ± 5,2 g/hari).

Kontribusi energi, protein dan lemak makanan jajanan terhadap konsumsi total siswa laki-laki (27,3%; 17,8% dan 25,9%) lebih rendah dibandingkan dengan siswa perempuan (36,4%; 20,9% dan 37,7%). Kontribusi energi dan lemak makanan jajanan terhadap kecukupan gizi siswa laki-laki (20,2% dan 25,2%) lebih rendah dibandingkan perempuan (24,4% dan 30,1%). Sedangkan

(17)

kontribusi protein siswa laki-laki (15,7%) lebih tinggi daripada siswa perempuan (14,9%). Hal ini menguatkan hasil penelitian Syarifah (2010) yang dilakukan pada salah satu sekolah dasar negeri di Kabupaten Bogor menyebutkan bahwa kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi sehari siswa sebesar 30% energi dan 22,3% protein.

Konsumsi makanan jajanan sebaiknya tidak dihilangkan dari konsumsi harian, karena memberikan sumbangan yang cukup berarti. Makanan jajanan juga dapat dijadikan salah satu alternatif pemenuhan sumber zat gizi yang kurang dari konsumsi hariannya. Rata-rata kontribusi energi, protein dan lemak makanan jajanan siswa dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Rata-rata kontribusi energi, protein dan lemak makanan jajanan siswa

Laki-laki Perempuan

Energi Protein Lemak Energi Protein Lemak

Konsumsi makanan jajanan 398 6,8 13,9 465 6,9 16,0 Konsumsi makanan di rumah 1062 31,3 39,7 813 26,0 26,4 Konsumsi total sehari 1460 38,0 53,5 1277 32,8 42,3 Kecukupan energi dan zat gizi 1972 43,0 55,0 1900 46,0 53,0 Kontribusi thd kons total (%) 27,3 17,8 25,9 36,4 20,9 37,7 Kontribusi thd kec gizi (%) 20,2 15,7 25,2 24,4 14,9 30,1

Makanan jajanan yang banyak mengandung energi antara lain mie, nasi goreng, siomay, batagor, aneka gorengan, roti, biskuit, kentang goreng, donat, dan aneka minuman kemasan yang manis. Sedangkan makanan jajanan yang banyak mengandung protein antara lain tahu goreng, tempe goreng, bakso goreng, nugget, kacang dan aneka biskuit. Makanan yang diolah dengan cara digoreng banyak menyumbangkan lemak.

Rata-rata konsumsi vitamin A siswa laki-laki yang berasal dari makanan jajanan (140,1 ± 250,4 SI/hari) lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan (113,7 ± 5,2 SI/hari). Rata-rata konsumsi vitamin C siswa laki-laki yang berasal dari makanan jajanan (10,2 ± 3,7 mg/hari) lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan (9,8 ± 4,2 mg/hari). Rata-rata konsumsi zat besi siswa laki-laki yang berasal dari makanan jajanan (3,2 ± 3,3 mg/hari) lebih rendah dibandingkan siswa perempuan (3,5 ± 2,4 mg/hari).

Secara keseluruhan kontribusi vitamin A, vitamin C dan zat besi makanan jajanan terhadap konsumsi total siswa laki-laki (21,5%; 54,0% dan 23,3%) lebih rendah dibandingkan siswa perempuan (24,2%; 74,4% dan 38,5%). Sedangkan kontribusi vitamin A makanan jajanan terhadap kecukupan gizi siswa laki-laki (29,7%) lebih tinggi daripada siswa perempuan (25,3%). Kontribusi vitamin C siswa laki-laki dan perempuan relatif sama (20%). Kontribusi zat besi makanan

(18)

jajanan terhadan kecukupan gizi siswa laki-laki (24,2%) lebih rendah dibandingkan perempuan (29,2%). Rata-rata kontribusi vitamin A, vitamin C dan zat besi makanan jajanan siswa disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24 Rata-rata kontribusi vitamin A, vitamin C dan zat besi makanan jajanan siswa

Laki-laki Perempuan

Vit A Vit C Fe Vit A Vit C Fe

Konsumsi makanan jajanan 140,1 10,2 3,2 113,7 9,8 3,5 Konsumsi makanan di rumah 511,8 8,7 10,4 357,0 3,4 5,6 Konsumsi total sehari 651,8 18,9 13,5 470,6 13,1 9,1 Kecukupan energi dan zat gizi 472,0 49,0 13,0 450,0 48,0 12,0 Kontribusi thd kons total (%) 21,5 54,0 23,3 24,2 74,4 38,5 Kontribusi thd kec gizi (%) 29,7 20,8 24,2 25,3 20,3 29,2

