• Tidak ada hasil yang ditemukan

"#$% &' ("("%

Virus hepatitis C adalah virus RNA yang berutas nonsitopatik positif menyebabkan hepatitis akut dan kronis serta karsinoma hepatoseluler (Zhong et al. 2005). Virus Hepatitis C termasuk anggota dalam genus hepacivirus dan famili flaviviridae yang merupakan penyebab penyakit hepatitis pada manusia di seluruh dunia (Baginski et al.

2000). Virus hepatitis C ini memiliki ukuran kecil yaitu 50 nm dan beramplop. Partikel virus hepatitis C terdiri atas inti berupa RNA yang merupakan material genetik, kulit yang mengelilingi material genetik yang terbentuk dari protein berbentuk ikosahedral, dan terbungkus dalam amplop asam lemak (Gambar 1). Dua glikoprotein amplop virus, E1 dan E2 tertanam di dalam amplop lipid (Op de Beeck & Dubuisson 2003). Target alami dari virus hepatitis C adalah hepatosit dan limfosit B (Lauer & Walker 2001). Virus hepatitis C memiliki 3 reseptor yang telah diidentifikasi yaitu CD81 (Cormier et al.

2004), human scavenger class B1 (SR:BI) (Mailard et al. 2006), dan claudin:1 (Evans et al. 2001).

Replikasi virus bersifat kuat dan dapat diperkirakan lebih dari sepuluh milyar partikel virion diproduksi perhari bahkan pada fase kronis dari infeksi. Virus hepatitis C mengkode poliprotein tunggal yang terdiri atas 3011 asam amino dan memproses menjadi 10 protein struktural dan regulator. Komponen struktural terdiri atas inti dan dua protein amplop. Selain inti dari virus terdapat juga dua daerah dari protein amplop E2 didesain sebagai dareah hipervariabel 1 dan 2 yang memiliki laju yang tinggi terhadap mutasi dan dipercaya sebagai hasil dari tekanan selektif oleh antibodi spesifik terhadap virus (Lauer & Walker 2001).

Virus hepatitis C juga mengkode gen helikase spesifik virus, protease, dan polimerase. Protein:protein ini memiliki fungsi penting dalam siklus hidup virus. Protein:protein ini dijadikan target yang menarik untuk terapi antivirus. Daerah yang tidak ditranslasikan pada kedua ujung RNA

virus memiliki potensi juga terhadap target terapetik.

Gambar 1 Virus hepatitis C (Moradpour et al.

2007).

& ") %&

Enzim helikase adalah enzim yang terlibat dalam hampir semua aspek metabolisme DNA dan RNA. meskipun terdapat kemajuan terhadap pengetahuan mekanisme aksi dari enzim:enzim ini, resolusi yang terbatas menyebabkan mekanisme rinci seperti penataan ulang struktur asam nukleat hingga pengikatan dan hidrolisis ATP yang dilakukan pasangan enzim helikase ini tidak dapat diketahui (Dumont et al. 2006). Fungsi dasar enzim helikase untuk membuka utas ganda DNA atau RNA melalui coupling hidrolisis NTP dengan translokasi sepanjang satu utas DNA atau RNA (Fan et al. 2008).

Helikase mengandung tiga domain yang ukurannya sama dan dipisahkan oleh celah yang agak dalam serta dihubungkan oleh asam amino fleksibel yang meregang disebut hinge

region (Borowsksi 2008). Domain 1 dan

domain 2 helikase virus hepatitis C memiliki topologi yang serupa. Domain 1 dari helikase virus hepatitis C mengandung untai β yang membentuk antiparalel seluruhnya. Domain 3 memiliki struktur α helik yang lebih dominan dan berasosiasi dengan domain 2 melalui untai β (Kim et al. 1998).

Seluruh helikase virus memiliki aktivitas NTP/ATPase. Aktivitas ini tergantung pada adanya NTP dan kation divalen berupa Mg2+. Produk dari hidrolisis NTP pada setiap pengkajian helikase adalah NDP/ADP dan Pi. Aktivitas NTP/ATP dari helikase secara umum distimulasikan oleh keberadaan asam nukleat untai tunggal. Hal ini memungkinkan enzim berikatan dengan untai RNA dengan energi yang didapat dari hidrolisis ATP untuk

Inti

Viral

RNA

Pelindung

virus

Pelindung glikoprotein

± 60 nm

memisahkan ikatan hidrogen pasangan basa dari struktur dupleks (Kim et al. 1998).

