• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Isolasi Phlorotannin dari Alga Coklat Sargassum polyceratium Montagne

Kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan kering dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi berkesinambungan serbuk bahan dengan alat sokhlet (rangkaian alat sokhlet seperti pada gambar 2) dengan menggunakan pelarut secara berganti-ganti mulai dengan eter lalu eter minyak bumi dan kloroform (untuk memisahkan lipid dan terpenoid) sedangkan untuk senyawa yang lebih polar digunakan alkohol atau etil asetat (Harborne, 1987). Sokhletasi mempunyai keuntungan antara lain memerlukan cairan penyari lebih sedikit dan secara langsung hasil yang diperoleh lebih pekat, serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni maka dapat menyari zat aktif lebih banyak dan penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan tanpa menambah volume cairan penyari (Anonim, 1986).

Gambar 2. Rangkaian alat sokhletasi : A) tempat ekstraksi sampel, B) tempat solven

Pemisahan ekstrak menjadi kelompok senyawa yang memiliki sifat fisikokimia yang sama disebut fraksinasi. Fraksinasi dapat dilakukan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

presipitasi, ekstraksi pelarut-pelarut, destilasi, dialisis, kromatografi, dan elektroforesis. Pada ekstraksi pelarut-pelarut, akan terbentuk dua lapisan pada saat suatu cairan ditambahkan pada ekstrak yang berada pada cairan lain yang tidak saling campur. Komponen dalam campuran mempunyai kelarutan pada tiap lapisan dan setelah beberapa saat konsentrasi ekuilibrium pada kedua lapisan tercapai (Houghton, 1998).

D. Spektrofotometri Visibel

Spektrofotometri visibel merupakan salah satu teknik analisis spektroskopik yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak pada panjang gelombang 380 – 780 nm dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometer adalah suatu instrumen yang akan memecah radiasi polikromatis menjadi panjang gelombang berbeda. Instrumentasi seluruh spektrofotometer yang ada : 1) sumber radiasi kontinyu pada λ tertentu, 2) monokromator untuk memilih berkas sempit dari sumber spektrum, 3) sel sampel, 4) detektor, dan 5) pembaca respon detektor atau recorder (Christian, 2004), seperti terlihat pada gambar 3.

Gambar 3. Instrumentasi spektrofotometer (Cairns, 2005)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan atas interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi berupa atom, ion, atau molekul. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu jenis energi yang ditransmisikan dalam ruang dengan kecepatan tinggi. Interaksi antar molekul yang memiliki gugus kromofor dan radiasi elektromagnetik pada daerah sinar ultraviolet dan sinar tampak akan menghasilkan spektra absorbansi elektronik. Spektra absorbansi tersebut dapat digunakan untuk analisis kuantitatif karena jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap memiliki hubungan dengan jumlah molekul penyerap (Khopkar, 1990; Skoog, 1985).

Aspek kuantitatif spektrofotometer didasarkan pada hukum Lambert-Beer. Hukum ini menyatakan hubungan antara transmitan (T) dengan tebalnya cuplikan dan konsentrasi bahan penyerap. Hubungan tersebut dinyatakan sebagai berikut :

A = log T 1 = log I Io = ε b c Keterangan : A = serapan T = persen transmitan Io = intensitas radiasi yang datang I = intensitas radiasi yang diteruskan ε = absorbtivitas molar (L mol-1 cm-1) b = panjang sel (cm)

c = konsentrasi larutan (mol L-1)

(Cairns, 2005; Silverstein, Bassler, dan Morrill, 1986)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

E. Kolorimetri

Kolorimetri merupakan suatu teknik pengukuran cahaya yang diabsorbsi oleh zat berwarna, baik warna yang terbentuk dari asalnya maupun akibat reaksi dengan zat lain (Khopkar, 1990). Metode kolorimetri merupakan metode analisis yang didasarkan pada gugus yang dapat bereaksi membentuk warna menggunakan instrumen spektrofotometer visibel dengan spektrum elektromagnetik pada daerah tampak mata manusia yaitu sekitar 400-700 nm atau 4000-7000 Å (1 nm = 10 Å) (Butz dan Nobel, 1961). Pada kolorimetri, pengukuran dilakukan terhadap serapan cahaya oleh larutan yang berwarna. Kadar larutan dibuat dengan konsentrasi menaik. Warna larutan tersebut dibandingkan dengan senyawa yang hendak dianalisis. Penentuan fotometri senyawa tidak berwarna yang diubah menjadi zat yang berwarna juga dapat dilakukan dalam daerah sinar tampak/visibel (400 – 800 nm) (Khopkar, 1990; Roth dan Baschke, 1994).