Makanan jajanan yang banyak menyumbangkan vitamin A antara lain aneka gorengan dan nugget. Makanan jajanan yang banyak mengandung vitamin C lebih banyak dari minuman kemasan berbagai merek seperti Segar Sari, Frutamin, Ale-Ale, dan Oky Jeli. Bakso, mie goreng, tempe goreng, roti, biskuit, kacang hijau dan keripik singkong merupakan makanan jajanan yang banyak menyumbang zat besi. Aneka makanan jajanan yang dikonsumsi siswa dapat dilihat pada Lampiran 2.

Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik atau disebut juga aktifitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pengeluaran energi. Aktifitas fisik pada anak sekolah dasar dikelompokkan menjadi lima yaitu tidur, sekolah, kegiatan ringan, kegiatan sedang dan kegiatan berat. Rata-rata alokasi waktu berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25 Rata-rata alokasi waktu berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kegiatan

Hari Sekolah Hari Libur

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Jam/hr SB Jam/hr SB Jam/hr SB Jam/hr SB

Tidur 10,7 0,8 10,5 1,2 12,9 0,9 12,5 1,3

Sekolah 5,1 0,4 5,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Kegiatan Ringan 6,9 1,0 7,5 1,1 9,4 1,4 9,8 1,3

Kegiatan Sedang 0,7 0,5 0,7 0,5 0,7 0,9 1,0 0,8

(19)

Kegiatan tidur terdiri dari tidur disaat malam hari dan tidur saat siang hari. Rata-rata kegiatan tidur pada laki-laki relatif lebih lama dibandingkan dengan perempuan (baik pada hari sekolah maupun hari libur). Rata-rata kegiatan tidur pada hari libur meningkat 2,2 jam (laki-laki) dan 2 jam (perempuan) dari hari sekolah. Pada hari sekolah biasanya siswa tidur malam pada pukul 08.00 WIB dan bangun pada pukul 05.00 WIB. Tidak semua siswa laki-laki dan perempuan tidur siang. Tidur siang biasanya dilakukan selama dua jam atau kurang. Pada hari Minggu tidur malam biasanya pada pukul 08.00 atau 09.00 WIB dan bangun pada pukul 05.00 hingga 07.00 WIB. Menurut Homeier (2004) waktu tidur yang kurang dapat mengganggu kesehatan anak dan menyebabkan anak tidak cepat tanggap dan pelupa.

Kegiatan ringan meliputi duduk (duduk santai), belajar, les, mengaji, berdiri, ngobrol, nonton TV dan bermain ringan (main congklak, bekel, boneka, komputer, playstation, dll). Kegiatan ringan pada siswa perempuan lebih lama dibandingkan dengan siswa laki-laki (baik pada hari sekolah maupun hari libur). Rata-rata kegiatan ringan pada hari libur meningkat 2,5 jam (laki-laki) dan 2,3 jam (perempuan). Pada hari libur alokasi untuk kegiatan ringan terutama menonton TV lebih lama dibandingkan pada hari sekolah. Hal ini sama seperti penelitian Masti (2010) bahwa siswa SD Negeri di Kota Bogor umumnya kegiatan ringan yang dilakukan adalah mengobrol dengan teman dan nonton TV.

Kegiatan sedang meliputi berjalan, mengasuh adik, menyapu, dan bermain sedang (main petak umpet, main kelereng, dll). Rata-rata kegiatan sedang pada perempuan (0,7 jam/hari) sama seperti laki-laki (hari sekolah). Namun pada hari libur kegiatan sedang pada perempuan (1,0 jam/hari) lebih lama daripada siswa laki-laki (0,7 jam/hari). Alokasi waktu untuk kegiatan sedang lebih lama pada hari sekolah. Kegiatan yang paling dominan dilakukan pada hari Minggu adalah jalan kaki.