Ikatan asam nukleat dapat menginduksi konformasi protein yang terkarakterisasi dengan pengembangan situs aktif dari domain NTP/ATPase. Aktivitas NTP/ATPase tidak dapat distimulasi pada kadar garam tinggi. Hal ini disebabkan kondisi kekuatan ionik kuat asam nukleat tidak dapat terikat dengan enzim dan enzim membentuk konformasi yang tidak cocok untuk pelepasan untaian (Kim et al.

1998).

Helikase adalah enzim yang mengikat dan menggunakan NTP/ATP. Interaksi antara nukleotida dimediasikan oleh pengikatan yang terkarakterisasi dan terdeteksi dengan keberadaaan motif A dan motif B Walker yang terkonservasi tinggi. Kedua motif tersebut adalah sekuen asam amino yang berpartisipasi dalam pengikatan dan hidrolisis grup fosfat β dan γ dari NTP (Borowsksi 2008).

Beberapa penelitian tentang mutasi dan penghambatan terhadap NS3 diperlukan untuk propagasi virus sehingga pengembangan inhibitor efektif dari enzim helikase virus hepatitis C adalah bagian penting dalam strategi antiviral.

)(&#" % )( (

Bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, memiliki bentuk kokus atau batang dengan komposisi DNA kurang dari 56% G+C. Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat. Pada umunya mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6:8 (Buckle et al. 1987).

Bakteri asam laktat merupakan organisme yang tumbuh secara anaerob tetapi tidak seperti organisme anaerob lainnya. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan keberadaan oksigen atau disebut juga dengan organisme aerotoleran anaerob (Widodo 2003). Bakteri asam laktat terbagi atas beberapa genus yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, Lactococcus, Streptococcus, Enterococcus, Oenococcus,

Tetragenococcus, Vagococcus,

Carnobacterium, dan Weisella.

Jalur metabolisme bakteri asam laktat terbagi menjadi dua macam yaitu pengubahan

satu molekul glukosa menjadi dua molekul asam laktat untuk bakteri asam laktat homofermentatif dan pengubahan glukosa menjadi asam laktat, etanol, dan karbon dioksida (Caplice & Fitzgerald 1999, Jay 2000, Kuipers et al. 2000).

Gambar 2 Bakteri asam laktat (Claesson et al.

2006)

)(&#"*%"

Bakteriosin merupakan polipeptida yang termodifikasi atau tidak termodifikasi sintetik oleh ribosom. Bakteriosin memiliki kemampuan untuk menghambat spektrum antimikrobial yang sempit. Bakteriosin diproduksi untuk melawan bakteri Gram positif yang memiliki kekerabatan terhadap bakteri asam laktat yang merupakan penghasil bakteriosin. Selain memiliki kemampuan dalam menghambat bakteri, bakteriosin juga telah terbukti memiliki kemampuan dalam menghambat virus (Serkedjieva et al. 2000, Wachsman et al. 2003, Todorov et al. 2005).

Bakteriosin diklasifikasikan menjadi tiga grup yaitu bakteriosin kelas 1, bakteriosin kelas 2, serta bakteriosin kelas 3. Masing: masing kelas memiliki ciri:ciri yang berbeda. Bakteriosin kelas satu merupakan bakteriosin yang terdiri atas satu atau dua peptida kecil dan merupakan peptida yang termodifikasi pada post:translasi. Ukuran peptida ini sekitar 3 kDa. Bakteriosin ini juga disebut lantibiotik karena memiliki modifikasi struktur yang mengandung lanthionin, β:metillanthionin, dan asam amino terdehidrasi. Lantibiotik juga terbagi menjadi 2 subkelas yaitu tipe A dan tipe B. Lantibiotik tipe A yang telah banyak adalah nisin. Lantibiotik tipe A merupakan molekul yang fleksibel terelongasi dengan muatan postif serta memiliki aktivitas depolarisasi membran. Lantibiotik tipe B yang banyak dikenal adalah mersacidin. Merscasidin memiliki bentuk globular dan mengganggu sintesis dinding sel (Yoneyama

Bakteriosin kelas 2 memiliki ukuran yang kecil yaitu kurang dari 5 kDa dan terbagi menjadi 2 subkelas yaitu kelas IIa dan kelas IIb. Bakteriosin kelas IIa merupakan bakteriosin yang banyak ditemukan pada bermacam:macam bakteri asam laktat (Lactobacillus, Enterococcus, Pediococcus,

Carnobacterium, dan Leuconostoc).

