• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. KERAGAAN SISTEM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA

7.3. Irigasi

Pengairan atau irigasi adalah faktor yang sangat penting atau sangat menentukan terlaksana atau tidaknya pengusahaan padi sawah (berbeda dengan padi gogo) secara umum dan sistem mina padi secara khususnya. Menurut persepsi petani, jika benih mahal atau habis terjual dipasaran, mereka dapat menggantinya dengan benih yang dibuat sendiri. Benih tersebut berasal dari gabah kering hasil panen sebelumnya. Demikian halnya dengan pupuk kimia, jika pupuk kimia mahal atau habis terjual, maka masih dapat diganti dengan dengan pupuk kandang meskipun produktivitasnya biasanya tidak sebaik jika menggunakan pupuk kimia. Demikian halnya dengan pestisida, tenaga kerja luar keluarga, dan sebagainya.

Faktor-faktor produksi diatas hanya dapat mengurangi produktivitas padi sawah, namun irigasi sanggup mempengaruhi lebih dari pada itu. Irigasi dapat membuat petani jadi atau tidak melaksanakan penanaman padi sawah meskipun mereka memiliki lahan. Irigasi adalah faktor penting dan sangat mendasar setelah lahan dalam mempengaruhi luas penanaman padi sawah. Sedangkan faktor lainnya mempengaruhi luas panen padi sawah. Hal ini tentu saja berlaku pada petani-petani padi sawah yang terbiasa menggunakan irigasi yang tidak bergantung pada curah hujan.

Irigasi merupakan faktor penting namun sederhana dalam penanaman padi sawah maupun dalam sistem mina padi. Jika air di sawah tiba-tiba kering, padi dapat bertahan seharian dilahan karena tanah yang lembab masih dapat diserap persediaan airnya oleh akar tanaman padi. Namun lain halnya dengan ikan yang sangat bergantung pernapasannya pada oksigen yang terdapat di air. Karena

habitat hidupnya di air, ikan (umumnya ikan mas) pada sistem mina padi membutuhkan air yang stabil atau konsisten selalu ada.

Didesa ini irigasinya tidak tergantung pada curah hujan atau cuaca, namun pada mata air dan sungai yang mengalir di Desa Tapos I dan Tapos II. Sehingga, petani dengan leluasa menentukan pola tanam padi sawah mulai dari satu hingga tiga kali dalam setahun. Namun pada umumnya bagi petani di dua desa ini, penanaman padi dua kali dalam setahun.

Hal ini pada umumnya kurang diperhatikan oleh pemerintah. Untuk lokasi-lokasi persawahan yang suplai airnya baik dan tidak mengandalkan hujan, pemerintah dapat memaksimalkan produksi padi hingga dua kali dalam setahun agar tanah tetap terjaga keseimbangan kesuburan dan teksturnya. Luas penanaman padi dapat dimaksimalkan dengan pembangunan atau perbaikan bendungan, saluran irigasi dan peningkatan manajemen sumber air. Irigasi yang berasal dari sungai dan mata air dapat dimaksimalkan penggunaan dan pengaturannya. Sehingga, semakin banyak petani yang dapat menikmatinya, semakin luas pula penanaman padi di daerah tersebut. Diharapkan semakin besar pula produksi padi yang dihasilkan dan ketahanan pangan bagi rakyat dapat tercapai.

Namun seiring dengan perkembangan waktu, pembangunan-pembangunan didesa kian marak apalagi jika pemilik tanah yang baru merupakan pendatang yang tidak memperdulikan lingkungan sekitar. Pemilik tanah tersebut dapat membangun sesuka hati tanpa memperhatikan tanah tersebut merupakan aliran irigasi yang strategis bagi petani atau tidak.

7.4. Analisis Penerimaan Usahatani Padi Sawah

Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total padi dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Untuk sistem non mina padi, penerimaan yang masuk hanya berupa penerimaan dari produksi padi saja. Namun untuk sistem mina padi penerimaan yang masuk ke keluarga tani berupa penerimaan dari produksi padi sekaligus produksi ikan.

Pengukuran penerimaan pada penelitian ini didasarkan pada hasil produksi musim tanam pertama (sekitar bulan Januari-April) untuk tahun 2007. Sedangkan biaya dihitung berdasarkan harga yang berlaku dipasar. Pada saat itu daerah penelitian seluruh areal persawahannya terserang hama merah hingga kedesa berikutnya. Penerimaan yang didapat oleh seluruh petani responden saat itu menurun dibandingkan panen-panen sebelumnya. Dalam keadaan ini sistem mina padi penerimaannya akan dibandingkan dengan sistem non mina padi. Penerimaan sistem mina padi terdiri dari dua musim yakni musim tanam rata-rata untuk setiap tahunnya dan untuk satu musim tanam awal tahun 2007. Demikian pula halnya dengan penerimaan sistem non mina padi.