Kegiatan berat meliputi berlari, olahraga (bersepeda, main sepakbola, voli, dll). Rata-rata kegiatan berat pada siswa laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan siswa perempuan (baik hari libur maupun hari sekolah). Kegiatan berat yang siswa laki-laki lakukan seperti main sepakbola, berlari, dan voli. Sedangkan pada siswa perempuan hanya bersepeda. Siswa perempuan lebih senang bermain boneka dan bekel serta menonton TV. Kegiatan berat pada hari libur sedikit meningkat dibandingkan pada hari sekolah. Pada penelitian Masti (2010) mengemukakan bahwa siswa SD Negeri di Kota Bogor cenderung kurang dalam

(20)

mengikuti kegiatan les atau belajar. Mereka lebih senang bermain-main seperti bermain sepakbola, lari-larian dan main layang-layang.

Tabel 26 Sebaran siswa berdasarkan tingkat aktifitas fisik (PAL) Tingkat Aktifitas Fisik

(PAL)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Sangat Ringan 9 50,0 18 81,8 27 67,5 Ringan 7 38,9 4 18,2 11 27,5 Sedang 2 11,1 0 0,0 2 5,0 Berat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 1,47 ± 0,13 1,36 ± 0,36 1,41 ± 0,13 p 0,004

Pada Tabel 26 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat aktifitas fisik siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan. Rata-rata tingkat aktifitas fisik laki-laki termasuk dalam kategori ringan (1,47 ± 0,13) sedangkan siswa perempuan termasuk dalam kategori sangat ringan (1,36 ± 0,36). Hal ini sesuai dengan hasil uji beda t-test terdapat perbedaan (p=0,004) antara tingkat aktifitas fisik laki-laki dan perempuan. Siswa laki-laki masih melakukan kegiatan ringan hingga sedang seperti bermain petak umpet, berlari, sepak bola dan voli. Namun siswa perempuan sebagian besar kegiatan yang dilakukan seperti menonton TV, bermain boneka, bermain bekel dan jarang berolahraga (bersepeda dan berlari).

Pengeluaran energi siswa berkisar antara 1305 – 3320 Kal/hr (Lampiran 3). Rata-rata pengeluaran energi siswa laki-laki (1997 ± 448,7 Kal/hr) lebih tinggi dibandingkan perempuan (1895 ± 458,7 Kal/hr). Namun berdasarkan hasil uji beda t-test (Lampiran 4) tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,488) antara pengeluaran energi laki-laki dan perempuan. Hal ini sama seperti penelitian yang dilakukan Masti (2009) bahwa Siswa SD Negeri dan Swasta di Kota Bogor pengeluaran energi laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Angka metabolisme basal laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Siswa laki-laki cenderung lebih aktif serta lebih banyak melakukan kegiatan berat daripada perempuan, sehingga pengeluaran energinya lebih besar pada siswa laki-laki daripada perempuan.

Status Gizi dan Kesehatan

Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Status gizi

(21)

mempengaruhi status kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi (Suhardjo 1989).

Status Gizi

Penentuan status gizi siswa didasarkan pada indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada WHO 2007. Klasifikasi pengkategorian status gizi siswa dibagi menjadi empat kelompok yaitu kurus (-3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1 ≤ z ≤ +2) dan obese (z > +2). Penentuan nilai status gizi ditentukan berdasarkan software anthroplus 2007 yang mengacu pada referensi WHO 2007.

Sebagian besar status gizi siswa (laki-laki 72,2% dan perempuan 86,4%) sudah termasuk dalam kategori normal. Namun pada siswa laki-laki terdapat tiga siswa yang gemuk dan satu siswa yang obes. Masih terdapat satu siswa yang berstatus gizi kurus (baik laki-laki maupun perempuan). Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0,659) status gizi siswa laki-laki dan perempuan. Menurut Andarwulan et al (2009) anak yang kurus dapat dikatakan status gizinya kurang, hal tersebut dapat mempengaruhi kegiatan belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang diantaranya asupan makan, pola makan, adanya penyakit infeksi dan lainnya. Sedangkan menurut Khomsan (2004) pada anak yang gemuk dan obesitas dapat dikatakan status gizinya lebih dan akan mempunyai peluang penyakit degeneratif. Sebaran status gizi siswa berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27 Sebaran siswa berdasarkan status gizi

Status Gizi (IMT/U) Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Kurus 1 5,6 1 4,5 2 5,0 Normal 13 72,2 19 86,4 32 80,0 Gemuk 3 16,7 2 9,1 5 12,5 Obes 1 5,6 0 0,0 1 2,5 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 0,4 ± 1,3 -0,3 ± 1,0 -0,4 ± 1,2 p 0,659

Status gizi yang rendah menyebabkan kondisi daya tahan umum tubuh menurun, sehingga berbagai penyakit dapat timbul dengan mudah. Seorang anak sehat tidak akan mudah terserang berbagai jenis penyakit termasuk penyakit infeksi, karena mempunyai daya tahan tubuh yang cukup kuat. Daya tahan tubuh akan meningkat pada keadaan gizi yang baik dan akan menurun bila status gizinya menurun (Sediaoetama 1999).