Bakteriosin tersebut memiliki kesamaan 40%: 60% sekuen asam amino dengan karakteristik sekuen terkonservasi, serta residu sistein membentuk ikatan disulfida pada daerah N: terminal. Bakteriosin tipe ini dikenal sebagai pengawet makanan karena dapat menghambat aktivitas bakteri patogen yang menular lewat makanan. Bakteriosin kelas IIb mengandung 2 peptida yang terpisah. Bakteriosin kelas I dan II memiliki target membran sitoplasma bakteri Gram positif. Bakteriosin kelas I dan II bersifat stabil terhadap suhu panas (Yoneyama et al. 2004).

Bakteriosin tipe III yang telah dikenal adalah helveticin J. Bakteriosin ini merupakan bakteriosin yang terakhir dikarakterisasi. Bakteriosin tipe III bersifat tidak stabil terhadap suhu panas. Bakteriosin ini juga memiliki ukuran yang lebih besar dari 30 kDa (Yoneyama et al. 2004).

#* (*+# ," & " (# %"

Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik pemisahan protein berdasarkan pada ukuran molekul. Matrik filtrasi gel merupakan gel yang berpori yang dikemas dalam kolom. Pori:pori matrik dapat menampung molekul yang berukuran kecil dan memisahkannya dari molekul yang mempunyai berat molekul tinggi, sehingga teknik ini dapat pula digunakan untuk estimasi berat molekul (Scopes 1987).

Keuntungan dari metode ini adalah dapat memisahkan dengan baik molekul besar dari molekul kecil serta dapat menggunakan berbagai pelarut tanpa harus mengganggu proses pemisahan. Penggunaan kromatografi gel filtrasi ini akan didapatkan pemisahan yang baik, sensitifitas yang baik, dan waktu yang diperlukan untuk pemisahan cepat. Selain itu tidak ada sampel yang tertinggal karena pelarut tidak berinteraksi dengan fase diam (Skoog 2006). Kehilangan molekul protein dapat terjadi selama proses pemurnian dengan menggunakan teknik kromatografi gel filtrasi karena autolisis (Scopes 1987).

Prinsip dasar kromatografi gel filtrasi adalah partikel dengan ukuran yang berbeda akan dielusi melalui fase stasioner pada

tingkat yang berbeda. Hal ini menyebabkan pemisahan partikel berdasarkan ukuran. Setiap kolom eksklusi ukuran memiliki jangkauan berat molekul yang dapat dipisahkan. Batas pengecualian digunakan untuk menentukan molekul berbobot besar yang dapat terjebak dalam fase diam. Jika bobot molekul melewati batas ini maka molekul akan terjebak dalam fase diam. Batas permeasi digunakan untuk menentukan molekul berbobot kecil yang dapat menembus pori:pori dalam fase diam (Skoog 2006).

Gambar 3 Kromatografi gel filtrasi &)(#*,*#&%"% & * " )#" "-Elektroforesis gel SDS poliakrilamid adalah suatu teknik yang banyak digunakan dalam biokimia, forensik, genetika dan biologi molekuler untuk memisahkan protein sesuai dengan mobilitas elektroforesis mereka (fungsi dari panjang rantai polipeptida atau bobot molekul). Sampel elektroforesis gel SDS memiliki muatan identik per satuan massa akibat pengikatan sampel dengan SDS dan difraksinasi berdasarkan ukuran (Deyl 1983).