Pemilihan prosedur kolorimetri untuk menentukan substansi tergantung pada pertimbangan sebagai berikut :

1. metode kolorimetri akan memberikan hasil yang lebih akurat pada konsentrasi rendah daripada titrimetri atau gravimetri.

2. metode kolorimetri sering digunakan pada kondisi di mana tidak ada titrimetri atau gravimetri.

3. metode kolorimetri memiliki beberapa keuntungan dalam hal spesifisitas (Vogel, 1978).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

Kriteria untuk analisis kolorimetri yang baik adalah : 1. Menghasilkan reaksi warna yang khusus

Reaksi-reaksi yang ada sangat sedikit sekali untuk beberapa substansi tertentu, tetapi justru memberikan warna-warna yang banyak membentuk kelompok warna tersendiri yang hanya berhubungan dengan substansi khusus.

2. Adanya proporsi yang sesuai antara warna dan konsentrasi

Untuk kolorimeter visual sangat penting bahwa intensitas warna harus meningkat secara linier dengan konsentrasi substansi yang ditentukan.

3. Stabilitas warna

Warna yang dihasilkan harus sama untuk mendapatkan hasil yang akurat. Hal ini menerapkan reaksi-reaksi warna yang akan dicapai secara maksimal. Waktu untuk mencapai warna yang maksimal harus cukup lama untuk mendapatkan pengukuran yang akurat.

4. Reprodusibel

Prosedur kolorimetri harus memberikan hasil yang reprodusibel dalam kondisi yang spesifik.

5. Kejernihan larutan

Larutan harus bebas dari pengotor jika pembanding yang dipakai dibuat dengan standar. Kekeruhan akan menyerap cahaya dengan baik (Vogel, 1978).

F. Metode Folin-Ciocalteau

Reagen Folin-Ciocateau tersusun atas 100 g natrium tungstat, 25 g natrium molibdat P, 50 mL asam fosfat P, 100 mL HCl P, 150 g litium sulfat P, dan beberapa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

tetes brom P (Anonim, 1995a). Reagen aktif Folin-Ciocalteau, suatu agen pengoksidasi, tersusun atas larutan asam berwarna kuning yang mengandung kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam heteropoli asam tungstat dan asam molibdat. Pada kenyataannya reagen ini mengandung rangkaian polimerik yang memiliki bentukan umum dengan pusat unit tetrahedral fosfat (PO43-) yang dikelilingi oleh beberapa unit oktahedral asam-oksi molibdenum. Struktur tungsten dapat dengan bebas bersubstitusi dengan molibdenum (Singleton dan Rossi, 1965).

Bagian yang paling aktif dari reagen Folin-Ciocalteau adalah molibdat. Dalam bentuk tunggal, molibdat sukar larut dan membentuk koloid. Oleh karena itu, molibdat ditambah asam sehingga berwujud cair non-koloid. Asam yang ditambahkan pada reagen ini umumnya asam fosfat, tungstat, atau wolframat (Auterhoff dan Knabe, 1978). Reagen ini mengoksidasi fenolat (garam alkali), sehingga mereduksi asam heteropoli menjadi kompleks Mo-W. Fenolat hanya ada pada larutan basa tetapi reagen dan produknya tidak stabil pada kondisi basa. Reaksi tersebut menghasilkan warna biru ungu yang dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometer (Jansoon, 2005).

Metode Folin-Ciocalteau telah digunakan untuk mendeterminasikan fenol total (Singleton dan Rossi, 1965). Metode Folin-Ciocalteau digunakan untuk menetapkan konsentrasi gugus-gugus hidroksil fenolik dalam sampel. Metode ini tidak memberikan data senyawa fenolik tertentu dalam ekstrak. Metode Folin-Ciocalteau berdasar atas kemampuan mereduksi gugus hidroksil fenolik dan sangat tidak spesifik, namun dapat mendeteksi semua fenol tanpa ada diferensiasi antara asam galat, monomer, dimer, dan senyawa fenolik yang lebih besar dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

sensitivitas berbeda. Reaksi redoks fenolat dapat terjadi di bawah kondisi basa mereduksi kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat dalam reagen menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten warna biru (gambar 4). Warna biru yang terbentuk akan semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang akan mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat (Box, 1983; Singleton dan Rossi, 1965).

