• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

3.2 Faktor Konflik HKBP 1988-1998

3.2.3 Intervensi Pemerintah

Pada masa konflik adanya alat media yang mendukung kedua kubu tersebut, alat media tersebut adalah Koran SIB (Sinar Indonesia Baru) yang membela Ephorus Pdt, Dr, PWT Simanjutak (SAI TIARA), dan Koran Sentana menyuarakan Pdt, Dr, SAE Nababan (SSA/Aturan dan peraturan). Berdasarkan hal ini kedua Koran tersebut memberikan berita kepada masyarakat umum tidak secara objektif.

Konflik HKBP semakin menuncak karena masuknya pemerintah sebagai

46

pelindung masyarakat yang tertuang dalam UUD, akan tetapi masuknya pemerintah menyebabkan konflik semakin melebar karena pemerintah terlalu jauh dalam mencapuri urusan gereja HKBP. Negara Indonesia adalah bukan negara agama dan bukan negara sekuler oleh sebab itu negara tidak bisa mengurusi segala yang berbau dengan organisasi yang berbadan hukum.

Campur tangan pemerintah di bidang agama, sangat dibutuhkan masyarakat dan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya dan agama. Akan tetapi campur tangan pemerintah dalam konflik HKBP tidak dapat meredakan perselisihan para pengurus sehingga konflik dalam HBKP semakin meluas sampai ke jemaat.

Persoalan dalam tubuh HKBP semakin memuncak karena adanya campur tangan dari luar yaitu Jenderal (Purnawirawan) Maraden Panggabaean serta ikut juga A.E. Manihuruk, bekas kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Gerakan ini muncul sebagai bentuk Tim Pendamai atas permintaan Menteri Agama RI, nomor MA/132/1990 tertanggal 6 September 1990 bersama tujuh jenderal dan pengusaha

lainnya.47 Permintaan merupakan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di

Universitas HKBP Nommensen yaitu di pecatnya Rektor Universitas HKBP Nommensen yaitu Prof. Dr. Amudi Pasaribu dan sejumlah pengurus yayasan yang dianggap pro dengan Ds. PM Sihombing. Akibatnya mahasiswa bergerak dan berdemontrasi untuk menuntut Pdt. Dr. SAE Nababan mundur dari jabatannya.48

Tim Pendamai tidak semuanya warga HKBP yang dianggap tokoh masyarakat

47

Ibid., hlm. 397

48

Batak Toba. Mereka dengan cara sendiri bermaksud menyelesaikan konflik HKBP. Masuknya Tim Pedamai ini untuk mengkonsolidasi perlawanan terhadap pimpinan

HKBP, tanpa memperdulikan kaidah-kaidah etis dan konstitusi HKBP.49

Kedatangan Tim Pendamai ini tidak semua pihak menyambut adanya Tim ini dengan lapang dada. Sekitar 30 pendeta di Medan menentang panggabean. Bahkan Ephorus Pdt. SAE. Nababan pada waktu itu berada di Swiss, menilai kehadiran Tim Pendamai itu sebagai campur tangan pihak luar dan badan ini tidak dikenal dalam HKBP.

Tim Pendamai melakukan safari injil ke jemaat-jemaat HKBP, Aparat Pemda, Kepolisian dan Kodim, ke Tapanuli Utara, Sibolga, Pematang Siantar, dan Medan untuk mengarahkan pendeta, penatua dan warga HKBP untuk menghadiri acara safari tersebut. Isi ceramah Ketua Tim Pendamai menyinggung masalah HKBP, dan menjelek-jelekan dari kepemimpinan Ephorus HKBP, pembelaan diri terhadap Sinode Agung ke-50, dan pelecehan terhadap salah satu radio Belanda, Hilversum. Dalam ceramah tersebut adanya pernyataan dari Tim, Jenderal (Purn) Maraden Panggabean di Sibolga yang dikatakan Nasida Do Sisaehonon (dialah yang harus diselesaikan). Pernyataan ini awal dari upaya untuk menggusur Ephorus HKBP dari kepemimpinannya.