Prinsip elektroforesis gel SDS poliakrilamid adalah protein yang akan dianalisis dicampur dengan SDS yang merupakan sebuah deterjen anionik. Sodium dodesil sulfat mendenaturasi struktur tersier, sekunder dan ikatan non:disulfida. Elektroforesis gel SDS poliakrilamid menerapkan muatan negatif untuk setiap protein dalam proporsi dengan massanya. Pemanasan sampel pada suhu kurang lebih 60 ºC mengguncang molekul dan membantu SDS untuk mengikat sampel. Penanda berupa pewarna dapat ditambahkan ke dalam larutan protein untuk memungkinkan eksperimen

dapat melacak migrasi protein melalui gel selama elektroforesis dijalankan. Pewarna berukuran lebih kecil dibandingkan ukuran protein (Laemmli 1970).

Medan listrik diterapkan di seluruh gel, menyebabkan protein bermuatan negatif bermigrasi di gel menuju anoda. Setiap protein akan bergerak berbeda melalui matriks gel. Protein pendek akan lebih mudah sesuai melalui pori:pori pada gel, sedangkan yang lebih besar akan memiliki lebih banyak kesulitan. Setelah waktu yang telah ditentukan protein akan bermigrasi berdasarkan ukuran; protein yang lebih kecil akan bermigrasi jauh di bawah gel, sedangkan yang lebih besar akan tetap lebih dekat ke titik asal. Oleh karena itu, protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran atau bobot molekul. glikoprotein tertentu berperilaku sebaliknya pada gel SDS.

Pewarna yang digunakan dalam teknik ini terdiri atas dua macam yaitu Coomassie Brilliant Blue atau pewarna perak. Pewarna

Coomassie Brilliant Blue biasanya dapat

mendeteksi pita protein dengan konsentrasi 50 ng protein, Pewarnaan perak meningkatkan sensitivitas pewarnaan biasanya 50 kali. Banyak variabel yang dapat mempengaruhi intensitas warna. Setiap protein memiliki karakteristik pewarnaan sendiri (Hempelmann 1984).

Polymerase chain reaction (PCR)

merupakan teknik yang sering digunakan dalam biologi molekular. Prinsip kerja teknik ini adalah amplifikasi beberapa cetakan DNA menjadi jutaan cetakan DNA. teknik ini menggunakan siklus termal yang terdiri atas beberapa tahapan siklus yaitu tahap denaturasi, tahapan annealing, dan tahapan elongasi (Sambrook dan Russel 2001).

Tahapan denaturasi merupakan tahapan awal dari teknik PCR. Tahapan ini membutuhkan suhu yang tinggi untuk melepaskan ikatan untaian ganda DNA. Tahapan annealing merupakan tahapan yang penting dalam PCR. Primer yang digunakan akan mengenali cetakan DNA dan menempel pada cetakan DNA secara spesifik. Penggunaan suhu yang tidak tepat pada tahapan ini akan menyebabkan penempelan primer yang tidak spesifik dengan cetakan DNA. Tahapan ketiga merupakan tahapan pemanjangan rantai. Tahapan ini dibantu dengan enzim polimerase dari Taq aquaticus

yang berperan sebagai katalis dalam tahapan

ini. Tahapan pemanjangan terbagi atas dua bagian, yaitu pemanjangan primer dan pemanjangan rantai DNA (Sambrook dan Russel 2001).

Komponen:komponen penting yang dibutuhkan dalam teknik PCR adalah dNTP (deoksiribonukleosida trifosfat) yang digunakan sebagai sumber basa nukleotida yang diperlukan untuk sintesis DNA, primer berupa oligonukleotida yang umumnya berukuran 18:30 basa yang berfungsi mengawali proses pembentukan utas DNA, DNA polimerase yang berfungsi mensintesis DNA baru melalui pemanjangan primer yang menempel pada cetakan DNA, kation divalen sebagai kofaktor enzim polimerase, buffer untuk menjaga pH saat terjadi amplifikasi, dan cetakan DNA sebagai sekuen target yang akan diamplifikasi (Sambrook dan Russel 2001).

