• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMIKIRAN SYAIKH AHMAD RIFAI TENTANG KONSEP

B. Isi kitab Bayan tentang Konsep Pendidikan islam

1. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan menurut Syaikh Ahmad Rifai adalah untuk mencari keridhaan Allah, menyatakan kebenaran dan menjalankan segala sesuatu yang diridhai oleh Allah dan menghindari segala sesuatu yang haram dilakukan. Beliau menyatakan bahwa dengan menuntut ilmu akan menjadi jalan menuju keridhaan Allah (Syaikh Ahmad Rifai, Bayan : 3-4).

2. Isi

Isi dalam kitab Bayan karya Syaikh Ahmad Rifai diantaranya tentang hukum mengajar dan menuntut ilmu, syaratnya orang yang menjadi guru dan menuntut ilmu. Isi dalam kitab tersebut akan diuraikan di bawah ini.

Menuntut ilmu hukumnya wajib menurut Syaikh Ahmad Rifai, dengan berdasarkan dalil hadis nabi yang artinya : “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. b. Rukun pendidikan

Rukun pendidikan menurut Syaikh Ahmad Rifai yaitu : 1) Orang yang mengajar (guru)

2) Orang yang belajar (murid) 3) Ilmu yang diajarkan

Tata cara melaksanakan pendidikan (Syaikh Ahmad Rifai, Bayan : 4)

c. Hukum mengajar.

Hukum dasarnya mengajar adalah wajib kifayah, namun bisa menjadi wajib ain bagi seseorang apabila tidak ada orang lain yang bisa mengajar dan bisa menjaganya (Syaikh Ahmad Rifai, Bayan : 3).

d. Syarat mengajar.

Menurut Syaikh Ahmad Rifai, syaratnya mengajar ada 4 yaitu : 1) Islam

2) Berakal 3) Sudah baligh

4) Kuasa/ sanggup mendidik kepada murid-muridnya (Syaikh Ahmad Rifai, Bayan : 3)

e. Syarat sah mengajar.

Syarat mengajar (menjadi seorang guru) menurut Syaikh Ahmad Rifai adalah :

1) Islam 2) Berakal

3) Sudah cukup memahami tentang ilmu yang diajarkan. Jadi, haram mengajarkan kepada orang lain apabila tidak cukup ilmu dalam dirinya, sebab ia lebih berkewajiban untuk menuntut ilmu

f. Syarat orang yang menuntut ilmu.

Syarat orang yang menuntut ilmu menurut Syaikh Ahmad Rifai yaitu :

1) Islam ataupun bukan orang Islam.

2) Sudah baligh ataupun anak-anak yang berakal ataupun orang gila (dengan harapan akan sembuh suatu saat). (Syaikh Ahmad Rifai, Bayan : 5)

g. Syarat ilmu yang diajarkan.

Beberapa syarat ilmu yang diajarkan yaitu sebagai berikut :

1) Ilmu yang tahqiq (kuat) berdasarkan dalil, atau diambil dari seorang ulama.

2) Ilmu yang diajarkan adalah sebuah kebenaran dan mendahulukan ilmu-ilmu yang harus dipelajari. Tidak boleh mengajarkan dengan mengakhirkan ilmu-ilmu yang seharusnya diketahui terlebih dahulu.

3) Mengambil satu mazhab, thariqat sehingga nasabnya guru jelas. (Syaikh Ahmad Rifai, Bayan : 5)

h. Syarat wajib orang yang menuntut ilmu.

Syarat-syarat bagi orang yang menuntut ilmu menurut Syaikh Ahmad Rifai ada 5, ialah :

1) Islam 2) Berakal 3) Baligh

4) Kekurangan / belum memahami suatu ilmu

5) Bertanya kepada guru yang dipilih, dan wajib beri‟timad (percaya) penuh kepada guru. (Syaikh Ahmad Rifai, Bayan : 7) 3. Metode Pendidikan

Dalam kitab Bayan, Syaikh Ahmad Rifai tidak mencantumkan metode pendidikan yang beliau lakukan dalam mengajar murid-muridnya. Akan tetapi menurut analisis peneliti, beliau masih

pendidikan masa lampau, mengingat kehidupan beliau dalam dakwah Islam berada pada tahun-tahun sebelum kemerdekaan.

Peneliti meyakini bahwa Syaikh Ahmad Rifai tentu mengadopsi metode-metode yang beliau bawa dari tanah Timur Tengah yaitu Makah, Madinah dan Mesir dimana beliau menimba ilmu.

