• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intisari Analisis Deskriptif dan Uji Kausalitas Granger

Berdasarkan analisis deskriptif pada subbab sebelumnya, maka secara umum disimpulkan bahwa selama periode penelitian 2002 sampai dengan 2009, perekonomian Indonesia masih menunjukkan kestabilan, meskipun sempat terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2005 dan krisis finansial global tahun 2008. Kestabilan tercermin dari tingkat pertumbuhan GDP, tingkat inflasi serta nilai tukar rupiah yang relatif stabil selama periode tersebut. Adanya tekanan terhadap kestabilan makroekonomi Indonesia pada tahun 2005, terutama karena meningkatnya tekanan depresiasi rupiah akibat permintaan valuta asing dari beberapa korporasi, serta adanya pembalikan modal ke luar negeri oleh investor asing akibat sentimen penguatan mata uang US$. Pengetatan kebijakan moneter telah

ditempuh oleh Bank Indonesia, untuk menjaga kestabilan nilai rupiah serta mengatasi tingkat inflasi yang meningkat pada tahun 2005.

Perlambatan perekonomian Indonesia terjadi pada triwulan IV tahun 2008, sebagai konsekuensi dari krisis finansial global, terutama karena turunnya kinerja ekspor, defisit neraca pembayaran dan melemahnya nilai tukar rupiah. Di pasar keuangan, selisih risiko (risk spread) dari surat-surat berharga Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan yang mendorong arus modal keluar dari investasi asing di bursa saham, Surat Utang Negara (SUN), dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia belum sepenuhnya pulih, namun perekonomian mulai membaik sampai akhir tahun 2009, melalui penerapan beberapa kebijakan stimulus moneter dan kebijakan fiskal. Hal ini tercermin dari membaiknya Indeks Harga Saham Gabungan, imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN), nilai tukar rupiah, serta inflasi yang rendah sekitar 2.7 persen.

Dinamika perekonomian Indonesia selama periode tahun 2002 sampai dengan 2009, juga terlihat pada nilai Q-Tobin dari ke 3 (tiga) sektor, sebagaimana telah disajikan pada subbab terdahulu. Aspek makroekonomi, khususnya financial

deepening serta aliran dana asing langsung dan investasi portofolio memiliki hubungan dan pengaruh dengan nilai pasar perusahaan, sehingga nilai Q-Tobin cenderung memiliki pola yang serupa dengan dinamika kondisi pasar modal. Di sisi lain, kebijakan moneter yang mendorong penyaluran kredit perbankan juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan pinjaman dari korporasi di tiga sektor tersebut. Pertumbuhan investasi berupa aktiva tetap untuk sektor pertanian dan industri dasar dan kimia, serta penyaluran kredit untuk sektor perbankan yang positif menunjukkan keputusan investasi yang tidak cukup dipengaruhi oleh tingginya suku bunga kredit pada periode tersebut. Namun demikian, terdapat kecenderungan

penurunan porsi pinjaman dalam struktur permodalan perusahaan, terutama pada sektor pertanian dan sektor industri dasar dan kimia, sebaliknya pada sektor perbankan. Artinya, terjadi peningkatan sumber dana berupa ekuitas, baik dari dana internal (keuntungan perusahaan) maupun melalui penerbitan saham untuk struktur permodalan perusahaan. Beberapa perusahaan telah melakukan penerbitan saham perdana (IPO) maupun penawaran saham (right issue) selama periode 2002 – 2009.

Dengan kata lain, kondisi perekonomian Indonesia, terlihat cukup kondusif bagi korporasi untuk memanfaatkan mekanisme pasar modal sebagai alternatif pembiayaan melalui IPO, terutama sebelum tahun 2008. Hal ini juga terlihat dari tren meningkat jumlah investasi portofolio, IHSG serta indeks sektoral, kecuali pada tahun 2008. Kapitalisasi pasar IHSG dan indeks sektoral yang meningkat lebih didominasi oleh peningkatan harga saham individual emiten, dibandingkan dengan jumlah saham beredar. Artinya, peningkatan nilai Q-Tobin dari ke-3 (tiga) sektor nampaknya lebih dipengaruhi oleh faktor pasar berupa kenaikan harga saham dan bukan dari faktor fundamental perusahaan seperti kinerja keuangan korporasi. Meskipun faktor pasar nampaknya cukup dominan mempengaruhi peningkatan kapitalisasi pasar saham, namun nampaknya secara fundamental kinerja keuangan korporasi cukup kuat, terlihat dari volatilitas harga saham maupun indeks sektoral yang relatif kecil.

Peningkatan pinjaman perusahaan, yang pada dasarnya mencerminkan aktivitas penyaluran kredit perbankan kepada sektor riil, terlihat pada hubungan kausalitas antara nilai Q-Tobin sektor perbankan dengan sektor industri dasar dan kimia. Dari hasil pembahasan pada subbab sebelumnya, bahwa nilai Q-Tobin sektor perbankan mempengaruhi nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia. Dengan demikian, nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia yang mewakili sektor sekunder, lebih dipengaruhi oleh besaran jumlah pinjaman korporasi dibandingkan

dengan nilai kapitalisasi pasar korporasi di sektor ini. Hal ini juga sebenarnya tercermin dari kapitalisasi pasar saham emiten di sektor industri dasar dan kimia, yang cenderung tidak tinggi, yaitu sekitar 8.1 persen dari total kapitalisasi pasar. Di sisi lain, keputusan investasi sektor perbankan berupa penyaluran kredit ke sektor riil, memberikan pengaruh nyata terhadap nilai Q-Tobin sektor industri dasar dan kimia, melalui besarnya jumlah pinjaman jangka pendek maupun pinjaman jangka panjang. Hubungan kausalitas nilai Q-Tobin antara sektor perbankan terhadap sektor industri dasar dan kimia, adalah sesuai dengan yang diharapkan. Hubungan ini menunjukkan berjalannya peran dari sektor perbankan sebagai lembaga intermediasi dalam penyaluran dana ke sektor riil. Sedangkan tidak terlihatnya hubungan kausalitas sektor perbankan terhadap sektor pertanian, lebih mencerminkan tingkat kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit ke sektor pertanian, yang dilandasi oleh tingkat ketidakpastian resiko pertanian yang relatif tinggi.

Secara umum, dari hasil analisis deskriptif kondisi makroekonomi serta kondisi mikro perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa nilai Q-Tobin sektor pertanian, industri dasar dan kimia serta sektor perbankan memiliki hubungan dengan kondisi makroekonomi, khususnya aliran dana berupa investasi portofolio serta kebijakan moneter. Investasi portofolio, pada dasarnya merupakan manifestasi dari kebijakan pemerintah di sektor keuangan berupa liberalisasi keuangan, khususnya di pasar modal yang memberikan kesempatan bagi para investor asing untuk berkontribusi dalam transaksi pasar modal. Sementara itu, faktor mikro yang mempengaruhi nilai Q-Tobin perusahaan adalah berupa keputusan investasi dan keputusan pendanaan. Kedua keputusan di tingkat korporasi ini, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah tentang penyaluran kredit oleh sektor perbankan, termasuk kehati-hatian sektor perbankan dalam menyalurkan kredit untuk sektor pertanian.

Dokumen terkait