. - (

Bahan:bahan yang digunakan adalah isolat bakteri asam laktat S34 yang diisolasi dari bekasam daging sapi, media MRS (de Man, Rogosa, Sharpe) (15 g pepton, 5 g ekstrak yeast, 10 g dekstrosa, 5 g jus tomat, 2 g monopotasium fosfat, dan 1 g polisorbat 80 per 1 liter larutan), media Luria Bertani (10 g tripton, 5 g ekstrak ragi, dan 10 g NaCl per 1 liter larutan), akuades steril, natrium azidaHCl 6 N, ampicilin, amonium sulfat, Tris:HCl 50 mM pH 7.4, NaCl 1 M, Tris:HCl 100 mM pH 8.5, buffer TE (10 mM Tris–HCl, 1 Mm EDTA, pH 7.6), gliserol, Sephadex G:50, metanol 100%, akuades dingin, MOPS (asam 4:morfolinopropanafosfat sulfonat), isopropanol, etanol 70%, MgCl2, ATP,

malachite green, polyvinil alkohol, amonium molibdat, natrium sitrat, aquabidest, metanol, sukrosa, TEMED, akrilamid, amonium

persulfat, isopropyl+β+D+

thiogalactopyranoside (IPTG), buffer B,

buffer elusi, buffer dialisis, loading dye, lisozim (60 mg/mL), SDS 10%, NaCl 5M, CTAB 10%, kloroform, isopropanol, RNAse, buffer PCR, dNTP, primer forward

(AGAGTTTGATCCTGGCTNNN), primer

reverse (AAGGAGGTGATCCANNN), dan Taq, bromophenol blue, coomassie brilliant

blue, bovine serum albumin (BSA),

bisichoninic acid (BCA) kit, marker (penanda) protein 250 kDa untuk analisis bobot molekul RNA helikase, kit pewarnaan perak, dan marker protein 1700 : 42000 Da untuk analisis bobot molekul bakteriosin.

Alat:alat yang digunakan adalah tabung reaksi, labu Erlenmeyer, hot plate stirrer,

sentrifus high speed, sonikator, rotator, penangas air, kromatografi afinitas TALON resin, mikropipet, mikrosentrifus, oven, kolom kromatografi, microplate reader,

microtiter plate, inkubator, pH meter, oven, PCR kit, elektroforesis kit, dan peralatan laboratorium lainnya.

&(*-& & & "("

Metode penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan awal dari penelitian ini adalah ekspresi dan pemurnian enzim helikase virus hepatitis C. Tahapan berikutnya adalah identifikasi bakteri asam laktat dengan identifikasi 16S rRNA menggunakan PCR, optimasi pertumbuhan bakteri asam laktat isolat S34, kultivasi bakteri asam laktat S34 dengan menggunakan media MRS broth dengan pH 6.5 dan suhu 37 ºC. Tahapan ketiga adalah isolasi dan purifikasi bakteriosin bakteri asam laktat S34 dengan menggunakan metode Serkedjieva et al. (2000) termodifikasi yang terdiri atas beberapa tahapan yaitu pengendapan protein dengan menggunakan amonium sulfat, purifikasi protein bakteri asam laktat S34 dengan menggunakan kromatografi gel filtrasi, dan uji aktivitas RNA helikase virus hepatitis C. Tahapan terakhir dari penelitian ini adalah karakterisasi bakteriosin bakteri asam laktat S34 sebagai inhibitor virus hepatitis C yang terdiri atas beberapa bagian yaitu analisis protein inhibitor dengan elektroforesis gel SDS poliakrilamid dan pengukuran kadar protein (Lampiran 1).

)%'#&%" - $#",") %" .& ") %& "#$% &' ("("% / ( 0

Sebanyak 10 mL prekultur enzim ditumbuhkan ke dalam 400 mL media LB. Sebanyak 400 PL ampicilin dengan konsentrasi 100 mg/mL ditambahkan ke dalam campuran prekultur dan media. Campuran tersebut dikocok dengan kecepatan 200 rpm, suhu 37°C selama 30 menit hingga 1 jam serta OD 600 mencapai ± 0.3 . Kemudian campuran tersebut ditambahkan 0.3 mM IPTG dan dikocok dengan kecepatan 20 g, suhu 37°C serta selama 3 jam hingga OD 600 mencapai ±1.