Cara-cara klasik tersebut diantaranya menjelaskan pelajaran secara klasikal, menyimak bacaan al Quran murid secara klasikal bahkan berdiskusi secara klasikal, dan menghafal.

4. Evaluasi Pendidikan

Pendidikan membutuhkan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana sebuah ilmu dapat diterima dan mengilhami para peserta didik. Dalam kitab Bayan, Ahmad Rifa‟I tidak menjelaskan secara rinci konsep evaluasi pendidikan yang beliau lakukan seperti halnya produk evaluasi pendidikan pada masa kini.

Namun, menurut pengamatan peneliti, Syaikh Ahmad Rifa‟i menyatakan bahwa murid atau orang yang menuntut ilmu diwajibkan untuk mengamalkan ilmunya tersebut. dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa tidak mungkin seorang guru (Syaikh Ahmad Rifa‟i) akan meluluskan muridnya dalam pendidikan dan lepas dari pengajarannya tanpa ia ketahui kemampuannya dalam memahami ilmu tersebut, menyampaikan ulang dan mentransfer kepada orang lain serta mengamalkan ilmu yang secara lahiriyah dapat diketahui manusia lain.

Terlebih lagi, Syaikh Ahmad Rifai melaksanakan pendidikan Islam sebagai guru adalah pada masa perjuangan kemerdekaan, tentu beliau akan cermat dalam menyeleksi para muridnya tidak lain untuk tujuan dakwah Islam.

5. Hubungan ilmu dan amal (perbuatan). (Syaikh Ahmad Rifai, Bayan : 9-11)

Dalam kitab Bayan, Syaikh Ahmad Rifai menjelaskan tentang hubungan ilmu dan amal sebagai berikut :

1) Apabila sebuah ilmu sudah ada pada seseorang namun tidak dilakukan, maka orang itu melakukan dosa. Dan apabila dalam beramal tanpa memiliki ilmu, maka orang tersebut berada dalam kesesatan. Karena apabila orang berilmu melakukan kesalahan (dosa) ia akan merasa bersalah dan akan menyadari untuk bertaubat, sementara orang yang tidak memiliki ilmu apabila melakukan sebuah amal ibadah tidak sah akan tetapi merasa

bahwa ia benar, itu lebih berbahaya karena ia tidak merasa berdosa atas kesalahannya.

2) Setiap orang yang melakukan amal ibadah tanpa memiliki ilmu maka amalnya akan menjadi amal yang tertolak.

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN SYAIKH AHMAD RIFAI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM DALAM KITAB BAYAN

A. Aplikasi Pemikiran Syaikh Ahmad Rifai dalam Pendidikan Islam.

1. Tujuan Pendidikan

Menuntut ilmu adalah merupakan jalan untuk mencari keridhaan Allah SWT. Karena pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah tidak lain adalah untuk beribadah. Hal ini selaras dengan ayat al Quran yang terdapat pada surah Al Anbiya ayat 6 :















“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

Dalam hal ini penulis setuju dengan apa yang Syaikh Ahmad Rifai kemukakan mengenai tujuan pendidikan. Dalam menjalani kehidupan, manusia dituntun untuk mencari keridhaan Allah SWT melalui ibadah. Jadi, segala sesuatu yang diniatkan untuk ibadah sama halnya dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT. Dalam beribadah kepada Allah manusia pun harus meyakini apa yang benar menurut syariat. Untuk meyakini apa yang benar menurut syariat, manusia haruslah memiliki ilmu untuk mengetahui kesemuanya itu.

Dalam Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, M Athiyah Al ABrasyi mengungkapkan bahwa : para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa

maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur (M Athiyah Al Abrasyi, 1993:1-2).

Selebihnya, beliau mengutip pendapat al Ghazali tentang tujuan pendidikan Islam ialah mendekatkan diri kepada Allah, bukan pangkat dan bermegah-megah dengan kawan (M Athiyah Al Abrasyi, 1993:4). Dalam hadis Rasulullah, beliau bersabda :

yang artinya : Janganlah anda mempelajari suatu ilmu dengan maksud untuk berbangga-banggadengan ulama, atau orang-orang bodoh, bukan pula untuk berkata dalam persidangan, tetapi pelajarilah untuk keridhaan Allah dan untuk akhirat (M Athiyah Al Abrasyi, 1993:174).