OH + H3PO4(MoO3)12 + H2O O O + H5(PMo12O40) atau H7(PMo12O40) kompleks oktahedral molybdenum-blue kuinon reagen Folin-Ciocalteau gugus fenol

Gambar 4.Reaksi fenol dengan reagen Folin-Ciocalteau

Saat analisis, terjadi kesetimbangan reaksi redoks. Oleh karena porsi yang terionisasi bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteau maka kesetimbangan bergeser dan akan lebih banyak ion fenolat yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan waktu agar reaksi mendekati sempurna. Di samping itu, gugus fenol teroksidasi dengan cepat hanya pada suasana yang cukup basa untuk menghasilkan ion-ion fenolat dalam konsentrasi yang cukup. Sekitar 50% fenol terionisasi pada pH 9 hingga 10 (ionisasi senyawa fenol menjadi ion fenolat ditunjukkan pada gambar 5). Namun sayangnya, reagen Folin-Ciocalteau dan kompleks berwarna biru yang terbentuk tidak stabil dalam larutan basa. Untuk pertimbangan tersebut maka diperlukan kondisi optimum untuk produksi reaksi yang cepat dan retensi waktu yang panjang untuk memaksimalkan warna. Kondisi tersebut mencakup kadar reagen

fosfo-molibdo-PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

tungstat yang tinggi serta alkalinitas yang sedang agar reagen Folin-Ciocalteau tetap bertahan dalam kondisi basa sehingga dapat bereaksi dengan semua ion fenolat (Singleton dan Rossi, 1965).

Gambar 5. Ionisasi senyawa fenol

G. Kesalahan dalam Metode Analisis

Mulja dan Suharman (1995) mengkategorikan kesalahan dalam analisis kimia menjadi 2 kelas utama, yaitu :

1. Kesalahan sistematik (determinate errors)

Kesalahan sistematik merupakan hasil analisis yang menyimpang secara tetap dari nilai kadar yang sebenarnya karena proses pelaksanaan prosedur analisis, sehingga kesalahan ini juga disebut kesalahan prosedur (Mulja dan Suharman, 1995). Beberapa faktor penyebab kesalahan ini antara lain:

a. kesalahan personil dan operasi

Kesalahan ini disebabkan oleh cara pelaksanaan analisis dan bukan karena metode. Kesalahan operasi umumnya bersifat fisis, bukan khemis, misalnya kesalahan pengamatan visual pada titik akhir titrasi, kesalahan cara pencucian endapan, dan sebagainya. Kesalahan ini bersifat individual dan sangat dipengaruhi oleh keterampilan analis dalam melakukan pekerjaan analisis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

b. kesalahan alat dan pereaksi

Kesalahan ini disebabkan oleh pereaksi yang kurang murni, alat yang kurang valid, atau pemakaian alat yang kurang tepat walaupun alat tersebut dalam kondisi baik, misalnya pengambilan volume dengan menggunakan pipet ukur atau gelas ukur, penggunaan buret 50 mL (buret makro) untuk analisis mikro, dan sebagainya.

c. kesalahan metode

Kesalahan ini disebabkan oleh kesalahan pengambilan sampel, kesalahan akibat reaksi kimia yang tidak sempurna, atau ikut mengendapnya zat-zat yang tidak diinginkan (Day dan Underwood, 1986).

Kesalahan sistematik dapat dihindari atau diperkecil dengan beberapa cara seperti berikut:

1) mengkalibrasi instrumen dan melakukan koreksi secara berkala (biasanya setiap 3 bulan atau disesuaikan dengan frekuensi pemakaian alat)

2) memilih metode dan prosedur standar dari badan resmi 3) memakai bahan kimia dengan derajat untuk analisis 4) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para analis 5) melakukan penetapan blanko atau kontrol dengan zat baku 6) melakukan penetapan paralel (in duplo atau in triplo)

2. Kesalahan tidak sistematik (indeterminate errors)

Kesalahan tidak sistematik adalah penyimpangan yang tidak tetap dari hasil penentuan kadar dengan instrumen yang disebabkan fluktuasi dari instrumen yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

dipakai. Penyebab kesalahan ini tidak dapat ditentukan dan tidak dapat dikontrol, sehingga kesalahan ini disebut juga kesalahan acak (random error) (Mulja dan Suharman, 1995).