Kultur enzim yang telah didapatkan dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. Kultur tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 7000 g pada suhu 4 ºC selama 10 menit. Pelet yang

didapatkan dicuci dengan media LB (Luria Bertani). Kemudian campuran pelet dan media tersebut disentrifugasi pada kecepatan 9000 g, suhu 4 ºC selama 10 menit. Pelet yang dihasilkan dari proses sentrifugasi disimpan pada suhu :20ºC.

Pelet yang dihasilkan pada proses koleksi pelet dikeringbekukan (freeze dry) selama 30 menit. Hasil proses pengeringbekuan tersebut diresuspensi menggunakan buffer B (10 mM Tris:HCl buffer (pH 8.5), 100 mM NaCl, 0.25% Tween 20). Kemudian campuran tersebut dipecah menggunakan proses sonikasi selama 15 detik dengan tiga kali ulangan dan interval 1 menit dalam es. Kemudian hasil sonikasi tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu purifikasi menggunakan kromatografi afinitas resin TALON metal affinity (Novagen).

Resin didapatkan melalui proses ekuilibrasi yang dilakukan sebanyak 3 kali. Proses tersebut diawali dengan pencampuran 150 RL resin BD:Talon dengan 1 mL buffer B dalam tabung Eppendorf. Kemudian campuran tersebut disentrifugasi menggunakan mikrosentrifugasi. Larutan jenih berupa buffer B dari campuran tersebut dibuang. Resin yang telah mengalami ekuilibrasi dicampurkan dengan sampel menggunakan rotator dalam lemari pendingin (4 ºC) selama 3 jam.

Campuran yang telah dihomogenisasi disentrifugasi dengan kecepatan 5000 g selama 7 menit. Supernatan yang dihasilkan disimpan pada suhu 4 ºC untuk dianalisis dengan menggunakan elektroforesis gel SDS: poliakrilamid (SDS PAGE). Pelet yang didapat (Resin binding) diresuspensi dengan 15 mL larutan buffer B dan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 g pada suhu 4 ºC. supernatan kemudian dikoleksi sebanyak 100 RL untuk dianalisis SDS PAGE. Kemudian sisa supernatan yang lain disentrifugasi dengan kecepatan 5000 g pada suhu 4ºC selama 5 menit. Tahapan ini dilakukan dua kali sehingga didapatkan 2 larutan supernatan (pencucian 1 dan pencucian 2). Keduanya disimpan dalam suhu 4 ºC dan digunakan untuk analisis SDS PAGE.

Resin yang merupakan hasil pencucian kedua dielusi dengan menambahkan buffer elusi (400 mM imidazola dalam buffer B) dan diinkubasi dengan rotator di lemari pendingin selama 1 malam. Sampel kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5000 g selama 1 menit pada suhu 4 ºC. Supernatan

yang dihasilkan mengandung enzim dan dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf yang baru dan steril dan disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 4 ºC (Lampiran 2).

-& (",") %" )(&#" % )( (

Bakteri asam laktat S34 diinokulasikan ke dalam media MRS sebanyak 3 mL. Bakteri tersebut ditumbuhkan dalam media pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Sebanyak 1 mL bakteri asam laktat S34 yang telah tumbuh diambil ddan dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf. Bakteri tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 23000 g dengan menggunakan mikrosentrifus selama 5 menit. Pelet yang diperoleh diresuspensi dengan 500 RL buffer TE (10 mM Tris–HCl, 1 Mm EDTA, pH 7.6). Sebanyak 40 Pl lisozim (60 mg/mL) ditambahkan ke dalam pelet. Campuran tersebut diikubasi dengan suhu 37°C selama 1 jam. Selanjutnya campuran tersebut ditambahkan 200 Pl SDS 10%, 100 Pl NaCl 5 M dan 80 Pl CTAB 10%. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 68 ºC selama 30 menit. Setiap 10 menit campuran tersebut dikocok perlahan. Kemudian campuran tersebut ditambahkan kloroform (1 kali volume).