Dari pendapat dan dalil tersebut diatas kita bisa mudah menyimpulkan bahwa pendidikan Islam memang tidak lain hanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah SWT semata. Dengan ilmu tersebut manusia akan menjalani kehidupan dalam berbagai bentuk namun dengan tujuan yang sama. Jadi pendidikan itu tidak keluar dari pendidikan akhlak kepada manusia dan ketaatan kepada Allah SWT.

2. Isi Pendidikan

a. Hukum Menuntut Ilmu

Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan dalam hadis bahwa menuntut ilmu adalah wajib hukumnya bagi umat Islam. Dalam memberi hukum tentang kewajiban menuntut ilmu Syaikh Ahmad Rifai menggunakan dalil hadis tersebut, dan selaras dengan apa yang telah nabi Muhammad SAW perintahkan.

b. Rukun Pendidikan

Dalam rukun pendidikan, menurut Syaikh Ahmad Rifai harus terdapat empat komponen pendidikan yaitu : guru, murid, ilmu dan tata cara. Tanpa keempat komponen ini, pendidikan tidak akan berjalan dengan baik. Ulama klasik meyakini bahwa sebuah ilmu itu penting ditelusuri nasabnya sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam transfer ilmu. Begitu pula dengan tata caranya. Tata cara pendidikan yang baik tentu akan menjadikan sebuah pendidikan berjalan maksimal dengan hasil sesuai yang diharapkan dan tepat sasaran.

c. Hukum Mengajar

Menurut Syaikh Ahmad Rifai, mengajar atau menjadi ilmu hukum dasarnya adalah fardhu kifayah. Namun bisa menjadi wajib apabila dalam lingkungan atau daerah tersebut tidak ditemui seorangpun yang mampu untuk mengajar dan menjaga ilmu tersebut. Tentu seorang yang berilmu akan menyadari posisinya apabila ia melihat

kondisi dimana lingkungan kehidupannya tidak ditunjang dengan kehidupan yang berilmu. Dalam hal ini, penulis menangkap keilmuan yang dimaksud adalah dari segala bidang, entah itu ilmu dalam hubungan manusia kepada tuhan atau hubungan antara manusia dan manusia lainnya.

Apabila tidak ada seorangpun kecuali seorang yang berilmu tersebut, menjadi wajib baginya untuk mengajarkan kepada orang lain. Sebab, apabila ia tidak mengajar, akan terjadinya kerusakan.

d. Syarat Mengajar

Syarat mengajar dalam pendidikan Islam tentu haruslah dilakukan oleh seorang muslim, karena meskipun seorang yang bukan muslim tersebut tahu namun mereka tidak meyakininya. Syarat yang kedua adalah berakal. Seseorang yang tidak lurus akalnya (gila, mabuk, sakit) tentu tidak dapat diikuti karena orang tersebut tidak dapat memberikan ilmu (informasi) secara benar. Syarat yang ketiga adalah sudah baligh, anak-anak yang belum baligh bukan berarti tidak bisa menyampaikan informasi dengan baik. Namun sebagai pertimbangan, anak-anak yang belum baligh belum dapat dipercaya sebagaimana tidak boleh menjadikan anak-anak sebagai saksi dalam sebuah hukum.

Syarat yang terakhir adalah kuasa/ sanggup mendidik kepada murid-muridnya. Karena apabila seorang guru tidak dapat mendidik kepada murid-muridnya, dapat dipastikan ilmu yang diharapkan tidak akan

tersampaikan dengan baik. Selain itu, ketidak mampuan mendidik merupakan satu indikasi bahwa murid-muridnya kemungkinan tidak akan mengikutinya. Hal ini selaras dengan pendapat M Athiyah AL Abrasyi bahwa seorang guru merupakan seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru, seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka seperti memikirkan keadaan anak-anaknya sendiri (M Athiyah Al Abrasyi, 1993:138). Hal ini bukan berarti seorang yang menjadi guru haruslah seorang yang sudah mempunyai anak, namun ia adalah seorang yang mampu memperlakukan anak-anaknya dengan sepenuh hati.

Ia juga menegaskan bahwa seorang guru harus mengetahui tabiat muridnya, dengan mengetahui tabiat peserta didik inilah seorang guru akan kuasa memberikan ilmu kepada muridnya sehingga ia tidak kesasar dalam mendidik anak-anak (M Athiyah Al Abrasyi, 1993:139).

e. Syarat Sah Mengajar

Dalam pendidikan, Syaikh Ahmad Rifai mengemukakan sahnya seseorang dalam mengajarkan ilmu adalah Islam, berakal dan mampu (faham) dalam ilmu yang diajarkannya.