H. Keterangan Empiris

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan phlorotannin dalam alga coklat Sargassum polyceratium Montagne. Alga coklat Sargassum polyceratium Montagne mengandung senyawa polifenol yang lebih dikenal sebagai phlorotannin. Adanya kandungan polifenol dibuktikan dengan analisis kuantitatif menggunakan reagen FeCl3. Filtrat ekstrak alga bereaksi positif dengan reagen menghasilkan warna coklat tua kehijauan.

Polifenol alga (phlorotannin) dapat diekstraksi dengan metode maserasi maupun sokhletasi dengan pelarut metanol. Metode maserasi menghasilkan ekstrak yang lebih sedikit dibanding metode sokhletasi. Metode sokhletasi menggunakan panas dan ekstraksi secara berkesinambungan sehingga lebih efisien. Pemilihan sokhletasi sebagai teknik penyarian didasarkan atas pertimbangan bahwa kandungan phlorotannin dalam alga coklat ini tahan terhadap pemanasan.

Ekstrak metanol yang diperoleh difraksinasi dengan etil asetat untuk mendapatkan phlorotannin dengan polimer sedang. Polifenol berpolimer sedang memiliki panjang gugus kromofor yang dapat memberikan absorbansi pada daerah panjang gelombang UVA (320-400 nm) dan UVB (280-320 nm). Polifenol rantai pendek memiliki gugus kromofor sedikit dan serapan pada daerah UV tidak maksimal, sedangkan jika polimer polifenol terlalu panjang maka akan memberikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

absorbansi pada panjang gelombang visibel (400-800 nm). Polifenol dengan rantai yang terlalu panjang tidak dapat dikembangkan sebagai bahan aktif pembuatan produk sunscreen karena tidak dapat memberikan absorbansi pada panjang gelombang UV.

Analisis kuantitatif untuk menetapkan kadar phlorotannin dalam alga coklat dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteau. Reagen Folin-Ciocalteau spesifik terhadap gugus fenol, sehingga dapat bereaksi dengan polifenol alga, mengoksidasi gugus fenolik-hidroksil, membentuk kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat berwarna biru, dan dapat dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer visibel.

Standar yang digunakan dalam penetapan kadar polifenol alga ini adalah phloroglucinol yang merupakan monomer phlorotannin alga. Zhang, et al. (2006) mendapatkan hasil pembacaan panjang gelombang maksimum produk berwarna biru yang dihasilkan dari metode Folin-Ciocalteau pada sampel alga A. nodosum dan standar phloroglucinol sama-sama berada pada panjang gelombang 750 nm atau dengan kata lain terdapat kesamaan karakteristik antara phlorotannin dengan standar phloroglucinol saat direaksikan dengan reagen Folin-Ciocalteau. Perhitungan kadar phlorotannin dinyatakan ekuivalen dengan phloroglucinol (mg PE/g fraksi).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian non eksperimental karena tidak ada intervensi atau perlakuan terhadap parameter yang diamati.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama penelitian ini adalah kadar phlorotannin dalam fraksi etil asetat alga coklat Sargassum polyceratium Montagne.

b. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini meliputi volume cairan penyari untuk mengisolasi phlorotannin dalam alga coklat Sargassum polyceratium Montagne, tempat panen alga di Pantai Drini, waktu panen pada bulan Mei 2007, serta komposisi reagen saat analisis.

c. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah umur alga yang dipanen (bukan tanaman budidaya), pH, suhu dan kelembaban ruang saat analisis.

2. Definisi operasional

a. Simplisia alga coklat merupakan alga coklat Sargassum polyceratium Montagne yang diambil dari Pantai Drini, Gunung Kidul, Yogyakarta dengan thallus alga pendek dan bergerigi.

20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

b. Ekstrak kental adalah ekstrak metanol hasil sokhletasi serbuk alga coklat pada suhu antara 100°C hingga 120°C kemudian dipekatkan pelarutnya dengan vacum rotary evaporator sampai volume yang kecil (volume ekstrak ∼1/10 volume awal).

c. Fraksi etil asetat alga coklat adalah fraksi yang diperoleh dari fraksinasi ekstrak kental metanol simplisia alga coklat menggunakan etil asetat dan diuapkan pelarutnya dengan vacum rotary evaporator sampai pekat kemudian dikeringkan di atas waterbath.

d. Kadar phlorotannin adalah kadar polifenol total dalam fraksi etil asetat alga coklat yang ditetapkan dengan metode Folin-Ciocalteau dan dihitung ekuivalen dengan phloroglucinol (mg PE/g fraksi).

C. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah simplisia alga coklat Sargassum polyceratium Montagne yang diambil dari pantai Drini, Gunung Kidul, Yogyakarta, kertas filter Schleicher & Schuell, metanol pro analysis (p.a.), kloroform p.a., etil asetat p.a., aseton p.a., natrium bikarbonat p.a., phloroglucinol yang kesemuanya berasal dari Merck, Germany, pereaksi Folin-Ciocalteau dari Sigma Chem, Co., USA, larutan gelatin 1%, larutan NaCl 10%, dan akuades.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

2. Alat

Alat-alat yang digunakan meliputi autoklaf Sanshenyiliaogixie YX-400Z, oven Memmert ULM 500, UM 400, dan U 50, oven Termaks seri 88725, blender Retsch bv, seperangkat alat titrasi Karl Fischer Mettler DL-18, seperangkat spektrofotometer UV-Vis Perkin Elmer Lambda 20, timbangan elektrik BP 160 dan Scaltec SBC 22 readability 0, 01 mg, vacum rotary evaporator (Buchi), waterbath (Abo-Tech), corong Buchner, mikropipet 0, 5 - 10 μL dan 100 – 1000 μL (Acura 825, Socorex), tabung reaksi bertutup (Scott-Germany), sokhlet, labu alas bulat, heating mantle, corong pisah 500 mL, alat sentrifus, homogenizer (Vortex Genie), dan alat-alat gelas.

D. Tata Cara Penelitian

1. Pengambilan dan preparasi sampel alga coklat Sargassum polyceratium Montagne

Sampel alga coklat Sargassum polyceratium Montagne diperoleh dari hasil panen petani dari Pantai Drini, Gunung Kidul, Yogyakarta dalam bentuk simplisia kering.

Alga coklat Sargassum polyceratium Montagne dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel, kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf selama 30 menit pada suhu 100°C. Selanjutnya dikeringkan dengan oven dengan suhu 80-100°C selama 6 hari sampai dapat dihancurkan dengan tangan, diserbuk dengan blender, kemudian diayak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

2. Penetapan kadar air serbuk alga

Penetapan kadar air serbuk alga dilakukan dengan menggunakan metode Karl Fischer. Serbuk alga ditimbang 2,0 gram, kemudian ditambahkan 10 mL metanol, lalu didiamkan selama 1 hari pada suhu kamar. Selanjutnya dilakukan pre-titrasi pada alat, lalu dilakukan uji kebocoran alat, hingga didapat angka drift 10-50 pada alat. Standardisasi dilakukan dengan cara spuit berisi air ditimbang, kemudian 1 tetes air dimasukkan ke dalam alat. Kemudian spuit ditimbang kembali untuk menentukan berat air yang dimasukkan. Selanjutnya dihitung kesetaraan air. Sebanyak 1 mL metanol (blanko) dimasukkan dan dititrasi dengan alat. Lalu dihitung kadar airnya. Sebanyak 1 mL sampel ekstrak metanol serbuk alga dimasukkan, dititrasi dengan alat, dan dihitung kadar air dalam sampel. Kadar air dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar air = 100% ditimbang yang berat ) 10 ( blanko x × −

x = angka yang muncul pada alat (%) dikali 10000 mg atau berat yang dimaksudkan untuk konversi

3. Skrining Fitokimia Alga

a. Preparasi ekstrak untuk skrining fitokimia

Sebanyak 10 g serbuk kering alga ditimbang dan ditempatkan dalam botol bertutup kemudian ditambahkan 30 mL metanol 80%. Selanjutnya dipanaskan di atas waterbath selama ± 1 jam. Setelah itu campuran didinginkan pada suhu ruang dan disaring dengan bantuan corong Buchner yang dilapisi kertas saring. Untuk membilas botol maka ditambahkan kurang lebih 5 mL

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

metanol 80% dan disaring menggunakan corong dan kertas saring (Farnsworth, Fong, dan Tinwu, 1992).