(22)

Status Kesehatan

Status kesehatan dilihat dari jenis penyakit dan angka kesakitan atau angka morbiditas. Angka morbiditas merupakan indikator kesehatan yang cukup sensitif. Jenis penyakit yang pernah diderita siswa selama satu bulan terakhir disajikan pada Tabel 28.

Tabel 28 Sebaran siswa berdasarkan jenis penyakit yang pernah diderita

Jenis Penyakit n % Batuk Biasa 12 30,0 Pilek/Influenza 11 27,5 Batuk Pilek 9 22,5 Panas 8 20,0 Diare 5 12,5 Asma 1 2,5 Demam Berdarah 1 2,5

Kondisi kesehatan siswa dalam satu bulan terakhir, penyakit yang banyak diderita siswa adalah ISPA (panas, pilek dan batuk). Terdapat 12,5% siswa yang mengalami diare. Ada satu orang siswa selama satu bulan terakhir menderita demam berdarah. Keadaan fisik yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang untuk dapat belajar secara efektif. Seorang siswa yang sering sakit biasanya mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajar, misalnya cepat lelah, tidak dapat berkonsentrasi karena penglihatan dan pendengaran terganggu (Kalpen 1997 diacu dalam Maryam 2001).

Tabel 29 Sebaran siswa berdasarkan tingkat morbiditas

Kategori Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Rendah 3 16,7 3 13,6 6 15 Sedang 14 77,8 19 86,4 33 82,5 Tinggi 1 5,6 0 0,0 1 2,5 Total 18 100 22 100 40 100 Rata-rata ± SB 5,9 ± 2,8 5,3 ± 1,6 5,6 ± 2,2 p 0,376

Tingkat morbiditas atau angka kesakitan merupakan angka yang menunjukan jumlah orang sakit pada suatu saat tertentu untuk setiap 1000 penduduk. Angka morbiditas merupakan angka yang cukup sensitif sebagai indikator kesehatan. Pada Tabel 29 dapat dilihat bahwa lebih dari 80% siswa yang tingkat morbiditasnya termasuk dalam kategori sedang. Terdapat satu siswa yang tingkat morbiditasnya termasuk dalam kategori tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,376) tingkat morbiditas siswa laki-laki dan perempuan. Kusumaningrum (2006) mengemukakan bahwa kondisi kesehatan

(23)

yang baik akan mengurangi waktu-waktu sekolah yang terbuang atau dengan kata lain modal sehat berpengaruh terhadap pemanfaatan waktu.

Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan merupakan alat untuk mengukur kemampuan siswa. Cara yang dapat dilakukan ada bermacam-macam. Pengajar dapat melakukannya dengan cara mengajukan pertanyaan lisan, memberikan pekerjaan rumah atau tugas tertulis, melihat penampilan aktual pada tugas keterampilan dan tertulis. Cara yang digunakan biasanya berkaitan dengan tujuan dan bidang prestasi belajar yang akan dievaluasi. Namun cara yang paling umum digunakan adalah tes tertulis (Maryam 2001).

Tabel 30 Sebaran siswa berdasarkan prestasi belajar Prestasi

Belajar

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Kurang 6 33,3 10 45,5 16 40,0 Cukup 7 38,9 7 31,8 14 35,0 Baik 5 27,8 4 18,2 9 22,5 Sangat Baik 0 0,0 1 4,5 1 2,5 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 60,6 ± 12,8 61,2 ± 10,5 51,2 ± 11,4 p 0,400

Pada Tabel 30 dapat dilihat bahwa rata-rata prestasi belajar siswa laki-laki dan perempuan termasuk kedalam kategori cukup. Namun jika dilihat lebih rinci lagi, pada kategori kurang siswa perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Walaupun demikian masih ada siswa yang prestasi belajarnya termasuk dalam kategori baik dan sangat baik. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0,400) antara prestasi belajar siswa laki-laki dan perempuan. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Tabel 31 Sebaran prestasi belajar berdasarkan waktu belajar siswa