Kemampuan pestisida kimia saat ini dianggap masih mampu menanggulangi hama dan penyakit pada saat musim tanam tersebut terbukti dengan penurunan produktivitas lahan non mina padi dari 5,72 Ton/Ha menjadi 4,85 Ton/Ha setelah terserang penyakit. Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan produktivitas padi sekitar 0,50 ton/Ha pada saat terkena penyakit. Pestisida kimia masih mampu menjaga produktivitas padi mendekati

produktivitas rata-rata tiap musim tanam didaerah penelitian untuk masing-masing petani angka petani.

Penurunan produktivitas mina padi dari 5,63 ton/Ha menjadi 3,02 ton/Ha disebabkan oleh dilema yang dihadapi oleh petani mina padi didaerah penelitian. Jika penyemprotan dilakukan secepatnya pada saat padi diketahui telah terserang penyakit atau pada saat penyakit mulai mewabah dari petak yang satu ke petak yang lain, petani enggan untuk langsung menyemprot karena benih ikan belum siap untuk dipanen.

Penurunan produktivitas mempengaruhi penerimaan secara langsung. Penerimaan mina padi untuk musim tanam rata-rata dari produktivitas padi sebesar Rp 10.142.666,67 turun menjadi Rp 5.434.901,96 untuk rata-rata petani responden. Sedangkan untuk non mina padi penerimaannya turun dari Rp 10.299.468,97 menjadi Rp 8.722.928,21 untuk rata-rata petani responden per hektarnya. Penurunan penerimaan tersebut karena menurunnya produktivitas lahan.

Untuk sistem non mina padi terjadi penurunan yang cukup besar untuk rata-rata tiap petani yakni sekitar Rp 1.576.540,76. Namun untuk lahan mina padi terjadi penurunan yang lebih drastis yakni sekitar Rp 4.707.764,71 untuk rata-rata tiap petani. Untung saja penurunan penerimaan tersebut dihibur dengan penerimaan ikan sebesar Rp 1.969.858,30. Namun penerimaan dari ikan tidak sebanding dengan penurunan penerimaan dari padi. Untuk itu, ada konsekuensi yang harus dihadapi oleh petani mina padi meskipun usaha ini tetap menguntungkan.

Penyemprotan harus dilakukan dengan cara menyurutkan air sawah agar batang bawah yang selama ini terendam dapat tersentuh oleh pestisida kimia dan hama yang berada di air dapat mati. Jika tidak langsung disemprot, hama akan semakin menyebar dan menurunkan produktivitas padi. Petani dalam hal ini harus memilih salah satu alternatif usaha yang harus diselamatkan. Keterlambatan penyemprotan menyebabkan produksi padi di awal tahun 2007 untuk petani mina padi turun drastis.

7.5. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah

Pendapatan merupakan balas jasa dari kerja sama faktor-faktor produksi

lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menentukan pendapatan yang diperoleh dari suatu usahatani padi sawah. Pendapatan usahatani padi sawah merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan, dengan demikian dapat dilihat sejauh mana peranan usahatani padi sawah dan sejauh mana peranan usahatani sistem mina padi terhadap pendapatan keluarga tani di daerah penelitian. Analisis ini terdiri dari struktur biaya dan penerimaan usahatani padi sawah. Selain itu, dengan analisis ini dapat diketahui gambaran usahatani saat ini sehingga dapat melakukan evaluasi untuk perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang.

Hasil perhitungan pendapatan usahatani dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Pendapatan mina padi atas biaya tunai untuk musim tanam rata-rata senilai Rp 7.917.265,01 lebih besar dibanding musim tanam awal tahun 2007 senilai Rp 3.209.500,31. Sedangkan untuk sistem non mina padi pendapatan atas biaya tunainya lebih besar pada saat musim tanam rata-rata dibanding musim

tanam awal tahun 2007. Dan pendapatan mina padi atas biaya tunai dan biaya total lebih besar dari non mina padi pada saat musim tanam rata-rata. Namun pada saat terserang penyakit menjadi lebih rendah dari pendapatan sistem non mina padi.

Rendahnya pendapatan mina padi pada musim tanam awal tahun 2007 karena seluruh sawah terserang penyakit. Namun dalam hal ini sistem non mina padi lebih mudah untuk di atasi. Adanya penyakit yang menyerang persawahan tidak dapat ditanggulangi oleh keberadaan ikan.

Tabel 18. Rata-Rata Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi

Penerimaan Usahatani Padi (Rp)

Mina Padi Non Mina Padi

Biaya Tidak Kena Penyakit Kena Penyakit Tidak Kena Penyakit Kena Penyakit

Atas Biaya Tunai 7.917.265,01 3.209.500,31 5.393.098,12 3.816.557,36

Atas Biaya Total 5.069.663,91 361.899,20 4.375.727,33 2.799.186,57

Hama wereng dan penggerek batang yang sering menyerang tanaman padi, merupakan makanan kesukaan ikan di sawah. Musim tanam kali ini, sawah serentak diserang hama merah. Yang kemungkinan besar berupa penyakit yang berasal dari virus yang menyebar lewat irigasi.

