PEMBAHASAN TENTANG MULTIPLE INTELLIGENCES PERSPEKTIF AL-QUR`AN
G. Intrapersonal Intelligence (Kecerdasan Intrapesonal) dalam perspektif al- al-Qur`an al-Qur`an
Manusia jika dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya di dunia, secara fisiologis termasuk makhluk yang lemah.306 Namun dari segi fisik mempunyai kelebihan dari makhluk lainnya karena mampu berdiri tegak di atas dua kaki dengan kepala berada di tempat paling atas dan mampu memandang luas secara luas serta mampu beradaptasi untuk bertindak menghadapi tantangan. Tetapi keunggulan manusia yang luar biasa bukanlah pada fisiknya melainkan pada rohnya. Manusia adalah makhluk rohani yang di anugerahi daya cipta, karsa, dan rasa. Dengan daya cipta manusia mampu mempunyai daya pikir, akal, dan imajinasi. Daya karsa mampu membuat manusia mempunyai dorongan dan motivasi untuk mengejar serta mancapai sesuatu keinginan. Dan daya rasa mampu membuat manusia mampu mempunyai daya gerak hati serta mampu menanggapi peristiwa dan pengalaman hidupnya dengan berbagai emosi.
306 Manusia mempunyai indra yang biasa-biasa saja, misalnya tidak memiliki mata yang amat tajam seperti elang, kemampuan hidung tak sekuat anjing dan lain sebagainya. Tapi jika mau mempertajam indranya, manusia memerlukan waktu yang lama dan harus berlatih dengan tekun.
Manusia juga tidak diperlengkai dengan alat bela diri sebagaimana bunglon mampu bermimikri, kura-kura dengan cangkangnya yang kuat, harimau dengan taring dan kukunya yang mampu mengoyak musuh, dan lain sebagianya. Manusia harus berlatih dengan sungguh-sungguh agar mampu membela diri darigangguan-gangguan. Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, Yogyakarta: Kanisius, 2003, hal. 48.
Dan sebagai makhluk rohani, kita dianugrahi kesadaran pribadi. Dengan kemampuan itu kita dapat mengenal diri sendiri dan berefleksi tentang diri kita. Kita mampu membuat diri kita menjafi objek yang dapat kita lihat, pandang, dan pikirkan atau renungkan. Jiak kita melihat sesuatu, maka kita sadar bahwa kita melihat diri kita yang sedang melihat sesuatu. Manusia mampu menemukan motivasi yang mendorong untuk melihat dan mampu menyelidiki seseatu yang kita lihat, baik secara keseluruhan maupun hanya yang kita minati. Dengan kesadaran seperti itu kita mampu berkomunikasi secara intrapersonal dengan diri sendiri untuk mengenal dan berefleksi tentang diri, hidup, dan perilaku kita.307 Dan begitulah anugerah yang kita terima berupa kesadaran pribadi.
Kecerdasan intrapersonal merupakan kecerdasan pribadi308 yang juga banyak dijelaskan di dalam al-Qur`an, misalnya dalam surat Al-Dzariyaat 52:
21. Dengan bentuk pertanyaan, Allah Swt. Memotivasi manusia agar selalu berusaha mengetahui dan mengenali dirinya. Misalnya, Al-Qurthubi manafsirkan ayat tersebut; apakah mereka tidak melihat, dengan penglihatan tafakkur dan Tadabbur sehingga mereka dapat mengambil petunjuk bahwa pada diri mereka terjadi peristiwa dan perubahan. Agar manusia berfikir dengan peringatan ini bahwa Allah telah memberikan akal pada dirinya, yang dengannya dapat mengatur dan mengerahkan segala sesuatu. Berfikir awal mula kejadiannya, diciptakan dari sperma kemudian berubah menjadi segumpal darah, dan berubah lagi menjadi segumpal daging, sampai perubahan dari muda menjadi tua. Perubahan-perubahan yang terjadi pada
307 Lebih lanjut lagi, Agus menjelaskan bagaimana berkomunikasi dengan diri sendiri yaitu; dengan metode meditasi, mendengarkan hati nurani, mendayagunakan kehendak bebas, mendayagunakan daya imajinasi kreatif, dan mendayagunakan buku harian. Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, …, hal. 51-77.