50

49

Krisis HKBP Ujian Bagi Iman dan Pengalaman Pancasila. Op.cit., hlm. 69

50

Tempo No 48, Op.cit., hlm. 28

Akan tetapi usaha Tim Pendamai ini tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan pemerintah melalui Menteri Agama H. Munawir Sjadzali. Hal ini bahkan menimbulkan pertentangan dikalangan pendeta, majelis gereja, dan warga HKBP

yang pro dan kontra terhadap keberadaan Tim Damai tersebut.51

Akan tetapi pelantikan ini, dianggap tak sah karena tidak sakral dan tak bernapaskan tradisi gereja HKBP oleh penantangnya. Protes kelompok penentang itu terus berjalan sejak turun surat keputusan Ketua Bakorstnasda Sumatera bagian utara 23 Desember Keterlibatan pemerintah dalam konflik HKBP pada 31 Desember 1992 pelantikan Pendeta Dr. S.M. Siahaan sebagai pejabat ephorus, pucuk pimpinan HKBP. Pelantikan itu mereka tentang karena yang mengangkatnya adalah Ketua Bakorstanasda Sumatera bagian utara, Mayjen. H.R. Pramono. Dengan penunjukan itu, berarti berakhirlah jabatan Ephorus HKBP, S.A.E. Nababan, yang mereka dukung. Penunjukan pejabat ephorus baru ini tampaknya masih dalam rangkaian penyelesaian konflik berkepanjangan antara kelompok ephorus Nababan dan Sekjennya O.P.T. Simorangkir. Sinode godang November 1992 bahkan gagal menyusun kepengurusan HKBP 1992- 1998. Kerasnya perlawanan atas penunjukan Siahaan membuat aparat keamanan mendadak memindahkan tempat upacara pelantikan, ke Seminari Sipoholon, sekitar 11 kilometer dari Tarutung. ''Keputusan perubahan tempat itu diambil Kamis dini hari,. Di tempat pelantikan pun aparat keamanan berjaga ekstraketat. Hanya yang menunjukkan undangan berwarna kuning yang boleh masuk. Acara pelantikan dihadiri sekitar 300 orang, termasuk 30 pendeta yang mengenakan toga hitam. Pangdam Bukit Barisan Mayjen. Pramono, Kapolda Brigjen. Momo Kelana, dan sejumlah pejabat menghadiri acara pelantikan itu. Pelantikan dilakukan oleh Pendeta Osman Simangunsong, praeses distrik IX Sibolga, pendeta tertua HKBP.

51

1992, yang menunjuk Siahaan sebagai pejabat ephorus HKBP. Ia diberi tugas mempersiapkan sinode godang istimewa selambatnya Februari 1993 untuk menyusun pengurus HKBP 1992- 1998. SAE Nababan yang merasa dirinya tetap sah sebagai ephorus pilihan sinode godang, menunjuk pengacara Luhut Pangaribuan untuk

menggungat Ketua Bakorstanasda ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Sumut.52

Mayjen Pramono dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa Bakorstanasda menilai kemelut yang terjadi di HKBP berdampak negatif terhadap stabilitas. Penunjukan pejabat ephorus itu didasarkan pelimpahan dari Menteri Agama Munawir Sadzali kepada Bakorstanasda Sumatera bagian utara. Majelis Pusat HKBP mengusulkan tiga pendeta masing-masing A.A. Sitompul, W. Sihite, dan S.M. Siahaan untuk menyelenggarakan sinode godang istimewa. Masa kerja kepengurusan Nababan meminta agar hakim membatalkan surat keputusan Ketua Bakorstanasda, dan melarang pelantikan Siahaan. Sehari sebelum gugatan itu dilayangkan, sekitar 5.000 massa dan puluhan pendeta berpakaian lengkap toga hitam, melakukan unjuk rasa ke gedung DPRD Sumut, kantor gubernur, dan kemudian bergerak menemui Kasdam Bukit Barisan Brigadir Jenderal Karyono. Mereka menuntut agar surat keputusan Ketua Bakorstanasda itu dicabut. Bahkan pada Hari Natal, sekitar 60 pendeta melayangkan tuntutan serupa ke Presiden, Ketua DPR/MPR, Panglima ABRI yaitu Jenderal Try Sutrisno, dan Menteri Agama Munawir Sjadzali. Penunjukan pejabat ephorus tertanggal 23 Desember itu dimaksudkan untuk menyelesaikan konflik intern yang terjadi di tubuh organisasi HKBP yang sudah berdiri sejak tahun 1861.

52

HKBP 1986-1992 pun telah berakhir November 1992, setelah sinode gagal membentuk pengurus baru. Konflik antar kelompok dalam HKBP pun dinilai telah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Atas dasar itu, Mayjen. Pramono menunjuk Pdt Dr SM Siahaan menjadi pejabat ephorus, menggantikan Nababan bedasarkan surat keputusan No, Skep/3/Stada/XII/1992 tanggal 23 Desember 1992.53

3.3. Adanya Pandangan Bahwa Konflik Dalam Tubuh HKBP Karena Faktor

Dokumen terkait