Dalam pendidikan Islam tentu seorang murid akan belajar dari seorang guru yang beragama Islam juga. Syarat berakal pun sudah

pasti, tidak mungkin manusia akan belajar kepada seseorang yang hilang akalnya.

Tentang syarat yang ketiga yaitu mampu atau faham dalam ilmu yang diajarkannya, hal tersebut memiliki alasan urgent yaitu apabila sesuatu urusan diserahlan kepada yang bukan ahlinya maka rusaklah segala sesuatu itu. Seorang guru harus sanggup menguasai mata pelajaran yang diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya tentang itu sehingga janganlah pelajaran itu bersifat dangkal, tidak melepasan dahaga dan tidak mengenyangkan lapar (M Athiyah Al Abrasyi, 1993:139).

f. Syarat Orang Yang Menuntut Ilmu

Secara garis besar, Syaikh Ahmad Rifai menyatakan bahwa syarat orang yang menuntut ilmu atau belajar tidak dibatasi oleh apapun. Orang Islam maupun yang tidak Islam dipersilahkan untuk belajar agama Islam. Begitu pula dalam batasan usia, Syaikh Ahmad Rifai mengemukakan bahwa anak kecil, orang dewasa, orang yang berakal maupun orang gila boleh belajar. Tidak ada batasan umur untuk mulai belajar. Batas umur mulainya pendidikan bagi anak-anak tidak ditentukan. Kepada orang tua diberikan hak untuk menentukan sendiri waktu yang mereka anggap pantas untuk mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar (M Athiyah Al Abrasyi, 1993:187).

Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa orang gila yang belajar, akan mendapat kesempatan untuk sembuh dan menjadi manusia yang akalnya normal kembali.

g. Syarat Ilmu Yang Diajarkan

Menurut Syaikh Ahmad Rifai, Syarat ilmu yang diajarkan haruslah tahqiq (kuat) berdasarkan dalil. Pendidikan agama Islam haruslah mengambil dalil dalam menyampaikan suatu ilmu. Meskipun perkembangan zaman terus melaju pesat, dalam mengambil dalil haruslah dikembalikan kepada dasarnya yaitu al Quran dan hadis dan tidak boleh sampai menyimpang dari keduanya.

Ilmu yang diajarkan juga merupakan sebuah kebenaran, maka tidak boleh seseorang mengajarkan sesuatu kepada orang lain yang merupakan kebohongan atau sesuatu yang tidak benar menurut syariat. Selain itu, ilmu-ilmu yang harus dipelajari terlebih dahulu harus didahulukan tanpa mengesampingkan ilmu-ilmu yang belum dibutuhkan. Peneliti pengambil contoh misalnya anak-anak maka sebaiknya diberi pengetahuan tentang cara beribadah, keyakinan terhadap tuhan dan akhlak-akhlak mulia. Sementara untuk ilmu perniagaan, menyembelih hewan, pernikahan lebih baik tidak diajarkan terlebih dahulu karena belum dibutuhkan oleh anak-anak tersebut.

Seperti yang sudah peneliti sampaikan diatas bahwa, sebuah ilmu hendaknya mempunyai nasab, thariqat dan mazhab yang jelas. Hal

ini bertujuan untuk menghindari percampuran keyakinan karena begitu luasnya pemahaman tentang Islam menurut banyak ulama masyhur. Yang mana para ulama tersebut tentu memiliki dasar masing-masing dalam merealisasikan keilmuan mereka yang mungkin berbeda dengan pendapat orang lain.

h. Syarat Wajib Orang Menuntut Ilmu

Orang-orang yang memiliki kriteria : Islam, berakal, baligh, kurang ilmunya (tidak memahami suatu ilmu) adalah orang-orang yang diwajibnyak untuk belajar. Kemudian dalam belajar tersebut ia juga diperintahkan untuk bertanya kepada guru tentang apa yang tidak diketahuinya, kemudian percaya penuh kepada guru tentang apa yang di beritahukan oleh gurunya mengenai ilmu tersebut. Hal ini tentu berhubungan erat dengan bagaimana seorang muslim yang berakal dan baligh tersebut akan beribadah dan mencari keridhaan Allah SWT, jalan yang harus ia tempuh adalah dengan belajar. 3. Metode Pendidikan