b. Skrining tanin dan polifenol

Sejumlah volume yang setara dengan 10 g ekstrak metanol 80% yang telah disiapkan pada langkah preparasi (hasil saringan) dikeringkan dengan cara diuapkan menggunakan waterbath untuk mendapatkan ekstrak kering. Ekstrak kering alga tersebut ditambah dengan 25 mL akuades panas dan diaduk kemudian didiamkan sampai dingin pada temperatur ruangan. Setelah itu ke dalam ekstrak ditambahkan 3 – 4 tetes larutan NaCl 10%. Suspensi yang terjadi disaring dengan corong Buchner lalu larutan hasil saringan dibagi menjadi 4 bagian masing-masing sebanyak kurang lebih 3 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Pada tabung 1 ditambahkan 4–5 tetes larutan gelatin 1% dan diamati terjadinya endapan. Pada tabung 2 ditambahkan 4–5 tetes garam gelatin (campuran larutan gelatin 1% dan larutan NaCl 10%) dan diamati terjadinya endapan. Pada tabung 3 ditambahkan 3–4 tetes larutan FeCl3 dan diamati terjadinya perubahan warna dan atau endapan. Tabung 4 digunakan sebagai kontrol dan tidak ditambah reagen (Farnsworth, et al., 1992).

4. Isolasi phlorotannin dari alga coklat Sargassum polyceratium Montagne Serbuk alga coklat Sargassum polyceratium Montagne (kadar air kurang dari 10%) ditimbang sebanyak 80,0 g, atau sesuai dengan kapasitas sokhlet, kemudian dimasukkan ke dalam kertas filter Schleicher & Schuell dan dimasukkan ke labu sokhlet. Selanjutnya pelarut metanol diberikan sebanyak dua kali sirkulasi. Sokhletasi dilakukan dengan suhu 120 ± 20°C sampai tetesan pelarut jernih.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Ekstrak metanol yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan vacum rotary evaporator sampai volume yang kecil (~1/10 dari volume mula-mula) yaitu sekitar 60 mL. Selanjutnya secara berturut-turut ditambahkan metanol hingga 120 mL, ditambahkan 120 mL kloroform , dan 45 mL air dalam corong pisah 500 mL, lalu digojog dan didiamkan hingga membentuk dua lapisan. Lapisan atas dan lapisan bawah dipisahkan, selanjutnya lapisan atas diekstraksi dengan etil asetat dua kali masing-masing 75 mL. Fraksi etil asetat (bagian atas) dikumpulkan, selanjutnya diuapkan hingga kering dan diperoleh ekstrak yang merupakan fraksi etil asetat alga coklat (Nagayama, et al., 2002).

5. Optimasi metode kolorimetri dengan Folin-Ciocalteau a. Pembuatan larutan standar

Standar phloroglucinol ditimbang dengan seksama sebanyak 0,05 g, kemudian dilarutkan dalam aseton 75% sampai volume 50,0 mL. Seri konsentrasi larutan intermediet diambil dari larutan induk sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; dan 6,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL, dan ditambahkan pelarut aseton 75% sampai volume 10,0 mL sehingga konsentrasinya menjadi 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; dan 6,0 ppm.

b. Penentuan Operating Time (OT)

Larutan intermediet 4,0 ppm diambil sebanyak 0,5 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 mL yang mengandung 2,5 mL reagen Folin-Ciocalteau yang diencerkan dengan akuades (1:1), dan didiamkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,5 mL Na2CO3 1,9 M dan dicampur dengan akuades

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

sampai 50,0 mL. Operating time diukur dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang teoritis phloroglucinol (750 nm).

c. Penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks)

Larutan intermediet phloroglucinol dengan konsentrasi 1,0; 3,0; dan 6,0 ppm diambil sebanyak 0,5 mL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 mL yang mengandung 2,5 mL reagen Folin-Ciocalteau yang telah diencerkan dengan akuades (1:1). Campuran didiamkan selama 2 menit, kemudian ditambahkan 7,5 mL Na2CO3 1,9 M dan dicampur dengan akuades sampai 50,0 mL. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama OT (pada 15 menit pertama dan 15 menit kedua campuran tersebut divortex selama 30 detik). Kemudian campuran disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Ketiga larutan tersebut discanning pada rentang panjang gelombang 400-900 nm dengan spektrofotometer visibel untuk menentukan panjang gelombang maksimumnya.

d. Pembuatan kurva baku phloroglucinol

Masing-masing larutan intermediet diambil sebanyak 0,5 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 mL yang mengandung 2,5 mL reagen Folin-Ciocalteau yang diencerkan dengan akuades (1:1), dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,5 mL Na2CO3 1,9 M dan dicampur dengan akuades sampai 50,0 mL. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama OT untuk menyempurnakan reaksi sampai terbentuk warna biru. Pada 15 menit pertama dan 15 menit kedua campuran tersebut divortex selama 30 detik. Kemudian campuran disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 4000 rpm.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dokumen terkait