Waktu Belajar

Prestasi Belajar

Kurang Cukup Baik Sangat Baik Total

n % n % n % n % n %

Rendah 4 21,1 10 52,6 5 26,3 0 0,0 19 100

Sedang 8 66,7 3 25,0 1 8,3 0 0,0 12 100

Tinggi 5 55,6 1 11,1 2 22,2 1 11,1 9 100

Total 17 42,5 14 35,0 8 20,0 1 2,5 40 100

Rata-rata prestasi belajar siswa berdasarkan waktu belajar siswa termasuk kategori kurang. Pada waktu belajar yang rendah sebagian besar siswa (52,6%) memiliki prestasi belajar yang cukup. Namun pada waktu belajar yang sedang (66,7%) dan tinggi (55,5%) prestasi belajar tergolong kurang. Waktu

(24)

belajar yang tinggi belum tentu efektif untuk belajar. Namun jika siswa belajar dengan waktu yang rendah jika dilakukan dengan serius dan konsentrasi maka akan lebih optimal daripada waktu yang tinggi tidak disertai dengan keseriusan dan konsentrasi. Terdapat satu siswa yang waktu belajarnya tinggi dan diikuti prestasi belajar yang sangat baik pula. Sebaran prestasi belajar berdasarkan waktu belajar siswa disajikan pada Tabel 31.

Hubungan Antar Variabel Hubungan Karakteristik Siswa dengan Kebiasaan Jajan

Hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan frekuensi jajan di kantin (p=0,800; r=0,041) dan di luar sekolah (p=0,157; r=0,228) serta jumlah jenis jajanan per hari (p=0,955; r=0,009). Namun terdapat hubungan yang positif dan signifikan (p=0,000; r=0,710) antara besar uang saku dengan jumlah jenis makanan jajanan yang dibeli siswa. Hal ini berarti semakin besar uang saku maka jumlah jenis jajanan yang dibeli siswa semakin tinggi. Berdasarkan Napitu (1994), faktor yang paling erat hubungannya dengan perilaku jajan siswa adalah pendapatan keluarga dan besar uang saku. Hasil uji korelasi Pearson dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Hasil uji korelasi Pearson karakteristik siswa dengan kebiasaan jajan

Variabel Umur Uang Saku Jajan di

kantin

Jajan di luar

Jmlh jajanan Umur Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)

Uang Saku Pearson Correlation -.093 1 Sig. (2-tailed) .566 Frekuensi Jajan di kantin Pearson Correlation .041 -.035 1 Sig. (2-tailed) .800 .831 Frekuensi Jajan di luar Pearson Correlation .228 .160 -.108 1 Sig. (2-tailed) .157 .323 .506 Jmlh jajanan Pearson Correlation .009 .710** -.015 .263 1 Sig. (2-tailed) .955 .000 .928 .101

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Kesehatan dengan Status Gizi Siswa

Analisis regresi linear dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling berhubungan dengan status gizi siswa. Variabel yang diduga mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan (tingkat kecukupan energi, protein dan lemak), status kesehatan (morbiditas) dan tingkat aktifitas fisik. Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap status

(25)

gizi adalah status kesehatan (morbiditas). Persamaan yang diperoleh sebagai berikut :

Y = -3,653 + 0,027 X1 + 0,251 X2

Sebesar 50,8% variabel status gizi secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat kecukupan energi dan morbiditas (p<0,05) dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Hasil uji regresi linear berganda dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Hasil uji regresi linear berganda variabel yang paling berpengaruh

terhadap status gizi

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) -3.653 0.640 -5.709 0.000

Tingkat Kecukupan Energi 0.027 0.011 0.343 2.518 0.016

Morbiditas 0.251 0.071 0,480 3.527 0.001

R 0.730

R Square 0.533

Adjusted R Square 0.508

Hubungan Prestasi Belajar dengan Status Gizi dan Kesehatan Siswa

Sebagian besar siswa yang prestasi belajarnya kurang, cukup, baik dan sangat baik memiliki status gizi normal. Bahkan terdapat satu siswa yang berstatus gizi kurang prestasi belajarnya baik. Lebih dari 70,0% siswa yang prestasi belajarnya kurang, cukup, baik dan sangat baik status kesehatannya (morbiditas) sedang. Terdapat dua siswa yang status kesehatannya rendah memiliki prestasi belajar yang kurang. Hal berarti tidak semua siswa yang berstatus gizi normal prestasi belajarnya baik. Demikian pula siswa yang status kesehatannya (morbiditas) rendah akan memiliki prestasi yang baik.