Campuran tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 23000 g selama 10 menit. Supernatan yang didapat dipindahkan ke tabung Eppendorf yang baru. Supernatan tersebut ditambahkan isopropanol sebanyak 0.6x dari volume supernatan. Campuran tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 23000 g selama 5 menit. Kemudian campuran tersebut dicuci dengan 100 RL etanol 70%. Selanjutnya hasil pencucian tersebut dikeringkan dan dilarutkan dengan 30 Pl ddH2O yang mengandung 0.1 mg/mL RNase. Selanjutnya campuran tersebut diidentifikasi lebih lanjut dengan metode PCR (polymerase chain reaction).

DNA yang telah diisolasi kemudian dijadikan sebagai cetakan DNA pada teknik PCR untuk mengidentifikasi bakteri asam laktat. Pembuatan PCR mix terdiri atas 3 Pl cetakan DNA, 5 Pl buffer 10x, 4 Pl 2.5 mM dNTP, 0.5 Pl primer forward, 0.5 Pl primer

reverse, 36.5 Pl ddH2O, 0.5 Pl Taq. Pre: denaturasi cetakan DNA berlangsung pada suhu 96 ºC selama 5 menit. Denaturasi cetakan DNA berlangsung pada suhu yang sama selama 1 menit. Proses penempelan primer berlangsung pada suhu 55 ºC selama 1 menit. Proses pemanjangan primer berlangsung pada suhu 72 ºC selama 3 menit.

Proses pemanjangan rantai DNA berlangsung pada suhu 72 ºC selama 7 menit. Siklus amplifikasi yang dibutuhkan sebanyak 35 siklus. Hasil amplifikasi PCR kemudian dianalisis bobot molekulnya dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa serta disekuening dengan ABI PRISM Sequencer.

'(" %" &#($ 1$. )(&#" % )( (

Bakteri asam laktat S34 ditumbuhkan dalam media MRS broth sebanyak 200 mL. Bakteri tersebut ditumbuhkan dengan suhu 37 ºC selama 24 jam. Sebanyak 1 mL bakteri yang telah dikulturkan dipindahkan ke tabung Eppendorf baru setiap satu jam. Kultur bakteri tersebut dibaca absorbannya pada serapan panjang gelombang 600 nm.

$ ("2 %" )(&#" % )( (

Bakteri asam laktat S34 dikultur dalam media MRS broth. Isolat bakteri asam laktat S34 tersebut ditumbuhkan dalam media pada suhu 37ºC selama 24 jam dengan pH 6.8.

$#",") %" )(&#" % )( ( / &#)&-3"&2 (&# *-",") %"04

Purifikasi bakteriosin dari bakteri asam laktat S34 dilakukan berdasarkan modifikasi metode bakteri asam laktat S34 yang telah tumbuh disentrifugasi dengan kecepatan 14000 g selama 30 menit dengan suhu 4 ºC. Supernatan yang dihasilkan dipanaskan dengan suhu 90°C selama 15 menit dan diendapkan dengan menggunakan amonium sulfat hingga kejenuhan 80% selama 2 jam dengan suhu 4 ºC. Hasil pengendapan disentrifugasi dengan kecepatan 14000 g selama 30 menit dengan suhu 4 ºC. Pelet yang diresuspensi menggunakan Tris HCl 10 mM pH 7,4. Kemudian ekstrak kasar tersebut diuji aktivitas inhibisinya menggunakan uji kolorimetri ATPase.

Permunian lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom dalam suhu 4 °C. Sephadex G:50 digunakan sebagai fase diam. Sephadex G:50 dicuci dengan menggunakan akuades steril. Sebanyak 1 mL sampel (hasil pemurnian peptida) dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian kolom kromatografi dielusi dengan larutan eluen yang terdiri dari metanol dan air dengan perbandingan 30% dan 70% dengan laju alir 1 mL/menit. Fraksi sampel hasil kromatografi kolom ditampung dalam tabung Eppendorf masing:masing sebanyak 1 mL. Hasil

kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

& +$3" ."1"%" & ") %& "#$% &' ("("% / ( 0

Pengujian ini dapat mengukur jumlah fosfat yang dilepaskan dari hidrolisis senyawa ATP menjadi ADP. Metode ini diawali dengan pembuatan campuran utama yang terdiri dari 38.5 RL akuades steril, 5.0 PL 0.1 mM MOPS, 0.5 RL 0.1 M MgCl2, dan 1 RL

Dokumen terkait