Mengenai metode yang menjadi konsep pendidikan Syaikh Ahmad Rifai, hal ini juga tidak dijelaskan secara rinci. Namun peneliti berkeyakinan bahwa metode yang digunakan oleh Syaikh Ahmad Rifai adalah metode klasik yang beliau pelajari dari timur tengah. Diantaranya adalah dengan menggunakan cara-cara klasik atau cara-cara lama, misalnya : menyimak dan menghafal alquran, menghafal kitab-kitab jawa, mendengarkan penjelasan guru dalam memahami suatu ilmu,

berdiskusi, tanya jawab secara langsung maupun pembahasan suatu masalah secara bersama-sama (bashul masail)

4. Evaluasi Pendidikan

Seperti yang telah peneliti paparkan pada bab sebelumnya, bahwa Syaikh Ahmad Rifai tidak menjelaskan secara rinci bagaimana beliau melaksanakan evaluasi pendidikan pada masanya. Namun yang perlu digaris bawahi adalah, beliau Syaikh Ahmad Rifai hidup pada masa penjajahan Belanda dan perjuangan kemerdekaan. Yang mana dakwah Islam adalah hal yang utama dimana beliau bergerak sebagai penentang kolonial sebagai salah satu wujud dalam menyebarkan agama Islam. Peneliti menangkap dari apa yang Syaikh Ahmad Rifai tulis bahwa kesimpulan nevaluasi pendidikan menurut beliau adalah penerapan suatu ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, barangsiapa yang dapat menjalankan kehidupan sesuai syariat maka ia adalah orang yang lolos evaluasi dan hal ini berlaku sepanjang hayat, tidak hanya keyika seorang santri berada dalam lingkungan pendidikan saja.

5. Hubungan Ilmu dan Amal

Hubungan antara ilmu dan amal yang dikemukakan Syaikh Ahmad Rifai dalam kitab Bayan adalah apabila sebuah ilmu sudah ada pada seseorang namun tidak dilakukan (diamalkan), maka orang itu melakukan dosa. Dan apabila dalam beramal tanpa memiliki ilmu, maka orang tersebut berada dalam kesesatan. Karena apabila orang berilmu melakukan kesalahan (dosa) ia akan merasa bersalah dan akan menyadari

untuk bertaubat, sementara orang yang tidak memiliki ilmu apabila melakukan sebuah amal ibadah tidak sah akan tetapi merasa bahwa ia benar, itu lebih berbahaya karena ia tidak merasa berdosa atas kesalahannya. Dalam hadisnya, Rasulullah bersabda : Belum dianggap seseorang itu berilmu sampai ia mnegamalkan ilmunya.

Allah juga berfirman dalam al Quran surah Ash Shaaf ayat 3 :



















“ Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa -apa yang tidak kamu kerjakan.”

Dalam hadis lain Rasulullah juga menyebutkan bahwa : “Orang yang bertambah ilmunya dan tidak bertambah petunjuk yang dimilikinya, maka ia semakin jauh dari Allah SWT” (M Athiyah Al Abrasyi, 1993 :48-49).

Kemudian setiap orang yang melakukan amal ibadah tanpa memiliki ilmu maka amalnya akan menjadi amal yang tertolak. Dalam hal ini penulis sepakat dengan pemikiran beliau bahwasanya ilmu dan amal tidak dapat dipisahkan dan memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat seperti yang telah Syaikh Ahmad Rifai paparkan.

B. Kelebihan Pemikiran Syaikh Ahmad Rifai dalam Pendidikan Islam.

Sebagaimana yang peneliti temukan dalam mempelajari konsep pendidikan agama Islam menurut Syaikh Ahmad Rifai, peneliti menyimpulkan beberapa kelebihan konsep tersebut sebagaimana berikut :

1. Konsep yang tertuang dalam kitab Bayan adalah konsep yang sampai saat ini masih di gunakan dalam pendidikan di pondok pesantren dan hal itu tidak berubah dan tidak terpengaruh oleh kemajuan zaman. Artinya, dalam ranah pondok pesantren konsep tersebut terus dapat diikuti sepanjang zaman.

2. Syaikh Ahmad Rifai merincikan komponen penting dalam pendidikan dengan kehati-hatian. Misalnya dalam mengambil ilmu dari seorang guru haruslah mengikuti nasab keilmuan, mazhab dan thariqat masing-masing, sehingga orang awam tidak akan tercampur atau keliru dalam penafsiran. Hal ini juga berdampak pada kesahihan sebuah ilmu yang diterima apakah nasab keilmuan tersebut sampai kepada Rasulullah SAW sebagai guru pertama di muka bumi.