308 Kecerdasan Pribadi (personal Intelligences) menurut Howard Gardner sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi terbagi menjadi dua, yaitu kecerdasan intrapersonal (Intrapersonal Intelligences) dan kecerdasan interpersonal (Interpersonal Intelligences). Kecerdasan Intrapersonal merupakan kecerdasan yang bergerak ke dalam; akses kepada kehidupan diri sendiri;
kemampuan membedakan perasaan-perasaan secara instan. Agus Effendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, ..., cet. I, hal. 159.
123
dirinya itu tidaklah terjadi dengan sendirinya, tetapi itu semua atas kehendak Allah Swt.309
َنوُرِصْبُ ت َلاَفَأ ْمُكِسُفنَأ ِفَِو
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (QS. Al Dzariyat [51]: 21)
Dalam ayat tersebut, mengisyaratkan kepada manusia tentang diri manusia sendiri tentang bukti-bukti kekuasaan dan kebesaran Allah yang berada pada diri manusia tersebut. Misalnya tentang perbedaan kemampuan, perbedaan bahasa, kecerdasan dan banyak macamnya anggota tubuh yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri-sendiri. 310 Karena manusia termasuk keajaiban terbesar dibumi. Lahiriah dan batiniahnya nya sangat menakjubkan. Disetiap anggota tubuhnya terdapat sesuatu yang luar biasa, yang membuat kaum ilmuan bingung. Sekaligus mempunyai rahasia ruh dan potensi-potensi yang diketahui maupun yang belum diketahui (dalam memahami objek, cara menyelesaikan permaslaha, cara mengingat dan menghapal dan lain-lain) dan tentunya lebih besar dan banyak lagi. Dengan begitu manusia bisa merenungkan apa saja yang ada dalam dirinya sehingga mampu menciptakan makhluk baru, dengan perasaan baru, dan kehidupan baru. Pemahaman dan perenungan seperti itulah yang dikehendaki oleh al-Qur`an dari manusia. Keimanan itulah yang menganugerahi kalbu manusia dengan bekal. Dan keimananlah yang membuatnya siap menerima kenikmatan yang tinggi.311
Taufik Pasiak mengatakan dalam bukunya bahwa apa yang ada pada diri manusia adalah tanda-tanda, adalah ayat, yang bila “dibaca” secara benar akan menambah keyakinan manusia pada Tuhan. Pada gilirannya hal itu nanti menambah keimanan manusia.312 Pengetahuan anatomi adalah alat yang
309 Abdur Rokhîm Hasan, “Kecerdasan Menurut Al-Quran”, dalam Jurnal Al-Burhan PTIQ, ..., hal. 101.
310 Kementrian Agama RI, al-Qur`ân dan Tafsîrnya, ..., jilid 9, hal. 463.
311 Sayyîd Quthb, Tafsîr Fî Zhilâlil-Qur`ân, As`ad Yâsîn dkk, terj. ..., jilid 21, hal. 54-54.
312 Al-Ghazali pernah menyatakan tentang anatomi manusia, bahwa pengetahuan tentang otak, atau apa saja dari manusia akan membawa pada pengetahuan tentang diri. Sedangkan para
dengannya kita mengenal kehidupan makhluk hidup; dengan mengetahui kehidupan makhluk hidup, kita memperoleh pengetahuan tentang hati, dan pengetahuan tentang hati adalah kunci menuju pengetahuan tentang Tuhan.
Jadi pengetahuan anatomi, mau tidak mau, dapat menjadi salah satu perantara yang sangat jitu bagi pengetahuan tentang Tuhan dan Tubuh manusia sendiri dapat menjadi sumber pengetahuan dan sekaligus sumber bagi kehidupan spiritual.313
Beberapa ayat lainnya juga mengisyaratkan manusia untuk memiliki kecerdasan intrapersonal, misalnya dalam surat al-Baqarah [2] ayat 44 dan 242. Allah SWT mengingatkan manusia agar memiliki kemampuan untuk instropeksi terhadap dirinya sendiri dan juga memahami hak dan kewajibannya.
ْوَسنَتَو ِّْبِْلاِب َساَّنلا َنوُرُمْأَتَأ َنوُلِقْعَ ت َلاَفَأ َبا َتِكْلا َنوُلْ تَ ت ْمُتنَأَو ْمُكَسُفنَأ َن
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (QS. Al-Baqarah [2]:
44)
Walaupun ayat di atas ditujukan kepada Yahudi, bisa juga ditujukan kepada seluruh ahli kitab dan kepada mukminin, karena perumpamaan itu tidak dibatasi dengan sebab yang khusus, akan tetapi dengan redaksi yang umum. Jadi perkataan ini sesuai bagi golongan apa saja.314 Dan ayat di atas juga ingin menyampaikan tentang metode dakwah, agar dai keluar dari kebiasaan buruk, agar orang yang beriman itu terbuka matanya jika dai menerangkan jalan kepadanya jalan keimanan, untuk melihat apa sudah sufi berkata “man `arafa nafsahu faqad `arafa Rabbahu” yang artinya siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya. al-Ghazali, Alchemy of Happiness, New York: Albany, 1973, hal. 38-39.
