• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kini adat pergaulan bujang dan gadis di ranah Besemah (khususnya di Kota Pagaralam) sudah mulai mengalami perubahan. Beghareh!Beghusik secara bersama-sama sudah hampir tidak dilakukan lagi, hanya saja Beghusik pada acara sedekahan masih dilakukan secara bersama-sama. Tetapi selanjutnya bujang dan gadis Beghusik berdua­ du(Wl tanpa ditemani oleh siapapun Hal seperti ini walaupun belum teijadi pada semua bujang dan gadis tetapi sudah ada yang seperti itu terutama bagi bujang dan gadis yang sudah tinggal di kota, berpendidikan dan mempunyai pekeijaan tertentu. Begitu juga halnya dengan tradisi berayak kehutan atau kekebun sudah jarang dilakukan karena mereka (bl!iang dan gadis) lebih cenderung pergi berayak ketempat rekreasi atau ketempat lain yang menurut mereka lebih bervariasi dari pada hanya ke kebun memetik buah atau mengambil bemben untuk OOhan anyaman. Demikian juga halnya dengan tradisi nyemantW'lg, yakni bujang betandang ke rumah gadis membawa seekor ayam untuk dimasak dan dimakan bersama-sama, ini sudah jarang dilakukan karena para bujang dan gadis sekarang lebih cenderung mereka pergi makan ke restoran, rumah makan atau cafe yang menyediakan beraneka jenis makanan dari pada harus mengolah bahan dulu baru bias makan. PeruOOhan ini tidak bisa dihindari karena semuanya sudah tersedia dan dengan mudah diperoleh, lebih praktis dan efisien.

Media komunikasi yang digunakan dalam pergaulan bujang dan gadis (pantun) mengemban fungsi tertentu yang oleh masyarakat yang bersangkutan dijadikannya sebagai acuan. Secara kasat mata fungsi tersebut dapat dikatagorikan atas : seoogai pengendali emos� sebagai penguat jati diri dan sebagai hiburan. Selai itu masih banyak lagi fungsi yang dapat dirumuskan tergantung pada pandangan/pemahaman setiap orang terhadap hal tersebut. Selain fungsi dalam rangkaian tatacara pergaulan bujang dan gadis juga tersirat nilai-nilai yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari Adapun nilai-nilai yang dapat dianggap cukup fundamental dalam tatacara pergaulan bl!iang gadis tersebut adalah: nilai kesabaran, nilai seni, nilai kearifan, nilai sosial, nilai etika dan nilai kreatifrtas.

2.Saran

Seiring dengan telah teijadinya perubahan dalam adat pergaulan bujang dan gadis di ranah Besemah khususnya di Kota Pagaralam, maka pewarisan tradisi tersebut akan mengalami perubahan pula dan akhimya nanti bisa hilang begitu saja sehingga masyarakat telah kehilangan salah satu kekayaan budayanya. Oleh karenanya pendokumentasian tradisi tersebut adalah sebagai salah satu upaya pelestarian yang bisa dilakukan

sesegera mungkin. Selanjutnya kepada pemerintah khususnya lembaga adat lnltuk terus melakukan sosialisasi tradisi pergaulan bujang dan gadis baik. melaui pendidikan formah (sekolah) maupun melaui pendidikan non formal Sering melakukan Iomba berpantlnl karena pantun dalam pergaulan bujang dan gadis sarat dengan nilai-nilai yang patut ditelooani, di samping adanya unsur hiburan.

Daftar Pustaka

D epartemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990/1991. "Musik

Kulintang; Kes enian Rakyat Pajar Bulan Kecamatan Talo Perwakilan Alas Timur Bengkulu Selatan". Laporan. Bengkulu; Taman Budaya Bengkulu ..

Ernatip dkk. 2007. Budaya Suku Bangsa Pasemah di Sumatera Selatan.

Padang: BPSNf

Hastanto, Shri. Intangible Cultural Inventory (JCHI) (lnventarisasi

Warisan Budaya takbenda), pada Simposium dan Workshop

"Invmtarisasi dalam Rangka Perlindungan Warisan Budaya takbenda", di Jakarta 19-10 Agustus 2009

... ... Pedoman Penyusunan Entry Peta Kebudayaan Indonesia.

pada Simpooium dan Workshop "Inventarisasi dalam Rangka Perlindungan Warisan Budaya takbenda", di Jakarta 19-10

Agustus 2009

Hoesin, Kiagoes. 1993. Koempoelan o endang-oendang adat lembaga dari sembilan onderafielingen dalam gewest bengkulen.