3. Syaikh Ahmad Rifai membolehkan mengajari orang gila dengan mengharap kesembuhannya pada suatu saat nanti. Konsep ini yang pada masa kini kurang diperdulikan. Karena, orang gila sama belum berakalnya secara harfiah dengan anak-anak yang belum bisa dipercaya apa yang mereka katakan. Maka idealnya, keduanya (anaka-anak maupun orang gila) bisa dididik dan diajar.

4. Dalam konsep pendidikan Syaikh Ahmad Rifai juga mengemukakan bahwa orang yang mengajar atau menjadi guru hendaklah sudah memahami betul tentang ilmu yang diajarkan. Disini kita bisa melihat bahwa kehati-hatian dalam mengajar sangat penting. Karena orang yang

belum faham betul tentang sebuah ilmu, bisa jadi justru akan menimbulkan kesesatan.

5. Perintah untuk menuntut ilmu bagi orang dewasa yang belum berkecukupan dalam ilmu keislamannya. Hal ini penting, karena sering kita temukan orang yang sudah dewasa menuju lanjut terkadang mulai malas berfikir dan belajar sementara ia belum memahami ilmu yang seharusnya sudah ia fahami. Hal tersebut tentu memiliki latar belakang yang bervariasi, entah kaena kseibukan pekerjaan, ketidak mampuan, ketidak inginan untuk belajar atau kemalasan.

6. Syaikh Ahmad Rifai dalam melaksanakan pendidikan agama Islam menggunakan metode penerjemahan kitab ke dalam bahasa jawa terlebih dahulu. Hal ini sangat baik dan mendukung pendidikan agama Islam yang beliau lakukan pada masanya. Sesuai dengan apa yang rasulullah katakana : Kami para Nabi, diperintahkan untuk menempatkan seseorang pada posisinya, berbicara dengan seseorang sesuai dengan akalnya. Dalam hal ini penulis menyimpulkan, bahwa akal orang jawa pada saat itu adalah dalam posisi hanya bisa berbahasa jawa. Oleh sebab itu, dalam pendidikan Syaikh Ahmad Rifai menerjemahkan al Quran dan hadis ke dalam bahasa jawa terlebih dahulu sehingga mudah untuk dipahami dan segera dipraktikkan oleh murid-muridnya. Di satu sisi hal ini sangat baik karena Syaikh Ahmad Rifai menamakan langsung konsep kepada mereka dengan bahasa yang mudah dipahami para murid.

C. Kekurangan Pemikiran Syaikh Ahmad Rifai dalam Pendidikan Islam.

1. Pemikiran Syaikh Ahmad Rifai pada masa perjuangan dakwah Islam beliau masih sangat sederhana, dan bisa kita bedakan dengan konsep pendidikan masa sekarang yang lebih modern. Tentu hal ini dilatar belakangi dengan kondisi dimana beliau hidup dan keadaan yang beliau perjuangkan pada masanya. Diantaranya mengenai belum menjabarkan secara rinci tentang metode dan evaluasi pendidikan yang beliau laksanakan, hanya menegaskan tentang hubungan ilmu dan amal yang menjadi tolok ukur bahwa setiap murid yang dapat melaksanakan ajaran agama dalam kehidupannya maka ia adalah orang yang telah menjalankan pendidikan dengan benar.

2. Penekanan pada nasab keilmuan, yang mana pada era modern kita bisa mendapatkan ilmu tanpa belajar langsung kepada seorang guru, namun bisa membaca melalui buku dan bahkan informasi yang tersebar melalui internet. Sehingga konsep nasab keilmuan ini tidak bisa kita gunakan dalam kehidupan sekolah atau pendidikan Islam modern saat ini.

D. Inti Pemikiran Syaikh Ahmad Rifai dalam Pendidikan Islam.

Dalam sudut pandang peneliti, inti pemikiran Syaikh Ahmad Rifai mengenai konsep pendidikan agama Islam dapat dituangkan dalam beberapa poin sebagai berikut :

1. Tujuan dari menuntut ilmu adalah beribadah dan mencari keridhaan Allah SWT.

2. Komponen dalam pendidikan yaitu guru haruslah memenuhi kriteria menjadi seorang pengajar. Begitu pula dengan ilmu yang diajarkan, seseorang tidak boleh mengajarkan kesesatan kepada orang lain.

Dokumen terkait