Dari berbagai penelitian tentang mina padi, sistem mina padi dinyatakan sangat menguntungkan sebab sebagian besar hama disawah dapat dimakan oleh ikan sebagai predator alami tanpa efek samping yang berarti. Adanya simbiosis mutualisme yang terjadi tersebut menyebabkan pengurangan biaya pakan ikan dan pestisida dibanding jika habitat hidupnya terpisah. Dan tidak memerlukan pengeluaran yang besar bagi pengusahaan ikan untuk penyediaan pakannya,

karena telah tersedia di sawah. Kondisi seperti ini (adanya penyakit) jarang terjadi dilapangan. Namun resiko tetap selalu ada bagi petani mina padi. Bahkan beberapa penyakit ada yang baru bermunculan dan semakin kuat seiring dengan perkembangan inovasi pestisida.

Keterlambatan penyemprotan pada sistem usahatani mina padi dapat menurunkan produktivitas lahan sawah secara drastis dan mempengaruhi pendapatan dan penerimaan usahatani mina padi. Petani mina padi mengalami dilema, karena jika penyemprotan dilakukan dengan segera maka petani harus mengorbankan benih ikan, karena ikan belum cukup umur untuk dipanen. Penyemprotan harus dilakukan dengan cara menyurutkan air sawah agar batang bawah yang selama ini tergenang dapat tersemprot. Namun hal tersebut beresiko bagi kelangsungan hidup ikan. Sehingga ikan harus dipanen terlebih dahulu.

7.6. Analisis Profitabilitas Usahatani Padi Sawah

Jika di analisis R/C rasio atas biaya total untuk musim tanam awal tahun 2007(kena penyakit) pada usahatani non mina padi yaitu sebesar 1,65 yang artiannya bahwa setiap seratus rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani dapat dibayar dengan penerimaan total sebesar Rp 165,00. Sedangkan pada usahatani sistem mina padi untuk musim tanam awal tahun 2007, rasio penerimaan dengan biaya total sebesar 1,24 yang artinya bahwa setiap seratus rupiah biaya yang dikeluarkan dapat dibayar dengan penerimaan total sebesar Rp 124,00.

Perbedaan nilai rasio pendapatan terhadap biaya total pada usahatani sistem non mina padi dengan usahatani sistem mina padi dapat dianalisis bahwa

nilai rasio sistem non mina padi lebih besar dibandingkan rasio mina padi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem non mina padi lebih menguntungkan atau lebih aman dalam keadaan terkena penyakit.

Tabel 19. Rata-Rata Perbandingan Pendapatan dan Biaya Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi

Nilai R/C

Mina Padi Non Mina Padi

Biaya Kena Penyakit Tidak Kena Penyakit Kena Penyakit Tidak Kena Penyakit

Atas Biaya Tunai 1,94 3,64 2,78 3,19

Atas Biaya Total 1,24 2,12 1,65 1,98

Dari angka diatas dapat dilihat bahwa nilai R/C sistem mina padi lebih tinggi baik atas biaya tunai maupun atas biaya total untuk keadaan rata-rata atau tidak terserang penyakit. Dari angka diatas dapat disimpulkan bahwa sistem mina padi jauh lebih menguntungkan namun lebih beresiko dibanding sistem non mina padi.

Penerimaan sistem mina padi lebih rendah dibandingkan sistem non mina padi karena pada saat terserang penyakit produktivitas padi turun drastis jauh dari angka rata-rata yang petani dapatkan sambil mengusahakan mina padi. Namun dalam keadaan ini pun rasio penerimaan atas biaya total sistem mina padi masih tetap diatas satu. Yang artinya masih tetap menguntungkan meskipun tidak seuntung sistem non mina padi.

Dalam keadaan normal sistem mina padi lebih untung dibandingkan sistem non mina padi. Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai R/C sistem mina padi pada musim tanam rata-rata pertahun lebih tinggi dibanding nilai R/C non mina padi dalam keadaan rata-rata. Sehingga petani dapat memilih jenis usaha yang

diinginkan berdasarkan karakteristik usaha. Mina padi lebih menguntungkan namun sekarang lebih beresiko, sedangkan non mina padi kurang menguntungkan namun lebih kurang resiko usahanya.

Petani mina padi di dua desa ini umumnya memiliki sumber daya yang sangat mendukung keberlangsungan usaha tersebut. Mereka memiliki lahan sawah, kolam untuk induk ikan, irigasi yang lancar dan stabil dan tidak bergantung pada hujan dan tidak di pungut biaya, kemampuan menelurkan ikan, plankton dan cacing sebagai makanan ikan tersedia di sawah, didukung tingkat kematian ikan yang tinggi dikolam mendorong petani untuk mengusahakan ikan disawah. Semakin sumber daya dan keadaan ini tersedia bagi petani, semakin usaha ini diusahakan oleh petani di desa ini. Kestabilan irigasi merupakan dorongan sumber daya yang kuat bagi petani untuk melaksanakan sistem ini.

Dalam dokumen ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH (Halaman 130-139)

Dokumen terkait