Tabel 34 Sebaran prestasi belajar siswa berdasarkan status gizi dan kesehatan

Variabel

Prestasi Belajar

Kurang Cukup Baik Sangat Baik

n % n % n % n % Status Gizi p=0,879 r=-0,25 Kurus 1 6,3 0 0,0 1 12,5 0 0,0 Normal 12 75,0 14 93,3 5 62,5 1 100,0 Gemuk 2 12,5 1 6,7 2 25,0 0 0,0 Obes 1 6,3 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 16 100,0 15 100,0 8 100,0 1 100,0 Status Kesehatan p=0,532 r=-0,102 Rendah 2 12,5 2 13,3 2 25,0 0 0,0 Sedang 13 81,3 13 86,7 6 75,0 1 100,0 Tinggi 1 6,3 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 16 100,0 15 100,0 8 100,0 1 100,0

(26)

Hasil uji korelasi Pearson menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara prestasi belajar dengan status gizi (p=0,879; r=-0,25) dan kesehatan (p=0,532; r=-0,102) siswa. Sebaran prestasi belajar berdasarkan status gizi dan kesehatan siswa dapat dilihat pada Tabel 34.

Banyak faktor yang mempengaruh prestasi belajar siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup aspek fisiologis dan psikologis. Aspek fisiologis berhubungan dengan keadaan jasmani dan fungsi fisiologis tertentu (penglihatan, pendengaran dan penyakit). Aspek psikologis terdiri atas sikap, kebiasaan, bakat, minat, kebutuhan, motivasi dan emosi. Disamping itu cara belajar juga menentukan keberhasilan anak dalam mencapai prestasi (Hawadi 2001 dalam Maryam 2005).

Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan sosial dan non sosial. Faktor sosial terdiri atas lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor non sosial meliputi faktor budaya, lingkungan fisik (sarana dan prasarana) serta faktor lingkungan spiritual (Hawadi 2001 dalam Maryam 2001). Menurut Thantowi (1993) prestasi dipengaruhi oleh kecerdasan (IQ), keturunan, faktor keluarga dan gizi. Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh dalam usaha peningkatan prestasi belajar anak. Orangtua yang berpendidikan akan memperhatikan serta mendorong semangat belajar anak (Nasution 1986 diacu dalam Kusumaningrum 2006).

Gambar

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan uang saku
Tabel 8 Jenis makanan utama/sepinggan yang biasa dibeli siswa
Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan jumlah jenis jajanan   Jumlah jenis jajanan
Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi jajan
+7

Referensi

Dokumen terkait

mengenai pengaruh daya hambat ekstrak daun serai pada berbagai konsentrasi terhadap. viabilitas (kemungkinan untuk dapat hidup dari suatu individu) Streptococcus

Salah satu manfaat penggunaan biblioterapi yaitu dapat membangun konsep diri siswa karena dengan bahan bacaan yang digunakan pada biblioterapi dapat memberikan informasi,

Berdasarkan pengertian media dan juga pembelajaran seperti telah diuraikan di atas, dapat disintesiskan bahwa media pembelajaran adalah media yang digunakan

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih jauh tentang Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Garut terutama mengenai kontribusinya

Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel Non Performing Loan, Capital Adequacy Ratio dan Loan to Deposit Ratio secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan terhadap

Laporan kasus ini mendapatkan hasil yang baik pada 1 kasus neurektomi nasalis posterior disertai septoplasti dengan follow up 1 tahun, dengan perbaikan skor VAS pada gejala

Ketidakuntungan dari piranti yang dihasilkan adalah pengendalian waktu tetap sehingga perlu dimodifikasi dengan mengganti komponen pasif tahanan dan kapasitor nya sehingga dapat

5) melaporkan hasil pelaksanaan wasrik yang menjadi tugas dan kewajibannya kepada Irjen TNI; dan.. 6) Irops dibantu oleh empat orang Inspektur Utama yang