Palembang; Shriwijaya Media Utama

Komtjaraningrat. 1 987. Pengantar llmu Antropologi. Jakarta. Aksara Baru

... 1990. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Kumiasih, Rini dan U. Syahbudin. 2005. Si Pahit Lidah Bandung:

Pustaka S etia

Mirwan, Temenggung Citra. 2010. Besemah Dalam Lintasan Sejarah dan Budaya. Pagaralam: Pemerintah Kota Pagaralam

Rahman, Arief. "Strategi dan Teknik Penyiap:m Pengusulan (Nominasi)

Matabudaya takbenda ke UNESCO: Kasus Batik Indonesia,

pada Simpooium dan Workshop "Inventarisasi dalam Rangka Perlindungan Warisan Budaya takbenda", di Jakarta 19-10

Agustus 2009.

Refisrul. 2005. Adat Meminang pada Masyarakat Serawai: Kajian Berdasarkan Naskah Ulu "Caro Paduan Kala". Padang:

BPSNf Padang

Suan, Alnnad Bastar� dkk, 2007. Tata Cara Adat Perkawinan Suku

Bangsa Besemah di Sumatera Selatan. Pagaralam: Dinas

Pendidikan Nasional Pagaralam

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (Penyunting). 1987. Metode Penelitian Survey. Jakarta; LP3ES

Susanto, Belly Agusti an. 2001. "Seni Tern bang Pada masyarakat Pasem ah; Analisi Makna dan Ftmgsi". Skripsi Sl Jurusan Bahasa

dan Seni, Fak. Keguruan dan llmu Pendi dikan Universitas Bmgkulu

SUMBA! : SISTEM PEMERINT AHAN TRADISIONAL PADA MASYARAKATBESEMAH DI SUMATERA SELATAN1

Reftsruf

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang dan Masalah

Setiap masyarakat, sebagaimana diketahu� memiliki aturan atau

norma yang mengatur tata kehidupan mereka sehari -hari dan telah berlaku turon temurun. Salah satunya terwujud pada cara atau sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan dalam mengatur masyarakatnya. Hal yang terakhir ini berupa bentuk kepemimpinan atau sistem pemerintahan yang mengatur tata kehidupan masyarakat sehari-hari sebagai sebuah kelompok sosial dan demi terciptanya keteraturan dan

pengendalian sosial yang sesuai dengan linglamgan dimana mereka bergaul secara bersama Sistem kepemimpinan yang lahir dari budi da ya masyarakat itu sendiri itulah yang merupakan sistem pemerintahan tradisional masyarakat tersebut. Sistem pemerintahan tradisional dapat diartikan sebagai sistem pemerintahan yang tumbuh dan berkembang di

daerah sesuai dengan kebudayaan dan latar belakang sejarah daerah tersebut (Surnarsono

dkk, 1997:4).

Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat majemuk dengan aneka ragam suku bangsa dengan sendirinya memiliki banyak

sistem pemerintahan tradisional yang dianut oleh setiap suku bangsa tersebut. Setiap suku bangsa itu pada dasamya memiliki bentuk sistem pemerintahan tradisional yang tercipta berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat suku bangsa itu dahulunya. Artinya, sistem pemerintahan tradisional pada suatu masyarakat disamping sebagai wahana terbentuknya keteraturan dalam kehidupan sehari-hari juga merefleksikan budaya mereka sehari-hari. Sepert� masyarakat Jawa mengenal sistem pemerintahan "desa" sebagai bentuk sistem pemerintahan tradisinalnya, masyarakat Minangkabau di Surnatera Barat dengan sistem pemerintahan "nagari", dan masyarakat Bali dengan "banjar". Aneka ragam sistem pemerintahan tradisional yang ada di

Indonesia sesmgguhnya merupakan kekayaan budaya bangsa yang perlu dijaga dan diupayakan pelestariannya.

1 Artikel ini merupakan gagasan ulang dari Laporan Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2005.

2 Peneliti Madya pada BPSNT P adang