313 Taufik Pasiak, Revolusi IQ/ EQ/ SQ: antara Neurosains dan al-Qur`an, …, hal. 246.
314 Di sini Allah menegur Yahudi bahwa tidak berimannya mereka kepada Islam merupakan keingkaran terhadap Taurat. Kaum Yahudi telah diberikan kabar gembira tentang kedatangan Rasul, dan mereka memproklamirkan untuk beriman. Namun ketika Rasul datang, tak seorang pun dari mereka percaya kepadanya. Alasan mereka karena menginginkan kekuasan dari datangnya Rasul baru tersebut. Ketika Rasul datang dari golongan Arab, mereka menduga kekuasaan mereka akan hilang, berikut dominasi mereka dalam ekonomi. Maka ingkarlah mereka terhadapnya dan risalahnya. Muhammad Mutawâlli Sya`râwî, Tafsîr Sya`râwî, tim Safir al-Azhar, terj. ..., jilid 1, hal. 212.
125
dilaksanakannya atau belum? Jika sudah maka sesungguhnya dia jujur dalam berdakwah315, dan jika belum, itu merupakan kebatilan yang masih menguasai hidupnya. Karenanya teori saja tidak cukup dan harus dibarengi dengan praktek. Rasul tidak pernah menyuruh sahabat kepada suatu perkara kecuali dia sudah melakukannya terlebih dahulu, begitu juga para sahabat sesudahnya.316
Dalam ayat ini bukan berarti seseorang akan dikecam oleh Allah ketika tidak mengerjakan kebajikan yang diperintahkan. Menurut Quraish Shihab, bahwa seseorang akan mendapatkan kecaman sebagaiman ayat diatas apabila melakukan sesuatu yang bertentangan dengan anjurannya. Ia juga dikecam kalau tidakn mengingatkan dirinya sendiri tentang perlunya melakuka sesuatu yang diperintahkannya itu. Jika ia telah berusaha mngingatkan dirinya, dan ada pula keninginanuntuk melaksanakannya, tidaklah wajar ia dikecam, walau seandainya ia belum melaksanakan tuntunan yang disampakannya.
Mengerjakan kebajikan tidaklah semudah mengucapkannya, menghindari larangannya pun banyak hambatannya. Karena itu, lanjutan ayat ini agar perbuatan tersebut disertai dan dibekali dengan kesabaran dan do`a.317
Melalui dua ayat di atas, setidaknya dapat mengangkap bahwa al-Qur`an sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW telah sejak dulu membuktikan adanya kecerdasan intrapersonal ini, bahkan al-Qur`an memberi perintah kepada manusia untuk mengembangkan dan melatih kecerdasan ini (yaitu sebuah usaha untuk mengenal diri sendiri baik fisik maupun psikis).
Dan al-Qur`an juga menganjurkan manusia untuk melakukan instropeksi terhadap diri sendiri tentang apa yang ia katakan.
315 Kata anfusakum adalah bentuk jamak dari kata nafs, ia mempunyai banyak arti, antara lain totalitas diri manusia, sisi dalam manusia, atau jiwanya. Sednagkan yang dimaksud di sini adalah diri manusia sendiri. M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Mishbâh, …, volume 1, hal. 219.
316 Esensi Agama itu ialah perkataan yang diutarakan dan perangai yang diperlihatkan, jika keduanya terpisah hilanglah makna dakwah tersebut;
{ َنوُلَعْفَ تَلااَم َنوُلوُقَ ت ََِ اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّ يَأاَي { َنوُلَعْفَ تَلااَم اوُلوُقَ ت نَأ ِللها َدنِع اًتْقَم َرُ بَك }
}
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Sangat besar kebencian disisi Allahbahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. Al-Ahzab [34]: 21). Muhammad Mutawâlli Sya`râwî, Tafsîr Sya`râwî, tim Safir al-Azhar, terj. ..., jilid 1, hal. 212.
317 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Mishbâh, …, volume 1, hal. 219-220.
H. Natural Intelligence (Kecerdasan Natural) dalam perspektif al-Qur`an